Anda di halaman 1dari 15

Janji – Janji

dalam Hipotek
Dr.Iwan Suhardi, S.H., M.Kn
Materi Minggu V
1. Dasar Hukum
a. Ketentuan Umum Hipotek
Buku II, bagian I, Pasal 1162-1232 KUHPerdata
dengan penyesuaian berdasarkan ketentuan Pasal
29 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
sepanjang mengenai pembebanan pada hak atas tanah dan
benda- benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan
tidak berlaku lagi.
b. Pendaftaran Hipotek
Buku II, bagian kedua, Pasal 1179-1194 KUHPerdata
c. Pencatatan Pendaftaran Hipotek
Buku II, bagian ketiga, Pasal 1195-1197
KUHPerdata
d. Akibat Hipotek terhadap pihak ketiga yang
menguasai benda yang dibebani Hipotek
Buku II, bagian keempat, Pasal 1198-1208
KUHPerdata
e. Hapusnya Hipotek
Buku II, bagian kelima, Pasal 1209-1220
KUHPerdata
Obyek Hipotek Sebelum Berlakunya Undang-
Undang Hak Tanggungan
Obyek hipotek adalah benda-benda tidak bergerak. Yang dimaksud
benda tidak bergerak adalah :
1.Benda tidak bergerak karena sifatnya yaitu berdasarkan
sifat alamiahnya tidak bisa dipindah- pindah, yaitu :
a. Tanah pekarangan dan apa yang didirikan di atasnya;
b. Penggilingan, kecuali yang disebutkan dalam 510 BW;
c. Pohon dan tanaman ladang yang akarnya menancap dalam tanah, buah
pohon yang belum dipetik, demikian pula barang-barang tambang seperti
batu bara, sampah bara dan sebagainya, selama barang-barang itu belum
dipisahkan atau digali dari tanah;
d. Kayu belukar dari hutan tebangan dan kayu dari pohon yang tinggi, selama
belum ditebang;
e. Pipa dan saluran yang digunakan mengalirkan air dari rumah atau
pekarangan, dan pada umumnya segala sesuatu yang ditancap dalam
pekarangan atau terpaku pada bangunan (Pasal 506 BW).
2. Benda tidak bergerak karena tujuan pemakaian. Semula
termasuk benda bergerak tetapi oleh karena dilekatkan
secara terus menerus demi mencapai suatu tujuan tertentu
akhirnya benda bergerak yang bersangkutan berubah
menjadi benda tidak bergerak (asas perlekatan/accesie)
a. Barang hasil dari pabrik, penempaan besi dan barang tidak
bergerak sejenisnya, apitan besi, ketel kukusan, tempat api,
jambangan, tong dan perkakas-perkakas yang termasuk bagian
dari pabrik sekalipun barang itu tidak terpaku;
b. Pada perumahan
Cermin, lukisan dan perhiasan lainnya bila dilekatkan
pada papan atau pasangan batu yang merupakan
bagian dinding, pagar atau plesteran suatu ruangan,
sekalipun barang itu tidak terpaku.
c. Dalam kepemilikan tanah
Lungkang atau timbunan gemuk yang digunakan
untuk merabuk tanah, kawanan burung merpati;
sarang burung yang biasa dimakan, selama belum
dipetik, ikan yang ada di dalam kolam;
d. Runtuhan bahan bangunan yang dirombak, bila digunakan
untuk pembangunan kembali dan pada umumnya semua
barang yang oleh pemiliknya dihubungkan dengan barang
tidak bergerak guna dipakai selamanya. Barang-barang itu
dilekatkan pada barang tidak bergerak dengan:
Penggalian,
 Pekerjaan perkayuan dan pemasangan batu semen,
 Atau barang-barang itu tidak dapat dilepaskan tanpa
membongkar atau merusak barang itu, dan barang tidak
bergerak dimana barang-barang itu dilekatkan (Pasal 507
BW).
3. Benda tidak bergerak karena ditentukan oleh undang-
undang (pasal 508 BW)

a. Hak pakai hasil dan hak pakai barang tidak bergerak;


b. Hak pengabdian pekarangan (bab VI KUHPerdata)
c. Hak numpang karang (Bab VII KUHPerdata)
d. Hak guna usaha atau erfpacht (Bab VIII KUHPerdata)
e. Bunga tanah, baik dalam bentuk uang maupun barang,
hak sepersepuluhan (Bab IX KUHPerdata)
f. Bazar atau pasar yang diakui oleh pemerintah dan
g. Hak istimewa yang berhubungan dengan itu
h. Gugatan guna menuntut pengembalian atau penyerahan
barang tidak begerak.
Obyek Hipotek Sesudah Berlakunya Undang-
Undang Hak Tanggungan
1.Hipotek Kapal Laut :
a) Pasal 314 KUHD dan seterusnya atas kapal-kapal
yang didaftar dapat dibebani hipotek.
b) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang
Pelayaran, dan penggantinya Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Pasal 60-64)
c) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang
Perkapalan
d) Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia
Nomor PM 39/2017 tanggal 10 Mei 2017 tentang
Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal (Pelaksanaan
pasal 64 dan 168 UU 17 Tahun 2008)
2. Hipotek pesawat udara
 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang
Penerbangan, menyebutkan pesawat terbang dapat
dibebani dengan hipotek
 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan yang menggantikan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 1992, tidak menyebutkan secara
spesifik lembaga jaminan untuk pesawat terbang
dan helikopter.
 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia (Pasal 3).

3. Hak Konsensi pertambangan menurut Pasal 18 Indische


Mijnwet

4. Hak Konsensi menurut Staatsblad 1918 No. 21 Jo


No.20
2. Kewenangan Pembuatan Akta Hipotek

1) Akta Hipotek Kapal Laut dibuat oleh Pejabat


Pendaftaran dan Pencatat Balik Nama Kapal di
tempat kapal didaftarkan dan dicatat dalam Daftar
Induk Pendaftaran Kapal. Pejabat yang ditunjuk
adalah Syahbandar.
(Keppres Nomor 219 Tahun 1958 tanggal 13
November 1958)

2) Akta Hipotek Pesawat Terbang → Pejabat yang


berwenang membuat Akta Hipotek Pesawat
Terbang adalah Notaris berdasarkan Penjelasan
Pasal 15 ayat 3 UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris.
3) Janji-Janji yang biasa dicantumkan dalam Akta Hipotek
(bersifat fakultatif)
a. Janji untuk menjual benda jaminan atas kekuasaan
sendiri (beding van eigen machtige verkoop )
− Dasar hukum: Pasal 1178 Ayat (2) KUHPerdata
− Isi Janji:
Jika Debitur tidak memenuhi kewajibannya
maka kreditur atas kekuasaan sendiri berhak
untuk menjual benda hipotek untuk melunasi
utang debitur
 Wewenang untuk menjual benda jaminan
atas kekuasaan sendiri baru ada kalau
kekuasaan tersebut telah diperjanjikan
terlebih dahulu dalam akta hipotek.
b. Janji tentang Sewa (Huur Beding)
− Dasar Hukum: Pasal 1185 KUHP Perdata
− Isi Janji:
Janji diadakan untuk membatasi kewenangan
pemberi jaminan untuk menyewakan objek hipotek.
Misalnya:
 Kalau mau menyewakan objek jaminan hipotek
harus minta persetujuan terlebih dahulu dari
penerima/pemegang jaminan hipotek.
 Harus dalam waktu tertentu yang tidak terlalu
lama.
 Harus memenuhi syarat atau cara yang akan
ditentukan oleh pemegang jaminan.
 Kalau ketentuan dilanggar maka kreditur dapat
minta pembubaran sewa
c. Janji tentang Asuransi (assurantie beding)
− Dasar Hukum: Pasal 297 KUHD (W.V.K)
− Isi Janji:
 Barang yang dijaminkan wajib diasuransikan
pada perusahaan asuransi yang ditunjuk oleh
pihak kreditur sebagai pemegang jaminan
terhadap bahaya kebakaran, banjir dan bahaya
lain yang ditentukan oleh kreditur.
 Premi asuransi dibayar oleh debitur.
 Polis asuransi diserahkan kepada kreditur.
 Dalam hal terjadi peristiwa yang dijamin
dengan asuransi maka kreditur diberi kuasa
untuk menagih uang asuransi dan
mempergunakannya untuk membayar kembali
pinjaman debitur.
d. Janji untuk tidak dibersihkan (beding van niet
zuivering)
− Dasar hukum: Pasal 1210 KUH Perdata
− Isi Janji:
Pemberi jaminan berjanji tidak akan minta hipotek
dibersihkan dalam hal ada penjualan benda yang
dipakai sebagai jaminan hipotek.
− Disamping itu undang-undang juga memberi
kesempatan kepada pembeli untuk minta
dibersihkan benda jaminan dari beban-beban
hipotek yang melampaui harga pembelian. Hanya
berlaku jika penjualan dilakukan oleh pemegang
hipotek untuk melunasi piutangnya, dan penjualan
karena adanya penyitaan dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai