HIPERMETROPIA
HIPERMETROPIA
DEFINISI
1. Faktor Internal
a. Predisposisi genetic
b. Usia (bayi baru lahir dan usia > 50 tahun)
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan mempengaruhi berkembangnya
Hipermetropia pada individu
dengan/tanpa predisposisi genetic, yaitu:
a. Aktivitas melihat jarak dekat dan lama
b. Aktivitas dalam intensitas cahaya yang kurang
PENEGAKAN DIAGNOSIS
ANAMNESIS
1. Mata lelah dan pegal karena akomodasi yang terjadi dalam waktu lama
2. Penglihatan kurang jelas untuk objek yang dekat dan jauh
3. Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang lama
dan membaca dekat.
4. Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama melihat pada jarak
yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka waktu yang lama, misalnya
menonton TV, dan lain-lain.
5. Mata sensitif terhadap sinar/cahaya
6. Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia. Mata juling dapat terjadi
karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti konvergensi yang berlebihan pula.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Refraksi Subjektif Metode Trial and Error
Rumus yang digunakan adalah Visus = d/D, nilai d selalu 5 atau 6 meter. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara :
a) Persiapkan pasien untuk duduk sejajar pada jarak 6 meter dari optotype Snellen.
b) Ukur jarak pupil (pupil distance = PD)
c) Tentukan tajam penglihatan kedua mata dengan menutup salah satu mata yang tidak
diperiksa dengan menunjukkan huruf – huruf pada optotype snellen mulai dari deretan
huruf terbesar hingga terkecil yang masih dapat dilihat atau dibaca dengan jelas dan
lengkap (=D). Disebelah kanan deretan huruf tersebut, tertera angka yang
menunjukkan jarak dalam meter yang masih dapat dibaca mata normal (emmetrop).
d) Apabila visus mata awal 6/6 kemungkinan mata emetropia atau hipermetropia dengan
akomodasi.
e) Selanjutnya pasang kacamata coba dengan menutup salah satu mata dengan penutup
(occluder) dan dimulai dari lensa spheris +0,25D.
f) Ulangi pemeriksaan dengan meminta pasien membaca semua deretan huruf snellen
dari yang terbesar hingga terkecil yang masih dapat dibaca dengan lengkap dan jelas.
Bila dengan lensa ini huruf 6/6 yg semula jelas menjadi kabur maka berarti penderita
adalah emetropia. Namun jika visus tetap 6/6 pemeriksaan terus dilanjutkan dengan
penambahan lensa +0,25D sampai pasien dapat melihat deretan huruf 6/6 dengan jelas
tanpa akomodasi.
g) Lensa positif terkuat dimana mata hipermetropia masih dapat melihat deretan huruf 6/6
dengan jelas atau tanpa akomodasi merupakan besar kelainan hipermetropianya
2. Pemeriksaan dengan kartu Jaeger
Berbeda dengan pada saat pemeriksaan penglihatan jauh dengan cara monokuler. Cara
pemberian lensa koreksi langsung diberikan bersamaan pada kedua mata (binokuler)
setelah koreksi untuk penglihatan jauhnya diperoleh, lensa ditempatkan pada trial frame
berhimpitan dengan lensa trial untuk koreksi jauh (bila ada). Kemudian pasien diminta
melihat kartu jaeger sesuai umur, jarak kerja yang dibutuhkan atau kebiasaan pasien. Hasil
power yang diperoleh menjadi power dari lensa adiksi yang akan dibuat menjadi kacamata.
3. Pemeriksaan Refraksi Objektif merupakan suatu metoda pemeriksaan dimana hasil
pemeriksaan ditentukan oleh kemampuan pemeriksa semata-mata, sedangkan pasien
bersikap pasif. Perlatan yang digunakan ialah autorefraktor dan retinoskopi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG