Menurut Sudarto, ada tiga kelompok yang bisa dikualifikasikan sebagai
Undang-Undang Pidana Khusus, ialah:
1. Undang-undang yang tidak dikodifikasikan, misalnya: UU lalu lintas, UU Tindak Pidana Imigrasi, UU Tindak Pidana Korupsi. 2. Peraturan-peraturan hukum administratif yang memuat sanksi pidana, misalnya: UU Perburuhan, UU Pokok Agraria, , UU Lingkungan hidup. 3. Undang-undang yang memuat hukum pidana khusus (ius singulare, ius speciale), yang memuat delik-delik untuk kelompok orang tertentu atau berhubungan dengan perbuatan tertentu, misalnya Kitab Undang-Undang Hukup Pidana Tentara (KUHPT), UU tentang pajak penjualan, UU tindak pidana ekonomi, UU Tindak Pidana Korupsi Alasan dibuat Undang-undang Pidana Khusus
1. Adanya kriminalisasi dan dekriminalisasi di masyarakat.
2. Undang-undang yang ada dianggap tidak memadai lagi terhadap perubahan norma dan perkembangan masyarakat 3. Adanya keadaan mendesak sehingga perlu segera penanganan dengan membentuk sebuah perundang-undangan khusus karena jika diserahkan pada aturan hukum yang telah ada akan mengalami kesulitan dan lama. Adanya Kriminalisasi dan Dekriminalisasi di Masyarakat Kriminalisasi artinya suatu perbuatan yang dahulunya bukan suatu tindak pidana, sekarang apabila dilakukan menjadi tindak pidana. Contoh kriminalisasi: penyebaran virus computer, Hacking program computer Dekriminalisasi artinya suatu perbuatan yang dahulunya suatu tindak pidana, sekarang apabila dilakukan bukan tindak pidana Contoh dekriminalisasi: Pasal penghinaan terhadap presiden di Pasal 134, 136 bis dan 137 KUHP (harap dibaca Pasalnya) Menurut Sudarto terdapat beberapa kriteria perlunya suatu perbuatan di kriminalisasi: 1. penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila; 2. perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi dengan hukum pidana harus merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian (materiil dan atau spiritual) atas warga masyarakat 3. penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip biaya dan hasil dan 4. penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas atau kemampuan daya kerja dari badan-badan hukum yaitu jangan sampai ada kemampuan beban tugas Undang-undang yang Ada Dianggap Tidak Memadai Lagi Terhadap Perubahan Norma dan Perkembangan Masyarakat Kehidupan di masyarakat selalu berubah terutama dalam hal teknologi, Pada jaman saat KUHP diberlakukan di Indonesia, belum ditemukan adanya internet maupun jaringan computer. Sekarang teknologi berkembang dengan cepat terutama teknologi komunikasi. Kejahatan di masyarakat juga memanfaatkan kecanggihan teknologi, misalnya dengan secara melawan hukum menyebarkan virus untuk menghack program computer suatu instansi dengan tujuan mengambil data instansi tersebut. KUHP tidak mengatur mengenai merusak/menghack program computer secara melawan hukum. Adanya Keadaan Mendesak Sehingga Perlu Segera Penanganan dengan Membentuk Sebuah Perundang-undangan Khusus Karena Jika Diserahkan pada Aturan Hukum yang Telah Ada Akan Mengalami Kesulitan dan Lama Contohnya adalah ketika ada bom bali I, ketika itu Indonesia tidak punya UU Terorisme. Sebenarnya bisa saja digunakan KUHP untuk menjerat pelaku dan proses peradilannya menggunakan KUHAP. Namun hal tersebut akan menyebabkan penegak hukum merasa kesulitan dalam memproses pelaku bom Bali I. Adanya keadaan mendesak sehingga perlu segera penanganan dengan membentuk sebuah perundang-undangan khusus karena jika diserahkan pada aturan hukum yang telah ada akan mengalami kesulitan dan lama. Respon atas tuntutan perkembangan masyarakat dengan membuat aturan baru dalam bidang Hukum Pidana dapat dituangkan dalam beberapa bentuk/model pengaturan, yaitu: 1. Membentuk undang-undang baru, lengkap dengan aturan materiil dan formilnya 2. Merubah dan/atau menambah pasal-pasal yang ada dalam KUHP (missal Pasal 303 bis KUHP) 3. Menambah dan memasukkan bab baru dlm KUHP Hukum Pidana Khusus masuk dalam model Nomor 1