Education Open
All
• Pentingnya manajemen lintas budaya karena dapat membantu kita memahami bagaimana
lingkungan kelompok yang terdiri dari berbagai latarbelakang dan diharapkan dapat menunjang
kinerja dari elemen dalam kelompok tersebut.
Isu-isu yang dihadapi para manajer jauh lebih kompleks-bukan hanya aspek manajerial, tetapi
juga spek kultural. Dengan menerapkan manajemen lintas budaya yang dipimpin oleh manajer
global, perhatian para manajer bukan hanya tertuju pada isu-isu manajemen lokal, tetapi juga pada
perilaku manusia lintas negara dan lintas budaya.
1. Mengapa Budaya Berbeda?
Menurut Edward B. Tylor, (Kultur atau peradaban adalah kompleksitas menyeluruh yang terdiri
atas pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat kebiasaan, dan berbagai kapabilitas lainnya
serta kebiasaan apa saja yang diperoleh seorang manusia sebagal bagian dari sebuah masyarakat).
Bronislaw Malinowski mengungkapkan berikut ini. (Kultur adalah keseluruhan kehidupan manusia
integral yang terdiri atas berbagai peralatan dan barang-barang konsumen, berbagai peraturan untuk
kehidupan masyarakat, ide-ide dan hasil karya manusia, serta keyakinan dan kebiasaan manusia).
Menurut Melville Herskovits, (Budaya adalah sebuah kerangka pikir [ construct] yang menjelaskan
keyakinan perilaku, pengetahuan, kesepakatan-kesepakatan, nital nilai, dan tujuan yang semuanya itu
membentuk pandangan hidup [way of life) sekelompok orang).
Budaya dalam disiplin antropologi, budaya adalah fenomena dan milik kelompok.
Perilaku budaya
sikap Nilai-nilai
B. PENGARUH PERBEDAAN BUDAYA TERHADAP
PERILAKU
Empat dimensi, yakni power distance (jarak kekuasaan), individualisme( collectivism), masculinity
(femininity), dan uncertainty avoidance (mengindari ketidakmenentuan).
1. Power Distance
Power distance didefinisikan sebagai (sejauh mana anggota-anggota biasa yang tidak
memiliki 2 kekuasaan sebuah institusi atau organisasi berharap dan mau menerima kenyataan
bahwa kekuasaan tidak didistribusikan secara merata).
2. Individualism vs Collectivism
Pada dimensi kedua, negara akan entifikasi melalui struktur sosialnya, yakni apakah masyarakat
yang tinggal di negara tersebut cenderung lebih individual atau kolektif.
Hofstede memberikan pengertian masyarakat yang individual dan kolektif. (Istilah i
ndividualism berkaitan dengan masyarakat ketika hubungan antar individual begitu renggang,
setiap orang lebih peduli pada dirinya dan keluarga dekatnya. Sementara itu, istilah collectivism,
kebalikan dari Individualism, berkaitan dengan masyarakat, yaitu seseorang sejak dilahirkan
merupakan bagian integral dari kelompok masyarakat).
Negara-negara yang masuk dalam individualism dan collectivism
Individualism Collectivism
1. USA 1. Guatemala
2. Australia 2. Ekuador
3. Inggris Raya 3. Panama
4. Canada 4. Venezuela
5. Netherlands 5. Colombia
6. New Zealand 6. Indonesia
7. Italia 7. Pakistan
8. Belgia 8. Costa Rica
9. Denmark 9. Peru
10. Swedia 10. Taiwan
3. Uncertainty Avoidance
masa datang merupakan sesuatu yang tidak diketahui ( unkown), tidak bisa diprediksi
(unpredictable), dan tidak menentu/tidak pasti (uncertain). Hofstede menunjukkan bahwa upaya
menghindari ketidakpastian/ketidakmenentuan (uncertainty avoidance) merupakan salah satu dimensi
budaya nasional.
4. Masculinity dan feminity
Istilah masculinity seperti dikatakan oleh Hofstede berkaitan dengan pola pikir masyarakat yang
membedakan secara tegas peran gender, yaitu kaum pria diharapkan lebih asertif, kompetitif, tegas, dan
macho. Sementara itu, yang dimaksud dengan femininity adalah pola pikir masyarakat yang tidak secara
tegas membedakan peran masing-masing gender.
Masculinity Feminine
1. Jepang 1. Swedia
2. Austria 2. Norwegia
3. Venezuela 3. Belanda
4. Italia 4. Denmark
5. Swiss 5. Costa Rica
6. Meksiko 6. Yugoslavia
7. Republik Irlandia 7. Finlandia
8. Jamaika 8. Cili
9. Inggris raya 9. Thailand
10. Jerman 10. Guatemala
Kemampuan manajer untuk mengakui keragaman budaya beserta potensi keuntungan dan
kerugiannya merupakan pertanda bahwa para manajer mencoba mengelola keragaman
budaya, bukan mengabaikan perbedaan. Berbagai macam respons manajer terhadap
keragaman budaya. Respons yang paling umum adalah parochial. Dengan respons seperti
ini, manajer memilih tidak mengakui keragaman budaya tahu dampaknya terhadap
organisasi.
Respons kedua adalah etnosentrik. Para manajer mengakui adanya keragaman budaya,
tetapi keragaman tersebut hanya dianggap sebagai sumber masalah
Respons ketiga, meski sangat jarang, itu adalah yang baik; para manajer secara eksplisit
mengakui bahwa keragamaan budaya sekaligus bisa berdampak positif dan negatif
terhadap organisasi.
C. MEMECAHKAN MASALAH DENGAN SINERGI
BUDAYA
Organisasi yang menerapkan strategi ini disebut organisasi
bersinergi secara kultural (culturally sinergistic organization). Sinergi
adalah perilaku keseluruhan sistem yang tidak dapat diprediksi dari
perilaku subsistem secara terpisah.