Anda di halaman 1dari 88

RUJUKAN

PUSTAKA/PERATURAN
Boedi Harsono, Hukum Agraria
Indonesia:Sejarah Pembentukan UUPA dan
Pelaksanaannya, Jilid 1 Hukum Tanah Nasional,
Penerbit Djambatan.
Hasan Wargakusumah, dkk., Hukum Agraria I,
Gramedia Pustaka Utama.
Maria S.W.Sumardjono, Kebijakan Pertanahan:
antara Regulasi dan Implementasi, Kompas.
Peraturan Perundang-undangan yang terkait
dengan masalah Hukum Agraria.
PENGERTIAN/RUANG LINGKUP
 Tanah (Pengertian Teknis): bagian teratas kerak/kulit bumi,
tempat terdapat sumber daya alam yang dapat diusahakan.
 Tanah (Pengertian Yuridis): bagian terluar dari bumi atau kulit bumi
yang di atasnya dapat diberikan hak-hak atas tanah bagi perorangan
maupun badan hukum.
 Tanah (Pertanian): bagian teratas tanah yang mendukung
pertumbuhan.
 Lahan: permukaan bumi tempat berlangsungnya berbagai kegiatan.
 Pertanahan: segala kegiatan yang berkenaan dengan tanah
(perumahan, pertambangan, kehutanan dsb).
 Agraria: bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya.
 Hukum Agraria (UUPA): kelompok berbagai bidang hukum yang
masing-masing mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber
daya alam tertentu yang termasuk ke dalam pengertian agraria.
 Agrarian Law (Black’s Law Dictionary): perangkat peraturan hukum
yang bertujuan mengadakan pembagian tanah-tanah yang luas dalam
rangka lebih meratakan penguasaan an pemilikan tanah
SEJARAH HUKUM
AGRARIA NASIONAL

A. Sejarah hukum agraria masa kolonial:


 Sebelum berlakunya Agrarische Wet (sebelum
1870)
 Setelah berlakunya Agrarische Wet (1870-1945)

B. Sejarah hukum agraria masa kemerdekaan:


 Sebelum berlakunya UUPA (1945-1960)
 Sesudah berlakunya UUPA (1960-sekarang)
HUKUM AGRARIA KOLONIAL

Berjiwa Liberal Individualistis


Hak Eigendom (Psl 570 BW) merupakan pusat dari
Hukum Agraria Barat yang memberikan wewenang
sepenuhnya kepada Eigenaar untuk berbuat bebas
atas bendanya
Bersifat Dualistis, karena di samping Hukum Agraria
Barat (tanah Eigendom, tanah Erfpacht, tanah Opstal)
berlaku juga Hukum Adat (tanah Ulayat, tanah
Agrarisch Eigendom, tanah Gogolan, tanah Bengkok)
Berlaku Agrarische Wet (AW) tahun 1870
HUKUM AGRARIA KOLONIAL
Domein Verklaring/Pernyataan Domein (Psl 1 AW) :
Dengan tidak mengurangi berlakunya Ps 2 dan 3 AW,
tetap dipertahankan asas : “semua tanah yang pihak lain
tidak dapat membuktikan Hak Eigendomnya, adalah
Domein Negara
Ruang Lingkup Domein Verklaring:
1. Tanah Hak Eigendom
2. Tanah Hak Agrarisch Eigendom
Fungsi Domein Verklaring:
1. Sebagai landasan hukum bagi pemerintah Hindia
Belanda untuk memberikan tanah dengan hak-hak barat
yang diatur dalam BW
2. Sebagai pembuktian pemilikan
SEJARAH PEMBENTUKAN UUPA

Paniti Agraria Yogyakarta (1948)


Ketua : Sarimin Reksodihardjo
Panitia Agraria Jakarta (1951)
Ketua : Sarimin Reksodihardjo, Singgih Praptodihardjo
Panitia Soewahjo (1955)
Ketua : Soewahjo Soemodilogo
Panitia (RUU) Soenarjo (1958)
Ketua : Soenarjo
Panitia (RUU) Sadjarwo (1960)
Ketua : Sadjarwo
ASAS-ASAS
HUKUM AGRARIA (UUPA)
1. Asas Penguasaan oleh Negara
2. Asas Fungsi Sosial
3. Asas Hukum Adat
4. Asas Nasionalitas dan Kesetaraan
5. Asas Larangan Pemilikan Tanah
melampaui batas
6. Asas Perencanaan Umum
7. Asas Pemeliharaan Tanah
PEMBARUAN AGRARIA
 Dasar Hukum :
Ketetapan IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria
dan Pengelolaan Sumber Daya Alam

 Pembaruan Agraria :
Suatu proses yang berkesinambungan berkenaan
dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria,
dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian
dan perlindungan hukum serta keadilan dan
kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia
PRINSIP-PRINSIP PEMBARUAN AGRARIA
(Tap IX/MPR/2001)
1. Memelihara dan mempertahankan keutuhan NKRI;
2. Menghormati dan menjunjung tinggi HAM;
3. Menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasi
keanekaragaman dalam unifikasi hukum;
4. Mensejahterakan rakyat, terutama melalui peningkatan
kualitas SDM Indonesia;
5. Mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum,
transparansi dan optimalisasi partisipasi rakyat;
6. Mewujudkan keadilan termasuk kesetaraan gender dalam
penguasaan, pemilikan, penggunaan, pemanfaatan dan
pemeliharaan sumber daya agraria/ sumber daya alam;
7. Memelihara keberlanjutan yang dapat memberi manfaat
yang optimal, baik untuk generasi sekarang maupun
generasi mendatang, dengan tetap memperhatikan daya
tampung dan daya dukung lingkungan;
PRINSIP-PRINSIP PEMBARUAN AGRARIA
(Tap IX/MPR/2001)
8. Melaksanakan fungsi sosial, kelestarian dan fungsi
ekologis sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat;
9. Meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antar sektor
pembangunan dan antar daerah dalam pelaksanaan
pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam;
10. Mengakui, menghormati dan melindungi hak masyarakat
hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumber
daya agraria/sumber daya alam;
11. Mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban
negara, pemerintah, masyarakat dan individu;
12. Melaksanakan desentralisasi berupa pembagian
kewenangan di tingkat nasional, daerah propinsi,
kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat, berkaitan
dengan alokasi dan pengelolaan sumber daya agraria/
sumber daya alam.
INTISARI PRINSIP-PRINSIP
PEMBARUAN AGRARIA

• Prinsip Keadilan;

• Prinsip Demokrasi;

• Prinsip Keberlanjutan.
HAK BANGSA
(Pasal 1 UUPA)

 Ruang lingkup: Seluruh wilayah kesatuan tanah


air rakyat Indonesia
 Hak Bangsa merupakan Hak Penguasaan atas
tanah yang tertinggi, bersifat abadi, dan
merupakan induk bagi Hak Penguasaan yang
lain atas tanah
 Pelaksanaan Hak Bangsa ditugaskan pada
negara sebagai organisasi kekuasaan bangsa
yang tertinggi dengan Hak Menguasai dari
Negara
HAK MENGUASAI NEGARA
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945,
 Instumen:
Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai negara
 Tujuan (objectives):
Bumi, air dan kekayaan alam dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
Keterkaitan HMN dengan sebesar-besar kemakmuran
rakyat, mewujudkan kewajiban negara:

1. Segala bentuk pemanfaatan BARKA serta


hasilnya harus secara nyata dapat
meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat;
2. Melindungi dan menjamin segala hak-hak
rakyat yang ada di dalam dan di atas BARKA
secara langsung dapat dinikmati rakyat;
3. Mencegah segala tindakan dari pihak
manapun yang akan menyebabkan rakyat
tidak mempunyai kesempatan atau
kehilangan akses terhadap BARKA.
Sumber Penguasaan Negara
Kewenangan terhadap BARKA
Negara implikasinya

Kewenangan negara dalam merumuskan kebijakan agraria


dan mengawasi pelaksanaannya harus dibatasi oleh:
Undang-undang Dasar:
Pada prinsipnya hal-hal yang diatur negara tidak boleh
berakibat pada pelanggaran HAM yang dijamin oleh UUD
(Ps 28 hrf A s/d J UUD 1945 amd IV)
2. Substantif:
Apakah aturan itu relevan dengan tujuannya  sesuai
dengan Ps 2 ayat (3) UUPA: semua peraturan agraria
harus ditujukan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
 kemakmuran untuk sebanyak mungkin orang tanpa
melanggar hukum dan keadilan
Berwenang mengatur
NEGARA pemanfaatan BARKA dalam
sebagai arti luas termasuk
BADAN menentukan dan mengatur
PENGUASA hubungan Hukum dan
perbuatan hukum dengan
BARKA

Negara sebagai Penerimaan Kuasa harus dapat memper-


tanggung jawabkan kuasanya kepada rakyat
Asas Pendelegasian wewenang dari rakyat kepada negara
bersifat Universal
Negara menerima kuasa dari rakyat dengan tujuan untuk
melindungi kehidupan dan harta benda rakyat. Dengan
demikian negara wajib mempertanggungjawabkan
penggunaan kekuasaannya tsb (John Locke)
TANAH NEGARA
Konsep hubungan antara penguasa (pemerintah Hin-
dia Belanda) dengan tanah yang berupa hubungan
kepemilikan, melahirkan konsep Domein Verklaring
yang terdiri atas:
1. Tanah negara bebas (vrij landsdomein) yaitu
semua tanah tanpa sesuatu hak (termasuk tanah
ulayat)
2. Tanah negara tidak bebas (onvrij landsdomein)
yaitu tanah-tanah dengan hak milik adat

Setelah UUPA berlaku konsep Domein Verklaring


berubah menjadi konsep Hak Menguasai Negara
PENGERTIAN TANAH NEGARA

 Menurut PP no. 8 th 1953 adalah tanah-tanah


yang dimiliki dan dikuasai penuh oleh negara yang
meliputi semua tanah yang bebas sama sekali dari
hak-hak seseorang (baik berdasar-kan hukum
adat maupun hukum barat)
 Menurut Boedi Harsono adalah tanah-tanah yang
tidak dilekati dengan sesuatu hak (HM, HGU,
HGB, HP atas tanah negara, HPL, tanah ulayat,
tanah wakaf)
RUANG LINGKUP TANAH NEGARA

1. Tanah-tanah yang diserahkan secara sukarela


oleh pemiliknya;
2. Tanah-tanah yang berakhir jangka waktunya
dan tidak diperpanjang lagi;
3. Tanah-tanah yang pemegang haknya meninggal
dunia tanpa ahli waris;
4. Tanah terlantar (PP no. 36 th 1998 tentang
Penertiban dan Pendayagunaan Tanah
Terlantar);
5. Tanah-tanah untuk Kepentingan Umum
(Undang-undang no. 20 th 1961, Perpres no. 36
th 2005 jo Perpres No. 65 th 2006)
TANAH PEMERINTAH
• Tanah Pemerintah adalah tanah yang dikuasai (instansi)
pemerintah untuk digunakan sesuai dengan tugas masing-
masing instansi
• Tanah pemerintah dapat berupa:
1. Tanah Hak Pengelolaan;
2. Tanah Hak Pakai (PMA no. 9 th 1965);
3. Tanah Negara.
• Secara yuridis administratif, tanah pemerintah merupakan
wewenang Meneg Agraria/Ka.BPN; secara fisik,
penggunaannya di bawah pengurusan suatu
departemen/lembaga
 Tanah Negara tidak sama dengan Tanah Pemerintah
DASAR HUKUM HAK PENGELOLAAN
1. PMA no 9 th 1965 tentang Pelaksanaan konversi Hak
Penguasaan atas Tanah Negara dan Ketentuan2
tentang Kebijaksanaan selanjutnya;
2. PMA no 1 th 1966 tentang Pendaftaran Hak Pakai dan
Hak Pengelolaan;
3. PP no 8 th 1953 tentang Penguasaan tanah-tanah
Negara;
4. PMDN no 5 th 1974 tentang Ketentuan-ketentuan
mengenai Penyediaan dan Pemberian Hak untuk
Keperluan Perusahaan;
5. PMDN no 1 th 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan
Penyelesaian Pemberian Hak atas bagian-bagian tanah
Hak Pengelolaan serta Pendaftarannya.
6. PMNA/Ka. BPN No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara
Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan
Hak Pengelolaan.
WEWENANG HAK PENGELOLAAN
Pasal 3 PMDN no 5 th 1974:
1. Merencanakan peruntukan dan penggunaan
tanah;
2. Menggunakan tanah untuk keperluan
pelaksanaan usahanya;
3. Menyerahkan bagian-bagian tanah Hak
Pengelolaan itu kepada pihak ketiga menurut
syarat yang ditentukan oleh perusahaan
pemegang hak yang meliputi segi-segi
peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan
keuangannya dengan ketentuan:
Pemberian hak atas tanah itu dilakukan oleh
pejabat-pejabat yang berwenang menurut
PMDN no 6 th 1972
KERANGKA UUPA
Bagian Bagian Bagian
Bagian kedua Bagian ketiga
pertama keempat kelima

Terdiri dari 4 Bab,


58 Pasal Pengaturan
Pengaturan
mengenai :
Bab I : Dasar2 & mengenai :
Ketentuan2 Pokok Pengalihan
: 15 Pasal Pengaturan Penyebutan
Hak dan
Pengaturan mengenai : kata UUPA
Bab II Hak2 Atas wewenang
Tanah, Air, & mengenai : Perubahan dan mulai
terhadap
Ruang Angkasa Ketentuan- susunan berlakunya
serta Pendaftaran bumi dan
Tanah : 36 Pasal Ketentuan pemerintah UUPA, yaitu
air dari
Konversi : an desa sejak
Bab III Ketentuan Swapraja /
Pidana : 1 Pasal 10 Pasal akan diatur diundangka
bekas
kemudian n tanggal
Bab IV : swapraja
Ketentuan- 24 Sept.
beralih ke
Ketentuan 1964.
Peralihan : 6 negara
Pasal
HUKUM ADAT
► C. Van Vollenhoven,
Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber pada peraturan-peraturan yang
dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda dahulu atau oleh alat-alat kekuasaan
lainnya yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan Belanda
dahulu.
► B. Ter Haar Bzn,
Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang ditetapkan dalam keputusan-
keputusan yang penuh wibawa dan yang pelaksanaannya diterapkan begitu saja,
artinya tanpa adanya keseluruhan peraturan, yang dalam kelahirannya dinyatakan
mengikat.
► Soepomo
Hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis dalam peraturan-peraturan legislatif
(unstatutory law) meliputi peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak
ditetapkan oleh yang berwajib tetapi teap ditaati dan didukung oleh rakyat
berdasarkan keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan
hukum.
FUNGSI HUKUM ADAT

A
SEBAGAI B
DASAR /SUMBER
UTAMA
PEMBENTUK SEBAGAI
UUPA PELENGKAP
Dasar : UUPA
- Konsideran Dasar :
Berpendapat Pasal 56 & 58
huruf. A
- Pasal 5
A. Hukum Adat Sebagai Dasar Pembentukan UUPA : sebab bahan-bahan
dasar pembentuk UUPA diambil dari HUKUM ADAT, berupa :
1. Konsepsi Hk. Adat;
2. Asas-Asas Hukum Adat; dirumuskan menjadi norma2 tertulis
3. Lembaga-Lembaga Hk. Adat

I. Konsepsi Hukum Adat ≈ Konsepsi Hukum Tanah Nasional

komulanistik religius
Memungkinkan penguasaan
tanah secara individual
Tanah ulayat
Adanya hak dengan hak-hak atas tanah
tsb.
bersama Merupakan yang bersifat pribadi,
para angg. karunia sekaligus mengandung unsur
Masy. Hk. Tuhan kpd.
Adat atas Masy. Hk.
kebersmaan
tanah / hak Adat tsb. (Fungsi sosial Ps. 6 UUPA)
(Ps. 1 Ayat (2)
ulayat UUPA)
II. Asas-Asas Hukum Adat :
a. Religiusitas (Ps. 1)
b. Kebangsaan (Ps. 1,2 & 9)
c. Demokrasi (Ps. 9)
d. Kemasyarakatan, pemerataan dan keadilan sosial (Ps. 6,7,10,11 &
13)
e. Penggunaan & pemeliharaan tanah secara berencana (Ps. 4 & 15).
f. Pemisahan Horizontal

III. Lembaga-Lembaga Hk. Adat


g. Lembaga Jual Beli Tanah
h. Lembaga Gadai
i. Dll.
B. Hukum Adat Sebagai Pelengkap UUPA : Agar tidak terjadi kekosongan
hukum, maka hukum adat setempat diberlakukan.

Ps. 56 & 58 : prinsipnya agar tidak terjadi kekosongan hukum, maka


diberlakukan hukum adat setempat pada kasus-kasus yang akan
diselesaikan. Hal ini bukan hanya terkait pada kasus Hak milik saja.

Syarat-syarat hukum adat yang diberlakukan adalah hukum adat yang


telah disaneer/yang telah dibersihkan dari unsur-unsur asing, dengan
syarat :
1. Tidak boleh bertentangan dgn kepentingan nasional dan negara;
2. Tidak boleh bertentangan dgn sosialisme Indonesia;
3. Tidak boleh bertentangan dgn peraturan UUPA;
4. Tidak boleh bertentangan dgnperaturan Perundang2an.
HAK ULAYAT
Hak dari masyarakat hukum adat untuk menggunakan tanah-tanah yang merupakan
hutan belukar dalam lingkungan wilayahnya, guna kepentingan masyarakat hukum itu
sendiri dan anggota-anggotanya;
juga untuk kepentingan orang-orang di luar masyarakat hukum itu sendiri, dengan izin
terlebih dahulu, dan membayar pengakuan/ rekognisi.
Dalam hal ini masyarakat hukum adat tetap dapat melakukan campur tangan atas tanah
yang telah diusahakan orang “luar”, yang terletak di lingkungan wilayahnya.

“ HAK ULAYAT MERUPAKAN


HAK TERTINGGI MASY. HUKUM ADAT.”
Ciri-ciri Hak Ulayat
► Hanya masyarakat hukum adat itu sendiri beserta warga-warganya yang
dapat dengan bebas mempergunakan tanah liar yang terletak dalam
wilayahnya;
► Orang asing (luar masyarakat hukum adat tersebut) hanya boleh
mempergunakan tanah itu dengan izin. Penggunaan tanah tanpa izin
dipandang sebagai suatu delik;
► Untuk penggunaan tanah tersebut, kadang-kadang bagi warga masyarakat
dipungut rekognisi, tetapi bagi orang luar masyarakat hukum adat selalu
dipungut rekognisi;
► Masyarakat hukum adat tidak dapat melepaskan, memindahtangankan,
ataupun mengasingkan hak ulayatnya secara menetap;
► Masyarakat hukum adat masih mempunyai campur tangan (baik intensif
maupun kurang intensif) terhadap tanah-tanah yang sudah diolah.
KEDUDUKAN HAK ULAYAT DALAM UUPA

Hak Ulayat diakui oleh sistem hukum pertanahan Indonesia (UUPA) sepanjang :
1. tanah tersebut masih ada;
2. Ada tatanan masyarakat adatnya yg menggunakan tanah ulayat tersebut.
3. Sesuai dengan kepentingan nasional dan negara.

Pasal 3 UUPA
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2,
pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak serupa dengan itu dari
masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut
kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai
dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas
persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-
undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi
Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 Amd kedua

Negara mengakui dan menghormati


kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya, sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip
NKRI yang diatur dalam undang-undang
Per. Men. Negara Agraria/Ka BPN No. 5 Thn 1999
tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat
Masyarakat Hukum Adat

Hak Ulayat :
Kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh
masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu
yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk
mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk
tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup
dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara
lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus
antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah
yang bersangkutan.
Kriteria dan penentuan masih ada atau tidak adanya
hak ulayat
Pasal 2:
1. Pelaksanaan hak ulayat sepanjang kenyataannya masih ada dilakukan
oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut ketentuan
hukum adat setempat;
2. Hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada, apabila
terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan
hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum
tertentu yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan
persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari;
3. terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para
warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya meng-ambil
keperluan hidupnya sehari-hari; dan
4. terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan
penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga
persekutuan hukum tersebut.
Kekuatan Hak Ulayat

MENGIKAT KE DALA M MENGIKAT KE LUAR

- Diperuntukan Untuk
Kepentingan Bersama Masy.
Hkm. Adat Tsb.

- Tidak dapat diperjual belikan


kpd. Masya. Adat lainnya - Orang asing tidak berhak
memiliki hak milik atas tanah
- Dapat di haki olh masy. Hkm. ulayat;
Adat yg bersangkutan
- Orang asing dapat
- Apabila si pewaris hak milik mempergunakan tanah ulayat
adat tdk meninggalkan ahli setelah izin dari ketua adat dan
waris, maka tanah kembali menyerahkan sebagian dari
menjadi tanah ulayat. hasilnya kepada ketua adat utk
kepentingan masy. Adat tsb.
- Apabila hasil dri tanah ulayat Dengan berbatas waktu,
utk diperdagangkan, maka biasanya satu kali panen.
masy. Hkm adat tsb
berkewajiban
membayar/menyerahkan
sebagian hasilnya kpd mas.
adat
Asas-Asas UUPA

1. Asas Penguasaan oleh Negara (Ps. 2)


2. Asas Fungsi Sosial (Ps. 6)
3. Asas Hukum Adat (Ps. 5)
4. Asas Nasionalitas dan Kesetaraan (Ps. 9)

5. Asas Larangan Pemilikan Tanah


melampaui batas (Ps. 7, 17)
6. Asas Perencanaan Umum (Ps. 14)
7. Asas Pemeliharaan Tanah (Ps. 15)
HAK-HAK ATAS TANAH
 Pasal 16 ayat (1) UUPA:
1. Hak Milik
2. Hak Guna Usaha
3. Hak Guna Bangunan
4. Hak Pakai
5. Hak Sewa
6. Hak Membuka Tanah
7. Hak Memungut Hasil Hutan
8. Hak-hak yang bersifat Sementara yaitu:
a. Hak Gadai
b. Hak Usaha Bagi Hasil
c. Hak Menumpang
d. Hak Sewa Tanah Pertanian
 Penjelasan II/2 UUPA jo PMA No. 9/1960 (Hak Pengelolaan)
 PP No. 40 tahun 1996:
1. Hak Guna Usaha
2. Hak Guna Bangunan
3. Hak Pakai
HAK-HAK ATAS TANAH

PRIMER SKUNDER

“HAK ATAS TANAH “HAK ATAS TANAH YANG


BERSUMBER PADA HAK
YANG PIHAK LAIN” :
BERSUMBER/DIBE
RIKAN LANGSUNG - Hak Sewa
- Hak Memungut Hasil
OLEH NEGARA”
Hutan
- Hak Gadai
- HAK MILIK - Hak Usaha Bagi Hasil
- HGU - Hak Menumpang
- Hak sewa Tanah
- HGB Pertanian
- HP
HAK MILIK
 Sifat: Turun Temurun, Terkuat dan Terpenuh,
Berfungsi Sosial
 Dapat dialihkan kepada siapa saja
 Dapat didirikan Hak Pakai atau HGB di atas
Hak Milik
 Subyek  Prinsip Nasionalitas
(WNI, Badan Hukum Perbankan Negara,
Koperasi Pertanian, Usaha Sosial/Keagamaan)
 Luas: Dibatasi ketentuan Ceiling
HAK MILIK

Berakhirnya Hak Milik:


1. Pencabutan Hak
2. Melanggar Prinsip Nasionalitas
3. Terlantar
4. Penyerahan Suka rela
5. Tanah Musnah
HAK MILIK

Alas/Dasar Haknya:
1. Konversi dari tanah-tanah ex-BW dan ex
Hukum Adat
2. Hasil Pengelolaan yang tertuang dalam
Perjanjian Pendirian Hak tsb
3. S.K. Pemberian Hak oleh Pemerintah c.q.
BPN
HAK GUNA USAHA
 Pengertian : Hak untuk mengusahakan
tanah yang dikuasai oleh negara
 Obyek : Tanah Negara
 Subyek : WNI, Badan Hukum Indonesia
 Penggunaan :
Pertanian (dan Perkebunan), Perikanan,
Peternakan
 Dapat dialihkan kepada WNI
 Dapat menjadi obyek Hak Tanggungan
HAK GUNA USAHA
 Jangka Waktu :
Maks 35 th, perpanjangan 25 th. Pembaruan 35 th,
ketiganya dapat diajukan sekaligus
(Psl 11 PP 40 th 1996)

 Alas/Dasar Hak :
1. PMDN no. 6 th 1972 jo Perat. Ka. BPN no. 16 th 1990:
s.d. 100 ha asal tidak dengan Fasilitas Penanaman
Modal diberikan oleh Kanwil BPN
2. Di atas 100 ha oleh Kepala BPN (Ps. 2 - 18 PP
no. 40 th 1996)
HAK GUNA USAHA
Berakhirnya hak :
1. Waktunya berakhir
2. Melanggar syarat pemberian hak
3. Dilepaskan haknya
4. Dicabut haknya untuk kepentingan umum
5. Tanahnya musnah
6. Melanggar Prinsip Nasionalitas
HAK GUNA BANGUNAN
 Pengertian : Hak untuk mengusahakan
dan mempunyai bangunan atas tanah
bukan milik sendiri
 Obyek : Tanah Negara, Hak Pengelolaan,
Hak Milik
 Subyek : WNI, Badan Hukum Indonesia
 Penggunaan : Bangunan
 Dapat dialihkan kepada WNI
 Dapat menjadi obyek Hak Tanggungan
HAK GUNA BANGUNAN
 Jangka Waktu :
1. Untuk Tanah Negara dan Hak
Pengelolaan : Maks 30 th, Perpanjangan
25 th, Pembaruan 30 th. Ketiganya dapat
diajukan sekaligus;
2. Untuk Tanah Hak Milik : Maks. 30 th,
tidak dapat diperpanjang, tetapi dapat
diperbarui
HAK GUNA BANGUNAN
 Alas/Dasar Hak :
1. PMDN no. 6 th 1972 sampai dengan 2.000 M2 oleh
Ka. BPN
2. Hak Pengelolaan vide PMDN no. 1 th 1977 jo OMDN 6
th 1972 jo Ps. 22 ayat (2) PP no. 40 th 1996
3. Konversi Tanah ex hak-hak adat
4. Konversi Tanah ex hak-hak barat (hak eigendom, hak
opstal, hak erfpacht kota)
5. Karena perjanjian antara pemegang Hak Milik dengan
seseorang untuk menimbulkan HGB
HAK GUNA BANGUNAN
 Berakhirnya Hak :
1. Jangka waktunya berakhir
2. Dihentikan sebelum jangka waktu
berakhir
3. Dilepas oleh pemegang hak
4. Dicabut untuk kepentingan umum
5. Ditelantarkan
6. Tanahnya musnah
7. Melanggar Prinsip Nasionalitas
HAK PAKAI

HAK PAKAI KHUSUS :


KEPERDATAAN :
Hak untuk menggunakan tanah
dan memungut
untuk hasil
dari tanah yang
pelaksanaan tugas,
dikuasai
yang berasal
oleh negara
dari tanah
atau
tanah dikuasai
yang yang dikuasai
negaraseseorang dengan hak
milik
HAK PAKAI

HAK PAKAI
KEPERDATAAN
KHUSUS
Subyek :
1. Departemen
WNI
2. LPND
Badan Hk Indonesia
3. Pemda
Orang asing penduduk Indonesia
4. Perwakilan
Badan Hk asing
negara
yang
asing
ada izin beroperasi di
5. Indonesia
Lembaga Keagamaan
6. Lembaga Sosial
HAK PAKAI

HAK PAKAI HAK PAKAI


KEPERDATAAN KHUSUS
• Penggunaan : • Penggunaan :
Bangunan Bangunan
• Obyek :Tanah • Obyek : Tanah
Negara, Hak Negara,
Pengelolaan, Hak Hak Pengelolaan
Milik • Tidak dapat
• Dapat dialihkan dialihkan
• Dapat menjadi obyek
HAK PAKAI

HAK PAKAI
KEPERDATAAN
KHUSUS
Berakhirnya Hak :
1. Jika
Jangka
tanah
waktunya
sudah tidak
berakhir
dipergunakan lagi, dan
2. harus dikembalikan
Tanahnya musnah pada negara
3. Dicabut untuk kepentingan umum
4. Ditelantarkan
HAK PAKAI

HAK
HAK PAKAI
PAKAI
KEPERDATAAN
KHUSUS
Jangka Waktu Hak :
1. TidakWaktu
Jangka jelas (Ps.Hak
41-43:UUPA)
2. PMDN no. 6 th 1972 : 10 tahun
3. Tidak
Ps. 45 PPterbatas, selama
no. 40 th 1996 : 25 thtanah
dengantsb masih 20 th
perpanjangan
dipergunakan
4. Hak (Ps.Milik
Pakai di atas Hak 45 :ayat
25 th(1) PPpembaruan
dengan no. 40 th: 25
th
1996)
HAK GUNA AIR
Hak untuk memperoleh air untuk
keperluan tertentu dan/atau mengalirkan
air di atas tanah orang lain (Ps. 47 ayat (1)
UUPA)

Hak guna air serta pemeliharaan dan


penangkapan ikan akan diatur dengan PP
(Ps. 47 ayat (2) UUPA)
HAK GUNA RUANG ANGKASA
 Memberi wewenang untuk mempergunakan
tenaga dan unsur-unsur dalam ruang
angkasa, guna usaha-usaha memelihara dan
memperkembangkan kesuburan BARKA dan
hal-hal lainnya yang bersangkutan dengan
hal itu (Ps. 48 ayat (1) UUPA)

 Hak guna ruang angkasa akan diatur dengan


PP (Ps. 48 ayat (2) UUPA)
KETENTUAN KONVERSI
HAK EIGENDOM
 Hak Eigendom dikonversi menjadi Hak Milik, kecuali
melanggar Prinsip Nasionalitas
 Hak Eigendom pemerintah negara asing, dikonversi
menjadi Hak Pakai Khusus
 Hak Eigendom orang asing, WNI+WNA (dwi-
kewarganegaraan), Badan Hukum yang tidak ditunjuk
pemerintah, dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan
KETENTUAN KONVERSI
HAK EIGENDOM
 Hak Eigendom yang dibebani oleh Hak
Opstal atau Hak Erfpacht, dikonversi
menjadi Hak Guna Bangunan di atas Hak
Milik untuk sisa waktu Hak Opstal/ Hak
Erfpacht, selama-lamanya 20 tahun
 Hak Eigendom yang dibebani oleh Hak
Hipotik, Hak Servituut, Hak
Vruchtgebruik, tetap membebani Hak
Milik/HGB.
KETENTUAN KONVERSI

HAK-HAK ADAT
 Hak Agrarische Eigendom, Hak Milik (adat), Hak
Andarbeni, Hak atas Druwe, Hak atas Druwe Desa, Hak
Pesini, Hak Grand Sultan, Hak Landerijenbezitrecht, Hak
Altijddurende Erfpacht, Hak Usaha atas bekas Tanah
Partikelir, dikonversi menjadi Hak Milik, kecuali
melanggar Prinsip Nasionalitas

 Hak-hak di atas yang dimiliki oleh WNA, Dwi-kewarga-


negaraan, Badan Hukum yang tidak ditunjuk
pemerintah, dikonversi menjadi Hak Guna Usaha atau
Hak Guna Bangunan (tergantung peruntukan tanah)
KETENTUAN KONVERSI
HAK ERFPACHT

 Hak Erfpacht perkebunan besar, dikonversi menjadi Hak Guna Usaha


selama sisa waktu Hak Erfpacht, selama-lamanya 20 tahun

 Hak Erfpacht pertanian kecil, menjadi hapus

 Pemegang Concessie dan Hak Sewa Perkebunan Besar, 1 th sejak


UUPA berlaku harus mengajukan permohonan Hak Guna Usaha. Jika
tidak, maka concessie dan sewa hanya berlaku selama sisa waktu
tetapi paling lama 5 tahun dan berakhir dengan sendirinya. Jika tidak
setuju dengan persyaratan permohonan HGU, maka Concessie/Hak
Sewa berlangsung selama sisa waktu tetapi paling lama 5 tahun dan
berakhir dengan sendirinya.
KETENTUAN KONVERSI

HAK ERFPACHT & HAK OPSTAL

 Hak Erfpacht dan Hak Opstal untuk Perumahan,


dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan selama sisa
waktu Hak Erfpacht atau Hak Opstal tersebut, selama-
lamanya 20 tahun
KETENTUAN KONVERSI
HAK-HAK ADAT
 Hak Vruchtgebruik, Gebruik, Grand Controleur,
Bruikleen, Ganggam Bauntuik, Anggaduh, Bengkok,
Lungguh, Pituwas, dikonversi menjadi Hak Pakai
sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan
ketentuan-ketentuan UUPA.
 Hak Gogolan, Pekulen atau Sanggan yang bersifat
tetap, yang ada sejak berlakunya UUPA, dikonversi
menjadi Hak Milik; sedangkan yang bersifat tidak
tetap, dikonversi menjadi Hak Pakai. Jika ada keraguan
apa-kah hak-hak itu bersifat tetap atau tidak, Menteri
Agraria (Ka. BPN) yang memutuskannya.
PEROLEHAN DAN PERALIHAN HAK ATAS
TANAH

Dasar Hukum :
1. PMNA/Ka.BPN No. 3 Tahun 1999
tentang Pelimpahan Kewenangan
Pemberian dan Pembatalan Keputusan
Pemberian Hak atas Tanah Negara
2. PMNA/Ka.BPN No. 9 Tahun 1999
tentang Tata Cara Pemberian dan
Pembatalan Hak atas Tanah Negara
dan Hak Pengelolaan
PENGERTIAN
1. Pemberian Hak atas Tanah : Penetapan
pemerintah yang memberikan suatu hak
atas tanah negara, perpanjangan jangka
waktu, pembaruan hak, perubahan hak,
termasuk pemberian hak di atas HPL
2. Perpanjangan Hak : Penambahan jangka
waktu berlakunya suatu hak atas tanah
tanpa mengubah syarat-syarat dalam
pemberian hak tsb, yang permohonannya
dapat diajukan sebelum jangka waktu
berlakunya hak atas tanah ybs berakhir
PENGERTIAN
3. Pembaruan Hak : Pemberian hak atas tanah
yang sama kepada pemegang hak yang sama
yang dapat diajukan setelah jangka waktu
berlakunya hak ybs berakhir
4. Perubahan Hak : Penetapan pemerintah
mengenai penegasan bahwa sebidang tanah
yang semula dipunyai dengan sesuatu hak atas
tanah tertentu, atas permohonan pemegang
haknya, menjadi tanah negara dan sekaligus
memberikan tanah tsb kepadanya dengan hak
atas tanah jenis lainnya
PENGERTIAN
5. Pembatalan Hak : Pembatalan keputusan pemberian
hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah, karena
keputusan itu mengandung cacat hukum administrasi
dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap
6. Uang Pemasukan : uang yang harus dibayar oleh
setiap penerima hak atas tanah negara sesuai
ketentuan berlaku sebagai pengakuan (recognitie) atas
hak menguasai negara
PENGERTIAN
7. Data Yuridis : keterangan mengenai
status hukum bidang tanah dan satuan
rumah susun yang didaftar, termasuk
keterangan mengenai adanya bangunan
atau bagian bangunan di atasnya
8. Data Fisik : keterangan mengenai letak,
batas dan luas bidang tanah dan satuan
rumah susun yang didaftar, termasuk
keterangan mengenai adanya bangunan
atau bagian bangunan di atasnya
PEMBERIAN HAK
Pemberian Hak meliputi :
Hak Milik, HGU, HGB, Hak Pakai atas
Tanah Negara dan Hak Pengelolaan
Keputusan Pemberian Hak dapat
dilakukan secara :
» Individual
» Kolektif
» Umum
KEWENANGAN KA. KANTOR
PERTANAHAN KABUPATEN/KOTAMADYA
 HAK MILIK (HM)
 HM tanah pertanian yang luasnya tidak lebih
dari 2 ha
 HM tanah non pertanian yang luasnya tidak
lebih dari 2.000m2, kecuali tanah bekas HGU
 HM dalam rangka transmigrasi, redistribusi
tanah, konsolidasi tanah, pendaftaran tanah
secara massal, baik dalam rangka pelaksa-
naan pendaftaran tanah secara sistematik
maupun sporadik
KEWENANGAN KA. KANTOR
PERTANAHAN KABUPATEN/KOTAMADYA

 HAK PAKAI (HP)


 HP tanah pertanian yang luasnya tidak lebih
dari 2 ha
 HP tanah non pertanian yang luasnya tidak
lebih dari 2.000m2, kecuali bekas HGU
 HP di atas tanah Hak Pengelolaan
KEWENANGAN KA. KANTOR
PERTANAHAN KABUPATEN/KOTAMADYA
 HAK GUNA BANGUNAN (HGB)
 HGB yang luasnya tidak lebih dari 2.000m2,
kecuali bekas HGU
 HGB di atas tanah Hak Pengelolaan

 Perubahan Hak :
Semua keputusan perubahan hak atas tanah,
kecuali perubahan Hak Guna Usaha (HGU)
menjadi hak lain
KEWENANGAN KA. KANWIL BPN PROPINSI

 HAK GUNA BANGUNAN (HGB)


 HGB yang luasnya tidak lebih dari 150.000 m2, kecuali
kewenangan yang dilimpah pada Ka.Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya

 HAK PAKAI (HP)


 HP tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2ha
 HP non tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari
150.000m2, kecuali kewenangan yang dilimpahkan pada
Ka.Kantor Pertanahan kabupaten/Kotamadya
KEWENANGAN KA. KANWIL BPN PROPINSI

 Pemberian Hak Lain


Memberikan hak yang seharusnya menjadi kewenangan
Ka.Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya, akan tetapi
karena keadaan di lapangan, diperlukan keputusan
pemberian hak oleh Ka.Kanwil Propinsi

 Pembatalan Putusan Pemberian Hak


 Pembatalan putusan pemberian hak dari Ka.Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kotamadya, yang cacat hukum
dalam penerbitannya
 Pelaksanaan putusan pengadilan yang tetap tentang
pembatalan putusan pemberian hak
KEWENANGAN MENEG.
AGRARIA/KA. BPN
 Menetapkan pemberian hak atas tanah yang diberikan
secara umum
 Memberikan putusan pemberian dan pembatalan hak atas
tanah yang tidak dilimpahkan kewenangannya pada Ka.
Kanwil BPN atau Ka.Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota-
madya
 Memberikan putusan pemberian dan pembatalan hak atas
tanah yang telah dilimpahkan kewenangannya pada
Ka.Kanwil BPN atau Ka.Kantor Pertanahan Kabupaten/
Kotamadya, jika atas laporan Ka.Kanwil BPN, pelimpahan
itu diperlukan berdasarkan keadaan di lapangan
KEWAJIBAN PENERIMA
HAK ATAS TANAH
1. Membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan(BPHTB), dan uang pemasukan kepada
negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
2. Memelihara tanda-tanda batas;
3. Menggunakan tanah secara optimal;
4. Mencegah kerusakan-kerusakan dan hilangnya
kesuburan tanah;
5. Menggunakan tanah sesuai kondisi lingkungan hidup;
6. Kewajiban yang tercantum dalam sertifikatnya
PEMBATALAN HAK ATAS
TANAH

 Meliputi pembatalan keputusan pemberian hak,


sertifikat hak atas tanah dan keputusan pemberian
hak dalam rangka pengaturan penguasaan tanah
 Pembatalan hak atas tanah dilakukan karena
terdapat cacat hukum administrasi dalam
penerbitan putusan pemberian dan/ atau sertifikat
hak atas tanahnya atau melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap
PEMBATALAN HAK ATAS
TANAH

Yang termasuk ke dalam cacat hukum adminis-


trasi adalah :
1. Kesalahan prosedur;
2. Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan;
3. Kesalahan subyek hak;
4. Kesalahan obyek hak;
5. Kesalahan jenis hak;
6. Kesalahan perhitungan luas;
7. Terdapat tumpang tindih hak atas tanah;
8. Data yuridis atau data fisik tidak benar;
9. Kesalahan lain yang bersifat hukum administrasi.
PERALIHAN HAK ATAS TANAH

1. Jual beli;
2. Tukar menukar;
3. Hibah;
4. Pemasukan ke dalam perusahaan;
5. Perbuatan hukum pemindahan hak lainnya

 Peralihan hak atas tanah hanya dapat


didaftarkan jika dibuktikan dengan akta
PPAT
LANDASAN HUKUM
PENDAFTARAN TANAH
• Ketentuan Pasal 19 Ayat (1) UUPA :

• “ Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah


diadakan pendaftaran tanah di seluruh
• wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan - ketentuan
yang diatur dengan Peraturan
• Pemerintah.”
PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH
(PP no. 24 tahun 1997)

Pendaftaran hak atas tanah adalah :


Suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan pemerin-
tah secara terus menerus, berkesinambungan dan
teratur meliputi pengumpulan, pengelolaan,
pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan
data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan
daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-
satuan rumah susun termasuk pemberian surat
tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang
sudah ada haknya dan hak milik atas satuan
rumah susun serta hak-hak tertentu yang
menemaninya.
• Pendaftaran Tanah Sistematik adalah :
Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
yang dilakukan secara serentak yang meliputi
semua obyek pendaftaran tanah yang belum
didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah
suatu desa/kelurahan.
• Pendaftaran Tanah Sporadis adalah :
Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
mengenai satu atau beberapa obyek
pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian
wilayah suatu desa/kelurahan secara individual
atau massal
TUJUAN PENDAFTARAN TANAH
1. Memberikan kepastian hukum dan
perlindungan hukum atas suatu bidang
tanah, satuan rumah susun, dan hak-
hak lain yang terdaftar;
2. Menyediakan informasi atas suatu
bidang tanah, satuan rumah susun, dan
hak-hak lain yang terdaftar;
3. Terselenggaranya tertib administrasi
pertanahan
TUJUAN PENDAFTARAN TANAH
 Tujuan Hukum :
menjamin kepastian hukum
Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum atas suatu
bidang tanah, satuan rumah susun, dan hak-hak lain yang terdaftar;

 Tujuan Fiskal :
tersedianya informasi pertanahan, untuk perpajakan
Menyediakan informasi atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun,
dan hak-hak lain yang terdaftar;

 Tujuan Pemerintah :
tersedianya informasi pertanahan untuk perencanaan pembangunan
Terselenggaranya tertib administrasi pertanahan
ASAS PENDAFTARAN TANAH
 Sederhana
Mudah dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan,
terutama para pemegang hak atas tanah
 Aman
Pendaftaran tanah dilakukan secara teliti dan cermat sehingga
hasilnya memberi jaminan kepastian hukum
 Terjangkau
Memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi
lemah dan terjangkau oleh pihak yang memerlukan
 Mutahir
Kelengkapan yang memadai, sinambung pemeliharaan datanya
sehingga menunjukan data yang mutahir
 Terbuka
Masyarakat dapat memperoleh keterangan data yang benar
setiap saat.
PENSERTIFIKATAN
HAK ATAS TANAH

 Sertifikat adalah :
Surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (2) huruf C UUPA untuk hak-
hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf,
hak milik atas sarusun dan hak tanggungan yang
masing-masing sudah dibukukan dalam buku
tanah yang bersangkutan
INFORMASI DALAM BUKU
SERTIFIKAT
• Data fisik adalah
keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang
tanah dan satuan rumah susun yang didaftar,
termasuk keterangan mengenai adanya bangunan
atau bagian bangunan di atasnya.

• Data yuridis adalah


keterangan mengenai status hukum bidang tanah
dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang
haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain
yang membebaninya.
Kekuatan Sertifikat sebagai Bukti
Otentik
• kekuatan pembuktian sertifikat, yang dinyatakan sebagai alat pembuktian
yang kuat. Untuk itu diberikan ketentuan bahwa selama belum dibuktikan
yang sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang dicantumkan dalam
sertifikat harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam perbuatan
hukum sehari-hari maupun dalam sengketa di Pengadilan, sepanjang data
tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat ukur dan buku
tanah yang bersangkutan (Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24
Thun 1997), dan bahwa orang tidak dapat menuntut tanah yang sudah
bersertifikat atas nama orang atau badan hukum lain, jika selama 5 (lima)
tahun sejak dikeluarkannya sertifikat itu dia tidak mengajukan gugatan pada
Pengadilan, sedangkan tanah tersebut diperoleh orang atau badan hukum
lain tersebut dengan itikad baik dan secara fisik nyata dikuasai olehnya atau
oleh orang lain atau badan hukum yang mendapat persetujuannya (Pasal
32 ayat (2) Peraturan Pemerintah ini).
PENSERTIFIKATAN
HAK ATAS TANAH
• Pensertifikatan merupakan salah satu rangkaian
kegiatan pendaftaran tanah
• Tujuan pensertifikatan adalah untuk memperoleh
“tanda bukti hak atas tanah”

• PPAT adalah pejabat umum yang diberi


kewenangan untuk membuat akta-akta otentik
mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai
hak atas tanah atau hak milik sarusun
PPAT Sementara :
Pejabat pemerintah yang ditunjuk karena
jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT,
dengan membuat akta PPAT di daerah yang
belum cukup terdapat PPAT (Camat, Kepala
Desa)
PPAT Khusus :
Pejabat BPN yang ditunjuk karena jabatannya
untuk melaksanakan tugas PPAT dengan
membuat akta PPAT tertentu/khusus dalam
rangka pelaksanaan program atau tugas
pemerintah tertentu

Anda mungkin juga menyukai