Anda di halaman 1dari 15

Pembimbing :

dr. Sumarni, Sp.JP(K).

PATOFISIOLOGI
KEGAWATDARURATAN
KARDIOVASKULAR
Selyz Friza Febriani – 105505409418
Dibawakan dalam Rangka Pembacaan Referat
Kepaniteraan Klinik Departemen Kegawatdaruratan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unismuh Makassar
maret 2022
Sindrom Koroner Akut
Definisi
Sindrom koroner akut (SKA) adalah suatu kumpulan
gejala klinis iskemia miokard yang terjadi akibat
kurangnya aliran darah ke miokardium berupa nyeri
dada, perubahan segmen ST pada electrocardiogram
(EKG), dan perubahan biomarker jantung.

Sanjani RD, Nanda Nurkusumasari. Sindrom Koroner Akut. Perhimpun DrSpes


Kardiovask Indones. 2018;99:1–13.
Patofisiologi
SKA

Lilly LS. Patofisiologi


Penyakit Jantung. 6th ed.
Juzar DA, Radjab DA,
Sari IP, Putratama R, edi-
tors. Jakarta: Pentasada
Media Edukasi; 2019. 168-
198 p.
Kedaruratan Hypertensi
Epidemiologi
Pada sebagian kecil pasien dengan hipertensi, percepatan fase
dari penyakit ini dapat berkembang menjadi hipertensi maligna.
Hal ini muncul secara klinis sebagai kedaruratan hipertensi
dengan peningkatan tekanan darah yang disertai kerusakan
organ akhir. Frekuensi dari kedaruratan hipertensi menurun
karena penanganan dini dari hipertensi yang tidak berat, dengan
angka kejadian sekitar 1% dari pasien hipertensi. Krisis hipertensi
paling sering terjadi pada populasi pria kulit hitam

Patel K, Hipskind JE. Cardiac Arrest. In: StatPearls Publishing LLC [Internet].
2021. Available from:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534866/ .
Syok Kardiogenik
Epidemiologi
Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian paling sering
pada pasien-pasien yang dirawat dengan infark miokard.
Tindakan revaskularisasi dini terbukti mampu menurunkan
kejadian syok kardiogenik pada kasus infark miokard akut.
Tingkat kejadian syok kardiogenik telah banyak berkurang
belakangan ini, mulai dari 20% pada tahun 1960an, hingga saat
ini tinggal + 8% saja. Jenis infark miokard akut yang paling sering
menyebabkan syok kardiogenik adalah STEMI. Sekitar 80%
kasus syok kardiogenik yang berkaitan dengan infark miokard
akut. 80% Syok kardiogenik yang terjadi akibat infark miokard
disebabkan oleh kegagalan ventrikel kiri. Sedangkan yang
lainnya adalah mitral regurgitasi akut, rupture septum ventrikular,
gagal .
Leksana E. Dehidrasi dan Syok. Cermin Dunia Kedokt. 2015;42 (5):391–4.
Sindroma Aorta Akut
Epidemiologi
Diseksi (pembedahan) aorta thorasika adalah keadaan darurat
medis yang paling dramatis dengan konsekuensi serius bila tidak
didiagnosa dan ditangani secara cepat dan tepat. Diperkirakan
sekitar 3 kasus per 100.000 populasi per tahun, paling sering ter-
jadi pada pria usia 50-70 tahun, lebih sering pada populasi kulit
hitam, rata-rata bila dibiarkan, 50% pasien meninggal dalam 48
jam (perkiraan 1-2% mortalitas per jam) dengan 70% meninggal
pada minggu pertama dan 90% meninggal dalam 3 bulan.
Frekuensi memuncak di pagi hari, kemungkinan berhubungan
dengan variasi sirkadian dari tekanan darah

Leksana E. Dehidrasi dan Syok. Cermin Dunia Kedokt. 2015;42(5):391–4.


Emboli Paru Akut
Epidemiologi
Tromboembolisme vena {meliputi Trombosis Vena Dalam (TVD)
dan Emboli Paru (EP)} adalah konstan yang besar dalam
pengobatan akut dengan tidak adanya perbedaan besar dalam
kejadiannya atau kematiannya pada 20 tahun silam. Tingkat
insiden yang disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin adalah
117 kasus per 100.000 orang per tahun. Insiden ini muncul secara
khusus pada mereka yang berusia >60 tahun.
.
Leksana E. Dehidrasi dan Syok. Cermin Dunia Kedokt. 2015;42(5):391–4.
STEMI
Adalah kerusakan sel miokard dikarenakan
iskemia berat yang terjadi secara tiba-tiba.
Hal ini sangat berkaitan dengan adanya throm-
bus yang terbentuk oleh rupturnya plak ateroma.
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI)
merupakan bagian dari spektrum sindrom
koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina
pektoris tidak stabil, IMA tanpa elevasi ST
(NSTEMI) dan IMA dengan elevasi ST (STEMI).
STEMI
STEMI umumnya terjadi
jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang
sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang
berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI
karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lesi vaskuler, di mana lesi ini dicetuskan oleh
faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi
lipid.
Thank you
Fastabiqul Khaerat!
DAFTAR PUSTAKA
1. Rampengan SH. Kegawatdaruratan Jantung. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2015. 68-77 p.
2. Mattu A, Brady WJ, Bresier MJ, Silvers SM, Stahmer SA, Tabas JA. Cardiovascular Emergencies. American Collage of Emergency Physicians; 2017. 439-527 p.
3. Juzar DA, Danny siska S, Irmalita, Tobing DP, Firdaus I, Widyantoro B, et al. Pedoman Tata Laksana Sindrom Koroner Akut 2018. Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia; 2018. p. 1–76.
4. Mueller DA, Freundlich RE. Essentials of Shock Management. Suh GJ, editor. Vol. 129, Anesthesia & Analgesia. Seoul: Springer; 2019. 38 p.
5. Sanjani RD, Nanda Nurkusumasari. Sindrom Koroner Akut. Perhimpun Dr Spes Kardiovask Indones. 2018;99:1–13.
6. Smith JN, Negrelli JM, Manek MB, Hawes EM, Viera AJ. Diagnosis and management of acute coronary syndrome: An evidence-based update. J Am Board Fam
Med. 2015;28(2):283–93.
7. Lilly LS. Patofisiologi Penyakit Jantung. 6th ed. Juzar DA, Radjab DA, Sari IP, Putratama R, editors. Jakarta: Pentasada Media Edukasi; 2019. 168-198 p.
8. Patel K, Hipskind JE. Cardiac Arrest. In: StatPearls Publishing LLC [Internet]. 2021. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534866/
9. Disque K. Advanced Cardiac Life Support. United State of America: Satori Continuum Publishing; 2021. 1-78 p.
10. Eric J. Lavonas, Magid DJ, Aziz K, Berg KM, Cheng A, Hoover A V. Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation (Cpr) and Emergency Cardiovascular Care (Ecc):
Highlights. Am Hear Assoc. 2020;1–30.
11. Van Diepen S, Katz JN, Albert NM, Henry TD, Jacobs AK, Kapur NK, et al. Contemporary Management of Cardiogenic Shock: A Scientific Statement from the
American Heart Association. Vol. 136, Circulation. 2017. 232-268 p.
12. Leksana E. Dehidrasi dan Syok. Cermin Dunia Kedokt. 2015;42(5):391–4.
13. Solomon L, Warwick D, Nayagam S, editors. Apley’s System of Orthopaedic and Fractures. 9th ed. London: Hodder Education; 2010. 324-328 p.
14. Dave S, Cho. JJ. Neurogenic Shock. In: StatPearls Publishing LLC [Internet]. 2021. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459361/
15. Febyan F, Kristen U, Wacana K. Sepsis and Treatment Based on the Newest Guideline. J Anestesiol Indones. 2018;X(2):97–109.
16. Thompson K, Venkatesh B, Finfer S. Sepsis and septic shock : current approaches to management. Intern Med J. 2019;49:160–70.
17. Liccardo B, Formisano T, Andrea AD, Giordano M, Martone F, Avitabile V, et al. Diagnosis, Management and Treatment of Septic Shock from Early Diagnosis to
Infection Focus Control. iMedPub Journals. 2018;2(1):1–7.
18. Aristo I, Putra S, Septic E, Process S. Update Tatalaksana Sepsis. Cermin Dunia Kedokt. 2019;46(11):681–5.
19. Hersunarti N, Siswanto BB, Erwinanto, Siti Elkana Nauli. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. 2nd ed. Siswanto BB, editor. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia; 2014. 93-110 p.
20. Ponikowski P, Voors AA, Anker SD, Bueno H, Cleland JGF, Coats AJS, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure. Eur
Heart J. 2016;37(27):2129–2200m.

Anda mungkin juga menyukai