Anda di halaman 1dari 16

BAB III

Hukum dan Perubahan Sosial


Dosen : Prof. Dr. Nikmah Rosidah, S.H.,M.H
KELOMPOK 2
1. SYINTA AMELIA 2122011017
2. SEPTI RIANI 2122011019
3. SANDY GALIH PUTRA 2122011020
4. AMINUDIN 2122011021
5. RANI FITRIA 2122011023
6. VERA FARIANTI HAVILAH 2122011024
7. ASTRY NOVI LIDARTI 2122011025
8. GITA ARJA PRATAMA 2122011026
PERKEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA
DIJELASKAN DARI SUDUT PERKEMBANGAN MASYARAKAT

 A. MASYARAKAT INDONESIA SEBELUM KONTAK DENGAN BARAT

 Negara – negara kelautan seperti Sriwijaya dan Majapahit pada saat pertemuan itu telah menjadi

sejarah. Kerajaan – kerajaan pedalaman ini disebut juga kerajaan darat atau kerajaan agraris. Bagian –

bagian yang membentuk kerajaan tersebut berupa desa – desa yang penduduknya menggantungkan

hidupnya pada usaha persawahan. Dengan menggunkan pola hubungan sibernetika Parsons, maka

usaha persawahan ini merupakan fungsi adaptif yang dominan dalam masyarakat tersebut.
Beberapa faktor yang turut menentukan
bagaimana adaptasi tersebut dilakukan adalah :

1. Cara – cara bercocok tanam.


2. Teknologi yang dipakai.
3. Ciri – ciri dari pengerahan tenaga kerja.

Paduan antara faktor – faktor tersebut menjadi landasan bagaimana selanjutnya


masyarakat akan diorganisasi.
 Dengan menampilkan struktur kerajaan di jawa, maka kita akan dapat melihat susunan
yang terdiri dari atas unsur – unsur sebagai berikut :

1. Raja
2. Kepa kawasan ( propinsi, bupati )
3. Kepala desa
4. Rakyat

Susunan tersebut mencerminkan adanya dua macam ikatan yaitu :


1. Ikatan Feodal
2. Ikatan Desa
B. KEADAAN HUKUMNYA

Indonesia pada masa itu, dapat dibagi ke dalam dua


lingkungan kehidupan, yaitu :

a. feodal atau kerajaan dan


b. rakyat kecil atau desa

Dikotomi seperti ini sekarang kita jumpa dalam


kehidupan hukum masyarakat Indonesia masa itu
Kelanjutan dari kenyataan tersebut menyebabkan
dipegangnya nilai – nilai yang berikut :

1. Keterikatan kepada sesama anggota masyarakat yang besar.

2. Penghormatan terhadap alam dan kepercayaan akan adanya kekuatan – kekuatan yang tidak
tampak.

3. Kepatuhan kepada pemimpin sebagai syarat vagi kelangsungan kehidupan masyarakat.


Memperhatikan uraian tersebut diatas, dapat
kiranya disimpulkan sebagai berikut :

Persekutuan – persekutuan adat dan hukum adat ada


yang harus mempertahankan persekutuan tersebut
tersebut ditujukan untuk mempertahankan stabilitas
dalam masyarakat dan menghindarkan terjadinya
perubahan – perubahan.
Pimpinan pada masyarakat Indonesia asli
sebetulnya adalah penjelmaan adat
setempat. Pemimpin atau para kepala ini
tugasnya lebih bersifat menyalurkan
anggota – anggota masyarakat agar mereka
ini berbuat sesuai dengan adat.
Ciri- ciri yang di haruskan ada pada
seorang kepala, yaitu :
1. Pengetahuan mengenai adat
 2. Terbuka terhadap orang lain
 3. Keberanian
 4. Mampu memikul tanggung jawab atas pundak sendiri
 5. Pandai berbicara
 6. Terampil
 7. Lewes
 8. Pandai untuk membiarkan orang lain memiliki harga dirinya masing
– masing.
C. PENETRASI BARAT

 Kontak – kontak antara Indonesia dengan dunia Barat


merupakan masa perhubungan yang dibelakang hari
menimbulkan persoalan sosial dan kebudayaan yang besar
yang mempunyai hubungan yang erat dengan kehidupan
hukum di negeri ini.

 Kontak – kontak tersebut kemudian berkembang menjadi


suatu penetrasi dan kemudian penjajahan atas bangsa
Indonesia.
HUBUNGANNYA DENGAN
PERKEMBANGAN HUKUM
1. Penggolongan penduduk dan hukumnya
a) Pasal 163 jo. 131 Indische Staatsregeling
b) Pasal 55 Indische Staatsregeling yang pada dasarnya sejalan dengan Pasal 165
tersebut.
2. Lembaga penundukan sukarela

Pasal 131 Indische Staatsregeling, ayat 4, yang hanya


memungkinkan seorang yang semula tunduk pada hukum adat
untuk beralih ke hukum perdata Eropa, tetapi tidak sebaliknya.
3. Sistem peradilan, terdapat dualisme penyelenggaraan hukum yaitu peradilan yang terpisah bagi
orang Eropa dan orang Indonesia.
Secara singkat pengkajian yang telah dilakukan ke dalam kerangka teori
parsons, yang sekali lagi memberikan keuntungan untuk dapat melihat
masalahnya secara menyeluruh. Dalam kerangka penglihatan tersebut,
maka proses-proses yang terjadi dapat digolongkan ke dalam proses
penyesuaian di antara sistem-sistem dalam masyarakat, yaitu ekonomi,
politik, hukum dan kebudayaan sebagai pengatur nilai-nilai yang harus
diwujudkan.
CONTOH KASUS
 Bahwa perkembangan hukum di Indonesia dipengaruhi oleh perkembangan masyarakat itu sendiri.
Sebelum masuknya penetrasi dari barat, Hukum di Indonesia lebih banyak atau lebih dipengaruhi
oleh Hukum Adat. Indonesia yang telah kontak dengan dunia barat sangat mempengaruhi
perubahan sosial yang terjadi di Indonesia. Perubahan inilah yang juga mempengaruhi hukum di
Indonesia.
 Bahwa salah satu perkembangan yang sangat terlihat yaitu mengenai Informasi dan Transaksi
Elektronik di Indonesia. Kebebasan seseorang dalam melakukan tukar Informasi dan Transaksi
Elektronik ini perlu dibatasi maka kemudian Hukum Indonesia mengikuti perkembangan di
Masyarakat dengan mengeluarkan Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
 Namun nyatanya Undang-Undang tersebut dinilai masih sangat terdapat kekurangan dalam hal
mengatur Informasi dan Transaksi Elektronik di Indonesia. Contoh kasus yaitu pada tahun 2008
Prita Mulyasari dijerat Pasal 27 ayat (3) karena meyampaikan keluhannya mengenai RS Omni.
Pasal tersebut menjadi perdebatan dan sering disebut sebagai Pasal Karet
 Kemudian pada tahun 2016, Pemerintah melakukan perubahan terhadap Undang-
Undang tersebut menjadi Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
 Namun perubahan tersebut nyatanya tidak mengubah pasal tersebut sehingga
Pasal karet tersebut masih saja menjadi senjata seorang yang tidak bertanggung
jawab untuk menyalahgunakan pasal tersebut.
 Hal tersebut menjadi Batasan seseorang untuk mengemukakan pendapatnya.
 Selain itu pelaporan karena menagih hutang di media sosial juga menjerat Chitra
Syahruddin Sahali Binti Syahruddin Sahali yang mana juga dijerat Pasal 27 ayat
(3) Undang-Undang ITE berawal pada tanggal 15 Desember 2019, Chitra
Syahruddin di akun media social Facebooknya membuat postingan sebuah video
dengan judul “Kapan Bayar Utang” yang disertai kalimat “Cuma yang bermuka
beton yang tidak merasa” dan menandai akun Facebook milik Yusriana Azis,
kemudian pada tanggal 16 Desember 2019, Chitra Syahruddin memposting lagi
konten berupa video dengan judul “Kampret gue makan hati” dan kembali
menandai akun Facebook Yusriana Azis. Atas perbuatan Chitra Syahruddin, ia
diputus bersalah melanggar Pasal Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE dan
dipidana penjara selama 1 (satu) bulan dan denda sebesar Rp. 2.000.000,- (dua
juta rupiah) subsidair 1 (satu) bulan berdasarkan Putusan Nomor
70/Pid.Sus/2020/PN. Enr
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai