https://www.youtube.com/watch?v=cy14tVjJTpk&t=145s
Tonton video di atas sampai habis
Para ulama sepakat bahwa al-Quran adalah sumber dari segala sumber hukum.
Kata hakama dalam alquran merujuk pada pengertian keteraturan yang saling
menguatkan. Hukum tidak selalu berkaitan dengan pengadilan seorang bersalah
atau tidak, namun lebih kepada pesan universal bahwa segala sesuatu di alam ini
diciptakan sesuai dengan hokum dan qodar (kadar)nya. Itulah sunnatullah.
Jadi, bagi seorang muslim al-Quran dikarenakan al-Quran menjadi sumber hukum
oleh karena itu al-Quran meresap dalam darah dan menjadi way of life.
Al-Quran
Menurut Quraisy Shihab tujuan diturunkannya Al-Qur’an bisa disarikan antara lain sebagai berikut
:
Untuk membersihkan akal dan menyucikan jiwa dari segala bentuk syirik serta memantapkan
keyakinan tentang keesaan yang sempurna bagi Tuhan seru sekalian alam, keyakinan yang tidak
semata-mata sebagai suatu konsep teologis, tetapi falsafah hidup dan kehidupan manusia.
Untuk mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yakni bahwa umat manusia merupakan
suatu umat yang seharusnya dapat bekerja sama dalam pengabdian kepada Allah swt. dan
pelaksanaan tugas kekhalifahan.
Untuk membasmi kemiskinan material dan spiritual, kebodohan dan penderitaan hidup serta
pemerasan manusia atas manusia dalam bidang sosial, ekonomi, politik dan juga agama.
Untuk menekankan peranan ilmu dan teknologi, guna menciptakan satu peradaban yang sejalan
dengan jati diri manusia, dengan panduan dan paduan nur Ilahi. Demikianlah kehadiran Al-Qur’an
suci yang kalau kandungannya diaktualisasikan dalam kehidupan nyata, dijamin oleh Allah swt.
kedamaian dunia akan terwujud dan kebahagiaan akhirat akan tercapai.
SUNNAH ATAU HADIS
Fungsi hadis terhadap Al-Qur’an :
Memberikan rincian, yakni as-sunnah memberikan rincian terhadap ayat Al-Qur’an yang masih bersifat
global, seperti rincian tentang pelaksanaan ibadah shalat, yang meliputi cara, sarat rukunnya, waktunya,
jumlahnya dan sebagainya.
Membatasi kemutlakan, yakni sunnah memberi penjelasan dengan membatasi kemutlakan pengertian yang
terkandung dalam redaksi ayat, misalnya ketetapan Al-Qur’an mengenai wasiat :
“Diwajibkan kepada kamu apabila seorang diantara kamu telah kedatangan tanda-tanda maut, jika ia
meninggalkan harta yang banyak, berwasiatlah kepada bapak, ibu dan karib kerabatnya secara ma’ruf,
sebagai suatu hak atas orang yang bertaqwa” ( Qs. 2 : 180 ). Dalam ayat tersebut wasiat itu diungkapkan
secara mutlak ( tanpa ada batasan jumlahnya ). As-sunnah membatasi banyaknya wasiat agar tidak melampaui
sepertiga dari harta yang ditinggalkan. Hal ini terdapat dalam sebuah hadis, ketika Sa’ad bin Abi Waqas ingin
berwasiat dengan 2/3 dari kekayaannya, oleh Rasulullah dilarang, kemudian mengajukanlagi ½-nya, tapi rasul
juga menolak dan akhirnya dibolehkan 1/3-nya saja ( Bukhari dan Muslim ).
As-sunnah menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh Al-Qur’an, misalnya :
“Rasulullah saw. melarang semua yang mempunyai taring dari binatang dan dari semua burung yang
bercakar” ( HR. Muslim dari Ibnu Abbas ).
LANJUTAN