Anda di halaman 1dari 20

Om Swastyastu

NAMA KELOMPOK:

1. I Kadek Sucipta Arianta (10)


2. I Made Andika Candra Putra(11)
3. I Putu Aditya Wicaksana (12)
4. Ni Made Andini Yulianti Devi (20)
5. Sena Adi Pramana (33)
KESULTANAN
Banten
Sejarah Kesultanan Banten
Kerajaan Banten adalah sebuah kerajaan Islam yang berdiri di daerah Tataran Sunda, Pulau Jawa bagian barat.
Kerajaan ini memiliki hubungan erat dengan Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Demak. Sunan Gunung Jati
atau Syarif Hidayatullah, Sultan Cirebon ke-2 adalah ayah dari Maulana Hasanuddin. Seorang pemimpin
ekspedisi untuk menguasai wilayah Banten dan mendirikan pertahanan di sana. Wilayah ini kemudian
berkembang menjadi kota dagang pesisir, dan kerajaan yang independen. Kerajaan Banten adalah salah satu
wilayah pertama yang didatangi Belanda di Nusantara di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dan kemudian
Jacob van Neck. Kerajaan Banten tumbuh menjadi kerajaan yang kuat, namun kemudian jatuh karena adu domba
politik yang dilancarkan oleh VOC dalam suksesi sultan.
Letak Dan Pendiri Kerajaan
Kerajaan Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa, pusat kekuasaannya diperkirakan terletak di
pantai utara. Lebih tepatnya dekat dengan Cilegon dan Pelabuhan Merak saat ini. Pada puncak kekuasaannya,
Banten melancarkan ekspedisi untuk menaklukkan Sumatra. Khususnya daerah Lampung, Bengkulu, dan
Tulangbawang. Ekspedisi sempat dilancarkan menuju Palembang namun mengalami kegagalan. Di Jawa, Kerajaan
Banten berkuasa atas wilayah Pakuan dan pelabuhan penting Sunda Kelapa (Jayakarta) serta berbatasan dengan
wilayah Kesultanan Cirebon. Kerajaan Banten didirikan oleh Maulana Hasanudin,
putra dari Syarif Hidayatullah. Syarif Hidayatullah yang menjabat sebagai Sultan Cirebon memerintahkan
putranya untuk melanjutkan ekspedisi Demak hingga ke ujung Jawa. Di sana Maulana Hasanudin mendirikan
pertahanan dan mengelola wilayah tersebut. Kurang lebih pada tahun 1524, Kerajaan Banten dideklarasikan
dengan Maulana Hasanudin sebagai pemimpin pertamanya.
Raja-raja Kerajaan
Banten
Maulana Hasanudin (1522-1570)

Maulana Hasanudin merupakan pendiri sekaligus sultan pertama dari


Banten. Ia merupakan anak dari Syarif Hidayatullah atau Sunan
Gunung Jati, Sultan kedua Kesultanan Cirebon. Maulana Hasanudin
mulai membangun keraton di Surosowan pada tahun 1522 sebagai
bentuk pengembangan wilayah Banten. Pada tahun 1524, bersama
dengan armada Cirebon dan Demak menaklukkan Portugis dan
Pajajaran di Sunda Kelapa yang kemudian dinamai Jayakarta. Pada
dasarnya, Hasanudin berkuasa setelah ayahnya kembali ke Cirebon
pada tahun 1526.
Maulana Yusuf (1570-1585)

Maulana Yusuf adalah sultan kedua Banten yang naik tahta


menggantikan ayahnya yang wafat pada tahun 1570. Pada masa
kekuasaannya, ia berhasil menaklukkan Pakuan Pajajaran ke
pedalaman Sunda pada tahun 1579. Maulana Yusuf tidak melanjutkan
ekspansi yang dilakukan ayahnya ke wilayah Sumatra melainkan
fokus ke pedalaman Jawa.
Maulana Muhammad (1580-1596 M)

Pada akhir pemerintahan Maulana Yusuf, hampir terjadi perang


saudara antara Pangeran Jepara dan Maulana Yusuf. Dinamakan
Pangeran Jepara karena sejak kecil Pangeran sudah diikutkan kepada
bibinya (Ratu Kalinyamat) di Jepara. Pangeran Jepara yang dibesarkan
oleh Ratu Kalinyamat menuntut takhta Kerajaan Banten, tetapi
mangkubumi Kerajaan Banten dan pejabat – pejabat lainnya tidak
menyetujuinya. Namun, permasalahan dapat diatasi dengan
mengangkat putra mahkota Maulana Yusuf yang berumur 9 tahun
bernama Maulana Muhammad dengan gelar Kanjeng Ratu Banten.
Berhubung masih muda, Maulana Muhammad didampingi oleh
mangkubumi (patih) sampai siap menjadi raja untuk memerintah.
Abu Mufakir (1596-1640 M)

Setelah Kanjeng Ratu Banten meninggal, takhta kerajaan diserahkan


kepada putranya yang baru berumur 5 bulan bernama abu mufakir.
Berhubung baru berumr 5 bulan pemerintahan dipegang oleh seorang
mangkubumi,yaitu pangeran Ranamenggala . Pada tahun 1624 m,
pangeran Ranamenggala meninggal dan kesultanan Banten mulai
mengalami kemunduran karena semakin kuatnya blockade VOC yang
sudah menguasai Batavia.
Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1692)

Setelah Abu mufakir meninggal, digantikan oleh putranya yang


bergelar sultan Abu maali Ahmad Rahmatullah pemerintahan sultan
ini tidak dapat diketahui dengan jelas, putra yang menggantikan Abu
maali bernama Sultan Abdul Fattah atau dikenal dengan nama Sultan
Ageng Tirtayasa, dibawah kekuasaan sultan Ageng tirtayasa telah
mencapai masa kejayaannya, dan sultan Ageng Tirtayasa juga berhasil
memajukan perdagangan sehingga Banten berkembang menjadi
bandar internasional yang dikunjungi oleh kapal- kapal Persia, Arab,
Cina, Inggris, Prancis, dan Denmark.
Pada tahun 1671 m sultan ageng tirtayasa mengangkat putra mahkota
menjadi raja pembantu dengan gelar sultan abdul kahar. Sejak saat itu
pada tahun 1674 m, sultan abdul kahar berangkat ke mekah, kemudian
dilanjutkan mengunjungi Turki dan kembali lagi ke Banten pada tahun
1676 m.
Masa Kejayaan Kerajaan Banten
Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Kejayaan tersebut berhasil
diraih dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, perdagangan, kebudayaan, maupun keagamaan. Dalam
bidang politik misalnya, Banten selalu membangun hubungan persahabatan dengan daerah-daerah lainnya.
Daerah-daerah sahabat Banten yang berada di wilayah nusantara antara lain Cirebon, Lampung, Gowa, Ternate,
dan Aceh. Selain itu, Kesultanan Banten juga menjalin hubungan persahabatan dengan negara-negara lain yang
jauh dari nusantara. Dalam bidang ekonomi, Sultan Ageng Tirtayasa berhasil mengembangkan perdagangan
Banten. Pada masanya, Banten menjadi salah satu tempat transit utama perdagangan internasional. Pedagang-
pedagang dari berbagai negara, seperti Inggris, Perancis, Denmark, Portugis, Iran, India, Arab, Cina, Jepang,
Filipina, Melayu, dan Turki datang ke sini untuk memasarkan barang komoditas dari negeri mereka. Walaupun saat
itu Banten menghadapi persaingan dengan VOC, tetapi Sultan Ageng Tirtayasa tetap mampu menarik pedagang
mancanegara tersebut untuk tetap berdagang di Banten.
Runtuhnya Kerajaan Banten
Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa, Belanda sudah memulai taktik untuk menghancurkan Banten dari
dalam, yakni dengan menghasut Sultan Haji, putra dari Sultan Ageng Tirtayasa. Belanda mengadu domba
Sultan Haji dengan ayahnya. Mereka menyebarkan isu bahwa orang yang akan menjadi pewaris tahta Banten
adalah Pangeran Purbaya saudara Sultan Haji. Hal ini membuat Sultan Haji merasa iri hati dan memutuskan
untuk melancarkan serangan melawan ayahnya sendiri. Dengan bantuan Belanda, Sultan Haji akhirnya dapat
melumpuhkan kesultanan Banten. Bahkan, karena peperangan antara ayah dan anak ini, Keraton Surosowan
yang dibangun oleh nenek moyangnya hancur rata dengan tanah. Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya dipenjara di
Batavia hingga meninggal pada tahun 1692. Alhasil, Sultan Haji yang bekerja sama dengan Belanda pun naik
tahta.
Kehidupan Politik Kerajaan
Kota Surosowan didirikan sebagai ibu kota atas Banten
petunjuk Syarif Hidayatullah dan Maulana Hasanuddin
menjadi sultan pertama. Pada masa jayanya, wilayah kekuasaan Kesultanan Banten meliputi Serang,
Pandeglang, Lebak, dan Tanggerang. Banten semakin maju di bawah pemerintahan Sultan Hasanudin karena
didukung oleh faktor-faktor berikut ini:
1.Letak Banten yang strategis terutama setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, Banten menjadi bandar utama
karena dilalui jalur perdagangan laut.
2.Banten menghasilkan rempah-rempah lada yang menjadi perdagangan utama bangsa Eropa menuju Asia.

Penguasa Banten selanjutnya adalah Maulana Yusuf (1570-1580), putra Hasanuddin. Di bawah kekuasaannya
Kerajaan Banten pada tahun 1579 berhasil menaklukkan dan menguasai Kerajaan Pajajaran (Hindu). Maulana
Yusuf digantikan oleh Maulana Muhammad (1580-1596). Pada akhir kekuasaannya, Maulana Muhammad
menyerang Kesultanan Palembang. Dalam usaha menaklukkan Palembang, Maulana Muhammad tewas dan
selanjutnya putra mahkotanya yang bernama Pangeran Ratu naik takhta. Ia bergelar Sultan Abul Mufakhir
Mahmud Abdul Kadir.
Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa putra Pangeran Ratu yang bernama Abdul Fattah
yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682). Sultan Ageng mengadakan pembangunan, seperti jalan,
pelabuhan, pasar, masjid yang pada dasarnya untuk meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat
Banten. Namun sejak VOC turut campur tangan dalam pemerintahan Banten, kehidupan sosial
masyarakatnya mengalami kemerosotan.

Keadaan semakin memburuk ketika terjadi pertentangan antara Sultan Ageng dan Sultan Haji, putranya dari
selir. Pertentangan ini berawal ketika Sultan Ageng mengangkat Pangeran Purbaya (putra kedua) sebagai
putra mahkota. Pengangkatan ini membuat iri Sultan Haji. Berbeda dengan ayahnya, Sultan Haji memihak
VOC. Bahkan, dia meminta bantuan VOC untuk menyingkirkan Sultan Ageng dan Pangeran Purbaya.
Sebagai imbalannya, VOC meminta Sultan Haji untuk menandatangani perjanjian pada tahun 1682
Kehidupan Ekonomi Kerajaan
Banten
Banten di bawah pemerintahan sultan ageng tirtayasa dapat berkembang menjadi bandar perdagangan dan
pusat penyebaran agama islam. Adapun faktor-faktornya ialah:
a.) Letaknya strategis dalam lalu lintas perdagangan.
b.) Jatuhnya malaka ke tangan portugis, sehingga para pedagang islam tidak lagi singgah di malaka namun
langsung menuju banten, banten mempunyai bahan ekspor penting yakni lada.

Banten yang menjadi maju banyak dikunjungi pedagang-pedagang dari arab, gujarat, persia, turki, cina dan
sebagainya. Di kota dagang banten segera terbentuk perkampungan-perkampungan menurut asal bangsa itu,
seperti orang-orang arab mendirikan kampung pakojan, orang cina mendirikan kampung pacinan, orang-orang
indonesia mendirikan kampung banda, kampung jawa dan sebagainya.
Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan
Banten
Sejak banten di-islamkan oleh fatahilah (faletehan) tahun 1527, kehidupan sosial masyarakat secara berangsur-
angsur mulai berlandaskan ajaran-ajaran islam. Kehidupan sosial masyarakat banten semasa sultan Ageng
Tirtayasa cukup baik, karena sultan memerhatikan kehidupan dan kesejahteran rakyatnya. Namun setelah
sultan Ageng Tirtayasa meninggal, dan adanya campur tangan belanda dalam berbagai kehidupan sosial
masyarakat berubah merosot tajam.

Masyarakat yang berada pada wilayah Kesultanan Banten terdiri dari beragam etnis yang ada di Nusantara,
antara lain: Sunda, Jawa, Melayu, Bugis, Makassar, dan Bali. Beragam suku tersebut memberi pengaruh
terhadap perkembangan budaya di Banten dengan tetap berdasarkan aturan agama Islam. Pengaruh budaya
Asia lain didapatkan dari migrasi penduduk Cina akibat perang Fujian tahun 1676, serta keberadaan pedagang
India dan Arab yang berinteraksi dengan masyarakat setempat.
Peninggalan Kerajaan Banten
1. Keraton Surosowan

Keraton Surosowan adalah komplek tempat tinggal yang didirikan oleh Maulana Hasanudin, sultan
pertama Banten sekitar tahun 1522. Komplek ini nantinya menjadi pusat pemerintahan Banten sampai
dengan penghapusannya oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
2. Masjid Agung Banten

Masjid Agung Banten adalah salah satu peninggalan utama dari Kerajaan Banten. Dibangun oleh
Maulana Hasanudin sekitar tahun 1556, masjid ini melengkapi komplek keraton Surosowan yang sudah
dibangun sebelumnya. Masjid ini memiliki Menara/pagoda yang kental dengan kultur Cina.
3. Benteng Speelwijk

Benteng Speelwijk adalah bentuk kekuasaan VOC atas Kerajaan Banten. Benteng ini didirikan pada
tahun 1682, tepat bersamaan dengan naiknya Sultan Abu Nasr Abdul Kahhar atau Sultan Haji. Sultan
Haji diketahui menggulingkan ayahnya, Sultan Ageng Tirtayasa dengan bantuan VOC. Benteng ini
adalah sebagian kecil dari konsesi yang diberikan Banten kepada VOC.

(Sumber: StudioBelajar.com)
Om Shanti Shanti Shanti
Om

Anda mungkin juga menyukai