Anda di halaman 1dari 25

Analisis Real

Anggota Kelompok

Sheva Readyanda P. Tegar Ramadiansyah P.

01 F1041191022 02 F1041191023

M. Risky Nur A. Fikri Arnandi

03 F1041191024 04 F1041191028
Himpunan dan
Fungsi
Aljabar Himpunan
Bila A menyatakan suatu himpunan dan suatu unsurnya, kita tuliskan dengan Bila A dan B suatu
himpunan sehingga mengakibatkan (yaitu setiap unsur di A juga unsur di B), maka kita katakan A
termuat di B, atau B memuat A atau A suatu sub himpunan dari B, dan dituliskan dengan .
Bila dan terdapat unsur di B yang bukan anggota A kita katakan A subhimpunan sejati dari B.

1.1.1 Definisi. Dua himpunan A dan B dikatakan sama bila keduanya memuat unsur-unsur yang sama.
Bila himpunan A dan B sama, kita tuliskan dengan A=B. Untuk membuktikan bahwa A=B kita harus
menunjukkan bahwa A⊆B dan B ⊆A.
Suatu himpunan dapat dituliskan dengan mendaftar anggota-anggotanya, atau dengan menyatakan sifat
keanggotaan himpunan tersebut. Kata”sifat keanggotaan” memang menimbulkan keraguan. Tetapi bila P
menyatakan sifat keanggotaan (yang tak bias artinya) suatu himpunan, kita akan tuliskan dengan {|P(x)} untuk
menyatakan himpunan semua x yang memenuhi P. Notasi tersebut kita baca dengan “himpunan semua x yang
memenuhi (atau sedemikian sehingga) P”. Bila dirasa perlu menyatakan lebih khusus unsur-unsur mana yang
memenuhi P, kita dapat juga menuliskannya dengan {x∈S | P(x)} untuk menyatakan sub himpunan S yang
memenuhi P.
Beberapa himpunan tertentu akan digunakan dalam hal ini, dan
kita akan menuliskannya dengan penulisan standar sebagai
berikut :
● Himpunan semua bilangan asli, N={1,2,3,…}
● Himpunan semua bilangan bulat, Z={0,1,-1,2,-2,…}
● Himpunan semua bilangan rasional, Q={m/n┤|m,n ⊆Z,n≠0}

Contoh :
Himpunan menyatakan himpunan semua bilangan asli
yang memenuhi Karena yang memenuhi hanya dan maka
himpunan tersebut dapat pula kita tuliskan dengan .
 
Operasi Himpunan
1.1.1
Definisi.
(a). Bila A dan B suatu himpunan, maka irisan (= interseksi) dari 𝑨 ⊂ 𝑩 dituliskan
dengan 𝑨 ∩ 𝑩, adalah himpunan yang unsur-unsurnya terdapat di A juga di
B. Dengan kata lain kita mempunyai 𝑨 ∩ 𝑩 = ሼ𝒙 ∈ 𝑨 𝒅𝒂𝒏 𝒙 ∈ 𝑩ሽ.

(b). Gabungan dari A dan B, dituliskan dengan 𝑨 ∪ 𝑩, adalah himpunan yang


unsur-unsurnya paling tidak terdapat di salah satu A atau B. Dengan kata lain
kita mempunyai 𝑨 ∪ 𝑩 = {𝒙|𝒙 ∈ 𝑨 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝒙 ∈ 𝑩}.

