Anda di halaman 1dari 21

HUKUM ACARA

PIDANA

Ahmad Nailul Author


Istilah, pengertian, dan sistem acara
pidana
■ Istilah
– Wetboek van strafvordering
– Code d’instruction criminelle
– KUHAP
– Hukum Pidana Formal
– Criminal justice systems

“Het strafprocesrecht heft regelen omtrent hetgeen, geschiedt tussen het tijdstip waarop het
vermoeden onstaat, dat het straafbar feit gepleegd is en de tenuitvoerlegging van opgelegde straf
op de veroordeelde.”
Hukum acara pidana memiliki aturan dimana saat timbulnya dugaan bahwa suatu tindak pidana
telah dilakukan dan penjatuhan pidana pada si terdakwa.
• Pengertian dan Sistem
• Moeljatno : hukum acara pidana ialah hukum yang mengatur tata cara melaksanakan dan memertahankan
hukum materiil (hukum pidana)
• Van bemmelen : ilmu hukum acara pidana memelajari peraturan2 yg diciptakan oleh negara, karena
adanya pelanggaran undang-undang pidana, sebagai berikut;
• Negara melalui alat-alatnya menyidik kebenaran
• Sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan itu
• Mengambil tindakan yg perlu guna menangkap si pembuat kalo perlu menahannya
• Mengumpulkan barang bukti dari penyidikan kebenaran
• Hakim memberi putusan
• Upaya hukum melawan putusan tersebut’
• Melaksanakan putusan
• Sistem dari Hukum Acara pidana sendiri ialah
• Penyelidikan
• Penyidikan
• Penuntutan
• Pemeriksaan oleh hakim
• Putusan hakim
• Upaya hukum
• Eksekusi putusan
• Peninjauan kembali.
Tujuan dan Fungsi Hapid
■ Tujuan
– Untuk mencari dan mendapatkan kebenaran materiil (pidana), adalah kebenaran yang
selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dg menerapkan ketentuan acara pidana
secara jujur dan tepat dg tujuan mencari pelaku yg dapat didakwakan melakukan pelanggaran
hukum, selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan pengadilan guna menemukan apakah
terbukti bahwa tipid telah dilakukan dan apakah terdakwa dapat dipersalahkan.
■ Fungsi
– Mencari dan menemukan kebenaran
– Pemberian keputusan oleh hakim
– Pelaksanaan putusan
Asas dalam Hapid
– Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan (Pasal 24 (4), 25(4), 26(4), 27(4), 28(4), 50,
102(1), 106, 107(3), 110, 140(1)
– Asas Praduga tak bersalah (Presumption of Innocence) (Pasal 8 UU 4/2004 Kekuasaan
Kehakiman jo. Penjelasan butir 3c KUHAP) “tiap orang yg dibawa ke muka persidangan wajib
dianggap tidak bersalah sampai ada putusan inkracht yg menyatakan ia bersalah”
– Asas Oportunitas “” PU tidak wajib menuntut sesorang yg melakukan tipid jika menurut
pertimbangannya akan merugikan kepentingan umum. Jadi demi kepentingan umum, seseorang
yg melakukan tipid tidak dituntut.”
– Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum (Pasal 153 (3) dan (4))
– Asas Persamaan Hukum (Pasal 5 (1) jo. Penjelasan umum Butir 3a.)
– Asas Tersangka/Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum (Pasal 69-74)
– Asas Pemeriksaan Hakim Langsung dan Lisan (Pasal 154, 155.)
Ilmu Pendukung dan Prinsip dalam Hapid
■ Ilmu pendukung :
– Logika
– Psikologi
– Kriminologi dan Kriminalistik
– Psikiatri
■ Prinsip dalam Hapid:
– Legalitas
– Keseimbangan
– Unifikasi
– Diferensiasi Fungsional
– Koordinasi
Sumber Formal Hapid
■ Sumber Hukum Acara Pidana Indonesia:
– UUD NRI 1945: Pasal 24 jo 24 (1)
– UU 8/1981 tentang KUHAP jo. PP 27/1983 tentang Pelaksanaan KUHAP jo. PP 58/2010
tenang Perubahan PP 27/1983.
– UU 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
– UU 3/2009 tentang Mahkamah Agung
– UU 49/2009 tentang Peradilan Umum
– UU 2/2002 tentang Kepolisian NRI
– UU 16/2004 tentang Kejaksaan
– UU 18/2003 tentang Advokat
– UU 5/2010 tentang Grasi
– Segala peraturan perundangan terkait, SEMA, yurisprudensi, dan doktrin.
Pihak Yang Terlibat Dalam Hukum
Acara Pidana
■ Tersangka atau Terdakwa
– Definisi tersangka (butir 14) dan terdakwa (butir 15) terdapat di dalam KUHAP
– Hak-hak si tersangka/terdakwa
■ Hak untuk segera diperiksa, diajukan ke pengadilan dan diadili (Pasal 50 (1), (2), dan (3)).
■ Hak mengetahui apa yg disangkakan (Pasal 51 butir a dan b)
■ Hak untuk memberikan keterangan secara bebas (Pasal 52)
■ Hak untuk mendapat juru Bahasa (Pasal 53 (1))
■ Hak untuk mendapat pendampingan hukum (Pasal 54)
■ Hak untuk mendapat nasihat hukum dari penasihat hukum bagi terdakwa yg diancam hukuman mati dg probono
■ hak tersangka/terdakwa WNA untuk menghubungi dan berbicara dg perwakilan negaranya (Pasal 57 (2)).
■ Hak menghubungi dokter bagi tersangka/terdakwa yg ditahan (Pasal 58)
■ Hak untuk bantuan hukum atau jaminan penangguhan, dan hak untuk berhubungan dg Keluarga (Pasal 59 jo 60)
■ Hak untuk dikunjungi sanak Keluarga (Pasal 61)
■ Hak untuk berhubungan dg penasihat hukum (Pasal 62)
■ Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan (Pasal 63)
■ Hak untuk mengajukan saksi dan ahli a de charge (Pasal 65)
■ Hak untuk menuntut ganti kerugian (Pasal 68)
■ Hak untuk menuntut hakim (Pasal 27 (1) UU Kekuasaan Kehakiman)
Jaksa / Jaksa Penuntut Umum
– Tidak disebutkan di dalam UUD NRI 1945 (hanya MA)
– Mulai ada dalam aturan peralihan UUD dan dipertegas dg Perpres 2/1945
– Fungsi dan wewenang jaksa mulai diatur dalam UU 7/1947, dicabut dg UU 19/1948, UU
15/1961, dicabut dg UU 5/1991, dan diganti dg UU 16/2004 tentang Kejaksaan
– Susunan kejaksaan : Jaksa Agung (ST Burhanuddin), Wajagung (Setia Untung), Jambin
(Bambang Sugeng R), Jam Intel (Sunarta), Jampidum (Fadil Zumhana), Jampidsus (Ali
Mukartono), Jamdatun (Feri Wibisono), Jamwas (Amir yanto), Jampid Mil (Anwar Saadi).
– KUHAP membedakan jaksa dengan penuntut umum pada Pasal 1 butir 6.
– Wewenang penuntut umum dalam KUHAP diatur dalam Pasal 14 dan 15.
– Dalam KUHAP, PU memiliki kemungkinan kecil untuk mengambil alih penyidikan dan
pemeriksaan sendiri yg sebelumnya ditangani oleh pihak kepolisian, baca Pasal 109 dan 110.
Penyelidik dan Penyidik
– Pengertian Penyidik dan Penyelidik dapat dilihat pada Pasal 1 butir 1 dan Pasal 4 KUHAP.
– Perbedaan mendasar ialah adanya unsur non-polisi (Asn Polri) dalam Penyidik, sedangkan
Penyelidik murni dari unsur kepolisian.
– Pasal 6 KUHAP mengatur perihal badan penyidik
– Penyidik kepolisian diangkat oleh Kapolri, sedangkan PPNS diangkat oleh Menteri Kehakiman.
– Sebelum penyidikan dimulai, harus sudah diperkirakan delik apa yg terjadi dan dimuat dalam
UU mana.
– Penyidik memunyai tugas untuk mencari bukti sehingga si tersangka dapat dituntut
– Dalam PP 27/1983 sebagai peraturan pelaksana KUHAP, Pasal 17disebutkan bahwa penyidik
dalam H. Pidsus sebagaimana yg dimaksud dalam Pasal 284 (2) KUHAP ialah penyidik, jaksa,
dan pejabat penyidik yg berwenang lain berdasarkan ketentuan UU.
Penasihat Hukum / Advokat dan Bantuan
Hukum
– Nama lain dari penasihat hukum ialah pembela, advokat, procureur, pokrol, dan pengacara.
– Fungsi PH ialah membantu hakim dalam usaha menemukan kebenaran materiil, walaupun bertolak dg
sudut pandang subjektif/keberpihakan kepada kepentingan tersangka/terdakwa.
– Bantuan hukum diatur dalam Pasal 37-40 UU 4/2004.
– Dalam KUHAP perihal ketentuan PH diatur dalam Pasal 54-57 (hak-hak tersangka/terakwa untuk
mendapat PH) dan Pasal 69-74 (tata cara PH berhubungan dg tersangka/terdakwa)
– Pasal 114 KUHAP berbicara tentang pemberitahuan penyidik terhadap hak si tersangka untuk mendapat
bantuan hukum, hal tsb juga berkenaan dg Pasal 56.
– Subekti : procureur ialah ahli hukum acara perdata, advokat ialah pembela dan penasihat yg memberikan
jasa mengajukan perkara dan mewakili orang di muka pengadilan.
– Advokat berhak mewakili dari PN-MA, sedangkan procureur tidak berhak membaca pleidoi dan hanya
mewakili di tingkat pertama.
– Pokrol/pokrol bamboo ialah seseorang yg jaman dulu hanya tamatan SD atau bukan sarjana hukum yg
menyebut diri mereka sebagai pengacara, pembela atau procureur. Mereka melakukan tugas pengacara
baik perdata/pidana dan membantu golongan yg tidak mampu
– Semua sudah melebur dalam Peradi dan menggunakan UU 18/2003 tentang Advokat.
Hakim
– Hakim bersifat aktif dalam menggali fakta-fakta hukum
– Hakim dapat menciptakan putusan-putusan yg kemudian menjadi sebuah yurisprudensi
– Dalam menemukan hukum, hakim bercermin pada yurisprudensi sebelumnya dan doktrin
hukum.
– Hakim tidak memihak (Pasal 5 UU KK), dalam hal ini hakim dalam penjatuhan putusan harus
berpihak pada kebenaran, tidak berat sebelah dalam pertimbangan dan penilaian.
– Kompetensi absolut (berkenaan dg kewenangan mengadili ex Pengadilan Militer, PA, PN,
PTUN, dll), sementara kompetensi relatif (berkenaan dengan wilayah).
– Kompetensi relatif sendiri diatur dalam Pasal 84-86.
– Berkenaan dg Pasal 84 (4) tentang penggabungan perkara, dalam Pasal 147-151 KUHAP
diatu mengenai pemutus sengketa kewenangan dan tentang wewenang mengadili.
Penyelidikan dan Penyidikan
■ Penyelidikan
– Dilakukan oleh penyelidik dari unsur kepolisian
– Serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan sebuah peristiwa yg diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau
tidaknya dilakukan penyidikan.
– Penyelidikan ialah tindakan awal dari penyidikan
– Van bemmelen: penyelidikan untuk mencari kebenaran.
– Dalam kepolisian dikenal dalam istilah reserse.
■ Penyidikan (Opsporing)
– Serangkaian tindakan untuk mencari dan mengumpulkan bukti, yang mana bukti tsb untuk memperjelas tindak pidana yg terjadi dan
untuk menemukan siapa tersangkanya.
– Bagian hukum acara pidana yg menyangkut penyidikan:
■ Ketentuan alat-alat penyidik
■ Ketentuan diketahui terjadinya delik/tindak pidana
■ Pemeriksaan di tempat kejadian
■ Pemanggilan tersangka/terdakwa
■ Penahanan sementara
■ Penggeledahan
■ Pemeriksaan/interogasi
■ BAP (penggeledahan, interogasi, dan pemeriksaan di tempat)
■ Penyitaan
■ Penyampingan perkara/diversi
■ Pelimpahan perkara kepada pihak Kejaksaan/Penuntut Umum.
■ Diketahui terjadinya delik/tindak pidana
– Kedapatan tertangkap tangan (Pasal 1 Butir 19 KUHAP)
■ Sama dg Pasal 57 HIR, akan tetapi mengalami perluasan makna karena tidak hanya sedang melakukan,
melainkan juga sesudah/setelah melakukan.
■ Lebih mudah daripada kejadian yg telah beberapa waktu terjadi.
■ Pasal 18 (2) KUHAP: penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yg ada ke penyidik
atau penyidik pembantu. Muncul pertanyaan penangkap itu siapa saja?
■ Pasal 128 Ned. Sv: jika delik kedapatan sementara berlangsung atau sefera setelah berlangsung, tertangkap
tangan diartikan tidak lebih lama daripada perbuatan itu kedapatan. Hal tersebut sama dg Pasal 57 dan Pasal 1
butir 19 KUHAP.
– Karena laporan dan pengaduan(Pasal 1 butir 24 dan 25 KUHAP)
■ Dapat dilakukan oleh korban (khusus delik tertentu wajib korban sendiri ex: pencemaran nama baik) atau orang
lain
■ Dalam Pasal 7 KUHAP: wewenang penyidik ialah untuk menerima laporan atau pengaduan dari seseorang
tentang adanya sebuah tindak pidana.
■ Dalam Pasal 45 HIR ditentukan perihal perbedaan pengaduan dan laporan yg tidak diatur dalam KUHAP:
– Pengaduan hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu dan dalam kejahatan tertentu. Sementara laporan
dapat dilakukan oleh semua orang dan semua delik.
– Pengaduan dapat ditarik kembali sementara laporan tidak. Bahkan orang lain dapat dituntuk karena
laporan palsu.
– Pengaduan mempunyai waktu tertentu untuk mengajukan (lihat Pasal 74 KUHP) sedangkan laporan dapat
dilakukan setiap waktu
– Pengaduan merupakan sebuah permintaan kepada PU agar tersangka dituntut.
■ Pengaduan ada 2 macam:
– Absolut: hanya dapat dilakukan penyidikan bilamana telah ada pengaduan. Jadi itu murni
sebuah delik aduan, ex: Pasal 284 (mukah), 287 (bersetubuh dg perempuan di bawah umur), 293
(pencabulan anak), 310-321 (penghinaan) KUHP.
– Relatif: umumnya delik tsb merupakan delik biasa, penyidikan dapat dilakukan tanpa adanya
aduan. Hanya di tingkat penuntutan baru diperlukan aduan tertulis dan dilampirkan dalam
berkas perkara, kalau tidak ada majelis bisa menolak tuntutan jaksa.
– Diketahui sendiri atau pemberitahuan atau cara lain sehingga penyidik mengetahui terjadinya
delik/tipid seperti membaca surat kabar, mendengar dari radio/orang bercerita, dll
■ Pemeriksaan di tempat kejadian perkara
– Lazim dilakukan dalam delik tangkap tangan.
– Dalam Pasal 53 KUHAP dilakukan pengecualian.
– Umumnya terjadi pada delik yg mengakibatkan kematian, kejahatan seksual, pencurian, dan
perampokan.
– Pada Pasal 7 KUHAP bila perlu penyidik polri dapat mendatangkan ahli (dokter forensic dan
kedokteran kehakiman) untuk keperluan pemeriksaan perkara (lazimnya untuk perkara kematian
dan kekerasan seksual) bilamana dokter tersebut menolak dapat diancam 224 KUHP
– Penyidik sebisa mungkin tidak mengubah, merusak keadaan di TKP agar bukti-bukti tidak
hilang atau kabur.
■ Gelar perkara
– Secara formal, gelar perkara dilakukan oleh penyidik dengan menghadirkan pihak pelapor dan
terlapor. Jika tidak menghadirkan pelapor dan terlapor maka gelar perkara yang dilakukan, dapat
cacat hukum.
– gelar perkara atau biasa disebut dengan ekspos perkara juga harus dihadiri langsung oleh pihak
pelapor dan terlapor. Tak boleh diwakilkan oleh pihak lain.
– gelar perkara juga mesti dihadiri ahli yang independen, kredibel, dan tidak memiliki catatan hukum.
Dari gelar perkara yang menghadirkan pelapor, terlapor dan juga saksi ahli maka diharapkan
dihasilkan kejelasan perkara.
– Pasal 15 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
(“Perkapolri 14/2012”) gelar perkara merupakan salah satu rangkaian kegiatan dari penyidikan.
Adapun tahap kegiatan penyidikan dilaksanakan meliputi: a. penyelidikan; b. pengiriman SPDP; c.
upaya paksa; d. pemeriksaan; e. gelar perkara; f. penyelesaian berkas perkara; g. penyerahan berkas
perkara ke penuntut umum; h. penyerahan tersangka dan barang bukti; dan i. penghentian Penyidikan.
– Sebelum dilakukan Penahanan maka dapat dilakukan mekanisme gelar perkara.
– Gelar perkara dilaksanakan dengan cara: gelar perkara biasa; dan gelar perkara khusus.
– Gelar perkara biasa dilaksanakan dengan tahap:
■ awal proses penyidikan;
■ pertengahan proses penyidikan; dan
■ akhir proses penyidikan
■ Pemanggilan Tersangka dan Saksi
– Diatur dalam Pasal 7 (1) huruf g KUHAP bahwa penyidik polri mempunyai wewenang untuk
memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka.
– Pasal 81 HIR disebutkan bahwa: jika yg dipanggil tidak bisa hadir karena alasan yang hanya
dapat diterima (sakit berat), maka pemeriksaan dapat dilakukan di rumah.
– Jika tidak mau datang dg alasan yg tidak dapat diterima, maka dapat diancam dg Pasal 216
KUHP.
– Saksi-saksi yg tidak mau hadir dalam muka persidangan dg tanpa alasan atau alasan yg alasan
yg tidak dapat diterima, maka dapat diancam dg pasal 522 KUHP.
Penangkapan dan Penahanan
■ Penangkapan
– Tertangkap tangan, penangkapan (yg dapat dilakukan semua orang) hanya berlangsung antara
ditangkapnya si pelaku sampai ke kantor polisi terdekat.
– Definisi penangkapan dapat dilihat pada Pasal 1 butir 20 KUHAP
– Ada ketidakcocokan dg apa yg diatur dalam Pasal 16:
■ Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan
penangkapan.
■ Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan.
– Tidak cocok karena ternyata bukan saja penyidik (menurut pasal 1 butir 20), tetapi juga
penyelidik dapat melakukan penangkapan.
– Tiap-tiap orang dalam hal tertangkap tangan dapat pula melakukan penangkapan
■ Penahanan
– Merupakan bentuk dari perampasan kemerdekaan seseorang
– Syarat sah penahanan diatur dalam Pasal 21 (4) KUHAP, dan alasan perlunya penahanan diatur dalam ayat (1).
– Akan tetapi disayangkan Pasal 284 tidak dimasukkan dalam Pasal 21 (4).
– Pada praktiknya, seringkali terjadi permasalahan bilamana pelaku tidak tahu tempat kediaman bahkan tidak
memiliki tempat kediaman, yg berakibat pada kesilutan dalam pemanggilan.
– Pelaku yg tidak ada atau tidak diketahui tempat kediaman tetap hanya dapat ditahan kalau ia melakukan delik yg
diancam pidana 5 tahun ke atas atau delik yg dilakukan disebut dalam Pasal 21 (4) KUHAP.
– Penahanan bisa pula berupa kurungan dan penjara.
– Pejabat yg berwenang melakukan penahanan ialah penyidik/penyidik pembantu, jaksa, dan hakim PN, hakim PT,
dan Hakim MA (Pasal 20-31 KUHAP)
– Rincian penahanan dalam HAPid Indonesia:
■ Penahanan oleh penyidik atau pembantu penyidik20 hari
■ Perpanjangan oleh PU 40 hari
■ Penahanan oleh PU 20 hari
■ Perpanjangan oleh ketua PN 30 hari
■ Penahanan oleh hakim PN 30 hari
■ Perpanjangan oleh ketua PN 60 hari
■ Penahanan oleh hakim PT 30 hari
■ Perpanjangan oleh ketua PT 60 hari
■ Penahanan oleh Mahkamah Agung 50 hari
■ Perpanjangan oleh ketua MA 60 hari
– Tersangka/terdakwa pertama kali ditahan dalam rangka penyidikan sampai kasasi dapat ditahan
paling lama 400 hari
– Ada pengecualian dalam Pasal 29 (1) terhadap tersangka/terdakwa yg terkena gangguan mental
dan perkara yg diperiksa diancam lebih dari 9 tahun.
– Para pejabat yg dapat melakukan perpanjangan penahanan disebutkan dalam Pasal 29 (3)
– Dalam hal penggunaan wewenang perpanjangan penahanan, KUHAP memberi
tersangka/terdakwa keleluasaan untuk mengajukan keberatan atas perpanjangannya (Pasal 29
(7), dan bisa pula meminta ganti kerugian sesuai tenggang waktu penahanan bilamana
perpanjangan yg dilakukan tidak sah.
– Macam bentuk penahanan sendiri dalam KUHAP Pasal 22 disebutkan selain penahana dalam
rumah tahanan negara, dikenal pula penahanan rumah dan penahanan kota.
– Dalam Pasal 22 (1) disebutkan pula selama belum ada rutan dalam tempat tinggal yg
bersangkutan, penahanan dapat dilakukan di kantor polisi, kejaksaan, LP, RS, dan dalam keadaan
memaksa di tempat lain.
– Dalam praktik jarang dilakukan penahanan kota atau penahanan rumah.
Penggeledahan dan Penyitaan

Anda mungkin juga menyukai