Anda di halaman 1dari 16

~ Seminar Pendidikan Matematika ~

STKIP MUHAMMADIYAH
KUNINGAN

PEMAHAMAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH-MASALAH


MATEMATIKA BERDASARKAN JENIS KELAMIN :
ELABORASI FOLDING BACK
Disusun Oleh :
EKA NURHIDAYAH
NIM. 193223006
Agenda Pembahasan

1 Abstrak

2 Pendahuluan

3 Metode

4 Hasil dan Pembahasan

5 Kesimpulan
Abstrak

Pengetahuan siswa sebelumnya pada tingkat yang lebih rendah ditinjau ketika mereka
memecahkan masalah matematika. Tindakan ini sangat penting untuk memperkuat penge -
tahuan mereka dan memberikan informasi yang tepat yang dibutuhkan untuk memecahkan
masalah. Teori Pirie dan Kieren menyatakan bahwa tindakan kembali ke tingkat pemahaman
sebelumnya disebut folding back. Oleh karena itu, penelitian deskriptif-eksploratif ini
mengkaji tingkat pengetahuan siswa SMA dalam menyelesaikan masalah matematika dengan
menggunakan metode folding back. Sampel terdiri dari 33 siswa yang dikelompokkan menjadi
kelompok laki-laki dan perempuan, masing-masing diwawancarai untuk mengetahui hasil pe-
mecahan masalah aritmatika berdasarkan jenis kelamin. Hasil penelitian menunjukkan
adanya perbedaan tingkat pemahaman siswa dalam menyelesaikan masalah. Siswa laki-laki
melakukan proses folding back pada level image having, formalising, dan structuring. Semen-
tara siswa perempuan melakukannya pada level image making, property noticing, formalising,
dan observing. Selanjutnya kedua peserta mampu melakukan kegiatan pemahaman, antara
lain menjelaskan informasi dari suatu masalah matematika, mendefinisikan konsep, memiliki
gambaran umum tentang topik tertentu, mengidentifikasi persamaan dan perbedaan, mengab -
straksikan konsep matematika, dan memahami ide-idenya sesuai dengan yang diberikan.
Penelitian ini menyarankan bahwa teori Pirie dan Kieren dapat membantu guru mendeteksi
ciri-ciri pemahaman siswa dalam memecahkan masalah matematika.
Pendahuluan

Pemecahan masalah adalah aktivitas kognitif yang paling signifikan dalam kehidupan sehari-
hari (Jonassen, 2000; Verschafel dkk. 2020). Selain itu, pemecahan masalah ini adalah
proses kognitif yang membutuhkan solusi untuk masalah tertentu (Sweller,1988; Holyoak,1990;
Jonassen,2003; Düşek & Ayhan,2014).
Selanjutnya, proses ini erat kaitannya dengan pemahaman konsep siswa untuk memecahkan
masalah yang dihadapi dan dasar dari konsep matematika yang terkait (Pape & Tchoshanov,
2001; Stylianida & Stylianida, 2007). Sebaliknya, ketidakmampuan siswa dalam memahami
konsep matematika membuatnya sulit untuk memecahkan masalah (An, Kulm, & Wu, 2004).
Oleh karena itu, mereka harus memiliki pemahaman yang memadai untuk memecahkan
masalah, terutama mengenai penyelesaian yang membutuhkan 'pemahaman'.
Berdasarkan observasi kelas, beberapa siswa mengalami inkonsistensi dalam kegiatan pe-
mecahan masalah. Mereka mengalami kesulitan untuk menyatakan kembali dan menyajikan
konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis. Ketidakmampuan siswa untuk
memecahkan masalah matematika menunjukkan mereka tidak memiliki pemahaman yang
memadai tentang mata pelajaran. Ketidakmampuan mereka dalam memecahkan masalah me -
nunjukkan bahwa implikasi pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika tidak tere -
dukasi dengan baik.
Pendahuluan

Studi ini menggunakan teori Pirie-Kieren dan model terkait, yang merupakan perspektif teo-
retis yang mapan dan diakui tentang sifat pemahaman matematis untuk memahami pertum-
buhan (Pirie & Kieren,1994; Martin & Menara,2016).
Teori Pirie-Kieren memberikan wawasan tentang bagaimana pengetahuan diatur dan direor -
ganisasi, serta strategi yang digunakan oleh peserta didik untuk merenungkan dan memban -
gun pemahaman mereka sesuai. Tumbuhnya pemahaman dalam teori ini merupakan proses
yang dinamis dan aktif yang melibatkan pengembangan dan tindakan. Ini melibatkan perger-
akan konstan di antara berbagai tingkat pemikiran tanpa melibatkan sistem yang lurus (Pirie &
Kieren, 1994). Tindakan menelaah kembali pemahaman dan gagasan yang ada dari suatu
konsep matematika disebut “folding back” dalam teori Pirie Kieren yang menjadi fokus peneli-
tian ini.
Folding back adalah teknik yang digunakan siswa untuk meninjau kembali pengetahuan
mereka sebelumnya pada tingkat yang lebih rendah. Proses ini membantu mereka memec -
ahkan berbagai masalah matematika (Gülkılık, Uğurlu, & Yürük, 2015; Yao & Manouchehri,
2020). Martin, Lacroix, dan Fownes (2005) menyatakan bahwa folding back merupakan bagian
integral dari pemahaman matematis pembelajaran, yang membantu siswa mengembangkan
pengetahuan yang tepat yang sesuai dengan tugasnya.
Pendahuluan

Teori Pirie-Kieren berisi 8 tingkat tindakan potensial untuk menggambarkan perkembangan


pemahaman individu dan untuk menggambarkan konsep tertentu. Level-level tersebut disebut
Primitive Knowing, Image Making, Image Having, Property Noticing, Formalising, Observing,
Structuring, dan Inventising (Pirie & Kieren, 1994; Pirie & Martin, 2000; Thom & Pirie, 2006;
Martin, 2008; Martin & LaCroix, 2008). Tingkatan tersebut dijabarkan lebih lanjut sebagai
berikut (1) Primitive Knowing, merupakan proses penumbuhan pemahaman konsep matem-
atika siswa, (2) Image Making, tingkat yang memungkinkan siswa memiliki pemahaman
berdasarkan pengetahuan sebelumnya tentang tindakan mental dan fisik, (3) Image Having,
tahap dimana siswa menggunakan citra mental pada suatu topik tanpa mengambil tindakan
tertentu yang mengarah ke topik, (4) Property Noticing atau manipulasi aspek topik untuk
membentuk properti terkait, (5) Formalising, memungkinkan penguasaan konsep abstrak
berdasarkan sifat-sifat yang ada, (6) Observing, mendukung koordinasi kegiatan formal untuk
menggunakannya untuk masalah yang dihadapi, (7) Structuring, fase yang memfasilitasi
siswa untuk menghubungkan hubungan antara satu teorema dengan yang lain dan membuk -
tikannya berdasarkan argumen logis, dan (8) Inventing, periode yang ditandai dengan pema-
haman yang terstruktur dan lengkap, dengan kemampuan untuk membuat pertanyaan dan
tumbuh menjadi konsep yang sama sekali baru.
Pendahuluan

Selama beberapa dekade terakhir, banyak penelitian telah dilakukan untuk memecahkan
masalah matematika, yang dianggap sebagai faktor penting dalam perbedaan gender dalam
pendidikan (Zhu, 2007). Meta-analisis dari 100 studi menunjukkan bahwa perbedaan gender
dalam kinerja matematika perempuan di sekolah menengah adalah kecil (Royer et al.,1999;
Gallagher dkk. 2000). Beberapa faktor seperti kemampuan kognitif, kecepatan pemrosesan,
gaya belajar, dan sosialisasi berkontribusi pada perbedaan gender dalam pemecahan masalah
matematika. Namun, kontribusi beberapa faktor masih diragukan dan hanya berlaku di beber-
apa area tertentu (Royer et al.,1999). Oleh karena itu, berdasarkan temuan ini, penulis dapat
berasumsi bahwa perempuan dan laki-laki memiliki berbagai pola pemecahan masalah
matematis yang dibangun di atas pendekatan multi-langkah. Selanjutnya, dengan pengujian
standar, siswa dapat menemukan solusi yang tepat dengan memilih dan menggabungkan
serangkaian strategi yang tepat.
Metode

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif-eksploratif yang dirancang untuk mengeksplorasi


karakteristik pemahaman siswa SMA tentang masalah matematika yang berfokus pada “folding
back". Tujuan metode sampling digunakan untuk memperoleh data dari 33 siswa SMA Negeri
1 Bone, Sulawesi Selatan, Indonesia. Para siswa dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin -
nya dan diperintahkan menyelesaikan soal Tes Kemampuan Matematika. Selanjutnya, untuk
mengeksplorasi karakteristik masing-masing kelompok, kedua partisipan diinstruksikan untuk
menyelesaikan barisan aritmatika. Setelah itu, wawancara berbasis tugas dilakukan dengan
seorang siswa dari setiap kelompok. Keduanya dipilih karena (1) sama-sama memenuhi hasil
tes kemampuan matematika untuk kriteria berdasarkan standar KKM 75, (2) memiliki kemam-
puan komunikasi yang baik dan mumpuni, dan (3) siap mengikuti pembelajaran.
Soal-soal yang digunakan sebagai Kemampuan Matematika diadaptasi dari bank UN tahun
ajaran 2019/2020 yang dimodifikasi menjadi uraian 5 butir soal dengan memperhatikan proses
tingkat pemahaman siswa (focus folding back) dan merekam wawancara. Proses ini juga terdiri
dari 3 pertanyaan terbuka, yang digunakan untuk menggali pemahaman siswa dalam memec -
ahkan masalah matematika (aritmatika). Instrumen juga diuji validitas dan reliabilitasnya untuk
memvalidasi soal, dan lembar wawancara dilakukan oleh 2 orang matematikawan dan seorang
ahli pendidikan. Kriteria validitas instrumen meliputi kelayakan soal tes, isi, bahasa, dan petun -
juk yang sesuai, yang digunakan untuk mengungkapkan proses tingkat pemahaman siswa
SMA.
Hasil dan Pembahasan

Dari 33 siswa yang melaksanakan Tes Kemampuan Matematika, 7 siswa yang terdiri dari 2
laki-laki dan 5 perempuan memiliki nilai 75. Dari 7 calon peserta yang memenuhi kriteria terse -
but, dipilih 1 calon laki-laki dan perempuan dengan kemampuan matematika yang relatif sama
dan jenis kelamin. Selanjutnya 26 siswa yang terdiri dari 10 laki-laki dan 16 perempuan memi -
liki skor <75. Berikut hasil wawancara dengan 2 partisipan yaitu Siswa Laki-Laki (SL) dan
Siswa Perempuan (SP), untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang folding back pada
setiap tingkat pertumbuhan pemahaman siswa.
Hasil dan Pembahasan
Analisis data dalam penelitian ini mendokumentasikan 7 tingkat pemahaman berdasarkan masalah matematika menurut
teori Pirie & Kieren, yaitu primitive knowing, image-making, image having, property noticing, formalising, observing, dan
structuring, tanpa menggambarkan tingkat penemuan pemahaman. Penjelasan mengenai ciri masing-masing berdasarkan
jenis kelamin ditunjukkan padaTabel.

Jenis Pemahaman Deskripsi Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin


Berdasarkan
Masalah Matematika Siswa Laki-Laki (SL) Siswa Perempuan (SP)

• Mendeskripsikan infoormasi yang • Mendeskripsikan informasi yang diperoleh


diperoleh dari masalah matem- dari masalah matematika.
Primitive Knowing atika. • Menyatakan konsep yang berkaitan den-
• Menyatakan konsep yang berkaitan gan masalah matematika.
dengan masalah matematika.

• Menjelaskan deskripsi suatu kon- • Menjelaskan deskripsi suatu konsep


sep berdasarkan pengetahuan berdasarkan pengetahuan sebelumnya
sebelumnya mengem- mengembangkan gambaran spesifik
Image Making bangkan gambaran spesifik berdasarkan pengetahuan sebelumnya.
berdasarkan pengetahuan • Melakukan folding back ke tingkat
sebelumnya. primitive knowing.
Hasil dan Pembahasan
Jenis Pemahaman Deskripsi Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan
Masalah Matematika Siswa Laki-Laki (SL) Siswa Perempuan (SP)

• Memiliki gambaran umum tentang • Memiliki gambaran umum tentang konsep


konsep yang digunakan dalam yang digunakan dalam menyelesaikan
Image Having menyelesaikan masalah matem- masalah matematika.
atika.
• Melakukan folding back ke tingkat
primitive knowing.
• Menjelaskan persamaan/perbedaan • Menjelaskan persamaan/perbedaan
berbagai deskripsi suatu topik. berbagai deskripsi suatu topik.
Property Noticing • Melakukan folding back ke tingkat image
having.

• Membuat abstraksi konsep • Membuat abstraksi konsep matematika


matematika berdasarkan masalah berdasarkan masalah matematika.
Formalising matematika. • Melakukan folding back ke tingkat
• Melakukan folding back ke tingkat primitive knowing.
primitive knowing.
Hasil dan Pembahasan

Jenis Pemahaman Deskripsi Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin


Berdasarkan
Masalah Matematika Siswa Laki-Laki (SL) Siswa Perempuan (SP)

• Menghubungkan konsep matematika • Menghubungkan konsep matematika yan


yang dipahami dengan masalah dipahami dengan masalah yang dihadapi.
Observing yang dihadapi. • Melakukan folding back ke tingkat image
making.

• Menghubungkan satu konsep ke • Menghubungkan satu konsep ke konsep


konsep lain berdasarkan argumen lain berdasarkan argumen logis.
Structuring logis.
• Melakukan folding back ke tingkat
observing.
Hasil dan Pembahasan

Tabel menunjukkan adanya perbedaan tingkat pemahaman siswa laki-laki dan perempuan dalam menyelesaikan masalah
matematika dengan baik. Selain perbedaan yang terkait dengan tingkat image making pemahaman SL dan SP, dan ke -
mampuan untuk mengembangkan pengetahuan khusus. Namun, SP melakukan folding back ke tingkat pengetahuan primi -
tif karena faktor kesulitan. Selanjutnya pada tingkat image having, SL dan SP memiliki tingkat pemahaman yang berbeda,
dengan gambaran konsep yang digunakan dalam menyelesaikan masalah matematika. Demikian pula terdapat perbedaan
tingkat pemahaman antara siswa laki-laki dan perempuan dalam memecahkan masalah pada tingkat property noticing,
formalising, observing, dam structuring. Siswa laki-laki melakukan folding back sebanyak 3 kali pada tingkat pertumbuhan
pemahaman, sedangkan siswa perempuan melakukan proses tersebut sebanyak 4 kali.

Hasil ini menunjukkan perbedaan tingkat pemahaman siswa dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan jenis
kelamin. Siswa laki-laki terlibat dalam kegiatan folding back dan mengalami masalah lebih sedikit daripada siswa perem -
puan. Hal ini menyebabkan anak laki-laki lebih mungkin untuk menjawab dengan benar masalah matematika yang sulit,
asing, dan berhubungan dengan kehidupan daripada anak perempuan, sebagaimana didukung oleh beberapa peneliti
(Hornburg, Rieber, & McNeil,2017; Innabi & Dodeen,2018; Reinhold dkk.2020). Kemampuan perbedaan gender untuk
mempengaruhi cara siswa memecahkan masalah yang terkait dengan pembelajaran juga diakui oleh Cvencek, Meltzoff,
dan Greenwald (2011).
Hasil dan Pembahasan

Folding back adalah kunci utama dalam pertumbuhan pemahaman matematika dan aktivitas penting dalam membangun,
memperkuat, dan memperluas pengetahuan matematika siswa dalam pembelajaran. Pemahaman siswa tentang matem -
atika terjadi dengan bantuan folding back antar tingkat (Pirie & Martin,2000; Martin,2008). Oleh karena itu, berdasarkan
hasil di atas, siswa tidak selalu melalui tahapan pemecahan masalah pada setiap langkahnya. Namun, pertumbuhan di -
namis dari pemahaman matematis antar siswa dalam pemecahan masalah berbeda-beda, menurut studi pendahulu (Pirie
& Kieren,1994; Pirie & Martin,2000; Martin, Lacroix, & Fownes,2005; Martin,2008; Martin & La Croix,2008;
Martin & Menara,2014; Martin & Menara,2016).

Teori Pirie-Kieren digunakan dalam penelitian ini untuk membahas aktivitas yang berhubungan dengan pemahaman
matematis siswa, yang dikenal dengan istilah folding back. Sementara itu, penggunaan teori ini tidak menjadi fokus peneli -
tian ini. Namun, ini memberikan kerangka kerja untuk menyelidiki peran siswa ke dalam proses pemahaman matematika.
Keunggulan folding back dalam pemecahan masalah matematis mendukung gagasan bahwa folding back sangat penting
dalam proses pemahaman matematis, yang sesuai dengan teori Pirie-Kieren. Penemuan ini memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap pemecahan masalah matematika dengan mengelaborasi folding back dan mengusulkan kerangka kerja
yang lebih luas untuk kategorisasinya berdasarkan sumber, bentuk, dan hasilnya. Kerangka kerja memungkinkan identi -
fikasi berbagai sumber dan bentuk, serta menggambarkan dampaknya terhadap praktik pemahaman matematis siswa,
khususnya pemecahan masalah matematis.
Kesimpulan

Penelitian ini mengeksplorasi karakteristik tingkat pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal aritmatika, dengan fokus
pada folding back berdasarkan jenis kelamin. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan pada tingkat image making, image
having, property noticing, observing, dan structuring. Kegiatan pemahaman yang dilakukan oleh siswa laki-laki adalah
tingkat image making kemudian melakukan folding back ke tingkat primitive knowing. Siswa memiliki gambaran mental ten -
tang topik tersebut, dan pada tingkat formalising, mereka memanfaatkan folding back ke tingkat primitive knowing. Selan -
jutnya mengabstraksikan sifat-sifat matematis atau sifat-sifat gambar, membuat konsep dan kemudian menuliskannya ke
dalam definisi formal atau algoritma. Pada tingkat structuring, folding back dilakukan sampai pada tingkat observasi. Siswa
memiliki kemampuan untuk menghubungkan suatu teorema dengan teorema lain dan mendemonstrasikannya berdasarkan
argumentasi rasional.

Sedangkan tingkat pemahaman siswa perempuan meliputi tingkat image making, siswa melakukan folding bcak ke tingkat
primitive knowing. Mereka bisa membayangkan konsep dengan tindakan mental dan fisik yang memanfaatkan informasi
awal. Pada tingkat property noticing, siswa melakukan folding back ke tingkat image having dan cenderung
menghubungkan deskripsi suatu topik dengan topik lainnya. Di tingkat formalising, mereka melakukan folding back ke
tingkat primitive knowing untuk menentukan konsep matematika abstrak berdasarkan sifat-sifatnya. Dalam tingkat observ -
ing, siswa melakukan folding back ke tingkat image making untuk menggabungkan struktur pengetahuan baru dengan
konsep matematika.
D
D
SEKIAN

TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai