Anda di halaman 1dari 8

BAB III

PENUNJUKAN KEMBALI (RENVOI)


OLEH :
Dr.Arum Widiastuti,S.H.,M.H.
Universitas Wahid Hasyim
Semarang
1. PENGERTIAN POKOK DALAM LEMBAGA RENVOI

 Persoalan renvoi berkaitan erat dengan persoalan prinsip nasionalitas atau domisi dalam
menentukan status personal seseorang. Terutama karena adanya perbedaaan mengenai prinsip yg
dianut (nasionalitas atau domisili) di berbagai negara. Persoalan ini timbul karena menurut
kenyataan terdapat aneka warna system Hukum Perdata Internasional, oleh karena itu terjadi
conflict de system in de internasional prive, sehingga tdk ada keseragaman dalam penyelesaian
masalah Hukum Perdata Internasional di berbagai negara.
 Menurut pandangan Sunarji Hartono (1976:101) persoalan renvoi tdk bisa dilepaskan atau erat
sekali kaitannya dengan masalah “kualifikasi” dan “titik taut”, karena memang sebenarnya ketiga
persoalan dapat dicakup dalam satu persoalan, yaitu Hukum manakah yg berlaku dalam suatu
peristiwa Hukum Perdata Internasional.
 Setelah semua fakta dalam suatu perkara Hukum Perdata Internasional telah dikualifikasikan,
kemudian dicari titik taut yg dapat memberi petunjuk tentang Hukum mana yg akan berlaku
terhadap kasus tersebut.
2. LATAR BELAKANG HUKUM ASING

 Jika titik taut telah diketahui, maka ada persoalan lain yg harus dihadapi yaitu bagian
manakah dari hukum asing yg harus berlaku ? Sebagai contoh bilamana hakim Indonesia
berdasarkan ketentuan Hukum Perdata Internasional menyatakan bahwa hukum yg
berlaku terhadap perkara yg ia periksa adalah Hukum Inggris, maka akan timbul persoalan
baru lagi : apakah hukum Inggris itu? Dalam hal ini dapat terjadi 2 kemungkinan :
1. Hukum Intern (domestic law) yg berlaku di Inggris utk hubungan hukum sesama
dengan orang Inggris
2. Didalam termasuk pula ketentuan Hukum Perdata Internasional Inggris, jadi termasuk
pula ketentuan choice of law
3. JENIS-JENIS RENVOI

 Jenis-jenis renvoi adalah sbb :


1. Penunjukan Kembali
Jika penunjukan kepada Hukum asing itu dianggap termasuk pula dalam kaidah-kaidah
Hukum Perdata Internasionalnya, maka mungkin akan terjadi penunjukan Kembali, misalnya
hakim di negara X harus memberlakukan hukum negara Y dalam arti seluruh sistem hukum
negara Y, maka mungkin ketentuan Hukum Perdata Internasional negara Y menunjuk
Kembali kepada hukum negara X .
2. Penunjukan Lebih Lanjut atau Jauh
Dalam kasus hakim di negara X yg akhirnya memakai hukum perdata internasional negara Y,
selain dapat Kembali memakai hukum negara X dapat juga hukum internasional negara Y
menunjuk lebih jauh ke hukum negara ketiga, yaitu hukum negara Z (penunjukan lebuh jauh)
4. THE FOREIGN COURT THEORY

 The foreign court theory (FCT) dikenal sebagai double renvoi atau total renvoi adalah sejenis
renvoi yg dikembangkan serta telah lama diterima dalam system Hukum Perdata Internasional
Inggris. Double renvoi yg didasarkan pada suatu pendirian bahwa hakim Inggris dalam mengadili
suatu kasus Hukum Perdata Internasional akan bertindak sebagai hakim di negara lain dan disebut
“consider himself sitting in foreign country”.
 Ada 2 hal yang ditemukan dalam double renvoi, yaitu :
1. Hakim harus menentukan terlebih dahulu system hukum atau badan hukum asing manakah yg
seharusnya mengadili dihadapinya.
2. Langkah seharusnya yg harus dilakukan berdasarkan system Hukum Perdata Internasional dari
the foreign lex fori itu.
Persoalan renvoi berkaitan erat dengan persoalan prinsip nasionalitas atau domisili dalam
menentukan status personal seseorang, terutama karena adanya perbedaan mengenai prinsip yg
dianut (nasionalitas atau domisili)
BAB IV
KETERTIBAN UMUM
 Banyak pakar Hukum Perdata Internasional menyatakan bahwa persoalan ketertiban umum
merupakan salah satu masalah yg penting dalam ajaran Hukum Perdata Internasional.
Mengenai ketertiban umum sangat sukar dikemukakan suatu perumusan : Eropa continental,
konsep ketertiban umum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa : semua kaidah hukum
setempat yg dibuat utk melindungi kesejahteraan umum (public welfare) harus didahulukan
dari ketentuan hukum asing yg isinya dianggap bertentangan dengan kaidah hukum
tersebut. Hal tersebut juga dipengaruhi karena factor-factor waktu dan tempa, filsafat
kenegaraanyg dianut oleh masyarakat hukum yg bersangkutan, system perekonomian, dan
pola kebudayaan dan politiknya. Oleh sebab itu “ketertiban umum” masa penjajahan, masa
kemerdekaan dan masa sekarang ini berbeda pengertiannya.
 Pemikiran tentang ketertiban umum dalam Hukum Perdata Internasional pada dasarnya
bertitik tolak dari anggapan dasar bahwa “sebuah pengadilan adalah bagian dari struktur
kenegaraan yg berdaulat” dan karena itu pengadilan berwenang memberlakukan hukumnya
sendiri dlm perkara yg diajukan kepadanya.
 Ketertiban umum memiliki makna luas dan bisa dianggap mengandung arti mendua (ambiguity),
dalam praktik timbul berbagai penafsiran tentang arti dan makna ketertiban umum antara lain
penafsiran sempit yaitu dengan demikian yg dimaksud dengan pelanggar/bertentangan dengan
ketertiban umum hanya terbatas pada pelanggaran thd ketentuan peraturan perundang-undangan
saja, oleh karena itu putusan arbitrase yg bertentangan/melanggar ketertiban umum ialah putusan
yg bertentangan denganketentuan peraturan perundang-undangan Indonesia.
 Sedangkan penafsiran luas tdk membatasi lingkup dan makna ketertiban umum pada ketentuan
hukum positif saja, tetapi meliputi segala nilai nilai dan prinsip-prinsip hukum yg hidup dan tumbuh
dalam kesadaran masyarakat,termasuk kedalamnya meliputi nilai-nilai kepatutan dan prinsip
keadilan umum. Oleh karena itu putusan arbitrase asing yg bertentangan dengan nilai-nilai yg
hidup dlm kesadaran dan pergaulan masyarakat atau yg melanggar kepatutan dan keadilan, tdk
dapat dilaksanakan di Indonesia.
 Dalam system hukum berbagai negara dibedakan antara ketertiban umum Internasional dan
ketertiban umum intern, dalam hal ini ketertiban umum internasional meliputi kaidah-kaidah yg
bermaksud melindungi kesejahteraan negara dan perlindungan bagi masyarakat. Sedangkan
ketertiban umum intern meliputi kaidah-kaidah yg hanya membatasi kebebasan perseorangan.
 Lembaga ketertiban umum harus dipakai seminimal mungkin, jangan sampai mengarah pada
chauvinism hukum yg akan menghambat perkembangan Hukum Perdata Internasional
sendiri, Lembaga ini baiknya bertahan dan tdk utk menyerang atau menghambat system
hukum asing yg berlaku.
 Menurut Sudargo Gautama, Lembaga ketertiban umum diibaratkan sebagai “rem darurat
pada kereta api” yg hanya dipakai apabila diperlukan saja.
 Dalam hal ini pertimbangan politis seringkali yg menjadi pertimbangan utama dalam
menentukan apakah suatu kaidah asing harus dipandang bertentangan dengan ketertiban
umum, dimana hukum asing yg seyogyanya harus dipergunakan menurut ketentuan Hukum
Perdata Internasional Indonesia sendiri akan dikesampingkan dan akan diganti dengan
pemakaian hukum nasional intern Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai