Anda di halaman 1dari 8

Suling

Lembang
Toraja
“This is a quote, words full of wisdom that
someone important said and can make the
reader get inspired”

—Someone Famous
Features of the topics

Suling Lembang terbuat dari bambu tipis (tallang) yaitu bambu yang berukuran kecil. Panjang suling
kurang lebih sekitar 80-100 cm dengan diameter 2cm. Secara turun temurun alat musik tiup ini
digunakan pada acara ritual kebudayaan dalam 2 masyarakat Toraja, yaitu dalam upacara rambu tuka’
(mangrara banua tongkonan).
Musical lesson
Suling Lembang merupakan suling yang paling panjang terdapat di daerah Toraja.[1]
 Panjangnya sampai mencapai antara 40-100 cm, dengan garis tengah 2 cm.[1] Pada bagian
ujung diberi cerobong dari tanduk, hingga seperti terompet.[1] Suling ini memiliki enam
lubang nada, dan biasanya alat musik ini digunakan untuk lagu-lagu daerah Toraja terutama
lagu-lagu kedukaan, juga dapat digunakan untuk menirukan alam sekitarnya.[1] Suling
Lembang tidak dimainkan secara solo melainkan diperlukan sokongan suara dari suling
yang serupa lainnya,yakni suling deata.[2] Hal ini dikarenakan, alat musik ini memiliki peran
sebagai pengiring tarian Toraja yang dikenal dengan tarian Ma'marakka.[2] Suling Lembang
ini pun diperlengkapi dengan tanduk kerbau di bagian ujungnya sebagai corong pembesar
suara.[2] Suling Lembang merupakan suling tegak lurus yang cara peniupannya melalui sinto
.[2] Sinto adalah bagian atas suling berbentuk seperti cincin yang berfungsi sebagai akses
masuk udara dari mulut sampai lubang masuk udara pada suling.[2] Di Jawa, sinto disebut
dengan Jamang.[2] Sinto terbuat dari penjalin dengan atau daun lontar.[2] Suling Lembang
merupakan alat musik instrumental yang keberadaannya masih dikenal hanya di Indonesia,
belum di seluruh dunia.[2] Hal itu dikarenakan peran serta suling hanya terdengar di suatu
upacara di Toraja saja.[2] Selain itu nada-nadanya sangat menunjukan ciri musik Toraja
 sehingga dalam perkembangannya hanya terdapat di Toraja.[2]
Fungsi

Rambu Tuka(upacara perkawainan dan syukuran)

Penyembahan dan persembahan kepada dewa

Rambu Solo (upacara adat kematian)


Disebut juga Aluk Rampe Matampu, Rambu Solo merupakan adat pemakaman Toraja yang identik
dengan mengorbankan babi atau kerbau kepada arwah leluhur atau orang yang meninggal dunia.
Upacara adat tersebut biasanya berlangsung meriah dan menguras materi. Keluarga akan mati-matian
mengumpulkan uang supaya mereka bisa menyelenggarakan upacara Rambu Solo, sebab Rambu Solo
adalah fokus dari siklus hidup masyarakat Toraja. Rambu Solo juga dianggap sebagai bentuk tanggung
jawab keluarga terhadap orang yang sudah meninggal. Rambu Solo terbagi lagi jadi beberapa tingkatan
sesuai dengan kedudukan seseorang dalam masyarakat dan kemampuan seseorang dalam membiayai
upacara tersebut. Ada yang disebut Disilli, yakni upacara pemakaman paling sederhana. Dulu,
penguburan bagi masyarakat dari golongan miskin biasanya hanya membekali orang yang meninggal
dengan telur ayam. Tapi sekarang, upacara Disilli rata-rata menguburkan orang meninggal dengan
memotong seekor babi. Ada pula yang tahapan lain seperti Dipasang Bongi yakni upacara pemakaman
yang hanya berlangsung semalam dengan korban seekor kerbau dan beberapa babi saja, Dipatallung
Bongi yakni penguburan yang berlangsung tiga malam dengan korban empat kerbau dan sekitar
sepuluh babi, serta Dipalimang Bongi yakni pemakaman yang berlangsung lima hari lima malam. Dan,
tahapan upacara yang mewah disebut Dipapitung Bongi. Berlangsung tujuh hari tujuh malam, sepanjang
upacara berlangsung setiap malam ada kerbau dan babi yang dikorbankan. Jumlah kerbau yang
dipotong antara 9 dan 20 ekor, adapun kepala kerbau dipajang di rumah adat tongkonan.
Kalau menurut kamu Dipapitung Bongi sudah menguras uang, sabar … masih ada yang
lebih istimewa lagi. Namanya, Dirapai. Ini adalah upacara penguburan paling mahal di
Toraja. Sebelum dikubur, upacara pemakaman digelar dua kali.
Upacara pertama berlangsung di rumah tongkonan. Selanjutnya, jenazah diistirahatkan
setahun sebelum upacara kedua diadakan. Saat upacara kedua, jenazah akan diarak
oleh ribuan orang dari rumah tongkonan ke Rante.
Jenazah sudah terbungkus kain merah berlapisi emas tersebut dan dibuatkan tau-tau
atau boneka yang menyerupai orang yang sudah meninggal. Arak-arakan juga diikuti
iring-iringan puluhan ekor kerbau jantan yang siap diadu satu lawan satu.
A picture is worth
a thousand words

Anda mungkin juga menyukai