Anda di halaman 1dari 60

Mikrobiologi Dasar

(virologi & Mikologi)

dr. Ade Pryta R. Simaremare, M. Biomed


Departemen Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran
Universitas HKBP Nommensen
3
VIROLOGI

4
Virus
• Agen infeksius terkecil (Ø 20-300 nm).
• Hanya mengandung 1 jenis asam nukleat (RNA atau DNA).
• Inert di ekstrasel, hanya bereplikasi dalam sel hidup.
• Memodifikasi lingkungan intrasel host yang dimasuki untuk
meningkatkan efisiensi proses replikasi virus.
• Komponen:
selubung (envelope): membran lipid yang mengelilingi partikel
virus.
Kapsomer: unit morfologis yg tampak di permukaan partikel
virus dengan mikroskop elektron.
Kapsid: mantel protein yang membungkus genom asam nukleat.
Nukleokapsid: kompleks asam nukleat-protein
5
Sifat Fisika & Kimiawi Virus
• 56 – 60ᵒ C selama 30 menit (pasteurisasi) inaktivitas dan
menurun atau hilang daya infeksinya.
•  4-8ᵒ C  tahan hidup beberapa bulan, pada suhu -70ᵒ C bisa
tahan bertahun – tahun.
•  Larutan garam Mg ; Mg ; Na2 mempertinggi stabilitas pada
pemanasan .
• Replikasi optimal pada pH 5 – 7,5 dan diluar suhu tersebut
virus akan mati atau inaktif (optimal pH 7,0 – 7,4); arbovirus
tahan hingga pH 9,0.
• Sinar X & UV: inaktivasi & membunuh virus.
• Virus berenvelope (mengandung lipid): inaktif dalam eter.
• Desinfektan: alkohol, lysol & chlor konsentrasi tinggi
membunuh virus; inaktif pada formalin.
Diagram skematis virus

7
8
Klasifikasi Virus

 Sistem universal taksonomi virus berdasarkan morfologi


virion, struktur genom, dan strategi replikasi.
 International Committee on Taxonomy of Viruses: 4000
virus hewan & tanaman (56 famili, 233 genus)  24
famili menginfeksi manusia & hewan.

9
Virus yang mengandung RNA
Virus yang mengandung DNA
• Parvovirus • Picornavirus • Coronavirus
• Polyomavirus • Astrovirus • Retrovirus
• • Calicivirus • Orthomyxovirus
Papillomavirus
• Hepevirus • Bunyavirus
• Adenovirus • Reovirus • Bornavirus
• Hepadnavirus • Arbovirus • Rhabdovirus
• Herpesvirus • Togavirus • Paramyxovirus
• Poxvirus • Flavivirus • Filovirus
• Arenavirus

10
Komponen Kimiawi Virus
Protein Virus
• Menentukan karakteristik antigenik virus.
• Protein struktural
• Fungsi:
 memfasilitasi transfer asam nukleat dari satu sel host ke sel yg lain.
 melindungi genom virus dari inaktivasi oleh nuklease
 berperan dalam perlekatan partikel virus ke sel yg rentan
 memberi simetri struktural partikel virus
• Protein enzim
• Fungsi: penting untuk inisiasi siklus replikasi virus saat virion masuk ke sel
host.
Asam Nukleat Virus
• Menyandi informasi genetik yang diperlukan untuk replikasi virus.
• Berbentuk sirkular atau linear, untai-tunggal atau untai-ganda, bersegmen
atau tak bersegmen.
11
12
Selubung Lipid Virus
• Berasal dari sel host saat nukleokapsid virus menonjol keluar
membran sel selama terjadinya pematangan pada siklus
replikasi  budding.
• Proses budding bervariasi tergantung strategi replikasi virus
dan struktur nukleokapsid.
• Virus yang mengandung lipid sensitif thd eter & pelarut
organik lainnya  lipid rusak  infektivitas hilang.
• Virus yang tidak mengandung lipid umumnya resisten thd eter.
Glikoprotein Virus
• Disandikan oleh virus itu sendiri.
• Berperan dalam fusi membran pada infeksi.
• Terlibat dalam interaksi partikel virus dgn antibodi penetral
(neutralizing antibody).
13
14
Pembiakan Virus
• Ditumbuhkan di dalam kultur sel atau telur yang fertil di
bawah kondisi terkontrol ketat.
• Lab diagnostik: isolasi virus dari sampel klinis untuk
memastikan penyebab penyakit.
• Lab riset: membiakkan virus sebagai dasar bagi analisis
terperinci mengenai ekspresi & replikasi virus.

15
Deteksi sel terinfeksi virus:
 Munculnya efek sitopatik: perubahan morfologis pada sel
(lisis, nekrosis, pembentukan badan inklusi, pembentukan
badan raksasa, vakuolisasi).
 Timbulnya protein yang disandi virus (mis. Hemaglutinin milik
virus influenza).
 Deteksi asam nukleat-spesifik virus.
 Absorpsi eritrosit ke sel terinfeksi.
 Pertumbuhan virus dalam telur ayam berembrio
menyebabkan kematian embrio.

16
17
18
Patofisiologi Infeksi Virus

1. Transmisi
2. Replikasi/ multiplikasi
3. Infeksi
4. Pertahanan/ Imunitas Tubuh
5. Tanda & Gejala Penyakit
Transmisi Virus
Transmisi:
 Langsung
kontak droplet/ aerosol (mis. Influenza, campak, smallpox)
kontak seksual (mis.HIV, papillomavirus)
kontak tangan-mulut, tangan-mata, mulut-mulut (mis. Herpes
simpleks virus)
kontak darah yg terkontaminasi (mis. Hepatitis B virus).
 Tidak langsung:
Jalur fekal-oral (mis. Rotavirus, enterovirus)
Melalui muntahan (mis. Rhinovirus)
 Transmisi hewan ke hewan, manusia sbg host aksidental (mis.
Hantavirus)
 Transmisi melalui vektor artropoda (mis. Arbovirus, flavivirus)

20
Replikasi Virus
1. Attachment of a virion to a cell
2. Entry into the cell
3. Transcription of virus genes into messenger
RNA molecules (mRNAs)
4. Translation of virus mRNAs into virus proteins
5. Genome replication
6. Assembly of proteins and genomes into virions
7. Exit of the virions from the cell.

21
Replikasi Virus

22
23
Imunitas Terhadap Infeksi Virus

Respons nonspesifik :
• Infeksi virus secara langsung yang akan merangsang produksi
interferon (IFN) oleh sel-sel terinfeksi; IFN berfungsi
menghambat replikasi virus.
• Sel NK mampu membunuh virus yang berada di dalam sel,
walaupun virus menghambat presentasi antigen dan ekspresi
MHC klas I. IFN tipe I akan meningkatkan kemampuan sel NK
untuk memusnahkan virus yang berada di dalam sel.
• Aktivasi komplemen dan fagositosis  menghilangkan virus
yang datang dari ekstraseluler dan sirkulasi.
Mekanisme respons imun spesifik:
1. respons imunitas humoral.
2. respons imunitas selular.

Respons imun spesifik ini mempunyai peran penting yaitu :


• Menetralkan antigen virus
 menghambat perlekatan virus pada reseptor yang terdapat
pada permukaan sel sehingga virus tidak dapat menembus
membran sel,
 mengaktifkan komplemen yang menyebabkan agregasi virus
sehingga mudah difagositosis
• Melawan virus sitopatik yang dilepaskan dari sel yang lisis.
Persistensi Virus
• Virus tidak dihilangkan namun menetap pada sel spesifik pada individu
terinfeksi.
• Melibatkan infeksi silent dan produktif tanpa menyebabkan kematian sel atau
kerusakan yg eksesif thd sel host.
• HIV, VZV, CMV, Measles Virus, EBV, HSV.

Infeksi Kronik

Infeksi Laten Persistensi Infeksi Virus


Virus Lambat

Infeksi Subklinis
a.Membatasi molekul yang dikenal
Modulasi imun  virus pada sel terinfeksi
menghindari pertahanan
imun spesifik dan non- b.Mempengaruhi fungsi limfosit
spesifik dan makrofag, termasuk
modifikasi produksi sitokin dan
imunosupresi (HIV-1, HIV-2, EBV)

c.Infeksi pada tempat yang secara


anatomi istimewa dalam
imunologi (HSV-1, HSV-2, VZV di
CNS)

d.Berkompromi dengan pertahanan


nonspesifik (interferon)

e.Toleransi imun
- Down regulasi beberapa gen
Modulasi ekspresi gen
viral oleh produk gen regulator
virus viral maupun selular (HIV,HPV)

- Protein spesifik yg berhubungan


dengan latensi (EBNA-1)

- Sintesis transkrip yang


berhubungan dengan latensi
(HSV-1,HSV-2) dan varian virus
(HIV, measles)
Reaktivasi Virus Persisten

Infeksi bersamaan dgn virus lain


(pada HIV)

Trauma nervus (herpes facialis setelah


operasi ganglion trigeminal)

Perubahan fisik dan fisiologik


(mis.demam, menstruasi, cahaya
matahari)

Immunosupresi (pd CMV)


Emerging Viral Disease
 Muncul agen baru, atau penyakit dahulu yg dianggap telah terkendali yang
lebih berkembang.
 Faktor yang mempengaruhi:
 Perubahan lingkungan (penebangan hutan, dll)
 Perilaku manusia(perilaku seksual, penggunaan obat, dll)
 Fenomena sosioekonomi & demografis (perang, kemiskinan, migrasi,
dll)
 Perjalanan & perdagangan (jalan raya, penerbangan internasional)
 Produksi makanan
 Layanan kesehatan (perangkat medis baru, transfusi darah, dll)
 Adaptasi mikroba (perubahan virulensi, resistensi obat, dll)
 Prosedur kesehatan masyarakat (prosedur sanitasi & pengendalian
vektor yg tidak adekuat, dll)

33
Any question ?????

34
Mikologi Dasar

35
36
KARAKTERISITIK FUNGI

 Organisme eukaryotik yang termasuk ke dalam Kingdom


Eumycota, dengan ciri-ciri:
 Tidak memiliki klorofil
 Memiliki dinding sel yang mengandung kitin
 Bersifat heterotrof
 Menyerap nutrien melalui dinding sel dengan mengeluarkan
enzim ekstraseluler (saprofit)
 Menghasilkan spora atau konidia
 Bereproduksi secara seksual dan aseksual
 Ditemukan dalam bentuk hifa atau sel tunggal (khamir)

37
Fungi yang berada dalam bentuk
memiliki tubuh buah dan
umumnya berukuran besar CENDAWAN/MUSHROOM
(makroskopik)

Umumnya koloni fungi dalam


bentuk HIFA mudah untuk
diamati: KAPANG ATAU MOLDS
Berbentuk seperti benang halus,
warna putih atau dengan warna-
warna cerah

Koloni fungi dalam bentuk SEL


TUNGGAL:
Berbentuk seperti koloni KHAMIR ATAU YEAST
bakteri, warna putih atau dengan
warna-warna cerah, memiliki
bau khas 38
• Terbentuk koloni filamentosa multiseluler
• Hifa: tubulus silinder yang bercabang, Ø 2-10 μm;
KAPANG
tdd hifa substrat & hifa aerial.
ATAU • Miselium: massa hifa yang saling bertaut &
MOLDS bertambah banyak selama pertumbuhan aktif.
• Septa: membagi hifa ke dalam sel-sel

• Tdd sel-sel tunggal berbentuk sferis hingga elips, Ø


3-15 μm
KHAMIR • Reproduksi dengan tunas.
ATAU • Pseudohifa: rantai sel ragi yang panjang kelanjutan
YEAST dari proses pertunasan.
• Koloni bertekstur lembut, opak, ukuran 1-3 mm,
berwarna krem.
39
Klasifikasi Fungi
Reproduksi Reproduksi Contoh
seksual aseksual
Chytridiomycota nonpatogen
Zygomycota menghasilkan melalui Rhizopus, Hifa vegetatif
zigospora sporangia Absidia, Mucor, jarang bersepta
Cunninghamella

Ascomycota askus tempat melalui konidia Saccharomyces,


kariogami dan Candida,
meiosis, Coccidioides,
menghasilkan Blastomyces,
askospora Trichopyton.

Basidiomycota menghasilkan 4 Cryptococcus Hifa bersepta


basidiospora kompleks
progeni
ditunjang oleh
sebuah basidium
berbentuk gada.

40
 Fungi bereproduksi dengan cara melepaskan spora yang dapat
dihasilkan secara aseksual maupun seksual. Dihasilkan oleh hifa
yang terspesialisasi.
 Reproduksi fungi ditentukan oleh keadaan lingkungan.
 Jika keadaan lingkungan memungkinkan, maka lebih
menguntungan melepas spora aseksual (konidia):
 dihasilkan dalam jumlah besar
 mudah terbawa angin, atau aliran air ke tempat yang lebih
jauh
 Jika keadaan lingkungan buruk, jalan reproduksi yang digunakan
adalah dengan membuat spora seksual (spora):
 jumlah terbatas
 menghasilkan keturunan dengan keragaman genetik yang
lebih tinggi

41
Fungi uniseluler (khamir), bereproduksi aseksual
dengan cara bertunas (budding), membelah diri
(binnary fission), menghasilkan arthrospora, dan
menghasilkan sterigma.

A. Binnary fission
(Schizosaccharomyces pombe )
B. Budding (Saccharomyces
cerevisiae)
C. Sterigmata
D. Arthrospora (Geotrichum sp.)

42
Fungi uniseluler (khamir) bereproduksi secara seksual
dengan menghasilkan ascospora atau basidiospora.
Terutama untuk identifikasi fungi uniseluler, spora seksual
merupakan karakter yang sangat penting untuk diketahui.

Ascospora dalam Basidiospora pada


askus basidium

43
Metabolisme fungi
Metabolisme adalah seluruh proses kimia di dalam
organisme hidup untuk memperoleh dan menggunakan
energi sehingga dapat menjalankan fungsi hidup (Voet & Voet
1995).
Gula sederhana
Fungi termasuk Asam organik
mikroorganisme sederhana
Gula alkohol
HETEROTROF karena Fungi mampu
Karbon rantai
tidak mampu memetabolisme pendek/ panjang
mengoksidasi Karbohidrat, protein, kompleks
senyawa karbon lipid, as.nukleat
anorganik, atau (Madigan, et.al 2002)
senyawa yang hanya
memiliki satu karbon

44
Faktor Virulensi

Faktor virulensi :
Faktor-faktor yang memungkinkan mikroorganisme untuk
tumbuh pada kondisi buruk yang timbul akibat respon dari inang.
 Faktor virulensi menyebabkan proses infeksi dan patogenesis
mikosis.
 Faktor virulensi juga berkaitan dengan adhesi jamur,
kolonisasi, penyebaran dan kemampuan untuk bertahan
hidup di lingkungan yang tidak memungkinkan dan
menghindari mekanisme respon imun host.

45
46
Faktor-faktor Virulensi
• Thermotolerance: kemampuan untuk bertahan hidup dan
bereplikasi pada suhu 37 ° C
• Dimorfisme: karakteristik jamur yang tergantung pada perubahan
suhu dan / atau nutrisi, membantu jamur untuk menahan agresi
oleh host.
• Dinding sel: α - (1,3)-glukan,
• Molekul adhesi: menggunakan glycosphingolipids, sebagai reseptor
adhesi yang tedapat pada permukaan sel, untuk mengikat jaringan
inang .
• Reseptor hormon: hormon dapat mengubah metabolisme jamur
atau zat jamur dapat mempengaruhi metabolisme host.
• Enzim: Jamur mengeluarkan beberapa enzim hidrolitik seperti
proteinase, lipase dan phospholipase dalam media kultur.
47
Mikosis

Mikosis: infeksi jamur yang disebabkan organisme eumycotic yang


oportunistik dan patogenik.
1. Mikosis superfisial: terbatas pada lapisan terluar kulit & rambut.
2. Mikosis kutaneus: infeksi melibatkan lapisan epidermis yang lebih
dalam, rambut, dan kuku.
3. Mikosis subkutaneus: infeksi melibatkan dermis, jaringan subkutan,
otot, dan fasia.
4. Mikosis sistemik: melibatkan organ dalam.

Faktor yang mempengaruhi mikosis


udara yang lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang
rendah, adanya sumber penularan disekitarnya, obesitas, penyakit
sistemik, penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika yang tidak
terkendali.
Faktor Predisposisi

• Usia : terlalu muda, terlalu tua.


• Perubahan fisiologis: kehamilan, disfungsi endokrin, diabetes.
• Terapi antibiotik.
• Kecacatan general dan ketidakmampuan konstitusional: AIDS, obat-
obat immunosuppressif.
• Iatrogenik dan kerusakan barier karena kateter, operasi, melakukan
injeksi sendiri oleh pengguna narkoba.
• Faktor-faktor yang meningkatkan pertumbuhan dan kolonisasi pada
kulit:
 Kerusakan kulit
 Kulit yang lembab (daerah lipatan kulit , setelah mencuci) tinggal
pada lingkungan tropis, konsumsi buah yg eksesif (gula di sal cerna)
Mikosis Superfisialis

• Infeksi oleh fungi yang berkolonisasi di lapisan keratin terluar pada


kulit, rambut, dan kuku.
• Merangsang sedikit respon imun & asimptomatik.
• Malassezia furfur Pytiriasis (tinea) versicolor
• Hortaea werneckii tinea nigra
• Trichosporon white piedra
• Piedra hortaeblack piedra
Mikosis Kutaneus

• Infeksi oleh dermatofita (kulit) & nondermatofita (kuku)


• Bersifat keratinofilik & keratinolitik  merusak permukaan keratin
pada stratum korneum.
• Dermatofita: Trichophyton, Epidermophyton, Microsporum.
 Memiliki struktur mikrokonidia & makrokonidia
 Pada biopsi kulit: hifa bersepta, rantai arthroconidia yang
menyerang stratum korneum, folikel rambut, dan rambut.
• Nondermatofita: penyebab mikosis kutaneus
 Candida, Scopulariopsis brevicaulis, Scytalidium dimidiatum
 Sulit diobati karena tidak sensitif terhadap antifungal.
 Terapi dengan memotong kuku yang terinfeksi ditambah antifungal
Patogenesis Pada Infeksi Dermatophyta

• Diawali kontak fungi dengan luka kecil dan menginfeksi stratum


corneum kulit (not deeper) dan berproliferasi. Infeksi
selanjutnya bergantung respon imun, lokasi dan proses
pertumbuhan vs desquamation
• Misal:
~ Inflamasi  pertumbuhan kulit bertambah
~ Immunosupresif (kortikosteroid) memperlambat pembuangan
keratin
~Pertumbuhan hifa vs pertumbuhan kulit seimbang  kronik
• Infeksi lateral membentuk ring worm
• Tapi juga dapat infeksi ke bagian kulit/keratin lain
• Jaringan rambut ditumbuhi hifa dan terbentuk arthroconidia
(endothrix / exothrix).
Mikosis subkutaneus

• Infeksi fungi melalui kulit yang terluka.


• Melibatkan lapisan dermis, jaringan subkutan, dan tulang.
• Infeksi didapat dari tanah, kayu dan tumbuhan yang membusuk
akibat paparan yang berhubungan dengan pekerjaan atau hobi.
• Limfokutaneus sporotrikosis, chromoblastomycosis, eumycotic
mycetoma, subcutaneus zygomycosis, subcutaneus
phaeophomycosis.
• Penyebab tersering: Sporothrix schenckii
• Morfologi: dimorfik menurut suhu dalam suhu ruang
berbentuk kapang menghasilkan konidia dan hifa berseptum,
pada in vitro suhu 35-37oC sebagai yeast bertunas.
Mikosis Sistemik

• Disebabkan oleh fungi dimorfik.


• Patogen sistemik primer mampu menginfeksi host normal
maupun immunocompromised dan melibatkan organ dalam
setelah terinhalasi dari alam.
• Termasuk: Coccidioides immitis, Histoplasma capsulatum, dll.
• Merupakan patogen endemik yang habitatnya pada lingkunan
dan geografik tertentu.
• H.capsulatum, C.immitis  patogen oportunistik pada pasien
AIDS dan immunosupresi.
• Infeksi dimulai dari inhalasi arthroconidia.
• Mikroskopis: hifa, arthroconidia hialin, sferula.
Histoplasma capsulatum
Diagnostik Laboratorium

• Spesimen: diambil sesuai gambaran klinis.


• Medium: Sabouraud yang mengandung glukosa & pepton
dengan pH 7.
• Pemeriksaan mikroskopis: ciri khas morfologi.
• Pemeriksaan dengan KOH 10%.
• Pewarnaan: calcoflour putih, perak methenamine, periodic
acid-Schiff (PAS)  menentukan struktur jamur.
• Uji deteksi antigen (enzyme immunoassay, uji aglutinasi).
• Diagnostik molekular: PCR

58
Any question ?????

59
TerimaKasih

60

Anda mungkin juga menyukai