Anda di halaman 1dari 16

Ciri-ciri :

1. Nemathelmintes, memiliki bentuk tubuh seperti


benang, bulat panjang, dengan ujung meruncing
2. Hidup di tanah daerah pertambangan
3. Umumnya berukuran mikroskopis
4. Permukaan tubuh dilapisi kutikula
5. Pseudoselomata
6. Sebagian memiliki kait di mulutnya.
Ancylostoma duodenale
• Menyerupai huruf C
• Mulut mempunyai 2 pasang gigi
• Cacing betina bertelur 10.000/hari/ekor
Mulut A. duodenale
A.duodenale
Akibat
Sekitar seperempat penduduk dunia terinfeksi oleh cacing tambang.
Infeksi paling sering ditemukan di daerah yang hangat dan lembab,
dengan tingkat kebersihan yang buruk. Ancylostoma duodenale ditemukan
di daerah Mediterenian, India, Cina, Jepang dan bahkan Indonesia.
Di dalam usus, cacing dewasa menghisap darah. Setiap ekor
cacing Ancylostoma duodenale akan menyebabkan manusia
kehilangan 0,08-0,34 cc darah per hari. Oleh karena itulah,
cacing tambang menjadi berbahaya karena dapat
menyebabkan anemia pada manusia.
Di Indonesia, insiden akibat cacing tambang tinggi pada daerah
pedesaan, terutama perkebunan. Infeksi cacing ini
disebabkan oleh kebiasaan masyarakat desa yang BAB di
tanah dan pemakaian feces sebagai pupuk. Selain lewat kaki,
cacing tambang juga bisa masuk ke tubuh manusia melalui
makanan yang masuk ke mulut.
Penyakit karena cacing tambang ini dikenal dengan
Ankylostomiasis yaitu gangguan saluran cerna (mual, muntah,
diare dan nyeri ulu hati), pusing nyeri kepala, lemah dan lelah,
anemia, gatal di daerah masuknya cacing.
Telur Cacing Tambang
• Bentuk oval,60 x 40 m, dinding tipis, jernih,berisi 4-8
sel
• Dikeluarkan dengan tinja
• Menetas dalam waktu 1 – 1,5 hari
 larva rhabditiform , 3 hr kemudian  larva filariform

Cara Infeksi : larva filariform menembus kulit


larva A. duodenale dapat masuk
tubuh melalui mulut
Siklus Hidup
Siklus Hidup
telur cacing akan keluar bersama tinja, setelah 1-1,5 hari dalam tanah,
telur tersebut menetas menjadi larva rabditiform. Dalam waktu
sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat
menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7-8 minggu di tanah. Telur
cacing tambang yang besarnya kirakira 60x40 mikron, berbentuk bujur
dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel, larva
rabditiform panjangnya kurang lebih 250 mikron, sedangkan larva filriform
panjangnya kurang lebih 600 mikron. Setelah menembus kulit, larva ikut
aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Di paruparu menembus
pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan laring. Dari laring,
larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing
dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan
bersama makanan
Larva rhabditiform
Larva filariform
GEJALA
 Ruam yang menonjol dan terasa gatal (ground itch) bisa
muncul di tempat masuknya larva pada kulit.
 Demam, batuk dan bunyi nafas bisa terjadi akibat
berpindahnya larva melalui paru-paru.
 Cacing dewasa seringkali menyebabkan nyeri di perut
bagian atas.
 Anemia karena kekurangan zat besi dan rendahnya
kadar protein di dalam darah bisa terjadi akibat
perdarahan usus.
 Kehilangan darah yang berat dan berlangsung lama,
bisa menyebabkan pertumbuhan yang lambat, gagal
jantung dan pembengkakan jaringan yang meluas pada
anak-anak.
Epidemiologi
 Di Indonesia insidens tinggi di daerah pedesaan,
khususnya perkebunan

 Kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian tinja


sebagai pupuk

 Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva: tanah


gembur (pasir, humus) dengan suhu optimum :
A. duodenale 23 ° – 25 ° C
PENCEGAHAN
• Menjaga kebersihan diri dengan memotong kuku,
menggunakan sabun pada waktu mencuci tangan sebelum
makan, setelah buang air besar dan pada waktu mandi
• Menghindari makanan yang telah dihinggapi lalat dan cuci
bersih bahan makanan untuk menghindari telur cacing yang
mungkin ada serta biasakan memasak makanan dan
minuman
• Menggunakan karbol di tempat mandi
• Menggunakan alas kaki untuk menghindari sentuhan
langsung dengan tanah saat bekerja dihalaman,
perkebunan, pertanian, pertambangan, dan lain lain.
DAFTAR PUSTAKA

• Handimulya, Dean. 2006. Parasitologi. Available online at


http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH11ea/3086d
1cd.
• Riyanto, Sugeng. 2005. Filum Nemathelminthes (Cacing Gilig).
Available online at http://www.indonesiaindonesia.com/f/11348-infeksi-
cacing-tambang/
• Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 424/MENKES/SK/VI,
2006. Pedoman Pengendalian Cacingan, Jakarta: Departemen
Kesehatan.
• Wong168. 2010. Cacing Parasit Dalam Tubuh Manusia dan Cara
Mengatasinya. Available online at https://wong168.wordpress.
com/2010/05/page/19/

Anda mungkin juga menyukai