belajar, namun ada 3 aliran pemikiran yang lebih sering dijadikan landasan teori pengajaran bahasa, yaitu: behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme. BEHAVIORISME • Awalnya merupakan teori yang lahir di bidang Psikologi. • Merujuk pada pandangan kaum behavioris tentang conditioning. • Pandangan umum: Pengkondisian perilaku hewan atau manusia dapat dilakukan melaui pelatihan-pelatihan. • Prosedur yang dilakukan dalam proses conditioning ini adalah adanya unsur-unsur: Stimulus, Response, dan Reinforcement. • Diadopsi oleh para metodolog pengajaran bahasa, terutama di Amerika, yaitu dengan hasil pendekatan metode audiolingual. • Ciri metode audiolingual: pemberian pelatihan terus-menerus pada siswa diikuti dengan pemantapan (penguatan) sebagai aktivitas utama di kelas. • Karakteristik kunci dalam merancang pengajaran bhs di kelas, menurut Moulton (1963): 1. Bahasa itu ujaran, bukan tulisan. 2. Bahasa itu seperangkat kebiasaan. 3. Ajarkanlah bagaimana berbahasa, bukan tentang bahasa. 4. Bahasa adalah sebagaimana yang dikatakan oleh penutur asli, bukan seperti cara pengucapan yang dipikirkan orang lain. 5. Bahasa itu berbeda-beda. Kritik Terhadap Behaviorisme 1. Behaviorisme mengabaikan kemampuan aktivitas pikiran. 2. Tidak mampu menjelaskan proses pemerolehan bahasa pada anak, yang terbukti tidak terdapat proses penguatan. 3. Kurang mempertimbangkan variasi tingkat emosi dan mental siswa. 4. Cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linear, tidak kreatif, dan tidak produktif. KOGNITIVISME • Kognitivisme atau biasa disebut Mentalisme, adalah aliran yang dikembangkan oleh Noam Chomsky untuk mengkritik Aliran Behavioris. • Pertanyaan kritisnya: 1. Apabila bahasa hanya merupakan perilaku yang dipelajari, bagaimana seorang anak bisa mengatakan sesuatu yang belum pernah diajarkan sebelumnya padanya? 2. Bagaimana mungkin sebuah kalimat baru yg diucapkan oleh anak usia 4 tahun merupakan hasil dari conditioning? • Akhirnya Chomsky memperkenalkan konsep kompetensi dan performansi. • Kompetensi merujuk pada penguasaan siswa tentang aturan-aturan gramatikal, sedangkan performansi merupakan kemampuan dalam menerapkan penguasaan tersebut. • Bagi Chomsky, yang penting harus ada proses menginternalisasikan aturan bahasa, sehingga akan memungkinkan terjadinya performansi kreatif. Siswa harus ditunjukkan aturan dan struktur yang mendasari, kemudian lebih banyak membiarkan mereka melakukan proses kreatif dalam menggunakan bahasa tersebut. Issue Kontroversial 1. Terkait masalah homogenitas dari fungsi kognisi, ternyata terbukti adanya perbedaan kemampuan fungsi kognisi dari tiap individu, ada yang cepat belajar dan ada yang lambat. 2. Kontroversi antara nature yang berpangkal dari anugerah alam (filsafat nativisme, yg percaya bahwa otak manusia telah memiliki kemampuan kognisi sejak lahir) dan hikmah pengalaman (filsafat empirisme, yang yakin bahwa kemampuan kognisi itu merupakan hasil dari pengalaman). KONSTRUKTIVISME • Dianggap sebagai perkembangan dari kognitivisme. • Merupakan filosofi pembelajaran yang dilandasi premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun, mengkonstruksi pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup. Belajar merupakan proses pengaturan model mental seseorang untuk mengakomodasi pengalaman-pengalaman baru. • Bagi konstruktivisme, pengetahuan bukanlah sesuatu yang given dari alam, melainkan merupakan hasil konstruksi (bentukan) aktif manusia itu sendiri. Pengetahuan selalu dikonstruksikan melalui pengalaman. Prinsip-Prinsip Belajar dalam Konstruktivisme
1. Belajar merupakan proses mengkonstruksi makna.
2. Proses belajar lebih berfokus pada prinsip-prinsip primer guna memahami keseluruhan (Whole) pengetahuan. 3. Guru harus paham cara pandang siswa secara mental guna mendukung pembelajaran. 4. Tujuan pembelajaran, bagaimana masing-masing siswa dapat mengkonstruksi makna, tidak sekedar dapat mengingat apa yang benar dan salah pada tiap-tiap elemen selama proses belajar.