Anda di halaman 1dari 22

ATRESIA BILIER

OLEH : KELOMPOK 3 D1B

1. NI PUTU SISKA ANGGITA DEWI KASIDI (C2121064) 2. NI PUTU INTAN HARMONI (C2121065)
3. NI MADE ARI SUASTINI (C2121066) 4. I GUSTI AGUNG AYU PUSPANINGSIH (C2121067)
5. I NYOMAN PARIANA (C2121068) 6. I PUTU MEINDRA YOGA (C2121069)
7. PUTU DIAN YULIANTINI (C2121070) 8. PUTU YUNITA RUSANDI (C2121071)
 
 
or a simpler way to work
PENGERTIAN
► Atresia Bilier suatu defek kongenital, yang terjadi akibat tidak adanya atau
obstruksi satu atau lebih kandung empedu ekstrahepatik atau intrahepatik, yang
menyebabkan penyimpanan drainase kandung empedu (Morgan Speer, 2008)

► Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen pada traktus
ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu atau karena adanya
proses inflamasi yang berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif
pada duktus bilier ekstrahepartik sehingga terjadi hambatan aliran empedu
(kolestasis) yang mengakibatkan terjadinya penumpukan garam empedu dan
peningkatan bilirubin direk dalam hati dan darah (Julinar, dkk, 2009).
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
• Faktor penyebab dari Atresia Bilier ini belum jelas. Namun, sebagian besar penulis
berpendapat bahwa Atresia Bilier disebabkan oleh suatu proses inflamasi yang merusak
duktus bilier dan juga akibat dari paparan lingkungan (disebabkan oleh virus) selama
periode kehamilan dan perinatal (Sodikin, 2011).
• Kemungkinan yang "memicu" dapat mencakup satu atau kombinasi dari faktor-faktor
predisposisi berikut:
1. infeksi virus atau bakteri
2. masalah dengan sistem kekebalan tubuh
3. komponen yang abnormal empedu
4. kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
5. hepatocelluler dysfunction
Epidemiologi

Di dunia secara keseluruhan dilaporkan angka kejadian atresia bilier berkisar 1 :


10.000 – 15.000 kelahiran hidup, lebih sering pada wanita dari pada laki- laki. Rasio
atresia bilier antara anak perempuan dan laki- laki 1,4 : 1 dan angka kejadian lebih
sering pada ras Asia. Kolestasis ekstrahepatik sekitar 25 – 30 % disebabkan oleh
atresia bilier. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta penyebab kolestasis
obstruktif yang paling banyak dilaporkan ( >90%) adalah atresia bilier . (Julinat, dkk:
2009)
PATOFISIOLOGI
▪ Atresia bilier umumnya disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kelainan kongenital terjadi pada saat
janin masih dalam bentuk embrio, lumen pada korda epitel gagal berkembang sehingga ductus biliaris
gagal terbentuk sedangkan pada fase post natal dapat dipicu oleh karena infeksi dan mekanisme mediasi
imun yang berkepanjangan sehingga merusak ductus biliaris ekstrahepatik secara progresif.
▪ Pada kasus atresia bilier terdapat hambatan saluran empedu ekstrahepatik terbentuk plug sehingga cairan
empedu kembali ke hati dan tidak masuk ke usus. Cairan empedu yang tidak masuk ke usus dapat
menyebabkan beberapa hal seperti lemak tidak diserap dan terjadi malnutrisi, vitamin larut lemak
( vitamin A,D,E,K ) tidak terserap pasien cenderung terjadi perdarahan, stercobilin tidak terbentuk di usus
sehingga feses tidak berwarna atau pucat dan terdapat kondisi dimana lambung terlalu asam karena tidak
adanya penetralisis asam lambung kemudian timbul respon mual dan muntah, pada regurgitasi berulang
menyebabkan penurunan berat badan.
▪ Cairan empedu yang tidak kembali ke hati pada atresia bilier juga akan menyebabkan degenerasi organ
hati. Bilirubin terkumpul di hati menyebabkan bilirubin terakumulasi dalam darah dengan manifestasi
klinik urin berwarna gelap, terjadi jaundice atau ikterus dan pruritus. Akibat lainnya juga dapat
menyebabkan organ hati mengalami pembesaran (hepatomegali) dan terjadi distensi pada abdomen,
diafragma tertekan sehingga RR meningkat.
MANIFESTASI KLINIK
► Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit ini biasanya
muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala termasuk:
1. Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat tinggi (pigmen
empedu) tertahan di dalam hati dan akan dikeluarkan dalam aliran darah. Jaundice disebabkan
oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru lahir.
2. Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari hemoglobin)
dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang dalam urin.
3. Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang masuk ke dalam
usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak akibat pembesaran hati.
4. Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat,
degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan hepatomegali, Saluran
intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang larut dalam air sehingga menyebabkan kondisi
malnutrisi, defisiensi lemak larut dalam air serta gagal tumbuh
► Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:

1. Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan malnutrisi.


2. Gatal-gatal : karena asam empedu yang menumpuk dan menyebar kedalam aliran
darah yang menyebabkan kulit merasa gatal
3. Rewel
4. splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal / Tekanan
darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung,
usus dan limpa ke hati).
KLASIFIKASI
►Tipe- tipe atresia biliary, secara empiris dapat dikelompokkan dalam 2
tipe:
1. Tipe yang dapat dioperasi / Operable/ correctable.
Jika kelainan/sumbatan terdapat dibagian distalnya. Sebagian besar dari
saluran-saluran ekstrahepatik empedu paten.
2. Tipe yang tidak dapat dioperasi / Inoperable/ incorrectable
Jika kelainan / sumbatan terdapat dibagian atas porta hepatic, tetapi
akhirakhir ini dapat dipertimbangakan untuk suatu operasi porto
enterostoma hati radikal. Tidak bersifat paten seperti pada tipe operatif.
► Menurut anatomis atresia billier ada 3 tipe :
1. Tipe I Atresia sebagian atau totalis yang disebut duktus hepatikus komunis, segmen
proksimal paten
2. Tipe IIa Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus billiaris komunis, duktus
sistikus, dan kandung empedu semuanya)
3. Tipe IIb Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus,
kandung empedu normal
4. Tipe III Obliterasi pada semua system duktus billier ekstrahepatik sampai ke hilus
Tipe I dan II merupakan jenis atresia yang dapat di operasi (correctable) sedangkan
tipe III adalah bentuk atresia yang tidak dapat di operasi (non correctable), bila telah
terjadi sirosis maka dilakukan transpalantasi hati.
►Atresia Billiary dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
1. Atresia Billiary Intra Hepatik
Merupakan atresia yang dapat dikoreksi. Bentuk ini lebih jarang dibandingkan
ekstra hepatik yang hanya 10 % dari penderita atresia. Ditemukan saluran
empedu proksimal yang terbuka lumennya. Tetapi tidak berhubungan dengan
duodenum. Atresia hanya melibatkan duktus koledukus distal. Sirosis bilier
terjadi lambat.
2. Atresia Billiary Ekstra Hepatik
Merupakan Atresia yang tidak dapat dikoreksi. Bentuk ini sekitar 90% dari
penderita atresia. Prognosis buruk menyebabkan kematian.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
► Menurut Sodikin (2011), Secara garis besar pemeriksaanyang dilakukanuntuk mendeteksi atresia
bilier dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu pemeriksaan :
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan serum darah. Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen
bilirubin untuk membedakannya darihiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan
darah tepilengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT.
b. Pemeriksaan Urine. Urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami ikterus, tetapi urobilin
dalam urine negatif, hal ini menunjukkan adanya bendungan saluran empedu total.
c. Pemeriksaan feces Warna tinja pucat karena yang memberi warna padatinja/stercobilin dalam tinja
berkurang karena adanya sumbatan.
2. Biopsi hati
Biopsi hati dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sumbatandari hati yang dilakukan dengan
pengambilan jaringan hati.
PENATALAKSANAAN
1. Terapi medikamentosa, ditujukan untuk memodifikasi penyakit dan mengurangi gejala
a. Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu (asam
litokolat), dengan memberikan Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.
b. Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat, 310
mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis per oral. Asam ursodeoksikolat mempunyai daya ikat
kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.
2. Terapi nutrisi, bertujuan untuk memungkingkan anak bertumbuh dan berkembang
seoptimal mungkin
c. Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) untuk
mengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolisme. Makanan yang mengandung
MCT antara lain seperti lemak mentega, minyak kelapa, dan lainnya.
d. Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Seperti vitamin A, D, E, K
3. Terapi Bedah
a. Kasai Prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu keusus.
Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk melompati
atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan pembedahan
yang disebut prosedur Kasai.
b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati
Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia bilier dan
kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir.
Karena hati adalah organ satu- satunya yang bisa bergenerasi secara alami tanpa perlu obat
dan fungsinya akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Baru-baru ini, telah
dikembangkan untuk menggunakan bagian dari hati orang dewasa, yang disebut"reduced
size" atau "split liver" transplantasi, untuk transplantasi pada anak dengan atresia bilier.
Pathway
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
- Identitas pasien
- Keluhan utama, yakni jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan
- Riwayat penyakit sekarang
- Riwayat penyakit dahulu meliputi riwayat perinatal
- Riwayat Kesehatan keluarga, anak dengan atresia biliaris diduga di dalam keluarganya, khususnya ibu pernah
menderita penyakit terkait dengan imunitas seperti HIV/ AIDS, kanker, DM dan infeksi virus rubella.
b. Pemeriksaan Fisik
-Gejala biasanya timbul dalam 2 minggu setelah lahir yaitu berupa air kemih bayi berwarna gelap, tinja berwarna
pucat, kulit berwarna kuning, BB tidak bertambah atau penambahan BB yang berlangsung lambat, organ hati
membesar.
- Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala seperti gangguan pertumbuhan, gatal- gatal, rewel,
KU lemah, takikardia dan terjadi peningkatan RR akibat diafragma yang tertekan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
c. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan hormonal
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrien.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 X 24 jam diharapkan nutrisi anak terpenuhi.
Kriteria Hasil : Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti, tidak ada tanda- tanda malnutrisi.
Intervensi :
a. Monitor jumlah nutrisi
R/ Mengetahui pemenuhan nutrisi pasien
b. Kaji pemenuhan nafsu makan pasien
R/ Agar dapat dilakukan intervensi dalam pemberian makanan pada pasien
c. Berikan vitamin larut lemak (A,D,E,K)
R/ Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
d. Ajarkan keluarga untuk memberikan makanan atau ASI yang sedikit namun sering
R/ Supaya dapat memberikan nutrisi yang cukup untuk pasien
e. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nutisi yang dibutuhkan pasien
R/ Ahli gizi adalah spesialis dalam ilmu gizi yang membantu pasien memilih makanan sesuai dengan keadaan sakitnya
Diagnosa 2 : Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 X 24 jam diharapkan pola napas kembali efektif.
Kriteria Hasil : Sesak berkurang, frekuensi napas dalam batas normal ( 22- 23 x/ menit ), irama napas teratur.
Intervensi :
a. Kaji adanya sesak, frekuensi dan irama napas
R/ Dengan mengkaji sesak, frekuensi dan irama napas dapat diketahui sejauh mana kondisi pasien.
b. Monitor / kaji pola napas (bradikardia, takipnea, hiperventilasi dan pernapasan kusmaul)
R/ Keabnormalam pola napas menyertai obstruksi paru.
c. Tinggikan kepala atau bantu mengubah posisi yang nyaman fowler atau semi fowler
R/ Posisi ini memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan.
d. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan bila diperlukan
R/ Terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksemia yang terjadi akibat penurunan ventilasi
Diagnosa 3 : Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 X 24 jam diharapkan tidak menunjukkan adanya
tanda- tanda dehidrasi dan mempertahankan hidrasi adekuat.
Kriteria Hasil : Turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, intake dan output cairan seimbang.
Intervensi :
a. Kaji masukan dan haluaran, karakter dan jumlah feses, hitung intake dan output
R/ Untuk memberikan informasi tentang status cairan dan juga sebagai pedomam pengganti cairan
b. Kaji tanda-tanda vital pasien
R/ Takikardi, demam dan sesak dapat menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan.
c. Observasi turgor kulit, membrane mukosa, pengisian kapiler dan timbang BB setiap hari
R/ Mengkaji adanya kehilangan cairan yang berlebih
d. Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena
R/ Untuk mempercepat penggantian cairan
Diagnosa 4 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan hormonal
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2X24 jam diharapkan integritas kulit tidak mengalami kerusakan.
Kriteria Hasil: Ketebalan dan tekstur jaringan normal, tidak ada perubahan warna kulit, tidak adanya gatal-gatal disertai
ruam
Intervensi :
a. Monitor warna kulit
R/ Perubahan warna kulit pada pasien menunjukkan
b. Ganti popok jika basah atau kotor
R/ Untuk menjaga kulit anak agar bersih dan kering
c. Memandikan anak dengan sabun dan air hangat
R/ Menjaga agar kulit anak tetap bersih
d. Ubah posisi anak setiap dua jam sekali
R/ Untuk menjaga kelembapan kulit anak
e. Oleskan minyak/baby oil pada daerah gatal
R/ Dengan mengoleskan minyak dapat mengurangi rasa gatal
DAFTAR PUSTAKA

 
Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier.
Jakarta: Salemba Medika
 
Speer Morgan, Kathleen. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan Clinical
Pathways. Jakarta: EGC
 
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: DPP PPNI
 
 
Julinar, Dianne, Y & Sayoeti, Y. (2009). Atresia Bilier Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
Jurnal Kedokteran Andalas, Vol. 33. No.2.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai