Anda di halaman 1dari 63

CASE REPORT

TUBERKULOSIS PARU RESISTEN


RIFAMPICIN DENGAN RIWAYAT
DIABETES MELITUS TIPE 2
Oleh:
 
dr. Aldo Fatejarum
dr. Diptha Renggani Putri
dr. Rendika Oktavia Widiastuti
 
 
Pembimbing:
dr. Elly Tri Yanuarsih

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


UPT PUSKESMAS SEGALA MIDER
BANDAR LAMPUNG
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
■ Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan global utama karena mendapat
tempat tertinggi kedua untuk penyakit infeksi yang mengancam nyawa secara global.
Delapan negara dengan kasus TB terbanyak salah satunya adalah Indonesia.
■ Dunia telah menempatkan TB sebagai salah satu indikator keberhasilan pencapaian MDGs.
Pada Tahun 2015, MDGs berubah menjadi SDGs. Target Angka Penemuan Kasus TB dari
70% menjadi 90% dengan tujuan agar tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat
Indonesia bisa semakin lebih baik dan dapat bersaing dengan berbagai negara lainnya.
■ Menurut WHO faktor risiko terinfeksi TB meningkat tiga kali lebih besar pada pasien
dengan riwayat DM dibandingkan pada populasi normal. Sehingga berdampak penting
dalam pengendalian TB dan perawatan pasien dengan komorbid DM TB.
■ Dengan demikian penting untuk diketahui lebih lanjut epidemiologi, patogenesis,
manifestasi klinis, maupun pengobatan kasus TB yang terjadi pada pasien DM.
BAB 2
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama: Tn. MI

Jenis Kelamin: Laki-laki

Umur: 43 Tahun

Agama: Islam

Pekerjaa Buruh
n:
Alamat : Jl. Purnawirawan Gg. Swadaya X
ANAMNESI
S
Autoanamnesis
dilakukan pada Keluhan Utama
29 Oktober 2021
Batuk berdahak sejak 2 bulan yang lalu

Keluhan Tambahan
Demam hingga menggigil, Sering
berkeringat malam, nafsu makan
menurun dan makin lama berat badan
pasien makin turun.
ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien memiliki penyakit gula darah sejak tahun 2011. Selama ini pasien sering mengeluhkan lemas, sering
terbangun pada malam hari untuk kencing, dan kesemutan. Apabila keluhan tersebut muncul, pasien
hanya minum jamu-jamuan herbal dan tidak berobat ke dokter. Pasien mengaku telah mengatur pola makannya
dan tidak mengonsumsi gula. Pasien memiliki kebiasaan merokok 1 bungkus per hari namun sudah berhenti sejak 1
bulan yang lalu. Pada tahun 2015 pasien mengalami sakit TB, telah selesai pengobatan, dan dinyatakan

sembuh. Saat ini pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan batuk berdahak sejak 2 bulan yang lalu.
Pasien mengatakan batuk dirasakan terus menerus. Batuk disertai dahak berwarna putih kehijauan, tanpa disertai

darah. Pasien mengeluhkan demam hingga menggigil dan sering berkeringat malam, nafsu makan
menurun dan makin lama berat badan pasien makin turun. Tidak terdapat riwayat kontak dengan penderita
TB. Pasien tidak mengeluhkan sesak, pilek, nyeri tenggorokan, atau kehilangan kemampuan menghidu. Riwayat
perjalanan ke luar kota disangkal pasien. Pasien tinggal dengan istri dan kedua anaknya.
ANAMNESIS
■ Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat TBC (+) pada tahun 2015.
- Riwayat Diabetes Mellitus (+) sejak tahun 2011.
 
■ Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat asma (-), hipertensi (-), diabetes melitus (-), penyakit jantung (-)

■ Riwayat Pribadi
- Pasien merupakan seorang perokok berat.
PEMERIKSAAN FISIK
Vital sign

Tanggal pemeriksaan : 29 Oktober TD 130/76 mmHg


2021
N 72 x/menit
Status Present
■ KU : TSR RR 21 x/menit

■ Kes : CM T 36,6 0C
■ GCS : E4V5 M6 = 15 SpO2 98%
 
BB 68 kg

TB 158 cm

IMT 27,2

Status Gizi Pre Obesitas


Pemeriksaan Fisik
Kepala Abdomen
CA -/-, SI -/- Soefl, NT (-), BU (+)
Leher Ekstremitas
Tidak ada pembesaran KGB, Superior: Oedem (-/-), sianosis
kelenjar tiroid (-/-), CRT < 2 detik
Cor Inferior: Oedem (-/-), sianosis
BJ I-II regular, murmur (-), (-/-), CRT < 2 detik
gallop (-)

Pulmo
Inspeksi : Pergerakan dinding dada kanan-kiri simetris
Palpasi : Nyeri tekan (-)/(-)
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Ves (+/+), WH (-/-), Ronkhi kasar di apeks paru (+/+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan radiologi (25/09/2021)

Kesan:
■ Konsolidasi disertai fibroinfiltrat di apex
sampai lapang atas paru kanan.
■ Fibrosis di lapang tengah kiri
■ Kesan: TB paru lama aktif
■ Cor dalam batas normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
13/10/2021 15/09/2021
– . GDS: 443 mg/dL Creatinin: 0.99 mg/dL
TCM: MTB detected low, Rif Resistance HbA1c: 12.80 % Ureum: 28 mg/dL
Detected SGOT: 13 U/L Leukosit: 7.890 /uL
SGPT: 12 U/L
Hb: 15.4 g/dL Hematokrit: 43 %
15/09/2021
Eritrosit: 5.3 juta/uL LED: 30mm/jam

Anti HIV: Non-reaktif Trombosit: 302.000 /Ul


Basofil: 0%
Eosinofil: 1%
Batang: 0%
Segmen 59%
22/09/2021 Limfosit: 30 %
GDN: 355 mg/dL Monosit: 10%
GDPP: 566 mg/dL
DIAGNOSIS KERJA
Tuberkulosis Paru Resisten Rifampicin
+ Diabetes Mellitus tipe 2
PENATALAKSANAAN
NON FARMAKOLOGI

Edukasi pentingnya menjalani pengobatan secara rutin hingga


tuntas dan rutin kontrol sesuai anjuran dokter
01

Edukasi untuk selalu mengenakan masker, menjaga etika


batuk dan tidak membuang dahak sembarangan
02

Menjaga kebersihan diri sendiri dan lingkungan seperti memberikan


ventilasi agar cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah
03

Edukasi untuk makan makanan yang bergizi berupa


04

tinggi kalori dan protein


Edukasi mengenai efek samping obat tuberkulosis
05
PENATALAKSANAAN
Farmakologi :

 Pengobatan TB ■ Pengobatan DM
• N acetyl sistein cap 3 x 200mg
• B6 tab 1 x 1
• Lantus 10 IU
• Pengobatan TB RO Kategori Panduan Individual (Jangka • Glimepiride 2 x 2mg
Panjang)
• Pioglitazone 1 x 30mg
6 Bdq – Lfx – Lnz – Cfz – Cs / / 14 Lfx – Lnz – Cfz – Cs

- Levofloxacin (Lfx) tab 2 x 500 mg


- Bedaquiline (Bdq) tab 2 x 200 mg (setiap hari, pagi dan malam 2
minggu pertama), 1x200mg (3 kali seminggu)
- Linezolide (Lnz) tab 1 x 600mg
- Clofazimine (Cfz) cap 1 x 100 mg
- Cycloserine (Cs) cap 3 x 250 mg
PROGNOSIS
Qua ad vitam : Dubia ad malam
Qua ad sanationam : Dubia ad malam
Qua ad fungsionam : Dubia ad malam
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
TUBERKULOSIS (TB)
DEFINISI
■ TB adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis.
■ Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga sering
dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA).
■ Kuman TB sering ditemukan menginfeksi parenkim paru dan
menyebabkan TB paru, namun bakteri ini juga memiliki kemampuan
menginfeksi organ tubuh lainnya (TB ekstra paru) seperti pleura, kelenjar
limfe, tulang, dan organ ekstra paru lainnya.
EPIDEMIOLOGI
■ Global Tuberkulosis Report 2020, melaporkan terdapat penambahan kasus
baru sebanyak 7,1 juta orang pada tahun 2019.
■ Delapan negara dengan kasus TB terbanyak yaitu india, indonesia, china,
philipina, pakistan, nigeria, bangladesh dan afrika selatan.
■ Di Indonesia sendiri terjadi peningkatan jumlah kasus baru, pada tahun
2015 sebanyak 331.071 menjadi 562.709 pada tahun 2019 yang
menunjukkan bahwa angka insidensi TB di Indonesia masih tinggi.
■ Berdasarkan data TB Indonesia tahun 2017, mortalitas akibat TB adalah
107.000 atau rerata 40 per 100.000 penduduk, insidens 842.000 atau rerata
319.000 per 100.000 penduduk.
ETIOLOGI
 M.tuberculosis (M.TB) merupakan bakteri yang paling sering ditemukan dan menular antar
manusia melalui rute udara

 Sifat kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah:


■ Berbentuk batang, P: 1-10 mikron, L: 0,2-0,6 mikron.
■ Bersifat tahan asam.
■ Tahan terhadap suhu 4 0 C – 70 0 C.
■ Sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar UV. Dalam dahak pada suhu 30-37 oC
akan mati dalam waktu + 1 minggu.
■ Kuman dapat bersifat dorman

 Menurut PNPK Tatalaksana Tuberkulosis tahun 2020, ada 3 faktor yang menentukan transmisi
M.TB, yaitu:
• Jumlah organisme yang keluar ke udara.
• Konsentrasi organisme dalam udara, ditentukan oleh volume ruang & ventilasi.
• Lama seseorang menghirup udara terkontaminasi.
GEJALA KLINIS TB PARU
Menurut PNPK Tatalaksana Tuberkulosis tahun 2020 gejala penyakit TB sebagai berikut:
■ Batuk > 2minggu
■ Batuk berdahak
■ Batuk berdahak dapat bercampur darah
■ Dapat disertai nyeri dada
■ Sesak napas
■ Dengan gejala lain meliputi :
- Malaise
- Penurunan berat badan
- Menurunnya nafsu makan
- Menggigil
- Demam
- Berkeringat di malam hari
KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
PARU
 Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomis:  Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan :
–TB paru – Kasus baru
–TB ekstra paru – Kasus dengan riwayat pengobatan
Kasus ini diklasifikasikan lebih lanjut
 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan berdasarkan hasil pengobatan terakhir sebagai
uji kepekaan obat: berikut :
•Monoresisten • Kasus kambuh
•Poliresisten • Kasus pengobatan setelah gagal
•Multidrug resistant (TB MDR • Kasus setelah loss to follow up
•Extensive drug resistant (TB XDR - Kasus lain-lain
•Rifampicine resistant (TB RR - Kasus dengan riwayat pengobatan tidak
•TB RR diketahui
DIAGNOSIS TB PARU
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
■ Umumnya kelainan terletak di daerah lobus superior
■ Gejala TB paru: Batuk produktif > 2-3 mgg terutama daerah apex dan segmen posterior, serta daerah
apex lobus inferior.
■ Gejala pernapasan: Nyeri dada, sesak napas, dan
■ Auskultasi: suara napas bronchial, amforik, ronkhi
hemoptisis. basah/suara napas melemah pada apex paru serta tanda-
tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum 
■ Gejala sistemik: Demam, penurunan nafsu makan,
■ Perkusi: Pekak pada pleuritis TB (tergantung dari
penurunan BB, keringat malam hari, dan mudah banyaknya cairan di rongga pleura)  saat Auskultasi
terdengar suara napas yang melemah sampai tidak
lelah. terdengar pada sisi yang terdapat cairan
DIAGNOSIS TB PARU
Pemeriksaan penunjang
 Xpert MTB/RIF assay
• Pemeriksaan Xpert MTB/RIF dapat mendeteksi
Interpretasi hasil pemeriksaan BTA TB dan TB resisten rifampisin dalam waktu < 2
berdasarkan WHO (1998) adalah sebagai jam.
berikut.
• WHO merekomendasikan penggunaan
■Negatif : BTA tidak ditemukan dalam Xpert MTB/RIF untuk pasien anak dan dewasa
100- 300 LP dengan kecurigaan MDR-TB atau TB dengan HIV
■Sconty : BTA antara 1-9 basil pada 100  Hematologi lengkap : Menilai limfositosis atau
LP monositosis, peningkatan LED & penurunan
■Positif 1 (+1) : 10-99 BTA per 100 LP hemoglobin.
■Positif 2 (+2) : 1-10 BTA per LP  Pemeriksaan mikroskopis BTA dengan bahan
diamati 50 LP sputum yang dikumpulkan dari dua sampai tiga
spesimen (SP atau SPS) dan pewarnaan Ziehl-
■Positif 3 (+3) : >10 BTA per LP diamati
Neelsen
20 LP
DIAGNOSIS TB PARU
Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan Radiologi Foto Toraks PA-
Lateral atau top lordotik.
– Pada Apeks paru ditemukan gambaran
bercak-bercak awan dengan densitas
rendah-sedang dan batas tidak tegas
yang menunjukkan proses aktif TB.
– Gambaran lain  Kavitas berupa
bayangan berupa cincin berdinding tipis
yg menunjukkan proses aktif, kecuali
bila lubang berukuran kecil yang
disebut residual cavity.
– Gambaran fibrosis dan kalsifikasi Rontgen toraks pasien dengan TB paru. Terlihat
infiltrate dan kavitas dengan air fluid level pada lobus
biasanya menunjukkan proses yang
kanan bagian atas menunjukkan proses aktif TB paru
sudah tenang
TATALAKSANA TB PARU

Dosis obat antituberculosis KDT/FDC


TATALAKSANA TB PARU
Panduan penggunaan OAT lini pertama yang digunakan oleh program nasional adalah:
 Kategori 1: 2HRZE/4H3R3
– Tahap awal selama 2 bulan diberikan tiap hari & tahap lanjutan selama 4 bulan diberikan 3x/minggu.
– Lama pengobatan seluruhnya 6 bulan.

 Kategori 2: 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
– Diberikan pada TB paru pengobatan ulang (TB kambuh, gagal pengobatan, putus berobat/default).
– Tahap awal pengobatan diberikan setiap hari selama 3 bulan  2 bulan RHZE + suntikan streptomisin, dan 1
bulan HRZE.
– Tahap lanjutan diberikan HRE selama 5 bulan, 3x/minggu.
– Lama pengobatan 8 bulan.

 OAT sisipan: HRZE


- Jika pemeriksaan dahak masih positif pada akhir pengobatan tahap awal kategori 1 maupun kategori 2 maka
diberikan pengobatan sisipan selama 1 bulan dengan HRZE.
HASIL PENGOBATAN SETELAH TATALAKSANA
■ Sembuh
■ Pengobatan lengkap
■ Meninggal
■ Putus berobat (default)
■ Gagal
■ Pindah (transfer out)
PENGOBATAN PASIEN TB-
RO
Pengobatan dengan panduan jangka pendek

Panduan pengobatan jangka pendek


diberikan pada pasien TB RR sesuai
dengan kriteria yang terdapat pada alur
disamping
PENGOBATAN PASIEN TB-RO
Pengobatan dengan panduan jangka pendek
*Pengobatan tahap awal diperpanjang sampai bulan ke-6 jika
belum terjadi konversi BTA pada bulan ke-4
Catatan:
• 1 bulan  30 hari
• Durasi total pengobatan adalah 9–11 bulan, durasi tahap awal
adalah 4–6 bulan dan tahap lanjutan 5 bulan.
• Pada tahap awal, obat oral dan injeksi diberikan setiap hari
• Pada tahap lanjutan, obat oral diberikan setiap hari
• Pada bulan ke-5 dan ke-6, obat injeksi diberikan 3x/minggu
(intermiten) dan obat oral tetap diberikan setiap hari.
• Intoleransi Z  Tidak boleh mendapatkan paduan jangka
pendek.
• Intoleransi / resistansi terhadap E  paduan jangka pendek
diberikan tanpa Etambutol.
• Capreomisin dapat menggantikan kanamisin apabila muncul
efek samping di dalam masa pengobatan  Capreomisin
terbatas, maka penggunaannya harus berkordinasi dengan tim
logistik MTPTRO.
Dosis obat berdasarkan
pengelompokan berat
badan dapat dilihat pada
tabel disamping:
PENGOBAT
AN PASIEN
TB-RO
Pengobatan dengan
 Pasien jangka
panduan TB RO panjang
yang tidak memenuhi kriteria untuk
pengobatan dengan paduan jangka pendek 
mendapatkan panduan pengobatan individual

 Paduan individual diberikan untuk pasien:


• TB pre-XDR
• TB XDR
• MDR dengan intoleransi terhadap salah satu
atau lebih obat lini kedua yang digunakan
pada paduan jangka pendek
• Gagal pengobatan jangka pendek
• Kembali setelah putus berobat
• TB MDR kambuh
Pengobatan pasien TB-RO
Rekomendasi untuk paduan individual untuk TB-MDR

 Pada pasien MDR / RR-TB yang memakai Paduan Individual (ITR) :


– Pengobatan dimulai dng setidaknya 5 obat TB yg diperkirakan efektif &
setidaknya terdapat 3 obat untuk sisa perawatan setelah bedaquiline
dihentikan.
– Panduan pengobatan terdiri dari tiga obat dalam Grup A dan dua obat dari
Grup B Misal :
6 Bdq – Lfx – Lnz – Cfz-Cs // 14 Lfx – Lnz – Cfz-Cs
Pengobatan pasien TB-RO
Rekomendasi untuk paduan individual untuk TB-MDR

 Durasi pengobatan panduan individual tanpa injeksi


■ Tidak ada tahap awal
■ Lama pengobatan setelah konversi 15 bulan
■ Total lama pengobatan 18 – 20 bulan
DIABETES MELITUS (DM)
DEFINISI DM
■ Menurut American Diabetes Association (ADA) thn 2019,
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.
KLASIFIKASI DM
 Menurut PERKENI tahun 2019, klasifikasi DM adalah sebagai
berikut:
■ Diabetes Melitus Tipe I
■ Diabetes Melitus Tipe 2
■ Diabetes Melitus Tipe Lain
■ Diabetes Melitus Gestasional
PATOGENESIS DM

The Egregious Eleven


FAKTOR RESIKO DM
Faktor risiko yang tidak bisa Faktor risiko yang bisa
dimodifikasi dimodifikasi
■ Ras dan etnik ■ Berat badan lebih (IMT ≥ 23 kg/m2).
■ Riw. keluarga dengan DM ■ Kurangnya aktivitas fisik

■ Umur  risiko meningkat seiring ■ Hipertensi (> 140/90 mmHg)


bertambahnya umur ■ Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan/atau
trigliserida > 250 mg/dL)
■ Riw. melahirkan bayi dengan BB lahir
>4000 gram ■ Diet tak sehat
■ Riw. DM gestasional (DMG) ■ Penyandang sindrom metabolik dengan Riw.
TGT/GDPT sebelumnya.
■ Riw. lahir dengan BBLR, < 2500 gram
■ Memiliki Riw. penyakit kardiovaskular, seperti
stroke, PJK, atau PAD (Peripheral Arterial
Diseases).
DIAGNOSIS DM
■ Menurut PERKENI (2019)  DM ditegakkan dengan pemeriksaan kadar
glukosa darah
■ Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan glukometer.
■ Keluhan yang dapat ditemukan pada penyandang DM yaitu:
- Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan BB
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
- Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
DIAGNOSIS DM

Kriteria Diagnosis DM
DIAGNOSIS DM
 Hasil yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM  digolongkan ke
kelompok Prediabetes yang meliputi TGT & GDPT
• Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT):
Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100 – 125 mg/dL dan pemeriksaan TTGO
glukosa plasma 2jam < 140 mg/dL;
• Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2jam setelah
TTGO antara 140 – 199 mg/dL dan glukosa plasma puasa < 100 mg/dL
• atau HbA1c yang menunjukkan angka 5,7 – 6,4%.
KOMPLIKASI DM
Komplikasi Makrovaskular Komplikasi Mikrovaskular
■ Komplikasi yang mengenai pembuluh ■ Biasanya terjadi pada DM tipe 1
darah arteri yang lebih besar 
■ Hiperglikemia persisten & pembentukan
atherosklerosis
protein yang terglikasi  Dinding
■ Menimbulkan masalah seperti: pembuluh darah menjadi makin lemah &
- Jantung koroner rapuh  Terjadi penyumbatan pada
pembuluh-pembuluh darah kecil.
- Hipertensi
- Stroke ■ Menimbulkan maslah seperti:
– Retinopati
– Nefropati
– neuropati
PENATALAKSANAAN DM
Tujuan penatalaksanaan
• Tujuan jangka pendek
Menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko
komplikasi akut.
• Tujuan jangka panjang
Mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan
makroangiopati.
• Tujuan akhir
Turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
PENATALAKSANAAN DM

Alur Tatalaksana Diabetes Melitus


TB DENGAN DM
HUBUNGAN TB DENGAN DM

Pasien dengan sistem imun rendah Kejadian infeksi paru pada penderita
karena penyakit kronik seperti DM Kadar HbA1C ≥ 7% memiliki risiko DM merupakan akibat kegagalan sistem
memiliki 2-3 kali risiko untuk relatif TB sebesar 3 kali dibanding pertahanan tubuh, dalam hal ini paru
menderita TB dibanding orang tanpa dengan mereka dengan HbA1C <7% mengalami gangguan fungsi pada epitel
DM pernapasan dan juga motilitas silia.

Kadar sitokin TNF- alfa dan IFN- g


Faktor kegagalan mekanisme pertahanan
meningkat pada pasien dengan TB dan
melawan infeksi juga terjadi akibat
DM, kedua sitokin ini penting untuk
gangguan fungsi dari endotel kapiler
aktivasi makrofag dan membatasi infeksi
vaskular paru, kekakuan korpus sel
 menunjukkan bahwa respons sel
darah merah, perubahan kurva disosiasi
imun selular menurun dan membutuhkan
oksigen akibat kondisi hiperglikemia
rangsangan yang lebih tinggi untuk
yang lama
optimalisasi respons imun
MANIFESTASI KLINIS INFEKSI TB PADA DM
 Pada pasien TB dengan DM dapat ditemukan gejala:
– Batuk lebih dari 2 minggu
– Batuk berdarah
– Sesak nafas
– Demam
– Keringat malam
– Penurunan BB
– Gejala cenderung lebih banyak dan KU lebih buruk serta memiliki risiko
penularan TB yang lebih tinggi
PEMERIKSAAN RADIOLOGI PASIEN TB DENGAN DM

■ Menurut penelitian Park  Terdapat perbedaan gambaran foto toraks antara pasien
DM dan non-DM dimana Pasien didapatkan kavitas lebih banyak pada pasien DM
yang terdiagnosis TB
■ Pada penelitiannya di India melaporkan bahwa didapatkan 84% pasien TB dengan DM
yang menunjukkan gambaran TB pada lobus bawah dan hanya 16% pada bagian atas
paru.
■ 32% menunjukkan keterlibatan kedua bagian paru, dan 68% hanya di satu sisi paru.
■ Perbedaan gambaran radiologis tersebut disebabkan oleh karena penderita DM
memiliki gangguan pada imunitas selular dan disfungsi sel PMN.
SPUTUM BTA PASIEN TB DENGAN
DM
■ Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penderita TB dengan
DM memiliki persentasi BTA sputum lebih tinggi, konversi
BTA lebih lama dan lebih cenderung mengalami resistensi
terhadap OAT  Penderita TB dengan DM sangat mungkin
dalam kondisi yang lebih parah dan memiliki risiko
penularan TB yang lebih tinggi.
■ Menurut Alisjahbana didapatkan bahwa setelah terapi TB
selama 6 bulan, ditemukan hasil kutur yang masih positif 7,65
kali lebih tinggi pada pasien yang juga menderita DM
dibandingkan penderita tanpa DM.
REKOMENDASI PADA TB DENGAN DM
Skrining TB yang
direkomendasikan adalah
Pada pasien dengan DM perlu
penilaian gejala-gejala TB seperti
dilakukan skrining untuk infeksi
batuk >2 mgg pada setiap pasien
TB, dan sebaliknya pada pasien
DM. Skrining lengkap dengan
dengan TB perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang belum
skrining DM.
disarankan karena belum ada bukti
yang mendukung.

Pasien DM yang menunjukkan Penatalaksanaan TB pada


gejala TB perlu mendapatkan penyandang DM umumnya tidak
pemeriksaan lanjutan berupa berbeda dengan penyandang TB
pemeriksaan foto dada dan tanpa DM  jika kadar glukosa
pemeriksaan sputum tuberkulosis darah tidak terkontrol, maka lama
sebanyak tiga kali untuk pengobatan dapat dilanjutkan
menegakkan diagnosis. sampai 9 bulan.
REKOMENDASI PADA TB DENGAN DM

Penggunaan rifampisin dapat


mengurangi efektivitas obat oral
antidiabetik (golongan sulfonilurea)
Pasien dengan TB direkomendasikan
sehingga diperlukan monitoring kadar Hati-hati dengan penggunaan etambutol,
untuk mendapatkan skrining DM dengan
glukosa darah lebih ketat atau diganti karena pasien DM sering mengalami
pemeriksaan kadar glukosa darah saat
dengan anti diabetik lainnya seperti komplikasi pada mata.
diagnosis TB ditegakkan.
insulin yang dapat meregulasi glukosa
darah dengan baik tanpa memengaruhi
efektifitas OAT.

Pemberian INH dapat menyebabkan Bila kadar GD belum mencapai sasaran,


neuropati perifer yang dapat sedangkan antidiabetes dengan obat TB
memperburuk atau menyerupai diabetik menyebabkan hasil yang tidak optimal,
neuropati maka sebaiknya diberikan sehingga pemberian terapi insulin harus
suplemen vitamin B6 atau piridoksin segera dimulai pada pasien DM dengan
selama pengobatan. TB
PROGNOSIS
■ Pasien dengan DM dan TB memiliki risiko kematian yang lebih tinggi selama terapi,
peningkatan risiko kekambuhan setelah pengobatan, dan dapat memberikan risiko
penularan yang lebih besar.
Daftar Pustaka

■ Kemenkes RI. 2012. Panduan tatalaksana tuberculosis sesuai ISTC dengan strategi DOTS untuk praktik dokter swasta
(PDS). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
■ Kemenkes RI. 2016. Pusat Data dan Informasi Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
■ Kemenkes RI. 2018. Pusat Data dan Informasi Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
■ Kemenkes RI. 2020. TB MDR [internet]. Jakarta: Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung
Subdirektorat Tuberkulosis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Tersedia dari:
https://tbindonesia.or.id/informasi/teknis/tb-mdr/
■ Kemenkes RI. 2020. Protokol tatalaksana pasien TB dalam masa pandemi COVID-19. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
■ PDPI. 2011. Tuberkulosis. Jakarta: Persatuan Dokter Paru Indonesia.
■ WHO. 1998. Laboratory services in tuberculosis control part II microscopy. Geneva: Global Tuberculosis Programme World
Health Organization.
■ WHO. 2020. Global Tuberculosis Report 2020. Geneva: World Health Organization
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai