Anda di halaman 1dari 10

FILSAFAT ILMU

PARADIGMA
PARADIGMA
Paradigma adalah cara mendasar untuk melakukan persepsi, berpikir, menilai dan
melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus tentang realitas. (Harmon
dalam Moleong, 2004: 49)

Paradigma adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi, konsep, atau proposisi
yang berhubungan secara logis, yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian.
(Bog & Biklen dalam Mackenzie & Knipe, 2006)

Paradigma sebagai seperangkat aturan yang (1) membangun atau mendefinisikan


batas-batas; dan (2) menjelaskan bagaimana sesuatu harus dilakukan dalam batas-
batas itu agar berhasil. (Baker dalam Moleong, 2004: 49)

Paradigma ialah suatu konsep, metode dan kaidah-kaidah aturan-aturan yang


dijadikan suatu kerangka kerja pelaksanaan dalam sebuah penelitian.
PARADIGMA POSITIVISTIK
Paradigma Positivisme merupakan aliran filsafat yang dinisbahkan/
bersumber dari pemikiran Auguste Comte seorang filosof yang
lahir di Montpellier Perancis pada tahun 1798, ia seorang yang
sangat miskin, hidupnya banyak mengandalkan sumbangan dari
murid dan teman-temannya antara lain filosof Inggris John Stuart
Mill (juga seorang ahli ekonomi), ia meninggal pada tahun 1857.
Pemikiran-pemikirannya cukup berpengaruh yang dituangkan
dalam tulisan-tulisannya antara lain Cours de Philosophie Positive
(Kursus
filsafat positif) dan Systeme de Politique Positive (Sistem politik
positi).
 Pandangan paradigma ini didasarkan pada hukum-
hukum dan prosedur-prosedur yang baku; ilmu dianggap
bersifat deduktif, berjalan dari hal yang umum dan
bersifat abstrak menuju yang konkit dan bersifat
sepesifik; ilmu dianggap nomotetik, yaitu didasarkan
pada hukum-hukum yang kausal yang universal dan
melibatkan sejumlah variable.
 Paradigma positivitis pada akhirnya melahirkan
pendekatan kuantitatif.
 Deduksi berarti penarikan kesimpulan dari keadaan yang umum
atau penemuan yang khusus dari yang umum. Dengan demikian,
metode deduksi adalah proses penalaran dari satu atau lebih
pernyataan umum untuk mencapai kesimpulan logis tertentu.
KARL R.POPPER
Sir Karl Raimund Popper (1902-1994) adalah seorang filsuf Austro-
British dan profesor pada London School of Economics (LSE). Beliau
lazim dipandang sebagai salah seorang filsuf ilmu terbesar pada abad
ke-20.
Popper menyajikan ide tentang falsifiability sebagai cara untuk
membedakan teori ilmiah asli (genuine scientific theories) dari teori
ilmiah-semu (pseudoscience). Popper menggunakan istilah
“Rasionalisme Kritis” (critical rationalism) untuk mendeskripsikan
filsafatnya.
Falsifiabilitas adalah kemungkinan bahwa sebuah pernyataan dapat
difalsifikasi atau dibuktikan salah melalui observasi atau uji coba
fisik. Sesuatu yang bisa difalsifikasi bukan berarti itu salah, tetapi
berarti bahwa jika pernyataan tersebut salah, maka kesalahannya dapat
Popper menegaskan bahwa kemajuan ilmu melalui proses dugaan
(conjecture) dan penolakan (refutation).
Proses ini berlangsung dimulai dengan dugaan (conjecture) dan
dicoba untuk menolaknya (falsify); selanjutnya bergerak pada
conjecture berikutnya, demikian seterusnya, sampai ditemukan satu
conjecture yang tidak dapat difalsifikasi.
Jika kita kesulitan untuk memfalsifikasinya, maka teori tersebut
terkokohkan (corroborated). Hal ini bukan berarti bahwa teori tersebut
mempunyai tingkat probabilitas yang tinggi.
THOMAS KUHN
Thomas Samuel Kuhn(1922-1996) adalah seorang ahli fisika,
sejarawan, dan filsuf ilmu berkebangsaan Amerika yang
kontroversial karena karyanya The Structure of Scientific Revolutions
(1962). Pandangan Kuhn tentang ilmu tampak bertolak belakang
dengan pandangan Popper.
Kuhn menegaskan bahwa ilmu bukan maju melalui akumulasi linear
dari pengetahuan baru, tetapi berlangsung periodic revolutions, disebut
pula“paradigm shifts” dimana hakikat penyelidikan ilmiah dalam satu
bidang tertentu.
Kuhn memperkenalkan konsep paradigm shift untuk menandai situasi
dalam sejarah ilmu dimana satu teori ditinggalkan untuk mendukung
teori lain, sebagai hasil dari krisis yang didorong oleh kemunculan
sejumlah teka-teki (puzzles) yang tidak dapat dipecahkan dalam
Pada umumnya, ilmu terbelah ke dalam tiga tahapan yang berbeda.
Tahap pertama adalah pra ilmiah (prescience), ditandai dengan
kurangnya central paradigm.
Selanjutnya diikuti dengan "normal science”, tahap ketika para
ilmuwan berusaha untuk memperluas central paradigm dengan
“memecahkan teka-teki”(puzzle-solving).
Dipandu oleh paradigma, normal science ini sangat produktif:
"ketika paradigma berhasil, ilmuwan akan mampu memecahkan
berbagai masalah ...dan ini tidak akan pernah dilakukan tanpa
komitmen pada paradigma.
Selama periode normal science, kegagalan untuk menyesuaikan
dengan paradigma dipandang bukan sebagai penolakan paradigma,
tetapi sebagai kesalahan dari peneliti, ini kontradiksi
dengan kriteria falsifiability Popper.
Sebagaimana anomali (anomalous) yang dihasilkan, maka ilmu
mencapai ‘krisis’, pada satu titik paradigma baru, dimana teori
lama terimbas anomali akan digeser kerangka teori yang diterima.
Hal ini disebut dengan ‘revolutionary science’ atau Revolusi Sains.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai