Ikatan atau komitmen emosional yang dibuat sepasang suami
istri, didasari hukum atau ajaran agama, yang bertujuan untuk membangun hubungan jangka panjang, keturunan, atau bahkan sebagai pendamping/support system bagi suami atau istri, bentuk hubungan saling membahagiakan, islam : Sakinah (tentram) mawaddah (kasih sayang) wa rahmah (menjadi rejeki/karunia) Usia ideal perkawinan Menurut UU No. 16/2019 tentang Perubahan atas UU No. 1/1974 tentang Perkawinan telah menaikkan usia minimal kawin perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun baik perempuan maupun laki-laki. WHO : di bawah usia tersebut termasuk kategori pernikahan dini
Remaja mulai mengenal hubungan romantis sejak usia 13 – 16 th. Maka
dari itu ada kemungkinan di usia selanjutnya, remaja – yang baru mau memasuki masa dewasa awal – mulai berfikir untuk menjalin hubungan jangka Panjang/pernikahan. Persiapan remaja dalam perkawinan • Kesehatan : Riwayat penyakit keturunan, fungsi organ tubuh terutama organ reproduksi, vaksinasi • Psikis : Paham peran dan tanggung jawab sebagai suami/istri Bisa membagi waktu untuk memenuhi tanggung jawab sebagai suami/istri dan memenuhi pengembangan diri Dampak dari perkawinan dini/kurang persiapan (1) Alasan pernikahan dini : motif ekonomi, adat-kebiasaan/budaya, hamil sebelum menikah. Remaja mulai mengenal hubungan romantis sejak usia 13 – 16 th. Maka dari itu ada kemungkinan di usia selanjutnya, remaja – yang baru mau memasuki masa dewasa awal – mulai berfikir untuk menjalin hubungan jangka Panjang/pernikahan. Dampak dari perkawinan dini/kurang persiapan (2) Personal: KDRT Perceraian Tidak Bahagia, menyesal, depresi, kehilangan jati diri.
Anak: Stunting, cacat fisik, kehilangan/kematian janin/bayi Keluarga sebagai moderator pernikahan
Keluarga: lingkungan sosial yang paling dasar/awal yang dimiliki anak.
Artinya setiap perilaku, nilai-nilai yang dipegang anak hingga dewasa bisa berasal dari keluarga. Termasuk nilai-nilai atau pemahaman tentang pernikahan dan kehidupan dalam pernikahan.