Perbedaan antara pajak tertulis dan tidak tertulis dianggap sangat kuno,tetapi untuk
indonesia masih penting dan mempunyai akibat-akibat hukum tertentu. Walaupun
bukan dengan nama tertulis dan tidak tertulis melainkan dengan pengertian pajak
berkohir dan pajak tidak berkohir.
Akibat-akibat itu ialah :
1. Mengenai persoalan timbulnya hutang
2. Mengenai daluarsa
3. Untuk naik banding
4. Mengenai penagihan susulan
5. Dalam bidang penagihan (dengan surat paksa )
MPS dan MPO
Sejak disadari bahwa tata cara pemungutuan pajak yang lama ( golongan B dan golongan
C ) itu jalannya sangat seret, timbulnya gagasan untuk mengubah cara pemungutan lama
itu dengan cara Self Assisment. Cara pemungutan lama berasal dari zaman India Belanda
dan juga masih berlaku di Belanda sendiri ( dengan perbedaan dengan cara penetapan
sementara dilaksanakan atas dasar pemberitahuan wajib pajak ). Sistem self assesment
dilakukan atara lain Amerika Serikat dan Jepang.
Dalam tata cara self assesment kegiatan pemungutan pajak diletakan pada aktifitas dari
masyarakat sendiri yang memberi kewajiban kepada wajib pajak untuk :
Tatacara ini hanya dapat berhasil baik bilamana masyarakat pembayar pajak sendiri
memiliki pengetahuan dan displin pajak yang tinggi (Tax Consciouness)
Menyadari akan kurang tebalnya disiplin perpajakan dari masyarakat, maka pelaksanaan
tatacara “menghitung pajak sendiri” (negara kita) tidak sepenuhnya diserahkan kepada
wajib pajak. Penghitungan besarnya pendapatan / laba itu disesuaikan dengan kondisi
masyarakat dengan cara menetapkan dasar pungutan (Tax Base) dan menetapkan
tarifnya (Tax Rate) sebagai langkah permulaan untuk menuju ke arah pelaksanaan, self
assesment yang murni.
Self Assesment yang murni adalah berarti menghitung dan menyetor pajak sendiri; ini
lah yang menjadi dasar, MPS seperti sekarang berlaku dapam PPH 1984.
Adapun yang dinamakan cara pemungutan Semi Self Assement (SSA). Maka dasarnya
adalah pembayaran oleh wajib pajak sendiri tetapi dihitung dan disetorkan ke kas
negara oleh orang lain. karenanya disebut semi self assement, dan ini merupakan dasar
untuk MPO.
Cara pemungutan SSA ini dalam hukum pajak disebut “ pemungutan pada sumber “ dan
termasuk kedalam cara pemungutan golongan A
CARA PEMUNGUTAN PAJAK
Dalam hukum pajak dikenal tiga macam yang memungut pajak
atas suatu penghasilan atau kekayaan yaitu :
a. Sistem Nyata
b. Sistem Fiktip
c. Sistem Campuran
Sistem Nyata
Sistem nyata mendasarkan pengenaan pajak pada penghasilan
yang sungguh-sungguh diperoleh dalam setiap tahun pajak.
Berapa besarnya penghasilan sesungguhnya ini sudah barang
tentu baru akan dapat diketaui pada akhir tahun itu. Oleh
karenanya maka pngenaan pajak dengan memakai cara ini
merupakan suatu pungutan kemudian baru dikenalka setelah
lampau tahun yang bersangkutan seperti halnya dengan pajak
perseroan dan pajak pendapatan 1994.
Sistem Fiktif
Sistem Fiktif bekerja dengan suatu anggapan. Anggapan ini
bermacam-macam jalan fikirannya tergantung dari bunyi kata
undang-undang yang bersangkutan, adakalanya pnghasilan
siwajib pajak sama bersarnya dengan penghasilan
sesungguhnya dalam tahun yang baru lalu dengan sama sekali
tidak terpengaruh oleh besarnya penghasilan yang sungguh-
sungguh diperoleh dalam tahun yang sedang berjalan itu yang
akan baru dipakai sebagai pada setiap permulaan tahun telah
dapat ditetapkan pajak untuk tahun yang sedang berjalan itu.
Sistem Campuran
Sistem campuran umumnya mendasarkan pengenaan pajaknya atas kedua
stelsel tersebut dimuka. Sebagai contoh dikemukakan cara yang dipakai oleh
inkomstenbelasting 1932 sebelum diganti menjadi pajak pendapatan 1984.
inkomstenbelasting itu mula-mula mendasarkan pengenaan pajaknya atas
suatu anggapan bahwa suatu penghasilan sesorang dalam tahun pajak
dianggap sama besarnya dengan penghasilan sesungguhnya dalam tahun
yang baru saja lampau. Kemudian setelah tahun pajak itu berakhir , maka
anggapan yang semula dipakai oleh fiskus disesuaikan dengan kenyataan
dengan jalan mengadakan pembetulan-pembetulan sehingga dengan
demikian beralihlah pemungut pajak dari sistem fiktip ke sistem nyata.
Dimana perlu dengan cara semacam itu dalam batas-batas tertentu, fiskus
dapat menaikan atau menurunkan pajak yang semula telah dihitung
berdasarkan sistem anggapan. Kesemua sistem ini harus dengan nyata-
nyata disebutkan dalam undang-undang masng-masing, sekali termuat
didalamnya fiskus harus menaatinya dan tidak dibenarkanlah memilih cara
yang menyimpang daripadanya dengan sesuka hatinya.
PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DALAM KONTEKS OTONOMI DAERAH