Anda di halaman 1dari 24

ETNOFARMASI SUKU

BUGIS

Disusun oleh :
iis istikomah
D3 Karyawan V
SEJARAH SUKU BUGIS
Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Melayu Deutero. Masuk ke
Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan.
Kata "Bugis" berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan "ugi"
merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten
Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya,
maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi
atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari
We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayah dari Sawerigading. Sawerigading
sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La
Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia dengan jumlah kurang lebih
9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah
kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis.
Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk, Kaili, Gorontalo dan
beberapa tradisi lain DI Sulawesi seperti Buton
PERKEMBANGAN
Dalam perkembangannya, komunitas ini berkembang dan membentuk
beberapa kerajaan. Masyarakat ini kemudian mengembangkan kebudayaan,
bahasa, aksara, dan pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis
klasik antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa, Sawitto, Sidenreng dan
Rappang. Meski tersebar dan membentuk suku Bugis, tetapi proses pernikahan
menyebabkan adanya pertalian darah dengan Makassar dan Mandar. Saat ini
orang Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo,
Soppeng, Sidrap, Pinrang, Barru. Daerah peralihan antara Bugis dengan
Makassar adalah Bulukumba, Sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan. Daerah
peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan Pinrang.
Kerajaan Luwu adalah kerajaan yang dianggap tertua bersama kerajaan Cina
(yang kelak menjadi Pammana), Mario (kelak menjadi bagian Soppeng) dan Siang
(daerah di Pangkajene Kepulauan)
KEPERCAYAA
N
Saat ini mayoritas orang Bugis menganut agama Islam (sekitar 99%).
Islamisasi masyarakat Bugis telah mengakar kuat, walau masih ada
sebagian kecil masyarakat yang menganut kepercayaan tradisional
Tolotang yang jumlahnya sekitar sebanyak 15 ribu jiwa dan tinggal di
wilayah Sidenreng Rappang. Sebelum Islamisasi masyarakat Bugis, telah
ada sebagian masyarakat yang menganut agama Kristen abad ke 16 yang
dibawa oleh Portugis. Saat ini masih ada komunitas penganut Kristen di
daerah Soppeng namun jumlahnya hanya sekitar 5 ribu jiwa. Pada abad
ke-17, penyebaran Islam yang dibawa oleh para pendakwah dari tanah
Melayu dan Minangkabau membuat banyak masyarakat penganut Kristen
dan Tolotang masuk Islam sehingga Islam menyebar luas di tanah Bugis
KEBUDAYAAN

Suku Bugis menganggap lontara sebagai sumber


tertulis yang berkaitan dengan sejarah, budaya,
dan kehidupan sosial masyarakatnya. Orang Bugis
menggunakan lontara sebagai alat untuk
menyampaikan cara berpikir dan pengalaman
masa lalu masyarakatnya. Lontara dijadikan
sebagai simbol budaya suku Bugis yang
diwariskan dari masyarakat terdahulu ke
masyarakat masa berikutnya.
TEMPAT TINGGAL

Suku Bugis umumnya membedakan bentuk rumah sebagai


penanda pranata sosial di dalam masyarakatnya. Rumah suku
Bugis dibedakan menjadi "saoraja'' dan ''bola''. Perbedaan
keduanya terletak pada simbol-simbol tertentu di dalam arsitektur
rumah dan bukan dari struktur dan konstruksinya
RUMAH SAORAJA

''Saoraja'' adalah rumah berukuran


besar yang ditempati oleh
keturunan raja atau kaum
bangsawan, Saoraja memiliki 40
sampai 48 tiang sehingga
berukuran lebih besar, sedangkan
bola memiliki 20 sampai 30 tiang
sehingga berukuran lebih kecil.
Timpaklaja pada saoraja bertingkat-
tingkat antara 3-5 tingkatinya
RUMAH BOLA

''bola'' adalah rumah biasa yang


menjadi tempat tinggal bagi rakyat
biasa. Bola memiliki 20 sampai 30
tiang sehingga berukuran lebih kecil.
Timpaklaja pada bangunan bola tidak
bertingkat. Semakin banyak jumlah
tingkat timpaklaja maka semakin
tinggi pula status sosial penghuninya
falsafah suku bugis

Bangsa Bugis dikenal sebagai penganut adat-istiadat yang


kental dan kuat. Salah satu falsafah Bugis yang kesohor dan
masih dianut sampai saat ini, yaitu GETTENG, LEMPU, ADA
TONGENG. Falsafah atau pandangan hidup tersebut
merupakan sikap batin paling mendasar yang dimiliki oleh
orang Bugis.
1.GETTENG

Getteng adalah sebagai sesuatu yang tegas dan konsisten,yaitu


tindakan yang tidak samar-samar dan bimbang. Hal ini dimaknai
sebagai sikap yang berani dan percaya diri, mengungkapkan apa
yang benar dan apa yang salah. Secara jelas, nyata dan
meyakinkan apa yang diinginkan dan apa yang tidak diinginan.
Jika salah dikatakan salah, jika benar dikatakan benar tanpa
memandang kondisi atau kepada siapa hal tersebut diutarakan.
2. LEMPU

Lempu adalah sesuatu prilaku yang lurus, dalam artian


mengakui, berkata, atau pun memberi suatu informasi
yang sesuai kenyataan. Lempu lawan kata Belle-
Pabbelleng atau bohong yang artinya berkata atau
memberi informasi yang tidak sesuai dengan kebenaran.
3. ADA TONGENG

Ada tongeng, berhubungan dengan ucapan yaitu


mengatakan yang benar, tidak bohong, tidak ada
ucapan rekayasa. Seseorang tidak mungkin
berprilaku jujur tanpa disertai ada tongeng.
Demikian pula tidak mungkin bersifat tegas dan
konsokuen (getteng) tanpa dibangun dengan Lempu
dan Ada tongeng.
Etnofarmasi

Etnofarmasi adalah studi tentang bagaimana


masyarakat suatu etnis atau wilayah dalam
menggunakan suatu tanaman obat atau ilmu
multidisiplin yang mempelajari penggunaan obat-
obatan terutama obat tradisional oleh suatu
masyarakat lokal (etnik)..
Etnofarmasi suku bugis

etnis bugis-makassar penggunaan obat tradisional dari bahan


alam telah dibukukan sejak awal abad 15 dikenal dengan sure
lontarak pabburak yang berisi jenis tanaman, khasiat dan cara
penggunaannya, namun publikasi dan popularitas referensi ini
seolah tertimbun bersama kemajuan zaman dengan
meninggalnya tokoh-tokoh adat dan dukun sanro
sanro, atau seorang cerdik pandai atau cendekiawan
lokal yang berperan sebagai penolong dan
mengupayakan penyembuhan orang-orang yang sakit.
masyarakat setempat mengelompokkan sanro menjadi
beberapa kategori seperti:
a. Sanro pekdektek tolo, atau pemotong ari-ari bayi.
b. Sanro pabbura-bura, ahli mengobati berbagai macam penyakit
dengan ramuan tanaman obat.
c. Sanro pajjappi, mengobati melalui pembacaan mantera-mantera.
d. Sanro tapolo, ahli pengobatan dan penyembuhan penyakit patah
tulang, melalui praktik urut dan pembacaan mantera.
e. Sanro pattirotiro, pengobat tradisional yang memusatkan diri pada
usaha pengobatan melalui ramalan
konsep pengetahuan budaya orang Bugis-Makassar
khusus yang berkaitan dengan istilah "sakit" tidak lain
adalah mengacu kepada adanya kondisi fisik yang tidak
stabil, akibat terjadinya gangguan serta disfungsional
antara zat-zat alam yang terdapat dalam diri manusia itu
sendiri
Pengobatan yang Bersumber dari Lontaraq

Obat penambah nafsu makan, buah bunga teratai


(Nelumbium nelumbo) yang telah mengering dan
daun labu (Cucurbita moschata Durch), disamakan
takarannya. Kemudian tambahkan
sedikit gula pasir dan dipanggang lalu dimakan pada
setiap pagi dan sore hari.
Pengobatan sakit bengkak yaitu pucuk jeruk,
ambillah sebanyak-banyaknya, beri jintan hitam
sedikit, Kencur (Kaempferia galanga L.) diiris Ramuan
Tradisional dalam lima lembar, serta sedikit beras.
Giling semua ramuan dan campurkan sedikit air
kemudian aplikasikan pada sakit yang bengkak
obat mata dengan menggunakan kembang telang
(Clitoria ternatea) yang berwarna biru untuk mengobati
mata yang merah dan meradang, caranya kembang
telang diremas-remas di telapak tangan sampai keluar
airnya dan teteskan pada mata yang sakit. Cara lain
dengan meremas kembang telang ke dalam air dan
digunakan sebagai pencuci mata.
Obat nyeri pada lutut, ambil akar kelor (Moringa oleifera
L.) dengan jahe (Zingiber officinale), samakan takarannya
kemudian dihaluskan. Setelah halus diberi sedikit air.
Masukkan ke dalam wadah, jika telah panas aplikasikan
pada lutut yang nyeri. Bisa pula
digunakan pada penderita yang mengalami nyeri pada
belakangnya dengan cara tambahkan sedikit bawang
merah.
Obat sakit anus dan kantong kemih yang
menyebabkan tidak bisa buang air besar, sakitnya
tembus ke belakang. Ramuannya adalah jahe,
kayu manis, ketumbar (Coriandrum sativum
L.), jintan hitam (Nigella sativa L), “kamukusu”,
“jamuju” samakan semua takarannya, kecuali
jintan hitam kurangi sedikit takarannya. Masak
dengan air, perkirakan takaran airnya tinggal
separuh, diminum pada pagi dan sore hari.
Obat sakit pinggang atau belakang, ramuannya
merica (Piper albi linn) segenggam, bawang putih
(Allium sativum)7 (tujuh) biji, kayu “alinge”, beras
merah (Oryza nivara) segenggam. Semua ramuan
dihaluskan dan beri sedikit air. Kemudian
kompreskan pada bagian yang sakit.
Terima kasih!
Daftar pustaka

• Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa Sehari-hari Penduduk


Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik. 2011. ISBN 
9789790644175.
• Ilyas, Fahimah, H. 2016. Ramuan obat tradisional masyarakat bugis 7(1): 139-151
• Misnah (2019). Budaya Tradisi Lisan: Sumber Pembelajaran Sejarah Lokal
Sulawesi Tengah (PDF). Banyumas: CV. Pena Persada. hlm. 61–62. ISBN 
978-623-7699-08-8.
• https://bone.go.id/2020/12/27/butir-butir-dalam-falsafah-bugis-getteng-lempu-ada-
tongeng/

Anda mungkin juga menyukai