Anda di halaman 1dari 82

CASE REPORT

SESSION:
HEAD INJURY
Perseptor: Ahmad Faried, dr., Sp.BS., PhD

Saras Hidayat 130112170634


Sonya Mora Naomi 130112170602
Yuni Astuti 130112170693
Keterangan Umum

I. Identitas
 Nama : Tn. Y
 Usia : 34 tahun
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Alamat : Cilampeni, Kec. Katapang, Kab.Bandung
 Pekerjaan : Kuli Bangunan
 Tanggal masuk RS : 17 Oktober 2018
 Tanggal pemeriksaan: 23 Oktober 2018
ANAMNESIS

 Keluhan Utama: Penurunan Kesadaran

 Anamnesis Khusus:

 ±20 jam SMRS, saat pasien sedang mengangkut satu sak semen (50 kg) di dalam masjid yang sedang dibangun,
pasien terpeleset jatuh dan tertindih semen. Pasien mengangkut semen diatas bahu kanan dan menggunakan tangan
kanan untuk memeganginya. Pada saat kejadian pasien terjatuh ke sisi kanan, tangan tertindih semen dan kepala
membentur lantai. Saat itu pasien tidak menggunakan peralatan pengaman diri seperti helm. Setelah itu, pasien
langsung pingsan dan ditolong oleh pekerja lainnya. Pasien sempat sadar, kemudian pasien muntah dan kembali
pingsan. Pasien mengalami memar di bagian dahi kanan atas. Tidak terdapat perdarahan dari hidung, mulut atau
telinga.
 Pasien dibawa ke alternatif di daerah Citapen untuk mendapat pertolongan karena mengalami patah tulang di bagian
tangan. Kemudian saat malam hari pasien dibawa ke RSUD Soreang. Pasien tidak mendapat penanganan apapun dan
langsung di rujuk ke RS Santosa. Setelah di RS Santosa pasien langsung dirujuk ke RSHS dengan alasan diperlukan
pemeriksaan lebih lanjut. Pasien dibawa dengan kendaraan pribadi tanpa didampingi oleh tenaga kesehatan.
 Saat di IGD RSHS pasien di gips oleh dokter bedah, dipasang infus dan diberikan obat. Keluarga pasien diberitahu
bahwa kondisi pasien kritis dan harus segera dioperasi. Kemudian hari Selasa(16/10) pasien menjalani operasi dan
setelah itu pasien di rawat di GICU selama 2 hari kemudian dipindahkan ke HCU. Pasien baru sadarkan diri hari
Minggu dan saat hari Senin pasien dipindahkan ke kemuning 2.

30/01/22
Pemeriksaan Fisik

A. Status Generalis  Interna


Keadaan Umum: Tampak sakit  Kepala : (lihat status lokalis)
 Leher : JVP tak meningkat, KGB teraba
sedang membesar di colli sinistra (uk.3x1,5x1 cm, soliter,
mobile,
Tanda vital :  Thoraks : Bentuk dan gerak simetris
 Jantung : Bunyi jantung S1 S2 murni reguler
TD: 110/80 mmHg  Paru-paru: VBS kiri=kanan
Nadi : 92 x/menit  Abdomen: Datar, lembut, BU(+) normal
 Hepar dan lien tidak teraba pembesaran
Respirasi : 24 x/menit  Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”, Edema -/-

Suhu : 37,5°C
Pemeriksaan Fisik

Status Lokalis
a/r antebrachii dextra :
Status Neurologis

1. Kesadaran 3. Saraf Otak


GCS : E4M6V5 N. I : Pembauan :tidak dilakukan
2.Tanda rangsang meningen N. II : Visus :ODS : tidak dilakukan
 Kaku kuduk : tidak ada Fundus : tidak dilakukan
 Brudzinsky I : tidak ada N. III, IV, VI : Ptosis : (-) Strabismus : (-)
Nistagmus : (-)
 Brudzinsky II : tidak ada GBM: baik ke segala arah
 Kernig : tidak ada Pupil : Bulat, Isokor, Ø 3 mm
Rangsang cahaya: Direk +/+, Indirek
 Laseque : tidak ada +/+
Status Neurologis

N. V:
Sensorik: N. VIII :
 Rasa raba, nyeri, suhu: tak ada kelainan N. Cochlearis : tidak dilakukan
N. Vestibularis : tidak dilakukan
Motorik:
N. IX, X :
 M. masseter dan M. temporalis : tak ada
Suara : tak ada kelainan
kelainan
Kontraksi palatum: tak ada kelainan
Refleks kornea: tidak dilakukan
Menelan : tak ada kelainan
N VII: N. XI :
 Angkat alis mata : tak ada kelainan Angkat bahu : tidak dilakukan
 Sudut mulut : tak ada kelainan Melihat ke kiri dan kanan: tak ada kelainan
 Rasa kecap 2/3 lidah bagian depan : tidak
dilakukan N. XII : Keluarkan lidah : (+) deviasi (-)
Atrofi : (-) Tremor : (-)
 Gerakan patologis : (-)
Status Neurologis

Motorik Sensibilitas
 Atrofi : (-)  Permukaan :
 Fasikulasi : (-) Rasa raba, nyeri, suhu : stak ada kelainan
 Kekuatan otot : 3/4  Dalam :
4/4 Stereognosi : tidak dilakukan
 Tonus otot : tak ada kelainan Romberg test : tidak dilakukan
 Gerakan involunter : (-)
Status Neurologis

Koordinasi Refleks Fisiologis


 Tes telunjuk hidung : tidak dilakukan  Biseps : +/+
 Tes tumit lutut : tidak dilakukan  Triseps : +/+
 Ataksia : (-)  KPR : +/+
 APR : +/+
Saraf vegetatif Refleks Patologis
 Miksi : tak ada kelainan  Hoffman Tromner : -/-
 Defekasi : tak ada kelainan  Babinsky : -/-
Foto Klinis
Diferensial Diagnosis

Severe Head Injury +


USULAN PEMERIKSAAN

1. Pemeriksaan Laboratorium: 2. Pemeriksaan Radiologis:


 Darah:  Foto Polos Schedel AP – Lateral
 Hb, Ht, Leukosit, Trombosit,  Foto Polos Cervical Lateral
 Ureum, Kreatinin,  Foto Polos Thoraks AP
 Elektrolit Na, K,  CT-Scan Kepala
 SGOT, SGPT,
 PT, aPTT,
 GDS
 AGD
 Urinalisis
Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Kimia klinik

Ureum : 30 mg/dLKreatinin : 0,65 mg/dL

GDS : 108 mg/dL

Natrium : 138 mEq/L Kalium : 3,5 mEq/L

SGOT : 52 U/L SGPT : 38 U/L

Urinalisis

Dalam batas normal


Pemeriksaan Radiologis

CT scan kepala
Kesan
tampak perdarahan epidural dextra
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan Radiologis

 Foto Thoraks AP
Kesan
 Tidak tampak traumatic wet lung atau
contusio paru
 Tidak tampak fraktur os clavicula, costae dan
scapulae
 Tidak tampak kardiomegali
Pemeriksaan Radiologis

 Foto Antebrachii, wrist joint AP/Lateral dextra


Kesan
 Fraktur komplit 1/3 distal os radius dengan displacement ringan distal ke
arah lateral
 Fraktur inkomplit processus styloideus ulna kanan
Pemeriksaan Radiologis

 Foto cervical (C1-C7) dan pelvis AP


Kesan
Tidak tampak tanda-tanda fraktur

30/01/22
Tatalaksana

Umum:
Observasi GCS, TNRS
Head up 30o
Oksigenasi 6L/menit dengan simple mask
IVFD NaCl (1500 cc/24 jam)
Pemasangan urine kateter
Khusus :
 Ketorolac 2 x 30 mg i.v.
 Ranitidin 3 x 50 mg i.v.
 Ceftriaxone 1 x 1 gr iv
Prognosis
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad functionam : dubia ad bonam
pembahasan
Definisi

Trauma pada kepala yang menyebabkan kerusakan struktural atau fungsional otak. Indikasi trauma kepala adalah
riwayat luka pada kepala, terlihat adanya laserasi, hematoma, abnormal hasil radiologi, tidak sadar, amnesia, defisit
neurologis, atau kejang.
Anatomi

 Konten dari kepala terdiri dari :


1. Scalp.
2. Skull.
3. Meninges.
4. Brain.
5. Cerebrospinal fluid.
Anatomy

Scalp
1.S : Skin (epidermis, dermis)
2.C : Loose connective tissue
3.A: Epicranial aponeurosis
(galea aponeurotica)
4.L: Loose areolar tissue
5.P: Pericranium (periosteum)
Anatomy

 Composed of:
 Cranial Vault
 Cranial Base
 The floor of the cranial cavity is
divided into 3 parts:
- Anterior fossa → frontal lobe
- Middle fossa → temporal lobe
- Posterior fossa → brain stem and
cerebellum
Anatomy

Meninges
1.Dura mater
 Subdural space is a potential space, where
hemorrhage can occur
2.Arachnoid mater
 Cerebrospinal fluid circulate between the
arachnoid and pia matter in the subarachnoid
space
3.Pia mater
 Pia mater connects directly to brain
parenchyme
Fisiologi

 Tekanan Intra Kranial (TIK)


Tekanan intrakranial yang tinggi dapat menimbulkan gangguan fungsi otak dan mempengaruhi
kesembuhan penderita.
TIK normal :10 mmHg (136mmH2O) saat istirahat.
TIK tidak normal : >20 mmHg
TIK berat : >40mmHg
 Doktrin Monro-Kellie
Konsep utama doktrin Monro-Kellie adalah bahwa volume intrakranial selalu konstan, karena
rongga kranium pada dasarnya merupakan rongga yang tidak mungkin terekspansi. TIK
umumnya tetap dalam batas normal sampai kondisi penderita mencapai titik dekompensasi dan
memasuki fase ekspansional kurva tekanan-volume.
 Tekanan Perfusi Otak (TPO)
Tekanan perfusi otak merupakan indikator yang sama penting dengan TIK. TPO mempunyai formula sebagai berikut:
TPO = MAP – TIK
Maka dari itu, mempertahankan tekanan darah yang adekuat pada penderita cedera kepala adalah sangat penting, terutama
pada keadaan TIK yang tinggi.
 Aliran Darah ke Otak (ADO)
Aliran darah ke otak normal kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak/menit. Bila ADO menurun sampai 20-25ml/100 gr/menit,
aktivitas EEG akan hilang dan pada ADO 5 ml/100 gr/menit, sel-sel otak mengalami kematian dan terjadi kerusakan
menetap.
Mekanisme autoregulasi sering mengalami gangguan pada penderita cedera kepala. Akibatnya penderita tersebut sangat
rentan terhadap cedera otak sekunder karena iskemi sebagai akibat hipotensi yang tiba-tiba.
Bila mekanisme kompensasi tidak bekerja dan terjadi kenaikan eksponensial TIK, perfusi otak sangat berkurang, terutama
pada penderita yang mengalami hipotensi. Maka dari itu, bila terdapat TTIK, harus dikeluarkan sedini mungkin dan
tekanan darah yang adekuat tetap harus dipertahankan.
Keadaan Klinis

 Keadaan klinis dari pasien bervariasi. Glasgow Coma Scale


(GCS) yang dikembangkan oleh Jennet dan Teasdale
digunakan untuk menggambarkan tingkat kesadaran pasien
trauma kepala.
 GCS dibagi menjadi 3 kategori, pembukaan mata (E), respon
motorik (M), dan respon Verbal (V).
 Jika belum dapat dilakukan pada primary survey, GCS dapat
dilakukan pada secondary survey.
Glasgow Coma Scale

 Menilai tingkat keparahan cedera kepala melalui GCS :


a.Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)
- Skor GCS 15
- (-)kehilangan kesadaran
- (-)intoksikasi alkohol/obat terlarang
- Dapat mengeluh nyeri kepala/pusing
- Pasien menderita abrasi, Iaserasi, atau hematoma
kulit kepala
- Tidak ada kriteria cedera sedang-berat
Glasgow Coma Scale

b. Cedera kepala sedang, (kelompok risiko sedang)


- Skor GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)
- Konklusi
- Amnesia pasca trauma
- Muntah
- Tanda kemungkinan fraktur kranium
- Kejang
Glasgow Coma Scale

c. Cedara kepala berat (kelompok


risiko berat)
- Skor GCS 3-8 (koma)
- Penurunan derajat kesadaran secara progresif
- Tanda neurologis fokal
- Cedera kepata penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium
Anamnesis

 I. Identifikasi pasien
 II. Keluhan utama, dapat berupa :
- Penurunan kesadaran
- Nyeri kepala
 III.Anamnesis tambahan :
- Kapan? ( untuk mengetahui onset)
- Bagaimana? (mekanisme kejadian, bagian tubuh apa
saja yang terkena, dan tingkat keparahan yang mungkin
terjadi)
Berdasarkan mekanismenya, trauma dibagi
menjadi :

#Cedera tumpul :
-kecepatan tinggi (tabrakan)
-kecepatan rendah (terjatuh atau terpukul)
#Cedera tembus (luka tembus peluru atau tusukan)
adanya penetrasi selaput dura menentukan apakah suatu
cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
Komplikasi / Penyulit

 1. Memakai helm atau tidak (untuk kasus KLL)


 2. Pingsan atau tidak (untuk mengetahui apakah terjadi Lucid
interval)
 3. Ada sesak nafas, batuk-batuk
 4. Muntah atau tidak
 5. Keluar darah dari telinga, hidung atau mulut
Komplikasi / Penyulit

 6.Adanya kejang atau tidak


 7.Adanya trauma lain selain trauma kepala (trauma penyerta)
 8.Adanya konsumsi alkohol atau obat terlarang lainnya
 9.Adanya riwayat penyakit sebelumnya (Hipertensi, DM)
Pemeriksaan Fisik

1. Primary Survey
A.Airway, dengan kontrol servikal
B.Breathing, dengan ventilasi yang
adekuat
C.Circulation, dengan kontrol
perdarahan
D.Disability
E.Exposure
Pemeriksaan Fisik

2. Secondary Survey
Adalah pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe,
examination), termasuk reevaluasi tanda vital.
 Pada bagian ini dilakukan pemeriksaan neurologis lengkap
yaitu GCS jika belum dilakukan pada primary survey
 Dilakukan X-ray foto pada bagian vang terkena trauma dan
terlihat ada jejas.
Trauma Kepala Khusus

 a. Patah Tulang Tengkorak


Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak
 b. Gegar otak dan robekan otak
Gegar otak (kontusio serebri) merupakan memar pada otak, yang
biasanya disebabkan oleh pukulan langsung dan kuat ke kepala.
Robekan otak adalah robekan pada jaringan otak, yang seringkali disertai
oleh luka di kepala yang nyata dan patah tulang tengkorak.
Trauma Kepala Khusus

 c. Perdarahan Intrakranial
Perdarahan intrakranial (hematoma intrakranial) adalah penimbunan darah di dalam otak
atau diantara otak dengan tulang tengkorak
Klasifikasi

 Mekanisme : cedera tumpul : kecelakaan kendaraan


cedera tembus : peluru / tusukan

 Severity : Ringan  GCS 14 ~ 15


Sedang  GCS 9 ~ 13
Berat  GCS 3 ~ 8

 Morfologi : Primer
Sekunder
Klasifikasi - Morfologi
 Primer : - kerusakan kulit kepala
- Fraktur tulang kepala : linier, basis kranii, depressed
- Luka : penetrasi, perforasi
- Lesi focal : epidural hematom, subdural hematom, kontusio
& laserasi, intraserebral hematom, pendarahan
subarachnoid, pendarahan intraventrikuler, cedera
batang otak
- Cedera otak difus
 Sekunder : kelainan sistemik, brain swelling, herniasi
Fraktur Tulang Kepala

 Merupakan hasil dari trauma tumpul


 Pemeriksaan menggunakan X-ray atau CT-Scan (bone window)

Fraktur Linear
Fraktur Basis Kranii
 Clinical sign: - Periorbital ecchymosis (Raccoon eye)
- Retroauricular ecchymosis (Battle’s sign)
- CSF leakage (rhinorrhea, otorrhoea)
- defisit saraf kranial (III, IV, dan V)

Kertas saring berguna pada pasien dengan epistaksis untuk mendiagnosis


rhinorrhoea. Jika ditaruh di atas kertas saring, cairan serebrospinal akan
meluas dan tampak seperti cincin lusen di sekitar darah.
Fraktur Depresi

 Fraktur depressed biasanya merupakan dari gaya yang terlokalisir pada satu tempat di
kepala.
Lesi Focal - Epidural Hematom
 cedera benturan yang dihasilkan dari trauma tumpul
pada tulang kepala dan meningen.
 Gejala : - Lucid Interval
- Gangguan kesadaran
- Pupil dilatasi ipsilateral
dengan hematom
- Hemiparesis kontralateral
dengan hematom
Lesi Focal – Subdural Hematom

 Darah berkumpul di antara dura dan arachnoid


 Lokasi yg paling sering : frontal dan temporal
 Angka kematian 30% ~ 90%, mengakibatkan kerusakan
parenkim otak dan autoregulasi otak
Lesi Focal – Intraserebral Hematom

 Akibat benturan pada kepala yang menyebabkan pengguntingan dan peregangan pada
jaringan otak, mengakibatkan langsung pecahnya pembuuluh darah kecil dalam parenkim
pada saat benturan.
Lesi Fokal – Subarachnoid Haemorhage

 Pendarahan pada subarachnoid space, umumnya akibat kontusio


 Kaku kuduk (+), penurunan tingkat kesadaran secara cepat
 Gambaran radiologi menunjukkan pendarahan di sulkus kortikal, sisterna basalis,
fissura Sylvi, sisterna serebellar superior dan di dalam ventrikel.
Lesi Fokal - Kontusio
 Multiple small bleeds in the cerebral parenchyme
 Usually forms high-density area < 1 cm in diameter
 Umumnya berkaitan dengan pendarahan subdural akut
Cedera Otak Difus (Diffused Brain Injury)

 kerusakan otak akibat cedera akselerasi dan deselerasi


 Penderita dapat mengalami koma dalam jangka waktu lama, menjadi cacat berat 
diffuse axonal injury
Cedera Sekunder – Mid Line Shift
Herniasi Otak

 Types of brain herniation:


1. Uncal herniation
2. Central herniation
3. Cingulate herniation
4. Transcalvarial herniation
5. Upward herniation
6. Tonsillar herniation
Gambaran Radiologi pada Head Injury

Kontusio serebri

 Computed tomography (CT) tanpa kontras bermanfaat pada periode awal pasca trauma.
 Kontusio tampak sebagai area dengan atenuasi rendah atau yang bersifat fokal atau
multifokal. Area tersebut bercampur dengan area-area kecil berdensitas tinggi yang
menggambarkan suatu perdarahan.
 Luas cedera yang sebenarnya menjadi lebih jelas seiring dengan waktu akibat berlangsungnya
proses nekrosis dan edema sel.
 Magnetic resonance imaging (MRI) merupakan modalitas yang terbaik untuk memperlihatkan
distribusi edema dan kontusio.
Perdarahan ekstradural/epidural

 Pada CT scan terlihat area hiperdens elips bikonveks dengan batas yang tegas. Densitas
yang beragam menandakan perdarahan aktif.
 Perdarahan tidak melewati garis sutura.
 Dapat memisahkan sinus venosa atau falks dari tengkorak; hanya perdarahan tipe ini
yang dapat melakukan hal tersebut.
 Efek massa tergantung pada ukuran perdarahan dan edema yang menyertainya.
 Perdarahan vena lebih bervariasi dalam bentuk.
 Garis fraktur yang berhubungan mungkin dapat terlihat
Fraktur Tengkorak

 Foto polos tengkorak merupakan pemeriksaan awal dan beberapa dilanjutkan ke pemeriksaan CT.
 Fraktur linear akan tampak sebagai garis hitam berbatas tegas. Dapat disalahartikan sebagai garis sutura atau alur
vaskular. Alur vaskular biasanya bercabang, memiliki batas sklerotik dan lokasinya tertentu.
 Fraktur depresi seringkali sulit dilihat. Cari adanya peningkatan atau densitas ganda yang berhubungan dengan
tulang yang tumpang tindih, jika fraktur terproyeksi secara tangensial.
 Fraktur basis tengkorak tidak terlihat dengan baik pada foto polos. Cari adanya fluid level di dalam sinus sfenoid.
Jika terdapat kecurigaan, pasien harus diperiksa dengan CT.
 CT akan memperlihatkan fraktur tengkorak jika menggunakan bone window dan CT juga berguna untuk
menggambarkan komplikasi sekunder.
Perdarahan subaraknoid

 CT tanpa kontras sensitif pada 4-5 jam pertama.


 Cari tanda perdarahan akut (peningkatan densitas) di sulkus kortikal, sisterna basalis,
fissura Sylvi, sisterna serebellar superior dan di dalam ventrikel.
 MRI relatif tidak sensitif dalam 48 jam pertama, namun berguna setelahnya dan pada
perdarahan rekuren untuk melihat deposit hemosiderin yang kecil.
Perdarahan subdural

 CT memperlihatkan koleksi cairan berbentuk bulan sabit antara otak dengan permukaan
dalam tengkorak. Batas dalam konkaf dengan pergeseran substansia otak yang minimal.
 Melewati garis sutura, namun tidak melewati lipatan dural.
 Pada fase akut, koleksi cairan tampak berdensitas tinggi. Pada fase subakut (2-4 minggu
pasca cedera), koleksi bersifat isodens dengan jaringan otak dan pada fase kronis (>4
minggu pasca cedera), koleksi tampak berdensitas rendah.
Tata Laksana
Prinsip ABCDpenanganan awal

 Air Way
Head-Tilt Chin Lift

 Breathing
Oksigenasi

 Circulation
IV line

Jika pasien stabil posisikan Head up 30 derajat


Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai