Pengertian Menurut Wahjosumidjo bahwa dalam praktek organisasi, kepemimpinan berkenaan dengan kata memimpin. Memimpin mengandung konotasi menggerakkan, mengarahkan, membimbing, melindungi, membina, memberikan teladan, memberikan dorongan, memberikan bantuan, dan sebagainya. Gabriel menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi dan mengarahkan aktivitas anggota-anggota dalam hubungan pekerjaan dalam organisasi. Haggai menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan gabungan kemampuan-kemampuan yang dimiliki pemimpin dalam mempengaruhi sekelompok orang untuk bergerak menuju pada tujuan yang dapat menghasilkan sesuatu yang bersifat permanen dan yang dibutuhkan oleh kelompok itu sendiri. Yukl menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju terhadap apa yang perlu dilakukan, bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya untuk mencapai tujuan bersama. D’Souza menyatakan bahwa pemimpin tidak hanya berusaha untuk menarik pengikut yang enggan, tetapi sebaliknya membangkitkan semangat dengan antusiasme, mengilhami dengan pengabdian yang rendah hati, mengajak berpikir dengan berbagi dan menghormati orang lain serta memberdayakan orang lain dengan keyakinan yang teguh. Kepemimpinan Kristen Meyer menyatakan bahwa seorang pemimpin adalah seorang yang memberikan pengaruh dalam lingkungannya, yang telah melewati berbagai macam ujian untuk sampai pada tahapan sebagai seorang pemimpin. Seorang pemimpin Kristen harus memiliki kriteria, yaitu 1) Memiliki karakter yang baik, 2) Dewasaan rohani dan 3) Sikap hati yang baik, yaitu sikap hati yang benar di hadapan Allah. Pemimpin yang memenuhi kriteria seperti inilah yang nantinya akan menjadikan gereja yang dipimpinnya dapat berkembang dengan pesat. Sedangkan Tomatala menyatakan bahwa pemimpin Kristen harus menjadi pemimpin model dalam keteladanan hidup (Ibrani 13:7-8). Joyce Meyer. Pemimpin Yang sedang Dibentuk, (Jakarta: Immanuel, 2002), 5-6. Hammond ada sembilan karakteristik yang harus dimiliki pemimpin Kristen, agar pegawai tersebut dapat mencapai sasaran atau tujuan organisasi yang telah ditetapkan, 1) Mengenal Tuhan, 2) Profetik, dalam arti sanggup mengantisipasi masa depan, 3) Pencetus strategi, yaitu dapat menyusun atau merencanakan strategi-strategi, 4) Komunikator, dalam arti dapat mengkomunikasikan visi dan strateginya, 5) Motivator, dapat memotivasi orang lain, dalam hal ini memotivasi orang-orang yang dipimpinnya, 6) Menjadi teladan, dapat memberikan contoh atau teladan yang baik, 7) Otoritas, sanggup menggunakan wewenang dengan baik, 8) Pengurus, dalam arti sanggup mengkoordinir sumber daya, 9) Memiliki hati Bapa. Stogdill menyatakan bahwa kelebihan-kelebihan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin meliputi: 1) Kapasitas, meliputi: kecerdasan, kemampuan berbicara, kemampuan menganalisis dan kewaspadaan yang menyeluruh; 2) Prestasi (achievement) meliputi: memiliki ilmu pengetahuan dan berprestasi dalam bidang tertentu; 3) Tanggungjawab meliputi: berinisiatif, mandiri, percaya diri dan bermotivasi untuk maju; 4) Partisipasi meliputi: bersosiabilitas yang tinggi, mampu berkomunikasi, suka bekerjasama dan mudah menyesuaikan diri serta humoris; 5) Status yang meliputi: kedudukan sosial ekonomi yang baik dan dikenal masyarakat luas; 6) Situasi meliputi: mental, keterampilan, kebutuhan, interest, obyektif dan sebagainya. Menurut Tracey, kompetensi atau keahlian kepemimpinan merupakan sekelompok kemampuan yang harus dimiliki oleh pemimpin yang mencakup conceptual skills, human skill dan technical skills. Technical skill, yaitu kecakapan spesifik tentang proses, prosedur atau teknik-teknik atau merupakan kecakapan khusus dalam menganalisis hal-hal khusus dan penggunaan fasilitas, peralatan serta teknik pengetahuan yang spesifik. Human skills, yaitu kecakapan pemimpin untuk bekerja secara efektif sebagai anggota kelompok dan untuk menciptakan usaha kerjasama di lingkungan kelompok yang dipimpinnya. Conceptual skills, yaitu kemampuan seorang pemimpi melihat organisasi sebagai satu keseluruhan. William R. Tracey, Managing Training and Development System, (USA: AMACOM, 1974), 53-55. Siagian menyatakan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yang meliputi: 1) Memiliki kondisi fisik yang sehat sesuai dengan tugasnya. 2) Memiliki pengetahuan yang luas. 3) Mempunyai keyakinan bahwa organisasi yang dipimpinnya akan berhasil mencapai tujuan yang telah ditentukan melalui dan berkat kepemimpinannya. 4) Mengetahui dengan jelas sifat hakiki dan kompleksitas dari tujuan yang telah ditetapkan. 5) Memiliki stamina (daya kerja), antuasiasme yang besar. 6) Gemar dan cepat dan mengambil keputusan. 7) Obyektif dalam arti menguasai emosi dan lebih banyak menggunakan rasio. 8) Adil dalam memperlakukan bawahan 9) Menguasai prinsip-prinsip human relations. 9) Menguasai teknik- teknik Berkomunikasi. 10) Dapat dan mampu bertindak sebagai penasehat, guru dan kepala bagi orang-orang yang dipimpinnya tergantung atas situasi dan masalah yang dihadapi. 11) Mempunyai gambaran yang menyeluruh tentang semua aspek kegiatan organisasi. Gaya Kepemimpinan Yukl membagi perilaku kepemimpinan dalam 5 tipe utama, yaitu: 1) Task and relations behaviors (tugas dan hubungan perilaku). 2) Change-oriented behavior (orientasi perubahan perilaku), 3) Participative leadership (kepemimpinan partisipatif), 4) Transformative leadership (kepemimpinan transformasional), dan 5) External Leadership Behaviors (perilaku eksternal kepemimpinan) Berdasarkan penelitian yang dilakukan di University of Michigan menurut Robbins dan Judge terdapat dua gaya perilaku kepemimpinan, yaitu: a) employee-oriented leader (pemimpin berorientasi pada pegawai). Dalam perilaku kepemimpinan ini, seorang pemimpin menekankan hubungan interpersonal, mengambil kepentingan pribadi untuk memenuhi kebutuhan pegawai dan menerima perbedaan di antara anggota. b) production-oriented leader (pemimpin berorientasi pada produksi). perilaku kepemimpinan ini, seorang pemimpin menekankan pada teknis dalam pelaksanaan tugas dalam aspek pekerjaan. Hughes, Ginnett dan Curphy menyatakan bahwa dari hasil kajian para peneliti di University of Michigan mengidentifikasi perilaku kepemimpinan yang memiliki kontribusi terhadap kinerja kelompok yang efektif, meliputi: 1) dukungan pemimpin, 2) fasilitas interaksi, 3) penekanan sasaran, dan 4) fasilitas kerja. Menurut Lewis, Lippit dan White dalam Devito terdapat tiga gaya kepemimpinan, yaitu: 1) Gaya kepemimpinan otoriter / diktator, 2) Gaya kepemimpinan demokratis atau partisipatif dan 3) Gaya kepemimpinan permisif (Laissez-faire). House dan Mitchell dalam Robbins mengidentifikasikan empat gaya kepemimpinan, yaitu: 1) Pemimpin direktif, yaitu memberi kesempatan kepada bawahannya untuk mengetahui apa yang diharapkannya, menjadwalkan pekerjaan yang akan dilakukan, dan memberikan pedoman yang spesifik mengenai cara menyelesaikan tugas, 2) Pemimpin suportif, yaitu menunjukkan keramahan dan perhatian akan kebutuhan para bawahannya, 3) Pemimpin partisipatif, yaitu berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan sarannya sebelum mengambil keputusan, 4) Pemimpin berorientasi pada prestasi, yaitu menetapkan sasaran yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi pada tingkat tertinggi. Menurut McShane dan Glinow bahwa kepemimpinan manajerial dimulai pada tahun 1940-an dan 1950-an, ketika tim penelitian di tiga universitas utama AS mempublikasikan investigasi penelitian intensif untuk menjawab pertanyaan, "Perilaku apa yang membuat pemimpin efektif". Kajian dari penelitian ini menghasilkan dua kelompok perilaku kepemimpinan, yaitu: 1) Kepemimpinan berorientasi pada tugas (task-oriented leadership). Perilaku kepemimpinan ini yang meliputi pendefinisian dan peran struktur tugas. Dalam kepemimpinan ini, pemimpin menetapkan pegawai untuk melakukan tugas-tugas tertentu, menetapkan tujuan dan tenggat waktu, memperjelas tugas dan prosedur kerja, menetapkan dan merencanakan kegiatan kerja. 2) Kepemimpinan berorientasi pada orang (people-oriented leadership). Perilaku pemimpin dalam model ini seperti mendengarkan pegawai untuk menyatakan pendapat dan ide-idenya, menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan, menunjukkan minat pada pegawai, memuji dan mengakui usaha yang dilakukan mereka, dan menunjukkan pertimbangan kebutuhan pegawai. Kepemimpinan dalam PL Imam, hakim, nabi dan raja dalam Perjanjian Lama adalah pemimpin bagi bangsa Israel. Kepemimpinan dalam Perjanjian Lama pada dasarnya semuanya berpusat pada Allah. Pada masa kepemimpinan Musa, cenderung pada gaya kepemimpinan teokrasi, yaitu kepemimpinan yang berpusat pada Allah. Segala sesuatunya Allah yang menentukan dan Musa hanyalah sebagai pelaksana dari kehendak Allah bagi bangsa Israel (Keluaran 6:1-12). Meskipun semuanya berpusat kepada Allah, namun Musa dalam kepemimpinanya menunjukkan pemberdayaan dan pendelegasian tugas. Hal ini tercermin dari keputusan yang diambil oleh Musa berdasarkan nasehat dari mertuanya imam Yitro, yaitu dengan mengangkat para hakim-hakim yang dapat membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh bangsa Israel (Keluaran 18:13- 27). Selain gaya otokrasi, Musa juga menggunakan atau menerapkan gaya kepemimpinan demokrasi atau partisipatif. Pada zaman hakim-hakim dan nabi- nabi, gaya kepemimpinan yang diterapkan juga menunjukkan gaya otokrasi, di mana semuanya hanya sebagai perpanjangan tangan Allah dan berpusat kepada Allah. Tugas para hakim dan nabi dalam Perjanjian Lama hanyalah menjadi perpanjangan tangan atau penyampaian setiap keputusan Allah. Raja dalam Perjanjian Lama sebagai pemimpin bangsa Israel secara organisasi. Kepemimpinan Raja inilah seringkali terlihat keotoriterannya dengan kuasa yang dimilikinya. Misalnya dalam pemerintahan Raja Yoyakim, cenderung menggunakan kekuasaannya untuk maksud dan tujuan pribadi bahkan tidak mau mendapatkan tegoran dari para nabi yang dipilih dan diutus Allah (Yeremia 25). Begitu juga dengan beberapa Raja Israel lainnya. Sebenarnya raja-raja Israel bukanlah diktator yang mempunyai kuasa yang tidak terbatas. Allahlah sebagai Raja yang sesungguhnya bagi Israel. Dalam kepemimpinan bangsa Israel, agama menjadi suatu otoritas yang mendasar dan bukannya seorang raja, organisasi politik atau struktur pemerintahan. Nama Nehemia berasal dari bahasa Ibrani yang berarti "kesenangan dari Allah. Ia merupakan juru minuman Raja Artahsasta, Raja Persia. Pekerjaan Nehemia sebagai juru minuman raja merupakan pekerjaan yang tidak startegis dan juga politis, tetapi dalam kesemuanya itu, naluri kepemimpiannya mampu memberikan semacam anomali dan terobosan bagi masyarakat Yahudi masa itu. Nehemia adalah salah seorang yang mampu mengambil inisiatif dan kesempatan dengan jabatan yang dimilikinya untuk melakukan pedekatan guna kepentingan politis umat Yahudi masa itu yang mendambakan pembangunan tembok Yerusalem. Nehemia adalah salah seorang yang mampu mengambil inisiatif dan kesempatan dengan jabatan yang dimilikinya untuk melakukan pedekatan guna kepentingan politis umat Yahudi masa itu yang mendambakan pembangunan tembok Yerusalem. Jabatan juru minum menjadi peluang emas bagi Nehemia untuk membujuk dan bernegosiasi dengan raja dalam memperjuangkan status Yerusalem. Setelah mendapat kabar mengenai tanah leluhurnya (Neh. 1:2-3), maka pegawai tersebut berdoa lalu memohon ijin kepada Raja untuk pulang ke negerinya. Raja mengijinkannya, bahkan memberikan kepadanya surat kuasa serta mengangkatnya menjadi gubernur bagi wilayah Yehuda. Sebagai seorang juru minuman Raja ternyata Nehemia memiliki kualitas- kualitas tertentu yang membuatnya mampu menjadi salah satu pemimpin yang menonjol sebagai salah satu pemimpin rohani yang dinamis dalam Perjanjian Lama. Nehemia adalah seorang pemimpin yang bergerak berdasarkan visi. Kualitas kepemimpinan Nehemia yang berikut dapat terlihat dalam kemampuannya mendorong orang-orang sebangsanya untuk membangun tembok Yerusalem. Salah satu kualitas kepemimpinan yang membuatnya berbeda dari orang-orang biasa adalah kemampuannya mendorong para pengikutnya untuk melakukan apa yang menurutnya perlu dilakukan. Kualitas lainnya yang membuat Nehemia berhasil sebagai pemimpin terlihat dari kemampuannya memimpin sebuah tim. Nehemia adalah seorang pemimpin yang berkarakter dan berintegritas. Nehemia bukan hanya seorang yang berkharisma, ia juga berkarakter baik. Kharisma adalah pesona dan daya tarik pribadi yang besar, tetapi karakter adalah kekuatan moral dan etika. Nehemia. Ia adalah seorang pemimpin berhati lembut, namun dengan keputusan yang sangat tegas. Dalam Nehemia 6:3 dan 8 terlihat dengan jelas karakter kepemimpinan Nehemia Kepemimpinan dalam PB Kepemimpinan Kristen merupakan kepemimpnan hamba. Salah satu kata indah yang menggambarkan pekerjaan gereja di dunia adalah “melayani”, dari kata διακονέω (diakoneo), artinya melakukan tugas pelayanan bagi orang lain. Kepemimpinan Kristen bukanlah hubungan masyarakat yang menyolok dan orang yang selalu tampil di depan umum, tetapi pelayan yang rendah hati terhadap kelompok. Semua kepemimpinan Kristen adalah pemimpin yang melayani, meskipun pelayanan itu bermacam-macam (1 Kor. 1:26-31; Kis. 6). Pemimpin Kristen adalah pemimpin model yang harus menjadi teladan. Pemimpin Kristen sebagai model haruslah pemimpin yang dapat di contoh, sebagai pemimpin yang dapat membangun orang lain lewat motivasi diri (1 Petrus 2:21). Keteladan hidup pemimpin Kristen dapat dilakukan dari sisi hidup sebagai berikut: 1) Teladan hidup rohani (1 Tim. 3:1-7; 2 Tim. 2:1-13; 14- 26; 1 Tim. 6:11). Pemimpin Kristen adalah pemimpin rohani yang harus membuktikan kualitas rohani sebagai seorang pelayan Tuhan. Ia harus memiliki integritas rohani yang dalam dan kuat, yang diwujudkannya dengan setia dalam ketaatan kepada Allah dan FirmanNya. Pemimpin harus berdisiplin tinggi dan menguasai diri dalam segala kisi hidup, sehingga pegawai tersebut dapat membuktikan diri sebagai model hidup yang layak di contoh. 2) Teladan dalam hubungan dengan orang lain atau sesama (Fil. 2:1-11). Pemimpin dalam hidupnya terus berorientasi pada dan bagi orang lain. Pemimpin harus mewujudkan keteladannya dalam memperhatikan orang lain yang lebih dahulu. 3) Teladan dalam hal tugas dan tanggunjawab (Keluaran 18:21; Kis. 6:3). Ia seorang yang bertanggjawab dalam pekerjaannya. Hal ini memperlihatkan semakin bertanggungjawab seseorang, maka ia memperlihatkan kerja yang baik sebagai seorang yang bekerja bagi Tuhan. 4) Keteladan dalam bersikap tegas dan menghamba (Matius 25: 14-30). Pemimpin seorang yang rajin, giat, setia dan sebagainya. Pemimpin lebih mengutamakan kepentingan Tuannya dari pada kepentingan pegawai tersebut sendiri.