Anda di halaman 1dari 30

TINEA CRURIS ET CORPORIS

FK UWKS – RSUD dr. Moh. Saleh Probolinggo


Oleh:
Yosy Putri Hadijah 19710081
Riyo Agustiawan 19710145

Pembimbing:
dr. Sylvia Marfianti, Sp.KK
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSUD. dr. MOH. SALEH PROBOLINGGO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
FAKTOR RISIKO
MANIFESTASI KLINIS
KLASIFIKASI DERMATOFITOSIS
DIAGNOSIS KLINIS
TERAPI
SARAN
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
 Nama : Lailatur Rohma
 Umur : 13 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Alamat : Dsn, Embong Anyar 27/8, Klampok, Tongas
 Agama : Islam
 Suku : Jawa
 No. Register : 241831
 Tgl. Pemeriksaan : 19 April 2021
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Gatal-gatal hampir di seluruh tubuh.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh gatal-gatal hampir seluruh tubuh, keluhan sudah sejak 1
tahun yang lalu, gatal pertama dirasakan pada perut, berupa bercak kemerahan
yang meluas ke paha kanan dan kiri, punggung, bokong dan bahu. Pasien
sering menggaruk bercak menggunakan tangan sehingga timbul luka-luka
kecil. Gatal-gatal muncul saat berkeringat, malam hari tidak terlalu gatal.
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Sosial-Ekonomi
Pasien tidak pernah sakit seperti ini Pasien tinggal dipondok.
sebelumnya.
Riwayat Kebiasaan
Riwayat Penyakit Keluarga Pasien sering menggunakan
Kakak pasien menderita gatal yang pakaian berlapis-lapis.
sama. Riwayat kencing manis,
maag, darah tinggi disangkal. Riwayat Atopi
Asma dan rhinitis disangkal.
Riwayat Penggunaan Obat
Sudah minum obat kapsida, namun Riwayat Alergi
keluhan tidak membaik. Alergi makanan dan obat disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
GCS :456
Status Dermatologis
Ruam pada daerah perut
Lokasi : Perut
Distribusi : Terlokalisir
Ruam :
- Tampak plak eritematus, berukuran ± 1-7 cm, berbentuk polisiklik lesi aktif,
berbatas tegas, multiple, dengan central healing, disertai ekskoriasi ditutupi
krusta kehitaman.
- Tampak papula eritematus berbatas tegas, bentuk bulat, multiple disertai
ekskoriasi ditutupi krusta kehitaman.
Ruam pada daerah punggung dan bokong
Lokasi : Punggung dan bokong
Distribusi : Terlokalisir
Ruam :
- Tampak plak eritematus, berukuran ± 1-4 cm,
berbentuk polisiklik lesi aktif, berbatas tegas, multiple,
dengan central healing, disertai ekskoriasi ditutupi
krusta kehitaman.
- Tampak papula eritematus berbatas tegas, bentuk
bulat, multiple disertai ekskoriasi ditutupi krusta
kehitaman.
 
Ruam pada daerah bahu
Lokasi : Bahu
Distribusi : Terlokalisir
Ruam :
- Tampak plak eritematus, berukuran ± 2-5 cm,
berbentuk polisiklik lesi aktif, berbatas tegas,
multiple, dengan central healing, disertai
ekskoriasi ditutupi krusta kehitaman.
- Tampak papula eritematus berbatas tegas, bentuk
bulat, multiple disertai ekskoriasi ditutupi krusta
kehitaman.
DIAGNOSIS BANDING
 Tinea kruris et korporis
 Dermatitis numularis
 Dermatitis seboroik
 Scabies

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan.
 
DIAGNOSIS
Tinea cruris et corporis
TERAPI
 Tablet Griseofulvin 500 mg 1 kali sehari (selama 2-4 minggu)
 Tablet Chlorpeniramine maleate 4 mg 1 kali sehari (bila perlu)
 Cream Ketokonazol 2% 2 kali sehari (selama 2-4 minggu)

KIE
 Menjaga hygiene tubuh,
 Tidak berganti pakaian dengan orang serumah,
 Tidak menggunakan pakaian berlapis-lapis,
 Hindari menggaruk ruam.
PEMBAHASAN

Tinea corporis dan tinea cruris dangkal infeksi dermatofita, umumnya


dikenal sebagai “ring-worn”. Tinea corporis mencakup semua dermatitis
infeksi dermatofit pada kulit tidak berambut, pada badan, ektremitas atas dan
bawah. Tinea cruris termasuk infeksi pada alat kelamin, daerah kemaluan,
daerah perineum, dan daerah perianal. Jenis infeksi jamur superfisial yang
memiliki prevalensi tertinggi di Indonesia, yaitu sekitar 52%. (Aditya, 2003).
Faktor-faktor yang mempengaruhi diantaraya usia, sistem kekebalan tubuh,
dan perilaku keseharian penderita. Tinea corporis merupakan salah satu penyakit
kulit yang menular dan bisa mengenai anggota keluarga lain yang tinggal satu
rumah dengan penderita. Anak-anak dan remaja muda paling rentan ditularkan
tinea corporis. Disarankan untuk lebih teliti dalam memilih bahan pakaian yang
tidak terlalu ketat, tidak berbahan panas dan bahan pakaian yang tidak menyerap
keringat. Penularan juga dipermudah melalui binatang yang dipelihara dalam
rumah penderita tinea corporis. Faktor usia juga dapat mempengaruhi sistem
kekebalan tubuh. Semakin bertambahnya usia, maka sistem kekebalan tubuh pun
akan menurun, jadi lebih berisiko dan mudah tertular suatu penyakit, termasuk
tinea corporis (Saraswati, 2013).
Pada kasus ini, berdasarkan anamnesis diketahui pasien ialah seorang
perempuan berusia 14 tahun, dengan keluhan gatal-gatal hampir seluruh tubuh,
keluhan sudah sejak 1 tahun yang lalu, gatal pertama dirasakan pada perut, berupa
bercak-bercak kemerahan yang meluas ke paha kanan dan kiri, punggung, bokong
dan bahu. Pasien sering menggaruk bercak menggunakan tangan sehingga timbul
luka-luka kecil, dirasakan sangat gatal pada saat berkeringat, malam hari tidak
terlalu gatal. pasein tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Kakak
pasien mengalami sakit yang sama. Pasien tinggal dipondok. Pasien sudah
meminum obat kapsida namun keluhan tidak membaik. Pasien sering
menggunakan pakaian berlapis-lapis. Riwayat kencing manis, darah tinggi, asma
disangkal.
Hal ini sesuai dengan gejala klinis tinea cruris dan corporis dimakan keluhan
pasien biasanya gatal-gatal dengan muncul bercak kemerahan dan sangat gatal
saat berkeringat. Lokasi lesi kulit yang timbul pertama kali pada daerah khas,
yaitu pada bagian perut, paha kanan dan kiri, punggung, bokong dan bahu.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini, pada perut, paha kanan
dan kiri, punggung, bokong dan bahu tampak plak eritematosa, berukuran ±1-7 cm,
berbentuk anular, berbatas tegas, multiple, lesi polisiklik aktif, dengan central
healing, disertai ekskoriasi ditutupi krusta kehitaman dan tampak papula eritematus
berbatas tegas, bentuk bulat, multiple disertai ekskoriasi ditutupi krusta kehitaman,
karena pasien sering menggaruk bercak menggunakan tangan sehingga timbul
luka-luka kecil, dirasakan sangat gatal pada saat berkeringat. Hal ini sesuai dengan
pemeriksaan fisik pada tinea cruris dan tinea corporis, dimana pada tinea cruris et
corporis predileksinya terdapat di badan, disela paha, perineum dan daerah perianal
yang dapat meluas ke gluteus dan pubis (PDT, 2005).
Pada pemeriksaan penunjang, KOH 10% dengan spesimen scrapping tepi
lesi aktif, dan pada hasil pemeriksaan KOH 10% tinea cruris et corporis
ditemukan hifa dengan gambaran double contour (2 garis lurus sejajar,
transparan), bersepta dan dikotomi (cabang dua). Namun pada pasien ini tidak
dilakukan pemeriksaan penunjang (FKUI, 2016).
Diagnosis banding pada pasien ini adalah dermatitis numularis, dermatitis
seboroik dan scabies. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis tinea
cruris et corporis merupakan diagnosis yang paling memungkinkan karena
keluhan yang muncul berupa gatal-gatal dan bercak kemerahan, lesi memberat
bila berkeringat dan predileksi, serta efloresesnsi pada kasus menyerupai dan
sesuai dengan kriteria tinea cruris et corporis sehingga diagnosis tinea cruris et
corporis dapat ditegakkan (PDT, 2005).
Kemungkinan diagnosis dermatitis numularis dapat disingkirkan karena
dermatitis numularis merupakan infeksi yang penyebabnya belum. Pada lesi
menunjukan efloresensi Plak eritematosa, berbentuk anular, berbatas tegas yang
terbentuk dari papula dan papulovesikel yang berkonfluens, vesikel pecah dan
terjadi eksudasi berbentuk pinpoint. Eksudat mengering dan menjadi krusta
kekuningan (FKUI, 2016).
Kemungkinan dermatitis seboroik dapat disingkirkan karena predileksi
dermatitis seboroik seringkali di daerah kulit kepala berambut; kepala, alis,
lipatan nasolabial, side bum; telinga dan liang telinga; bagian atas-tengah dada
dan punggung, lipatan gluteus, inguinal, genital, ketiak. Sangat jarang terjadi luas.
Dapat ditemukan skuama kuning berminyak, eksematosa ringan, kadang disertai
rasa gatal dan menyengat. Morfologi khas lesi eksema dengan skuama kuning
berminyak di daerah predileksi (FKUI, 2016).
Kemungkinan scabies dapat disingkirkan karena disebabkan oleh tungau
sarcoptes scabiei. Gejala yang timbul berupa gatal- gatal terutama pada malam
hari sehingga dapat mengganggu penderita. Lesi yang khas dan patognomonik
berupa terowongan kecil-kecil, sedikit meninggi, berkelok-kelok berwarna putih
keabu-abuan (bila belum ada infeksi sekunder), panjangnya kurang lebih 10 mm.
kelainan dapat berupa papula, vesikula, urtika, eksoriasi, krusta dan bila timbul
infeksi sekunder terdapat pustule yang dapat mengaburkan lesi primer. Predileksi
sela-sela jari tangan, telapak tangan, pergelangan tangan sebelah dalam, siku,
ketiak, daerah mammae, sekitar umbilicus dan perut bagian bawah, daerah
genitalis eksterna dan pantat (PDT, 2005).
Pada pasien ini diberikan terapi oral dan topical. Griseofulvin bersifat
fungisidal dimana dapat membunuh langsung jamur dermatofita dan juga
merupakan terapi awal yang diberikan pada infeksi jamur dermatofita. Terapi
oral berupa tablet griseofulvin 500 mg 1 kali sehari, selama 2-4 minggu dan tablet
chlorpeniramine maleate 4 mg 1 kali sehari (bila perlu). Dan pemberian obat
topikal berikan pada infeksi jamur dematofita dengan lesi yang luas dan juga
untuk mencegah terjadinya kekambuhan, berupa cream ketokonazol 2% 2 kali
sehari (selama 2-4 minggu), bersifat fungistatik yang dapat melemahkan struktur
fungsi membrane fungi. (PDT, 2005).
Perkembangan penyakit tinea korporis dipengaruhi oleh bentuk klinik dan
penyebab penyakitnya, disamping faktor-faktor yang memperberat atau
memperingan penyakitnya. Apabila faktor-faktor yang memperberat penyakit
dapat dihilangkan, umumnya penyakit ini dapat hilang sempurna. Tinea korporis
mempunyai prognosa baik dengan pengobatan yang adekuat dan kelembaban dan
kebersihan kulit yang selalu dijaga (Saraswati, 2013).
KIE yang dapat diberikan pada pasien ini adalah menjaga hygiene tubuh,
tidak berganti pakaian dengan orang serumah, ruam jangan digaruk. Memakai
pakaian yang longgar dan katun (PDT, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Aditya K. Gupta, MD, PhD, FRCP(C). 2003. Tinea corporis, tinea cruris, tinea nigra, and
piedra. Dermatologi Clinic. (21)395 – 400.
Bongomin, F., Gago, S., Oladele, R. O., & Denning, D. W. (2017). Global and
multinational prevalence of fungal diseases estimate precision. Journal of Fungi, 3(57), 1–29.
https://doi.org/10.3390/jof3040057
Goldsmith, L., Katz, S., Gilchrest, B., Paller, A., Leffell, D., & Wolff, K. (2012).
Fitzpatrick’s: dermatology in general medicine (8th ed.). New York: McGrow-Hill Companies.
BUKU ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN. 2016. Edisi VII. Jakarta. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
PDT. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi III.
Surabaya. RSUD dr. Sutomo.
Saraswati, Y. E. 2013. TINEA KORPORIS. Bagian/SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Hal 8-9.
Yossela, T. 2015. Diagnosis and treatment of tinea cruris. Jurnal Majority, 4(2), 122–128.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai