Anggota Kelompok
01 F1041191022 02 F1041191023
03 F1041191024 04 F1041191028
Himpunan dan
Fungsi
Aljabar Himpunan
Bila A menyatakan suatu himpunan dan suatu unsurnya, kita tuliskan dengan Bila A dan B suatu
himpunan sehingga mengakibatkan (yaitu setiap unsur di A juga unsur di B), maka kita katakan A
termuat di B, atau B memuat A atau A suatu sub himpunan dari B, dan dituliskan dengan .
Bila dan terdapat unsur di B yang bukan anggota A kita katakan A subhimpunan sejati dari B.
1.1.1 Definisi. Dua himpunan A dan B dikatakan sama bila keduanya memuat unsur-unsur yang sama.
Bila himpunan A dan B sama, kita tuliskan dengan A=B. Untuk membuktikan bahwa A=B kita harus
menunjukkan bahwa A⊆B dan B ⊆A.
Suatu himpunan dapat dituliskan dengan mendaftar anggota-anggotanya, atau dengan menyatakan sifat
keanggotaan himpunan tersebut. Kata”sifat keanggotaan” memang menimbulkan keraguan. Tetapi bila P
menyatakan sifat keanggotaan (yang tak bias artinya) suatu himpunan, kita akan tuliskan dengan {|P(x)} untuk
menyatakan himpunan semua x yang memenuhi P. Notasi tersebut kita baca dengan “himpunan semua x yang
memenuhi (atau sedemikian sehingga) P”. Bila dirasa perlu menyatakan lebih khusus unsur-unsur mana yang
memenuhi P, kita dapat juga menuliskannya dengan {x∈S | P(x)} untuk menyatakan sub himpunan S yang
memenuhi P.
Beberapa himpunan tertentu akan digunakan dalam hal ini, dan
kita akan menuliskannya dengan penulisan standar sebagai
berikut :
● Himpunan semua bilangan asli, N={1,2,3,…}
● Himpunan semua bilangan bulat, Z={0,1,-1,2,-2,…}
● Himpunan semua bilangan rasional, Q={m/n┤|m,n ⊆Z,n≠0}
Contoh :
Himpunan menyatakan himpunan semua bilangan asli
yang memenuhi Karena yang memenuhi hanya dan maka
himpunan tersebut dapat pula kita tuliskan dengan .
Operasi Himpunan
1.1.1
Definisi.
(a). Bila A dan B suatu himpunan, maka irisan (= interseksi) dari 𝑨 ⊂ 𝑩 dituliskan
dengan 𝑨 ∩ 𝑩, adalah himpunan yang unsur-unsurnya terdapat di A juga di
B. Dengan kata lain kita mempunyai 𝑨 ∩ 𝑩 = ሼ𝒙 ∈ 𝑨 𝒅𝒂𝒏 𝒙 ∈ 𝑩ሽ.
1.1.3
Definisi.
Himpunan yang tidak mempunyai anggota disebut himpunan kosonh, dituliskan
dengan ሼ ሽ𝒂𝒕𝒂𝒖 ∅. Bila A dan B dua himpunan yang tidak mempunyai unsur
bersama (yaitu 𝑨 ∩ 𝑩 = ∅), maka A dan B dikatakan saling asing atau disjoin.
Teorema 1.1.4
Teorema. Misalkan A,B dan C sebarang himpunan, maka
(a). 𝐴 ∩ 𝐴 = 𝐴, 𝐴 ∪ 𝐴 = 𝐴;
(b). 𝐴 ∩ 𝐵 = 𝐵 ∩ 𝐴, 𝐴 ∪ 𝐵 = 𝐵 ∪ 𝐴;
(c) ሺ𝐴 ∩ 𝐵ሻ∩ 𝐶 = 𝐴 ∩ ሺ𝐵 ∩ 𝐶 ሻ, ሺ𝐴 ∪ 𝐵ሻ∪ 𝐶 = 𝐴 ∪ ሺ𝐵 ∪ 𝐶 ሻ;
(d) 𝐴 ∩ ሺ𝐵 ∪ 𝐶 ሻ = ሺ𝐴 ∩ 𝐵ሻ∪ ሺ𝐴 ∩ 𝐶 ሻ, 𝐴 ∪ ሺ𝐵 ∩ 𝐶 ሻ = (𝐴 ∪ 𝐵) ∩ (𝐴 ∪ 𝐶)
Dimungkinkan juga untuk menunjukkan bahwa bila
{𝑨𝟏 , 𝑨𝟐 , … , 𝑨𝒏 } merupakan himpunan, maka terdapat sebuah himpunan A yang
memuat unsur yang merupakan paling tidak unsur dari suatu 𝑨𝒋 , 𝒋 = 𝟏, 𝟐, … , 𝒏
dan terdapat sebuah himpunan B yang unsur-unsurnya merupakan unsur semua
himpunan 𝑨𝒋 , 𝒋 = 𝟏, 𝟐, … , 𝒏. Dengan menghilangkan tanda kurung, kita dapat
tuliskan dengan
𝑨 = 𝑨𝟏 ∪ 𝑨𝟐 ∪ … ∪ 𝑨𝒏 = {𝒙|𝒙 ∈ 𝑨𝒋 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒔𝒖𝒂𝒕𝒖 𝒋}
𝑩 = 𝑨𝟏 ∩ 𝑨𝟐 … ∩ 𝑨𝒏 = {𝒙|𝒙 ∈ 𝑨𝒋 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒔𝒆𝒎𝒖𝒂 𝒋}
Untuk mempersinkat penulisan, A dan B diatas sering dituliskan dengan
𝑨 = ራ 𝑨𝒋
𝒋=𝟏
𝑩 = ሩ 𝑨𝒋
𝒋=𝟏
Secara kesamaan, bila untuk setiap j unsur di J terdapat himpunan 𝑨𝒋 , maka
Bukti :
𝐴 𝐴
Kita akan tunjukkan bahwa setiap unsur di termuat di kedua himpunan ( ) dan
𝐵∪𝐶 𝐵
𝐴
( 𝑐 ) dan sebaliknya.
𝐴
Bila 𝑥 di 𝐵∪𝐶
, maka 𝑥 di A, tetapi tidak di 𝐵 ∪ 𝐶. Dari sini 𝑥 suatu unsur di A,
tetapi tidak di kedua unsur B atau C. (Mengapa?) karena 𝑥 di A tetapi tidak di B, dan 𝑥
𝐴 𝐴 𝐴 𝐴
di A tetapi tidak di C. Yaitu 𝑥 ∈ 𝑑𝑎𝑛 𝑥 ∈ , yang menunjukkan bahwa 𝑥 ∈ ( ) ∩ ( )
𝐵 𝑐 𝐵 𝑐
𝐴 𝐴 𝐴 𝐴
Sebaliknya, bila 𝑥 ∈ ( ) ∩ ( ) maka 𝑥 ∈ ቀ ቁ𝑑𝑎𝑛 𝑥 ∈ ቀ ቁ. Jadi 𝑥 ∈ 𝐴 tetapi
𝐵 𝑐 𝐵 𝐶
𝐴
bukan anggota dari B atau C. Akibatnya 𝑥 ∈ 𝐴 𝑑𝑎𝑛 𝑥 ∉ ሺ𝐵 ∪ 𝐶 ሻ, karena itu 𝑥 ∈
𝐵∪𝐶
𝐴 𝐴 𝐴
Karena himpunan ( ) ∩ ( ) dan memuat unsur-unsur yang sama, menurut
𝐵 𝐶 𝐵∪𝐶
𝐴 𝐴 𝐴
definisi 1.1.1 = ቀ ቁ∩ ቀ ቁ
𝐵∪𝐶 𝐵 𝐶
1.1.6 Definisi.
Bila A dan B adalah himpunan-himpunan yang tak kosong, maka produk
cartesius 𝑨 × 𝑩 dari A dan B adalah himpunan pasangan berurut
ሺ𝒂, 𝒃ሻ𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝒂 ∈ 𝑨 𝐝𝐚𝐧 𝒃 ∈ 𝑩
𝑨 × 𝑩 = {ሺ𝟏, 𝟏ሻ, ሺ𝟏, 𝟓ሻ, ሺ𝟐, 𝟏ሻ, ሺ𝟐, 𝟓ሻ, ሺ𝟑, 𝟏ሻ, ሺ𝟑, 𝟓ሻ}
Fungsi
1.1.7 Misalkan A dan B himpunan suatu fungsi dari A ke B adalah himpunan pasangan
berurut f di A×B sedemikian sehingga untuk masing-masing a ∈ A terdapat b ∈ B
yang tunggal dengan (a,b),(a,b’) ∈ f, maka b = b’. Himpunan A dari unsur-unsur
pertama dari f disebut daerah asal atau “domain” dari f, dan dituliskan D(f).
Sedangkan unsur-unsur di B yang menjadi unsur kedua di f disebut “range” dari
f:A→B
menunjukkan bahwa f suatu fungsi dari A ke B; akan sering kita katakan bahwa f
suatu pemetaan dari A ke dalam B atau f memetakan A ke dalam B. Bila (a,b)
suatu
Bila f suatu fungsi dengan domain D(f) dan D1 suatu subhimpunan dari D(f), seringkali
bermanfaat untuk mendefinisikan fungsi baru f1 dengan domain D1 dan f1(x) = f(x) untuk semua
x ∈ D1. Fungsi f1 disebut pembatasan fungsi f pada D1.
Atau yang biasa kita tuliskan 𝑓1 = 𝑓|𝐷1 untuk menyatakan pembatasan fungsi 𝑓 pada himpunan
𝐷1
1.1.9 Bayangan Langsung dan Bayangan Invers
Misalkan f : A → B suatu fungsi dengan domain A dan range B.
Bila E subhimpunan A, maka bayangan langsung dari E terhadap f adalah sub
himpunan f(E) dari B yang diberikan oleh
f(E) = {f(x) : x ∈ E}.
Bila H subhimpunan E, maka bayangan invers dari H terhadap f adalah
subhimpunan
f-1(H) dari A, yang diberikan oleh
f-1(H) = { x ∈ A : f(x) ∈ H}
2
1.1.8 (a) Misalkan f : R → R didefinisikan dengan f(x) = x . Bayangan langsung himpunan
E = {x :0 ≤ x ≤ 2} adalah himpunan f(E) = {y : 0 ≤ y ≤ 4}. Bila G = {y :0 ≤ y ≤ 4}, maka
bayangan invers G adalah himpunan f-1(G) = {x :-2 ≤ x ≤ 2}. Jadi f-1(f(E)) ≠ E.
Disatu pihak, kita mempunyai f(f-1(G)) = G. Tetapi bila H = {y :-1 ≤ y ≤ 1}, maka kita peroleh
f(f-1(H)) = {y: 0 ≤ y ≤ 1} ≠ H.
(b) Misalkan f : A → B, dan G,H subhimpunan dari B kita akan tunjukkan bahwa
f-1(G∩H) ⊆ f-1(G)∩ f-1(H)
Kenyataannya, bila x ∈ f-1(G∩H) maka f(x) ∈ G∩H, jadi f(x) ∈ G dan f(x) ∈ H. Hal ini
mengakibatkan x ∈ f-1(G) dan x ∈ f-1(H). Karena itu x ∈ f-1(G)∩ f-1(H), bukti selesai. Sebaliknya,
f-1(G∩H) ⊇ f-1(G)∩ f-1(H) juga benar, yang buktinya ditinggalkan sebagai latihan.
1.1.9 a. Suatu fungsi f : A → B dikatakan injektif atau satu-satu bila x1 ≠ x2, mengakibatkan f(x1) ≠
f(x2). Bila f satu-satu, kita katakan f suatu injeksi
b. Suatu fungsi f : A → B dikatakan surjektif atau memetakan A pada B, bila f(A) = B. Bila f
surjektif, kita sebut f suatu surjeksi
c. Suatu fungsi f : A → B dikatakan bijektif bila bersifat injektif dan surjektif. Bila f bijektif,
kita sebut bijeksi.
Suatu fungsi dapat dikatakan injektif jika dan hanya jika 𝑓ሺ𝑥1 ሻ = 𝑓ሺ𝑥2 ሻ. Mengakibatkan
𝑥1 = 𝑥2 untuk semua 𝑥1 , 𝑥2 di A
𝑥
Sebagai contoh, misalkan 𝐴 = ሼ𝑥 ∈ 𝑅|𝑥 ≠ 1ሽ𝑑𝑎𝑛 𝑓: 𝐴 → 𝑅 dengan 𝑓ሺ𝑥ሻ= untuk
𝑥−1
menunjukkan 𝑓 injektif asumsikan 𝑥1 , 𝑥2 di A sehingga 𝑓ሺ𝑥1 ሻ= 𝑓(𝑥2 ) maka kita dapatkan
𝑥1 𝑥2
=
𝑥1 − 1 𝑥2 − 1
Persamaan ini kita dapatkankarna 𝑓 bersifat injektif
Secara ekivalen, f : A → B surjektif bila range f adalah semua dari B, yaitu untuk setiap
y ∈ B terdapat x ∈ A sehingga f(x) = y.
Dalam pendefinisian fungsi, penting untuk menentukan domain dan himpunan dimana nilainya
diambil. Sekali hal ini ditentukan, maka dapat menanyakan apakah fungsi tersebut surjektif
atau tidak.
1.1.10 Untuk fungsi f : A → B dan g : B →C, komposisi fungsi gof (perhatikan urutannya!) adalah
fungsi dari A ke C yang didefinisikan dengan gof(x) = g(f(x)) untuk x ∈ A.
ሺ𝐺 𝑜 𝑓 ሻሺ𝑥 ሻ≔ 𝑔൫𝑓 ሺ𝑥 ሻ൯𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑥 ∈ 𝐴
1.1.11 (a). Urutan komposisi harus benar-benar diperhatikan. Misalkan f dan g fungsi-fungsi yang
nilainya di x ∈ R ditentukan oleh
f(x) = 2x, g(x) = 3x2 - 1
Karena D(g) = R dan R(f) ⊆ R, maka domain D(gof) adalah juga R, dan fungsi komposisi gof ditentukan oleh
gof(x) = 3(2x)2 - 1 = 2x2 - 1
Di lain pihak, domain dari fungsi komposisi gof juga R, tetapi dalam hal ini kita mempunyai fog(x) =
2(3x - 1) = 6x2 - 2. Jadi fog ≠ gof.
2
(b). Beberapa perhatian harus dilatih agar yakin bahwa range dari f termuat di domain dari g. Sebagai contoh,
bila𝑓ሺ𝑥 ሻ = 1 − 𝑥 2 dan y - ξ 𝑥, maka fungsi komposisi yang diberikan oleh 𝑔𝑜𝑓 ሺ𝑥 ሻ = ξ 1 − 𝑥 2 didefinisikan
hanya pada x di 𝐷ሺ𝑓ሻyang memenuhi 𝑓ሺ𝑥ሻ≥ 0; yaitu untuk memenuhi −1 ≤ 𝑥 ≤ 1. Bila kita tukar urutannya
maka komposisi 𝑓𝑜𝑔 yang diberikan oleh 𝑔𝑜𝑓ሺ𝑥ሻ= 1 − 𝑥, didefinisikan untuk semua x di domain dari g; yaitu
himpunan ሼ𝑥 ∈ 𝑅: 𝑥 ≥ 0ሽ.
Induksi Matermatika
Induksi matematika merupakan suatu metode pembuktian yang sering digunakan dalam menguji
kebenaran suatu pernyataan tertentu berlaku untuk setiap bilangan asli.
Misal : diasumsikan
dengan N adalah himpunan bilangan asli
𝑁 = {1,2,3, … }
Dengan operasi arimatika penjumlahan dan perkalian seperti biasa dan dengan arti suatu
bilangan kurang dari bilangan lain. Kita juga akan mengasumsikan sifat fundamental dari N
berikut.
Untuk melakukan pembuktian dengan induksi matematika, kita memerlukan pemahaman tentang
A. Sifat urutan dengan baik dari N.
B. Prinsip Induksi Matematika.
Pernyataan yang lebih detail dari sifat ini sebaai berikut : bila S subhimpunan dari N dan 𝑆 ≠ ∅,
maka terdapat suatu unsur 𝑚 ∈ 𝑆 sedemikian sehingga 𝑚 ≤ 𝑘 untuk semua 𝑘 ∈ 𝑆.
Misalkan subhimpunan dari N yang mempunyai sifat
(1) 1 ∈ 𝑆
(2) jika 𝑘 ∈ 𝑆, maka 𝑘 + 1 ∈ 𝑆.
Maka 𝑆 = 𝑁
Bukti:
Andaikan 𝑆 ≠ 𝑁. Maka N\S tidak kosong, karenanya berdasar sifat urutan dengan baik N\S
mempunyai unsur terkecil, sebut m. karena 1 ∈ 𝑆, maka 𝑚 ≠ 1. Karena itu 𝑚 > 1 dengan
𝑚 − 1 juga bilangan asli. Karena 𝑚 − 1 < 𝑚 dan 𝑚 unsur terkecil di N\S, maka 𝑚 − 1 haruslah
di S.
Hipotesis (2) terhadap unsur 𝑘 = 𝑚 − 1 di S, yang berakibat 𝑘 + 1 = ሺ𝑚 − 1ሻ+ 1 = 𝑚 𝑑𝑖 𝑆.
Kesimpulan ini kontradiksi dengan pernyataan bahwa m tidak di S. karena m diperoleh dengan
pemisalan bahwa N\S tidak kosong, kita dipaksa pada kesimpulan bahwa N\S kosong. Karena itu
kita telah buktikan bahwa 𝑆 = 𝑁.
Prinsip induksi matematika sering dinyatakan dalam kerangka sifat atau pernyataan tentang
bilangan asli. Bila P(n) berarti pernyataan tentang 𝑛 ∈ 𝑁, maka P(n) benar untuk beberapa nilai
n, tetapi tidak untuk yang lain.
Sebagai contoh, bila P(n) pernyataan “𝑛2 = 𝑛", maka P(1) benar, sementara P(n) salah untuk
semua 𝑛 ≠ 1, 𝑛 ∈ 𝑁. Dalam konteks ini prinsip induksi matematika dapat dirumuskan sebagai
berikut:
(a). P(1) benar
(b). Jika P(k) benar, maka P(k+1) benar.
Maka P(n) benar untuk semua 𝑛 ∈ 𝑁.
Contoh a:
Untuk setiap 𝑛 ∈ 𝑁, jumlah n pertama bilangan asli diberikan sebagai berikut
1
1 + 2 + ⋯+ 𝑛 = 𝑛(𝑛 + 1)
2
Pembuktian:
1
𝑛 = 1, maka diperoleh 1 = 2 . 1(1 + 1), jadi 1 ∈ 𝑆 dan dengan asumsi tersebut akan ditunjukkan
𝑘 + 1 ∈ 𝑆. Bila 𝑘 ∈ 𝑆. Maka kita dapatkan
1
1 + 2 + ⋯ + 𝑘 = 𝑘(𝑘 + 1)
2
Bila kita tambahkan k+1 pada kedua ruas, kita peroleh persamaan tersebut menjadi
1
1 + 2 + ⋯ + 𝑘 + ሺ𝑘 + 1ሻ= 𝑘ሺ𝑘 + 1ሻ+ (𝑘 + 1)
2
1 1
= 𝑘2 + 𝑘 + 𝑘 + 1
2 2
1 2 1 2𝑘 2
= 𝑘 + 𝑘+ +
2 2 2 2
Karena pernyataan tersebut menyatakan kesamaan untuk 𝒏 = 𝒌 + 𝟏, maka dapat
1 2 3𝑘 2
= 𝑘 + + disimpulkan bahwa 𝒌 + 𝟏 ∈ 𝑺. Dari sini kondisi (2) pada B terpenuhi. Karena itu dengan
2 2 2 prinsip induksi matematika kita simpulkan bahwa S=N, jadi formulanya berlaku untuk
1 semua 𝒏 ∈ 𝑵
= (𝑘 + 1)(𝑘 + 2)
2
Karena pernyataan tersebut menyatakan kesamaan untuk 𝑛 = 𝑘 + 1, maka dapat disimpulkan
bahwa 𝑘 + 1 ∈ 𝑆. Dari sini kondisi (2) pada B terpenuhi. Karena itu dengan prinsip induksi
Misalkan
Kita membuktikan dengan 2 langkah dari prinsip induksi matematika
Langkah 1
Langkah 2
Asumsikan benar maka
Asumsikan P(k) benar maka P(k+1) juga benar
P(n) : P(k) :
P(1) : P(k+1) :
P(1) : P(k+1) :
P(k+1) :
P(1) :
P(k+1) :
Terbukti benar
P(k+1) :
P(k+1) :
P(k+1) :
Karena ruas kanan dan kiri sama, maka terbukti P(k) → P(k+1) juga benar.
Contoh b
Untuk masing-masing 𝑛 ∈ 𝑁, jumlah kuadrat dari n pertama bilangan asli diberikan sebagai
berikut
1
12 + 22 + ⋯ + 𝑛2 = 𝑛(𝑛 + 1)(2𝑛 + 1)
6
Pembuktian:
Untuk membuktikan kebenaran formula ini, pertama kita asumsikan bahwa formula ini benar
1
untuk 𝑛 = 1, karena 12 = 6 . 1ሺ1 + 1ሻሺ2 + 1ሻ. Bila kita asumsikan formula ini benar untuk k,
maka dengan menambahkan ሺ𝑘 + 1ሻ2 pada kedua ruas, menghasilkan
1
12 + 22 + ⋯ + 𝑘 2 + ሺ𝑘 + 1ሻ2 = 𝑘ሺ𝑘 + 1ሻሺ2𝑘 + 1ሻ+ ሺ𝑘 + 1ሻ2
6
1
= ሺ𝑘 + 1ሻሺ2𝑘 2 + 𝑘 + 6𝑘 + 6ሻ
6
1
= (𝑘 + 1)(𝑘 + 2)(2𝑘 + 3)
6
Karena pernyataan tersebut menyatakan kesamaan untuk 𝑛 = 𝑘 + 1, maka dapat disimpulkan
bahwa 𝑘 + 1 ∈ 𝑆. Dari sini kondisi (2) pada prinsip induksi matematika terpenuhi. Oleh karena
itu dengan prinsip tersebut dapat kita simpulkan bahwa 𝑆 = 𝑁, jadi formulanya berlaku untuk
semua 𝑛 ∈ 𝑁