Anda di halaman 1dari 33

Aspek legal dalam pelayanan

kebidanan

Oleh :
MAYVITA NABILA KURNIADI,
S.Tr.Keb
SUBSTANSI KAJIAN

 Pengertian, tujuan, persyaratan dan


kegunaan :
 Aspek legal pelayanan kebidanan
 Legislasi, registrasi, lisensi praktek
kebidanan
 Otonomi dalam pelayanan kebidanan
LATAR BELAKANG SISTEM LEGISLASI
TENAGA BIDAN INDONESIA

1. UUD 1945
Amanat dan pesan mendasar dari UUD 1945
adalah upaya pembangunan nasional yaitu
pembangunan di segala bidang guna
kepentingan, keselamatan, kebahagiaan dan
kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia
secara terarah, terpadu dan
berkesinambungan.
2. UU No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
Tujuan dan Pembangunan Kesehatan adalah
meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap warga
Negara Indonesia melalui upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif sebagai
upaya peningkatan sumber daya manusia yang
berkualitas.
Dengan adanya arus globalisasi salah satu
fokus utama agar mampu mempunyai daya
saing adalah bagaimana peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Kualitas SDM dibentuk
sejak janin di dalam kandungan, masa
kelahiran dan masa bayi serta masa tumbuh
kembang balita. Hanya SDM yang
berkualitas, yang memiliki pengetahuan dan
kemampuan sehingga mampu survive dan
mampu mengantisipasi perubahan serta
mampu bersaing.
3. Bidan erat hubungannya dengan penyiapan SDM.
Karena pelayanan bidan meliputi kesehatan wanita
selama kurun kesehatan reproduksi wanita, sejak
remaja, masa calon pengantin, masa hamil, masa
persalinan, masa nifas, periode interval, masa
klimakterium dan menopause serta memantau
tumbuh kembang balita serta anak pra sekolah.
4. Visi Pembangunan kesehatan Indonesia Sehat
2010 adalah derajat kesehatan yang optimal
dengan strategi: Paradigma sehat,
Profesionalisme, JPKM, dan Desentralisasi
OTONOMI BIDAN DALAM
PELAYANAN KEBIDANAN
 Akuntabilitas bidan dalam praktik kebidanan
merupakan suatu hal yang penting dan
dituntut dari suatu profesi, terutama profesi
yang berhubungan dengan keselamatan jiwa
manusia, adalah pertanggungjawaban dan
tanggung gugat (accountability) atas semua
tindakan yang dilakukannya. Sehingga semua
tindakan yang dilakukan oleh bidan harus
berbasis kompetensi dan didasari suatu
evidence based. Accountability diperkuat
dengan satu landasan hukum yang mengatur
batas-batas wewenang profesi yang
bersangkutan.
 Dengan adanya legitimasi kewenangan bidan
yang lebih luas, bidan memiliki hak otonomi
dan mandiri untuk bertindak secara
profesional yang dilandasi kemampuan
berfikir logis dan sistematis serta bertindak
sesuai standar profesi dan etika profesi.
 Praktik kebidanan merupakan inti dari berbagai
kegiatan bidan dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan yang harus terus menerus ditingkatkan
mutunya melalui:
1.   Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan.
2.   Penelitian dalam bidang kebidanan.
3.   Pengembangan ilmu dan tekhnologi dalam
kebidanan.
4.   Akreditasi.
5.   Sertifikasi.
6.   Registrasi.
7.   Uji Kompetensi.
8.   Lisensi.
Beberapa dasar dalam otonomi dan aspek legal yang
mendasari & terkait dengan pelayanan kebidanan antara
lain :
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 900/
Menkes/SK/ VII/ 2002 tentang Registrasi dan
Praktik Bidan (sudah tidak berlaku). Permenkes RI
Nomor HK.02.02/Menkes/149/2010 tentang Izin
dan Penyelenggaraan Praktek Bidan (sudah tidak
berlaku). Diganti Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan (sudah
tidak berlaku). Diganti Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2017
Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
2. Standar Pelayanan Kebidanan, 2001.
3. Kepmenkes RI Nomor
369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar
Profesi Bidan.
4. Kepmenkes RI Nomor
938/Menkes/SK/VII/2007 tentang Standar
Asuhan Kebidanan.
5. Permenkes RI Nomor 161/Menkes/Per/I/2010
tentang Registrasi Tenaga Kesehatan (sudah
tidak berlaku) diganti Permenkes RI Nomor
1796/Menkes/Per/VIII/2011 tentang
Registrasi Tenaga Kesehatan.
6. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan (sudah tidak berlaku) diganti UU
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 32/Tahun 1996
tentang tenaga kesehatan.
8. Kepmenkes RI
1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Depkes (sudah
tidak berlaku). Permenkes RI Nomor
1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Depkes (sudah
tidak berlaku). Diganti Permenkes RI Nomor
439/Menkes/Per/VI/2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Permenkes RI Nomor
1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Depkes.
9. UU No 22/ 1999 tentang Otonomi daerah.
10. UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
11. UU tentang aborsi, adopsi, bayi tabung,
dan transplantasi.
12. KUHAP, dan KUHP, 1981.
13. Permenkes RI Nomor 585/Menkes/Per/IX/1989
tentang Persetujuan Tindakan Medik
(sudah tidak berlaku) diganti Permenkes RI
Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran.
14. UU yang terkait dengan Hak reproduksi dan
Keluarga Berencana;
a)  UU No. 10/1992 tentang pengembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
Sejahtera.
b)  UU No. 23/2003 tentang Penghapusan
Kekerasan Terhadap Perempuan di Dalam Rumah
Tangga.
15. UU RI Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Kebidanan
LEGISLASI PELAYANAN KEBIDANAN
 Peran legislasi adalah:
1) Menjamin perlindungan pada masyarakat
pengguna jasa profesi dan profesi sendiri.
2) Legislasi sangat berperan dalam pemberian
pelayanan profesional.
 Bidan dikatakan profesional, memenuhi
beberapa kriteria sebagai berikut:
1.   Mandiri.
2.   Peningkatan kompetensi.
3.   Praktek berdasarkan evidence based.
4.   Penggunaan berbagai sumber informasi.
 Masyarakat membutuhkan pelayanan yang
aman dan berkualitas, serta butuh
perlindungan sebagai pengguna jasa profesi.
Ada beberapa hal yang menjadi sumber
ketidakpuasan pasien atau masyarakat, yaitu:
1.  Pelayanan yang tidak aman.
2. Sikap petugas kurang baik.
3. Komunikasi yang kurang.
4. Kesalahan prosedur.
5. Sarana kurang baik.
6. Tidak adanya penjelasan/ bimbingan/
informasi/ pendidikan kesehatan.
 Legislasi adalah proses pembuatan Undang-
undang atau penyempurnaan perangkat hukum
yang sudah ada melalui serangkaian kegiatan
Sertifikasi (pengaturan kompetensi),
Registrasi (pengaturan kewenangan), dan
Lisensi (pengaturan penyelenggaraan
kewenangan).
 Tujuan Legislasi adalah memberikan
perlindungan kepada masyarakat terhadap
pelayanan yang telah diberikan. Bentuk
perlindungan tersebut adalah meliputi:
1.   Mempertahankan kualitas pelayanan.
2.   Memberikan kewenangan.
3.   Menjamin perlindungan hukum.
4.   Meningkatkan profesionalisme.
SERTIFIKASI (PENGATURAN KOMPETENSI)
Sertifikasi adalah dokumen penguasaan
kompetensi tertentu melalui kegiatan
pendidikan formal maupun non formal
(Pendidikan berkelanjutan). Lembaga
pendidikan non formal misalnya organisasi
profesi, rumah sakit, LSM bidang kesehatan
yang akreditasinya ditentukan oleh profesi.
Bentuk sertifikasi dari pendidikan formal
adalah ijasah diperoleh melalui ujian nasional.
Sertifikasi menunjukkan penguasaan
kompetensi tertentu. Sedangkan sertifikasi
dari lembaga non formal adalah berupa
sertifikat yang terakreditasi sesuai standar
nasional.
 Ada dua bentuk kelulusan, yaitu:
a. Ijasah, merupakan dokumentasi
penguasaan kompetensi tertentu,
mempunyai kekuatan hukum atau sesuai
peraturan perundangan yang berlaku dan
diperoleh dari pendidikan formal.
b. Sertifikat, adalah dokumen penguasaan
kompetensi tertentu, bisa diperoleh dari
kegiatan pendidikan formal atau pendidikan
berkelanjutan (lembaga pendidikan non
formal) yang akreditasinya ditentukan oleh
profesi kesehatan.
 Tujuan umum Sertifikasi adalah sebagai
berikut:
a. Melindungi masyarakat pengguna jasa
profesi.
b. Meningkatkan mutu pelayanan.
c. Pemerataan dan perluasan jangkauan
pelayanan.
 Tujuan khusus Sertifikasi adalah sebagai
berikut:
a. Menyatakan kemampuan pengetahuan,
ketrampilan dan perilaku (kompetensi) tenaga
profesi.
b. Menetapkan kualifikasi dari lingkup
kompetensi.
c. Menyatakan pengetahuan, ketrampilan dan
perilaku (kompetensi) pendidikan tambahan
tenaga profesi.
d. Menetapkan kualifikasi, tingkat dan lingkup
pendidikan tambahan tenaga profesi.
e. Memenuhi syarat untuk mendapat nomor
registrasi.
 Kompetensi Bidan adalah kemampuan yang dimiliki
oleh Bidan yang meliputi pengetahuan,
keterampilan, dan sikap untuk memberikan
Pelayanan Kebidanan.
 Uji Kompetensi adalah proses pengukuran
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku peserta
didik pada perguruan tinggi yang
menyelenggarakan program studi Kebidanan.
 Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda
pengakuan terhadap Kompetensi Bidan yang telah
lulus Uji Kompetensi untuk melakukan Praktik
Kebidanan.
REGISTRASI (PENGATURAN KEWENANGAN)
 Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap
Bidan yang telah memiliki Sertifikat
Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah
mempunyai kualifikasi tertentu lain serta
mempunyai pengakuan secara hukum untuk
menjalankan praktik Kebidanan.
 Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya
disingkat STR adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh konsil Kebidanan kepada Bidan
yang telah diregistrasi.
 Tujuan umum registrasi adalah Melindungi
masyarakat dari mutu pelayanan profesi.
 Tujuan Khusus Registrasi adalah sebagai
berikut:
a. Meningkatkan kemampuan tenaga profesi
dalam mengadopsi kemajuan ilmu
pengetahuan dan tehnologi yang berkembang
pesat.
b. Meningkatkan mekanisme yang obyektif
dan komprehensif dalam penyelesaian kasus
malpraktik.
c. Mendata jumlah dan kategori melakukan
praktik.
 Setiap Bidan yang akan menjalankan Praktik
Kebidanan wajib memiliki STR. STR diberikan oleh Konsil
kepada Bidan yang memenuhi persyaratan, meliputi:
a. Memiliki ijazah dari perguruan tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan Kebidanan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
b. Memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat
Profesi;
c. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. Memiliki surat pernyataan telah mengucapkan
sumpah/janji profesi; dan
e. Membuat pernyataan tertulis untuk mematuhi
dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
 STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat
diregistrasi ulang setelah memenuhi persyaratan.
 Persyaratan untuk Registrasi ulang meliputi:
a. Memiliki STR lama;
b. Memiliki Sertifikat Kompetensi atau
Sertifikat Profesi;
c. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan
mental;
d. Membuat pernyataan tertulis mematuhi dan
melaksanakan ketentuan etika profesi;
e. Telah mengabdikan diri sebagai tenaga
profesi atau vokasi; dan
f. Memenuhi kecukupan dalam kegiatan
pelayanan, pendidikan, pelatihan, dan atau
kegiatan ilmiah lainnya.
 Konsil harus menerbitkan STR paling lama 3O

(tiga puluh) hari kerja terhitung sejak


pengajuan STR diterima.
LISENSI

 Pengertian lisensi adalah proses administrasi


yang dilakukan oleh pemerintah atau yang
berwenang berupa surat ijin praktik yang
diberikan kepada tenaga profesi yang telah
teregistrasi untuk pelayanan mandiri.
 Tujuan umum lisensi adalah: Melindungi
masyarakat dan pelayanan profesi.
 Tujuan khusus lisensi adalah:
a. Memberikan kejelasan batas wewenang.
b. Menetapkan sarana dan prasarana.
 Surat lzin Praktik Bidan yang selanjutnya
disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Pemerintah Daerah
kabupaten/kota kepada Bidan sebagai
pemberian kewenangan untuk menjalankan
Praktik Kebidanan.
 Pemerintah Daerah kabupaten/kota harus
menerbitkan SIPB paling lama 15 (lima belas)
hari kerja sejak pengajuan SIPB diterima.
 Untuk mendapatkan SIPB Bidan harus
memiliki:
a. STR yang masih berlaku; dan
b. tempat praktik.
 SIPB berlaku apabila:
a. STR masih berlaku; dan
b. Bidan berpraktik di tempat sebagaimana
tercantum dalam SIPB.
 Bidan paling banyak mendapatkan 2 (dua)
SIPB.
 SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku untuk:
a. 1 (satu) di Tempat Praktik Mandiri Bidan
dan 1 (satu) di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan selain di Tempat Praktik Mandiri
Bidan; atau
b. 2 (dua) Praktik Kebidanan di Fasilitas
pelayanan Kesehatan selain di Tempat Praktik
Mandiri Bidan.
 SIPB tidak berlaku apabila:
a. Bidan meninggal dunia;
b. Habis masa berlakunya;
c. Dicabut berdasarkan ketentuan
perundang-undangan ; atau
d. Atas permintaan sendiri.
 Setiap Bidan harus menjalankan Praktik
Kebidanan di tempat praktik yang sesuai
dengan SIPB.
 Bidan yang menjalankan Praktik Kebidanan di
tempat praktik yang tidak sesuai dengan
SIPB dikenai sanksi administratif berupa:
a. Teguran tertulis;
b. Penghentian sementara kegiatan; atau
c. Pencabutan izin.

Anda mungkin juga menyukai