1.1.3
Definisi.
Himpunan yang tidak mempunyai anggota disebut himpunan kosonh, dituliskan
dengan ሼ ሽ𝒂𝒕𝒂𝒖 ∅. Bila A dan B dua himpunan yang tidak mempunyai unsur
bersama (yaitu 𝑨 ∩ 𝑩 = ∅), maka A dan B dikatakan saling asing atau disjoin.
Teorema 1.1.4
Teorema. Misalkan A,B dan C sebarang himpunan, maka
(a). 𝐴 ∩ 𝐴 = 𝐴, 𝐴 ∪ 𝐴 = 𝐴;
(b). 𝐴 ∩ 𝐵 = 𝐵 ∩ 𝐴, 𝐴 ∪ 𝐵 = 𝐵 ∪ 𝐴;
(c) ሺ𝐴 ∩ 𝐵ሻ∩ 𝐶 = 𝐴 ∩ ሺ𝐵 ∩ 𝐶 ሻ, ሺ𝐴 ∪ 𝐵ሻ∪ 𝐶 = 𝐴 ∪ ሺ𝐵 ∪ 𝐶 ሻ;
(d) 𝐴 ∩ ሺ𝐵 ∪ 𝐶 ሻ = ሺ𝐴 ∩ 𝐵ሻ∪ ሺ𝐴 ∩ 𝐶 ሻ, 𝐴 ∪ ሺ𝐵 ∩ 𝐶 ሻ = (𝐴 ∪ 𝐵) ∩ (𝐴 ∪ 𝐶)
Dimungkinkan juga untuk menunjukkan bahwa bila
{𝑨𝟏 , 𝑨𝟐 , … , 𝑨𝒏 } merupakan himpunan, maka terdapat sebuah himpunan A yang
memuat unsur yang merupakan paling tidak unsur dari suatu 𝑨𝒋 , 𝒋 = 𝟏, 𝟐, … , 𝒏
dan terdapat sebuah himpunan B yang unsur-unsurnya merupakan unsur semua
himpunan 𝑨𝒋 , 𝒋 = 𝟏, 𝟐, … , 𝒏. Dengan menghilangkan tanda kurung, kita dapat
tuliskan dengan
𝑨 = 𝑨𝟏 ∪ 𝑨𝟐 ∪ … ∪ 𝑨𝒏 = {𝒙|𝒙 ∈ 𝑨𝒋 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒔𝒖𝒂𝒕𝒖 𝒋}
𝑩 = 𝑨𝟏 ∩ 𝑨𝟐 … ∩ 𝑨𝒏 = {𝒙|𝒙 ∈ 𝑨𝒋 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒔𝒆𝒎𝒖𝒂 𝒋}
Untuk mempersinkat penulisan, A dan B diatas sering dituliskan dengan

𝑨 = ራ 𝑨𝒋
𝒋=𝟏

𝑩 = ሩ 𝑨𝒋
𝒋=𝟏
Secara kesamaan, bila untuk setiap j unsur di J terdapat himpunan 𝑨𝒋 , maka

𝑨 = ራ 𝑨𝒋 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐚𝐭𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐡𝐢𝐦𝐩𝐮𝐧𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐮𝐧𝐬𝐮𝐫 − 𝐮𝐧𝐬𝐮𝐫𝐧𝐲𝐚 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡


𝒋∈𝑱

𝐮𝐧𝐬𝐮𝐫 𝐬𝐞𝐦𝐮𝐚 𝑨𝒋 . 𝑺𝐞𝐝𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚𝐧 ሩ 𝑨𝒋 , 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐚𝐭𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐡𝐢𝐦𝐩𝐮𝐧𝐚𝐧


𝒋∈𝑱

𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐮𝐧𝐬𝐮𝐫 − 𝐮𝐧𝐬𝐮𝐫𝐧𝐲𝐚 𝐩𝐚𝐥𝐢𝐧𝐠 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐦𝐞𝐫𝐮𝐩𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐮𝐧𝐬𝐮𝐫


𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐬𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐚𝐭𝐮 𝑨𝒋 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒋 ∈ 𝑱.
1.1.5 Definisi.
Bila A dan B suatu himpunan, maka komplemen dari B relatif terhadap A,
dituliskan dengan A\B (dibaca “A minus B”) adalah himpunan yang unsur-
unsurnya adalah semua unsur di A tetapi bukan anggota B. Beberapa penulis
menggunakan notasi
𝑨 − 𝑩 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝑨 ~ 𝑩.

Dari definisi diatas, dapat kita peroleh :


𝑨\𝑩 = ሼ𝒙 ∈ 𝑨 ȁ𝒙 ∉ 𝑩}
Teorema
𝐴 𝐴 𝐴 𝐴 𝐴 𝐴
Bila A,B,C sebarang himpunan, maka = ቀ ቁ∩ ቀ ቁ, = ( )∪( )
𝐵∪𝐶 𝐵 𝐶 𝐵∩𝐶 𝐵 𝐶

Bukti :
𝐴 𝐴
Kita akan tunjukkan bahwa setiap unsur di termuat di kedua himpunan ( ) dan
𝐵∪𝐶 𝐵
𝐴
( 𝑐 ) dan sebaliknya.
𝐴
Bila 𝑥 di 𝐵∪𝐶
, maka 𝑥 di A, tetapi tidak di 𝐵 ∪ 𝐶. Dari sini 𝑥 suatu unsur di A,

tetapi tidak di kedua unsur B atau C. (Mengapa?) karena 𝑥 di A tetapi tidak di B, dan 𝑥
𝐴 𝐴 𝐴 𝐴
di A tetapi tidak di C. Yaitu 𝑥 ∈ 𝑑𝑎𝑛 𝑥 ∈ , yang menunjukkan bahwa 𝑥 ∈ ( ) ∩ ( )
𝐵 𝑐 𝐵 𝑐

𝐴 𝐴 𝐴 𝐴
Sebaliknya, bila 𝑥 ∈ ( ) ∩ ( ) maka 𝑥 ∈ ቀ ቁ𝑑𝑎𝑛 𝑥 ∈ ቀ ቁ. Jadi 𝑥 ∈ 𝐴 tetapi
𝐵 𝑐 𝐵 𝐶
𝐴
bukan anggota dari B atau C. Akibatnya 𝑥 ∈ 𝐴 𝑑𝑎𝑛 𝑥 ∉ ሺ𝐵 ∪ 𝐶 ሻ, karena itu 𝑥 ∈
𝐵∪𝐶
𝐴 𝐴 𝐴
Karena himpunan ( ) ∩ ( ) dan memuat unsur-unsur yang sama, menurut
𝐵 𝐶 𝐵∪𝐶
𝐴 𝐴 𝐴
definisi 1.1.1 = ቀ ቁ∩ ቀ ቁ
𝐵∪𝐶 𝐵 𝐶
1.1.6 Definisi.
Bila A dan B adalah himpunan-himpunan yang tak kosong, maka produk
cartesius 𝑨 × 𝑩 dari A dan B adalah himpunan pasangan berurut
ሺ𝒂, 𝒃ሻ𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝒂 ∈ 𝑨 𝐝𝐚𝐧 𝒃 ∈ 𝑩

Jadi bila 𝑨 = ሼ𝟏, 𝟐, 𝟑ሽ𝐝𝐚𝐧 𝑩 = ሼ𝟏, 𝟓ሽ, 𝐦𝐚𝐤𝐚

𝑨 × 𝑩 = {ሺ𝟏, 𝟏ሻ, ሺ𝟏, 𝟓ሻ, ሺ𝟐, 𝟏ሻ, ሺ𝟐, 𝟓ሻ, ሺ𝟑, 𝟏ሻ, ሺ𝟑, 𝟓ሻ}
Fungsi
1.1.7 Misalkan A dan B himpunan suatu fungsi dari A ke B adalah himpunan pasangan
berurut f di A×B sedemikian sehingga untuk masing-masing a ∈ A terdapat b ∈ B
yang tunggal dengan (a,b),(a,b’) ∈ f, maka b = b’. Himpunan A dari unsur-unsur
pertama dari f disebut daerah asal atau “domain” dari f, dan dituliskan D(f).
Sedangkan unsur-unsur di B yang menjadi unsur kedua di f disebut “range” dari

f dan dituliskan dengan R(f). Notasi

f:A→B
menunjukkan bahwa f suatu fungsi dari A ke B; akan sering kita katakan bahwa f
suatu pemetaan dari A ke dalam B atau f memetakan A ke dalam B. Bila (a,b)
suatu

unsur di f, sering ditulis dengan b = f(a)


daripada (a,b) ∈ f. Dalam hal ini b merupakan nilai f di titik a, atau peta a terhadap
f.
1.1.8 Pembatasan dan Perluasan Fungsi

Bila f suatu fungsi dengan domain D(f) dan D1 suatu subhimpunan dari D(f), seringkali
bermanfaat untuk mendefinisikan fungsi baru f1 dengan domain D1 dan f1(x) = f(x) untuk semua
x ∈ D1. Fungsi f1 disebut pembatasan fungsi f pada D1.

Menurut definisi 1.1.7

𝑓1 = ሼሺ𝑎, 𝑏ሻ ∈ 𝑓|𝑎 ∈𝐷1 ሽ

Atau yang biasa kita tuliskan 𝑓1 = 𝑓|𝐷1 untuk menyatakan pembatasan fungsi 𝑓 pada himpunan
𝐷1
1.1.9 Bayangan Langsung dan Bayangan Invers
Misalkan f : A → B suatu fungsi dengan domain A dan range B.
Bila E subhimpunan A, maka bayangan langsung dari E terhadap f adalah sub
himpunan f(E) dari B yang diberikan oleh
f(E) = {f(x) : x ∈ E}.
Bila H subhimpunan E, maka bayangan invers dari H terhadap f adalah
subhimpunan
f-1(H) dari A, yang diberikan oleh

f-1(H) = { x ∈ A : f(x) ∈ H}
2
1.1.8 (a) Misalkan f : R → R didefinisikan dengan f(x) = x . Bayangan langsung himpunan
E = {x :0 ≤ x ≤ 2} adalah himpunan f(E) = {y : 0 ≤ y ≤ 4}. Bila G = {y :0 ≤ y ≤ 4}, maka
bayangan invers G adalah himpunan f-1(G) = {x :-2 ≤ x ≤ 2}. Jadi f-1(f(E)) ≠ E.

Disatu pihak, kita mempunyai f(f-1(G)) = G. Tetapi bila H = {y :-1 ≤ y ≤ 1}, maka kita peroleh
f(f-1(H)) = {y: 0 ≤ y ≤ 1} ≠ H.

(b) Misalkan f : A → B, dan G,H subhimpunan dari B kita akan tunjukkan bahwa
f-1(G∩H) ⊆ f-1(G)∩ f-1(H)

Kenyataannya, bila x ∈ f-1(G∩H) maka f(x) ∈ G∩H, jadi f(x) ∈ G dan f(x) ∈ H. Hal ini
mengakibatkan x ∈ f-1(G) dan x ∈ f-1(H). Karena itu x ∈ f-1(G)∩ f-1(H), bukti selesai. Sebaliknya,
f-1(G∩H) ⊇ f-1(G)∩ f-1(H) juga benar, yang buktinya ditinggalkan sebagai latihan.
1.1.9 a. Suatu fungsi f : A → B dikatakan injektif atau satu-satu bila x1 ≠ x2, mengakibatkan f(x1) ≠
f(x2). Bila f satu-satu, kita katakan f suatu injeksi
b. Suatu fungsi f : A → B dikatakan surjektif atau memetakan A pada B, bila f(A) = B. Bila f
surjektif, kita sebut f suatu surjeksi
c. Suatu fungsi f : A → B dikatakan bijektif bila bersifat injektif dan surjektif. Bila f bijektif,
kita sebut bijeksi.

 Suatu fungsi dapat dikatakan injektif jika dan hanya jika 𝑓ሺ𝑥1 ሻ = 𝑓ሺ𝑥2 ሻ. Mengakibatkan
𝑥1 = 𝑥2 untuk semua 𝑥1 , 𝑥2 di A

𝑥
Sebagai contoh, misalkan 𝐴 = ሼ𝑥 ∈ 𝑅|𝑥 ≠ 1ሽ𝑑𝑎𝑛 𝑓: 𝐴 → 𝑅 dengan 𝑓ሺ𝑥ሻ= untuk
𝑥−1
menunjukkan 𝑓 injektif asumsikan 𝑥1 , 𝑥2 di A sehingga 𝑓ሺ𝑥1 ሻ= 𝑓(𝑥2 ) maka kita dapatkan

𝑥1 𝑥2
=
𝑥1 − 1 𝑥2 − 1
Persamaan ini kita dapatkankarna 𝑓 bersifat injektif

 Secara ekivalen, f : A → B surjektif bila range f adalah semua dari B, yaitu untuk setiap
y ∈ B terdapat x ∈ A sehingga f(x) = y.
Dalam pendefinisian fungsi, penting untuk menentukan domain dan himpunan dimana nilainya
diambil. Sekali hal ini ditentukan, maka dapat menanyakan apakah fungsi tersebut surjektif
atau tidak.
1.1.10 Untuk fungsi f : A → B dan g : B →C, komposisi fungsi gof (perhatikan urutannya!) adalah
fungsi dari A ke C yang didefinisikan dengan gof(x) = g(f(x)) untuk x ∈ A.
ሺ𝐺 𝑜 𝑓 ሻሺ𝑥 ሻ≔ 𝑔൫𝑓 ሺ𝑥 ሻ൯𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑥 ∈ 𝐴

1.1.11 (a). Urutan komposisi harus benar-benar diperhatikan. Misalkan f dan g fungsi-fungsi yang
nilainya di x ∈ R ditentukan oleh
f(x) = 2x, g(x) = 3x2 - 1
Karena D(g) = R dan R(f) ⊆ R, maka domain D(gof) adalah juga R, dan fungsi komposisi gof ditentukan oleh
gof(x) = 3(2x)2 - 1 = 2x2 - 1

Di lain pihak, domain dari fungsi komposisi gof juga R, tetapi dalam hal ini kita mempunyai fog(x) =
2(3x - 1) = 6x2 - 2. Jadi fog ≠ gof.
2

(b). Beberapa perhatian harus dilatih agar yakin bahwa range dari f termuat di domain dari g. Sebagai contoh,

bila𝑓ሺ𝑥 ሻ = 1 − 𝑥 2 dan y - ξ 𝑥, maka fungsi komposisi yang diberikan oleh 𝑔𝑜𝑓 ሺ𝑥 ሻ = ξ 1 − 𝑥 2 didefinisikan
hanya pada x di 𝐷ሺ𝑓ሻyang memenuhi 𝑓ሺ𝑥ሻ≥ 0; yaitu untuk memenuhi −1 ≤ 𝑥 ≤ 1. Bila kita tukar urutannya
maka komposisi 𝑓𝑜𝑔 yang diberikan oleh 𝑔𝑜𝑓ሺ𝑥ሻ= 1 − 𝑥, didefinisikan untuk semua x di domain dari g; yaitu
himpunan ሼ𝑥 ∈ 𝑅: 𝑥 ≥ 0ሽ.
Induksi Matermatika
Induksi matematika merupakan suatu metode pembuktian yang sering digunakan dalam menguji
kebenaran suatu pernyataan tertentu berlaku untuk setiap bilangan asli.
Misal : diasumsikan
dengan N adalah himpunan bilangan asli
𝑁 = {1,2,3, … }
Dengan operasi arimatika penjumlahan dan perkalian seperti biasa dan dengan arti suatu
bilangan kurang dari bilangan lain. Kita juga akan mengasumsikan sifat fundamental dari N
berikut.
Untuk melakukan pembuktian dengan induksi matematika, kita memerlukan pemahaman tentang
A. Sifat urutan dengan baik dari N.
B. Prinsip Induksi Matematika.
Pernyataan yang lebih detail dari sifat ini sebaai berikut : bila S subhimpunan dari N dan 𝑆 ≠ ∅,
maka terdapat suatu unsur 𝑚 ∈ 𝑆 sedemikian sehingga 𝑚 ≤ 𝑘 untuk semua 𝑘 ∈ 𝑆.
Misalkan subhimpunan dari N yang mempunyai sifat
(1) 1 ∈ 𝑆
(2) jika 𝑘 ∈ 𝑆, maka 𝑘 + 1 ∈ 𝑆.
Maka 𝑆 = 𝑁
Bukti:
Andaikan 𝑆 ≠ 𝑁. Maka N\S tidak kosong, karenanya berdasar sifat urutan dengan baik N\S
mempunyai unsur terkecil, sebut m. karena 1 ∈ 𝑆, maka 𝑚 ≠ 1. Karena itu 𝑚 > 1 dengan
𝑚 − 1 juga bilangan asli. Karena 𝑚 − 1 < 𝑚 dan 𝑚 unsur terkecil di N\S, maka 𝑚 − 1 haruslah
di S.
Hipotesis (2) terhadap unsur 𝑘 = 𝑚 − 1 di S, yang berakibat 𝑘 + 1 = ሺ𝑚 − 1ሻ+ 1 = 𝑚 𝑑𝑖 𝑆.
Kesimpulan ini kontradiksi dengan pernyataan bahwa m tidak di S. karena m diperoleh dengan
pemisalan bahwa N\S tidak kosong, kita dipaksa pada kesimpulan bahwa N\S kosong. Karena itu
kita telah buktikan bahwa 𝑆 = 𝑁.
Prinsip induksi matematika sering dinyatakan dalam kerangka sifat atau pernyataan tentang
bilangan asli. Bila P(n) berarti pernyataan tentang 𝑛 ∈ 𝑁, maka P(n) benar untuk beberapa nilai
n, tetapi tidak untuk yang lain.
Sebagai contoh, bila P(n) pernyataan “𝑛2 = 𝑛", maka P(1) benar, sementara P(n) salah untuk
semua 𝑛 ≠ 1, 𝑛 ∈ 𝑁. Dalam konteks ini prinsip induksi matematika dapat dirumuskan sebagai
berikut:
(a). P(1) benar
(b). Jika P(k) benar, maka P(k+1) benar.
Maka P(n) benar untuk semua 𝑛 ∈ 𝑁.
Contoh a:
Untuk setiap 𝑛 ∈ 𝑁, jumlah n pertama bilangan asli diberikan sebagai berikut
1
1 + 2 + ⋯+ 𝑛 = 𝑛(𝑛 + 1)
2
Pembuktian:
1
𝑛 = 1, maka diperoleh 1 = 2 . 1(1 + 1), jadi 1 ∈ 𝑆 dan dengan asumsi tersebut akan ditunjukkan
𝑘 + 1 ∈ 𝑆. Bila 𝑘 ∈ 𝑆. Maka kita dapatkan
1
1 + 2 + ⋯ + 𝑘 = 𝑘(𝑘 + 1)
2
Bila kita tambahkan k+1 pada kedua ruas, kita peroleh persamaan tersebut menjadi
1
1 + 2 + ⋯ + 𝑘 + ሺ𝑘 + 1ሻ= 𝑘ሺ𝑘 + 1ሻ+ (𝑘 + 1)
2
1 1
= 𝑘2 + 𝑘 + 𝑘 + 1
2 2
1 2 1 2𝑘 2
= 𝑘 + 𝑘+ +
2 2 2 2
Karena pernyataan tersebut menyatakan kesamaan untuk 𝒏 = 𝒌 + 𝟏, maka dapat
1 2 3𝑘 2
= 𝑘 + + disimpulkan bahwa 𝒌 + 𝟏 ∈ 𝑺. Dari sini kondisi (2) pada B terpenuhi. Karena itu dengan
2 2 2 prinsip induksi matematika kita simpulkan bahwa S=N, jadi formulanya berlaku untuk
1 semua 𝒏 ∈ 𝑵
= (𝑘 + 1)(𝑘 + 2)
2
Karena pernyataan tersebut menyatakan kesamaan untuk 𝑛 = 𝑘 + 1, maka dapat disimpulkan
bahwa 𝑘 + 1 ∈ 𝑆. Dari sini kondisi (2) pada B terpenuhi. Karena itu dengan prinsip induksi
Misalkan
Kita membuktikan dengan 2 langkah dari prinsip induksi matematika
Langkah 1
Langkah 2
Asumsikan benar maka
Asumsikan P(k) benar maka P(k+1) juga benar
P(n) : P(k) :
P(1) : P(k+1) :
P(1) : P(k+1) :
P(k+1) :
P(1) :
P(k+1) :
Terbukti benar
P(k+1) :
P(k+1) :
P(k+1) :

Karena ruas kanan dan kiri sama, maka terbukti P(k) → P(k+1) juga benar.
Contoh b
Untuk masing-masing 𝑛 ∈ 𝑁, jumlah kuadrat dari n pertama bilangan asli diberikan sebagai
berikut
1
12 + 22 + ⋯ + 𝑛2 = 𝑛(𝑛 + 1)(2𝑛 + 1)
6
Pembuktian:
Untuk membuktikan kebenaran formula ini, pertama kita asumsikan bahwa formula ini benar
1
untuk 𝑛 = 1, karena 12 = 6 . 1ሺ1 + 1ሻሺ2 + 1ሻ. Bila kita asumsikan formula ini benar untuk k,
maka dengan menambahkan ሺ𝑘 + 1ሻ2 pada kedua ruas, menghasilkan
1
12 + 22 + ⋯ + 𝑘 2 + ሺ𝑘 + 1ሻ2 = 𝑘ሺ𝑘 + 1ሻሺ2𝑘 + 1ሻ+ ሺ𝑘 + 1ሻ2
6
1
= ሺ𝑘 + 1ሻሺ2𝑘 2 + 𝑘 + 6𝑘 + 6ሻ
6
1
= (𝑘 + 1)(𝑘 + 2)(2𝑘 + 3)
6
Karena pernyataan tersebut menyatakan kesamaan untuk 𝑛 = 𝑘 + 1, maka dapat disimpulkan
bahwa 𝑘 + 1 ∈ 𝑆. Dari sini kondisi (2) pada prinsip induksi matematika terpenuhi. Oleh karena
itu dengan prinsip tersebut dapat kita simpulkan bahwa 𝑆 = 𝑁, jadi formulanya berlaku untuk
semua 𝑛 ∈ 𝑁

Anda mungkin juga menyukai