Anda di halaman 1dari 49

DEFINISI

 Penimbunan darah di dalam rongga subdural


(di antara durameter dan arakhnoid)
 Sering terjadi akibat robeknya bridging veins
yang terletak antara cortex serebri dan sinus
venosus , namun dapat juga akibat laserasi
pembuluh arteri pada permukaan otak.
 Paling sering terjadi pada permukaan lateral
hemisferium dan bagian temporal (sesuai
dengan distribusi bridging veins)
 Dalam bentuk akut yang hebat,baik darah
maupun cairan serebrospinal memasuki ruang
tersebut sebagai akibat dari laserasi otak
atau robeknya arakhnoidea sehingga
menambah penekanan subdural pada jejas
langsung di otak.
 Dalam bentuk kronik, hanya darah yang efusi
ke ruang subdural akibat pecahnya vena-vena
penghubung, umumnya disebabkan oleh
cedera kepala tertutup.
ANATOMI
Kulit Kepala
 Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan
yang disebut SCALP yaitu;
1. skin atau kulit
2. connective tissue atau jaringan
penyambung
3. aponeurosis atau
galeaaponeurotika
4. loose conective tissue atau
jaringan penunjang longgar dan
5. pericranium.
Tulang Tengkorak

 Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan
oksipital.
 Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat
lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi
bagian bawah batang otak dan serebelum
Meningen
EPIDEMIOLOGI
 SDH Akut dilaporkan terjadi pd 5-25% pasien
dengan trauma kepala berat
 SDH Kronik terjadi pada 1-3 kasus per 100.000
populasi
 Laki-laki memiliki insiden yang lebih tinggi
daripada perempuan
 Lebih sering ditemukan pada umur 50-70 tahun
(bridging veins mulai rapuh  mudah ruptur bila
trauma
 Pada bayi  perdarahan subdural bilateral
ETIOLOGI
 TRAUMA
 Trauma Kapitis
 Trauma tempat lain pada badan yang mengakibatkan
terjadinya geseran atau putaran otak terhadap duramater
(JATUH TERDUDUK)
 Trauma leher  Guncangan pada badan

 NON TRAUMA
 Pecahnya aneurysma atau malfomasi PD di dalam ruangan
subdural
 Gangguan pembekuan darah dan keganasan maupun perdarah
dari tumor
 Orang tua
 Alkoholik
 Penggunaan antikoagulan
 Atrophy of the brain, resulting in a space between the brain surface and the
skull, increases the risk of subdural hematoma (SDH)
PATOFISIOLOGI
Robeknya bridging veins atau robeknya otak  cairan serebrospinal (bergerak),
arakhnoidea sedangkan sinus venosus dalam keadaan
terfiksir)

trauma

Perpindahan posisi otak

Merobek beberapa vena halus

Penimbunan darah pada ruang subdura


Terbentuk kapsula jaringan ikat mengelilingi hematoma

Kapsula mengandung PD yang berdinding tipis terutama pada sisi duramater

Mudah pecah Protein dari plasma dapat Darah di dalam kapsula


menembus kental

Perdarahan baru
Menarik cairan dari ruang sub
arakhnoid

Meningkatkan volume hematoma

Hematoma akan membesar dan menimbulkan gejala


seperti tumor serebri
GEJALA KLINIS
Bilatimbul proses desak ruang intrakranial,  manifestasi hematom
subdural berupa:

1.Sakit kepala yang semakin bertambah terus, Mual , Muntah,

2.Tampak ada gangguan psikis.

3.Setelah beberapa lama tampak kesadaran tambah menurun.

4.Kelainan neurologis yang mungkin tampak adalah hemiparese ringan,


Epilepsy fokal dengan adanya tanda-tanda papiledema.
KLASIFIKASI (WAKTU)
Gambaran CT scan pada Hematoma Subdural Akut.
Less 3 days old, hyperdens (A); subacute SDH, 3 days to 3 weeks old, isodens (B), and
SDH more than 3 weeks old, hypodens (C).

 
BERDASARKAN KETERLIBATAN
JARINGAN OTAK KARENA TRAUMA
 Isodense subdural hematoma (SDH) as pictured with MRI
 Kronis subdural hematoma (SDHs) umumnya bilateral dan memiliki area
perdarahan akut  kepadatan heterogen. Perhatikan kurangnya midline
shift akibat adanya hematoma bilateral.
 SDH kronis pd sisi kiri. Perhatikan penipisan dari ventrikel lateral kiri.
DIAGNOSIS
1. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

2. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan


tekanan intrakranial.

3. Pemeriksaan Laboratorium
  -Protrombine time (PT), activated Partial Thromboplastin Time (aPTT), atau hitung
platelet.

4. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis


(perdarahan / edema), fragmen tulang.
5. CT Scan: Identifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran
jaringan otak. Hematom subdural akut tampak sebagai suatu hiperdense, konkaf
terhadap otak, dan garis suturanya tidak jelas, berbeda dengan hematom epidural
dimana konveks tehadap otak dan garis suturanya berbatas jelas.

6. MRI   Dipakai setelah trauma  Menetukan kerusakan parenkim otak yang


berhubungan dengan trauma yang tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan CT-scan.

MRI lebih sensitif untuk mendeteksi lesi otak nonperdarahan, kontusio, dan cedera
axonal difus. MRI dapat membantu mendiagnosis bilateral subdural hematom kronik
karena pergeseran garis tengah yang kurang jelas pada CT-scan.
Foto Polos
CT-SCAN
CT-SCAN
CT-SCAN

Gambaran CT scan kepala


aksial normal.

hematoma subdural akut (tanda


panah pada gambar a) dan
hematoma subdural kronis (tanda
panah padagambar b)
CT
Khas: Crescent-shaped
 Subdural hematoma. The crescent-shaped clot is less white than on CT scan of acute
subdural hematoma. In spite of the large clot volume, this patient was awake and
ambulatory.
Gambaran CT scan pada pasien dengn
intraventricular shunt. Tanda panah hitam
pada sisi kanan menunjukkan hematoma
subdural fasekronis dan tanda panah hitam
pada sisi kiri menunjukkan gambaranfase
akut-kronis pada sisi kanan

Gambaran CT scan kepala tanpa kontras


menunjukkan lesi hiperdense pada sisi kiri
konveks serebral (tanda panah hitam) yang
meluas hingga ke falx posterior. Terlihat
juga mass effect  sekunder dengan midline
shift  ke arah kanan
Gambaran CT scan kepala tanpa
kontras menunjukkan
hematomasubdural bilateral yang
terlihat pada lapisan tentorium
serebelli,disertai hematoma
subaraknoid pada cistern lamina
tectalis

Gambaran CT scan kepala aksial tanpa


kontras menunjukkan hematoma
subdural bilateral fase subakut pada
region frontoparietal(tanda panah)
Gambaran CT scan kepala aksial
tanpa kontras menunjukkan
hematoma subdural fase akut
pada sisi kanan kepala. Pada
gambar (B) terlihat kompresi
ventrikel kanan dan midline shift 
ke arah kiri. Pada gambar (C)
terlihat darah di sepanjang
fissura interhemisferik anterior.

Gambaran CT scan kepala aksial tanpa


kontras menunjukkanhematoma
subdural bilateral fase kronis pada
region frontoparietal(tanda panah)
Gambaran CT scan kepala
menunjukkan hematoma subdural
fasekronis dengan densitas lesi yang
bercampur.

Hematom subdural subakut fase akhir


yang menuju ke fase kronis,dengan
blood-fluid level  menunjukkan
perdarahan akut yangmenyatu dengan
perdarahan kronis
GamAbaran CT scan tanpa kontras
menunjukkan hematoma subduralakut
kronis pada sisi kanan sepanjang
serebral kanan. Dapat dilihat mass
effect  yang hebat, dengan midline shift
ke sisi kiri.

CT scan menunjukkan pasien dengan


hematoma subdural. Darah berwarna
abu-abu mewakili perdarahan subakut
sedangkan darah putih mewakili fase
akut.
 Diagnosis:
Acute
Subdural
Hematoma
 Acute subdural
hematoma
covering the
right cerebral
hemisphere
(arrows), more
prominent
posteriorly.
 Patient with
history of
recent fall.
MRI

MRI pada otak normal


Gambaran MRI hematoma subdural bilateral. Pada gambaran koronal
intermediate-weighted image ini terdapat gambaran hematoma pada sisi kiri dan sisi
kanan (tanda panah) dengan densitas yang berbeda,mempertunjukkan usia
perdarahan yang berbeda
Gambaran MRI T1 dan
T2 weighted sequences
menunjukkan hematoma
subdural (tanda panah)
 Acute
Subdural Acute Subdural
hematoma Hematoma (MRI)
(CT)
PENATALAKSANAAN
 Resusitasi dimulai dengan ABC (Airway, Breathing, Circulation ).

 Jika diduga terjadi peningkatan tekanan intrakranial atau


memperlihatkan gejala sindrom herniasi, maka berikan manitol 1
g/kg dengan cepat secara IV.

 Antikonvulsan  Cegah iskemik yang diinduksi serangan dan


rangkaian kejang dalam tekanan intrakranial.

 Craniotomy  Tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan


mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif.
KOMPLIKASI
 1/3 pasienKejang pasca trauma CKB

 Infeksi luka dan kebocoran CSF bisa terjadi setelah kraniotomi.

 Meningitis atau abses serebri dapat terjadi setelah dilakukan


tindakan intrakranial.

 SDH kronik yang menjalani operasi drainase

 Pneumonia, empiema

 Tension pneumocephalus
PROGNOSIS
 Tidak semua perdarahan subdural bersifat letal.

 SDH + lesi parenkim otak angka mortalitasi lebih tinggi


dan berat.

 Angka mortalitas pada penderita dengan perdarahan


subdural yang luas dan menyebabkan penekanan (mass
effect) terhadap jaringan otak, menjadi lebih kecil apabila
dilakukan operasi dalam waktu 4 jam setelah kejadian.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai