Anda di halaman 1dari 74

FG 4

Evi Setyowati (2106762881)


Ida Wahyuni Syamsiah (2106762995)
Nova Sinaga (2106763146)
Nurul Mawaddah (2106763184)
Tri Astuti (2106763291)
Yuli Widiarti (2106763335)

MK : KD Endokrin, Imunitas dan Integritas


ANATOMI FISIOLOGI SISTEM
PERKEMIHAN
Sistem perkemihan atau sering disebut dengan
system urinary adalah salah satu sistem yang
berhubungan dengan eliminasi. Sistem perkemihan,
adalah suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat
yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap
zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh.
Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut
dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih)
ORGAN – ORGAN SISTEM PERKEMIHAN
1. Ginjal (Ren)
Struktur Internal Ginjal
Fungsi Ginjal
● Menjaga keseimbangan air (H2O) dalam tubuh.
● Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh yang tepat,
● Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion ECF,
● Mempertahankan volume plasma yang tepat,
● Membantu menjaga keseimbangan asam-basa tubuh dengan
menyesuaikan output urin H+ dan HCO3-
● Mengekskresi (menghilangkan) produk akhir (limbah)
metabolisme tubuh
● Mengekskresikan banyak senyawa asing
● Memproduksi renin, hormon enzimatik yang memicu reaksi
penting berantai dalam konservasi garam oleh ginjal.
● Memproduksi erythropoietin, hormon yang merangsang produksi
sel darah merah

Ureter
• Ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung
kemih).
• Lapisan dinding ureter terdiri dari :
• Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
• Lapisan tengah lapisan otot polos
• Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Vesika urinaria

Vesika urinaria bekerja sebagai penampung


urin
Uretra
Proses Pembentukan Urine

Filtrasi Reabsorpsi
Glomerulus tubular

Sekresi
tubular
PROSES MIKSI
● Pada saat vesika urinaris tidak dapat lagi menampung urine tanpa
meningkatkan tekanannya maka resptor pada dinding vesika urinaria akan
memulai kontraksi musculusdetrussor. pada bayi,berkemih terjadi secara
involunter dan dengan segera. Pada orangdewasa, keingnan berkemih dapat
ditunda sampai ia menemukan tempat yang cocok.
PROSES MIKSI
Dengan demikian mulainya kontraksi musculus destrussor,maka terjadi relaksasi musculus pubcoccygeus
dan terjadi pengurangan topangan kekuatan urethra yang menghasilkan beberapa kejadian dengan urutan
sebagai berikut:
1. Membukanya meatus intemus.
2. Perubahan sudut ureterovesical.
3. Bagian atas urethra akan terisi urine.
4. Urine bertindak sebagai iritan pada dinding urine.
5. Musculus detrussor berkontraksi lebih kuat
6. Urine didorong ke urethra pada saat tekanan abdominal meningkat.
7. Pembukaan spincter extemus.
8. Urine dikeluarkan sampai vesica urinaria kosong.
PROSES MIKSI
Penghentian aliran urine dimungkinkan karena musculus pubocooygeus yang
bekerja dibawah pengendalian secara volunter:
1. Muskulus pobococcygeus mengadakan kontraksi pada saat urine mengalir.
2. Vesika urinaria tertarik keatas.
3. Urethra memanjang.
4. Musculus spincter externus dipertahankan tetap dalam keadaan kontraksi.
Komposisi Urine
● Komposisi.
● Urin terdiri dari 95% air dan mangandung zat terlarut berikut:
● Zat buangan nitrogen meliputi urea dari deaminasi protein, asam urat dari katabolisme asam nukleat, dan
kreatinin dari proses penguraian keratin fosfat dalam jaringan otot.
● Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah.
● Badan keton yang dihasilkan dalam metabolism lemak adalah konstituen normal dalam jumlah kecil.
● Elektrolit meliputi io9n natrium, klor, kalium, ammonium, sulfat, fosfat, kalsium, dan magnesium.
● Hormon atau katabolit hormon ada secara normal dalam urin.
● Berbai jenis toksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin, atau enzim secara normal ditemukan dalam
jumlah kecil.
● Konstituen abnormal meliputi albumin, glukosa, sel darah merah, sejumlah besar badan keton, zat kapur
(terbentuk saat zat mengeras dalam tubulus di keluarkan), dan batu ginjal atau kalkuli
Sifat fisik Urine
● Warna. Urin encer berwarna kuning pucat, dan kuning pekat jika kental. Urin segar biasanya jernih dan
menjadi keruh jika di diamkan.
● Bau. Urin memiliki bau yang khas dan cenderung berbau ammonia jika di diamkan. Bau ini dapat
berfariasi sesuai dengan; misalnya setelah makan asparagus. Pada diabetes yang tidak terkontrol, aseton
menghasilkan bau manis pada urin.
● Asiditas atau alkalitas. pH urin bervariasi antara 4,8 sampai 7,5 dan biasanya sekitar 6,0, tetapi juga
bergantung pada diet. Ingesti makanan yang berprotein tinggiakan meningkatkan asiditas, sementara
diet sayuran meningkatkan alkalitas.
● Berat jenis urin berkisar antara 1,001 sampai 1,035 bergantung pada konsentrasi urin
Definisi
Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder yang
menghantarkan urin dari ginjal menujukandung kemih. Panjang ureter adalah
sekitar 20-30 cm dengan diameter maksimum sekitar 1,7 cm
didekatkandung kemih dan berjalan dari hilus ginjal menuju kandung kemih
(Fillingham dan Douglass, 2000).
Ureter dibagi menjadi pars abdominalis, pelvis,dan intravesikalis
(Brunner dan Suddarth, 2003).
Next
Batu saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang
saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau
infeksi(Sja’bani,2006). Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung
kemih (batu kandungkemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis. Batu saluran kemih
(urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada
kandung kemih mummi (Muslim, 2007).
Batu saluran kemih dapat di ketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal,
pielum,ureter, buli-buli dan ureter. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran
kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis
urine seperti pada batu buli- buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam
divertikel uretra. Batu ginjal adalah batuyang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan
batu sal uran kemih yang paling sering terjadi (Brunner dan Suddarth, 2003).
Etiologi
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih bisa terjadi karena air kemih jenuh
dengan garam-garam yang membentuk batu atau karena air kemih kekurangan penghambat
pembentukan batu yang normal (Sja’bani, 2006). Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium,
sisanya mengandung berbagai bahan, termasuk asam urat, Sistindan mineral struvit
(Sja’bani, 2006).

Batu struvit ( campuran dari magnesium, ammonium dan fosfat) juga disebut batu
infeksi karena batu ini hanya terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi (Muslim, 2007).
Ukuran batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang sampai
sebesar 2.5 cm atau lebih. Batu yang besar disebut kalkulus staghorn. Batu ini bisa
mengisi hampir keseluruhan pelvis renalis dan kalises renalis.
Brunner dan Suddart (2003) dan Nurlina (2008) menyebut beberapa faktor yang
mempengaruhi pembentukan batu saluran kemih, yaitu :

1. Faktor Endogen
Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria,
hyperkalsiuria, dan hiperoksalouria.

2. Faktor Eksogen
Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan
kejenuhan mineral dalam air minum.
Muslim (2007) menyebutkan beberapa hal yang mempengaruhi pembentukan
saluran kemih antara lain :

a. Infeksi
Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan
menjadi inti pembentukan batu saluran kemih. Infeksi bakteri akan memecah ureum
dan membentuk amonium yang akan mengubah pH urine menjadi alkali.
b. Statis dan Obstruksi Urine
Adanya obstruksi dan statis urine pada sistem perkemihan akan mempermudah
infeksi saluran kencing (ISK). 
c. Jenis Kelamin
Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan perbandingan 3:1
d. Ras
Batu saluran kemih banyak ditemukan di Afrika dan Asia
Next
e. Keturunan
Orang dengan anggota keluarga yang memiliki penyakit batu saluran kemih memiliki resiko untuk
menderita batu saluran kemih dibanding dengan yang tidak memiliki anggota keluarga dengan batu
saluran kemih.
f. Air Minum
Faktor utama pemenuhan urine adalah hidrasi adekuat yang didapat dari air minum. Memperbanyak
diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan
kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urine meningkat.
g. Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan terbentuknya batu dari pada pekerja
yang lebih banyak duduk.
Next
h. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan panas sehingga
pengeluaran cairan menjadi meningkat, apa bila tidak di dukung oleh hidrasi yang
adekuat akan menghasilkan resiko batu saluran kemih.
i. Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani, kalsium, natrium klorida,
vitamin C, makanan tinggi garam akan meningkatkan resiko pembentukan batu
saluran kemih karena mempengaruhi saturasi urine.
Tanda dan Gejala
Batu, terutama yang kecil bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam kandung kemih
bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis
maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang
hebat). Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang timbul, biasanya di daerah antara
tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut, daerah kemaluan dan paha sebelah
dalam.
Gejala lain nya adalah mual dan muntah, perut menggelembung, demam, menggigil dan
darah di dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi sering berkemih, terutama ketika batu
melewati ureter. Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran
kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul di atas penyumbatan,
sehingga terjadilah infeksi.
Next
Jika penyumbatan ini berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam
ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis). Batu
terjebak di kandung kemih menyebabkan gelombang nyeri luar biasa, akut dan kolik yang
menyebar ke kepala abdomen dan genetalia.
Klien sering merasa ingin kemih namun hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya
mengandung darah akibat aksi abrasi batu, gejala ini disebabkan kolik ureter. Pada laki-laki
nyeri khas terasa menyebar di sekitar testis, sedangkan pada wanita nyeri terasa menyebar di
bawah kandung kemih dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal.
Next
Menurut Fillingham dan Douglass (2000) ketika batu menghambat dari saluran urine,
terjadi obsktruksi, meningkatkan tekanan hidrostatik. Bila nyeri mendadak terjadi akut disertai
nyeri tekan di saluran osteovertebral dan muncul mual muntah maka klien sedang mengalami
episode kolik renal. Diare, demam dan perasaan tidak nyaman di abdominal dapat terjadi. Gejala
gastrointestinal ini akibat refleks dan proxsimitas anatomik ginjal ke lambung, pankreas dan usus
besar.
Umum nya klien akan mengeluarkan batu yang berdiameter 0.5 – 1 cm secara spontan.
Batu yang ber diameter lebih dari 1 cm biasanya harus di angkat atau dihancurkan sehingga
dapat dikeluarkan secara spontan dan saluran urine membaik dan lancar . (Brunner and
Suddarth, 2001)
PATOFISIOLOGI
Faktor Resiko
Jenis kelamin
Faktor Lingkungan
Umur

Pekerjaan

Riwayat Keluarga
Cairan Kebiasaan diet dan
obesitas
Comorbidity
INDICATIONS
FENOMENA PERTAMA FENOMENA KEDUA

adanya pengendapan bahan kalkulus matriks kalsium di


supersaturasi urin oleh konstituen pembentuk batu, papilla renalis, yang biasanya merupakan plakat Randall
termasuk kalsium, oksalat, dan asam urat. Kristal (yang selalu terdiri dari kalsium fosfat). Kalsium fosfat
atau benda asing dapat bertindak sebagai matriks mengendap di membran dasar dari Loop of Henle yang
tipis, mengikis ke interstitium, dan kemudian
kalkulus, dimana ion dari bentuk kristal super jenuh
terakumulasi di ruang subepitel papilla renalis. Deposit
membentuk struktur kristal mikroskopis. Kalkuli subepitel, yang telah lama dikenal sebagai plak Randall,
yang terbentuk memunculkan gejala saat mereka akhirnya terkikis melalui urothelial papiler. Matriks batu,
membentur ureter waktu menuju vesica urinaria kalsium fosfat, dan kalsium oksalat secara bertahap
diendapkan pada substrat untuk membentuk kalkulus
pada traktus urinarius.
Patofisiologis
Kristal bahan organic dan Masih keadaan Pada daerah
anorganik (normal) metasble dalam urine statis urine

Kristal mengadakan
Agregasi Nuklasi batu prsipitasi

Menarik Menempel pada epitel saluran


komponen lain kemuh (bentuk retensi krinstal)

Menyumbat Kristal besar


3
0
KEY
berbagai kondisi pemicu terjadinya
urolithiasis seperti komposisi batu yang
beragam menjadi faktor utama bekal
identifikasi penyebab urolithiasis
sehingga memiliki lokasi batu yang
bervariasi.
KOMPLIKASI
KOMPLIKASI

Avaskuler
iskemia
Kematian jaringan karena
aliran darah dalam jaringan
Hidronefrosis
berkurang
Urin tertahan dan
Obstruksi total menumpuk di ginjal Infeksi
Hidronefrosis
ginjal
Infeksi Ginjal Urosepsis Akibat aliran urian yang
Gagal GInjal statis
Kerusakan neuron akibat
suplai oksigen yang
terhambat
Penatalaksanaan Urolithiasis
5

Tujuan dalam panatalaksanaan medis pada urolithiasis adalah untuk menyingkirkan batu,
menentukan jenis batu, mencegah penghancuran nefron, mengontrol infeksi, dan mengatasi obstruksi
yang mungkin terjadi (Brunner & Suddart, 2015).
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus dikeluarkan agar
tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan/ terapi pada batu
saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi dan infeksi. Beberapa tindakan untuk
mengatasi penyakit urolithiasis adalah dengan melakukan observasi konservatif (batu ureter yang kecil
dapat melewati saluran kemih tanpa intervensi), agen disolusi (larutan atau bahan untuk memecahkan
batu), mengurangi obstruksi (DJ stent dan nefrostomi), terapi non invasif Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsy (ESWL), terapi invasif minimal: ureterorenoscopy (URS), Percutaneous Nephrolithotomy,
Cystolithotripsi/ ystolothopalaxy, terapi bedah seperti nefrolithotomi, nefrektomi, pyelolithotomi,
uretrolithotomi, sistolithotomi (Brunner & Suddart, 2015; Purnomo, 2012).
6

Prinsip Terapi Umum Tata Laksana Terapi spesifik

1. BSK atas berdasarkan komposisi 1. Konservatif (Observasi)


batu, ukuran batu, dan simptom 2. Farmakologis
2. Terapi simpomatik 3. Terapi Secara Aktif
3. Drainase dan terapi definitif VS. 4. Pilihan Prosedur Aktif
4. NSAID (diklofenak, indometasin, 5. Terapi Endourologi
ibuprofen): obat pilihan pertama 6. Terapi Operasi Terbuka.
5. NSAID + pemberian obat anti
spasmodik tidak menghasilkan
kontrol nyeri yang lebih baik
6. Perhatian : Fungsi ginjal, Peny,
jantung, CVD.
7

Terapi Konservatif (Observasi) : Batu di kaliks : bergantung pada riwayat perjalanan penyakit,
batu kaliks inferior asimptomatik ≤10 mm Observasi sampai tahunan, bila terdapat pertambahan
ukuran batu, observasi perlu diperpendek, intervensi disarankan apabila batu bertambah ukurannya >5
mm.
Terapi Farmakologis : a. Informasi mengenai komposisi batu perlu dalam menentukan pilihan
terapi. b. Pelarutan batu dengan tata laksana farmakologis merupakan pilihan terapi hanya untuk batu
asam urat : Alkalinisasi (dengan sodium bikarbonat oral, potassium bikarbonat, potassium sitrat).
Indikasi Terapi Batu Ginjal Secara Aktif 1. Pertambahan ukuran batu 2. Pasien risiko tinggi
terjadinya pembentukan batu 3. Obstruksi yang disebabkan oleh batu 4. Batu dengan Infeksi saluran
kemih 5. Batu dengan gejala nyeri atau hematuria 6. Ukuran batu >15 mm atau <15 mm jika observasi
bukan merupakan pilihan terapi 7. Preferensi pasien 8. Komorbiditas 9. Keadaan sosial pasien
(misalnya, profesi dan traveling).
8

Faktor Penghambat Keberhasilan Pilihan Prosedur Pengangkatan Batu


ESWL Ginjal secara aktif
● Batu resisten terhadap gelombang
● Batu Pelvis Ginjal atau Kaliks
kejut (kalsium oksalat monohidrat,
Superior/Media
sistin, atau brushite),
● Batu Kaliks Inferior
● 2. Sudut infudibulum-pelvis yang
- Angka bebas batu prosedur batu
curam,
kaliks inferior > SWL> batu intra
● 3. Kaliks inferior yang panjang (>10
renal di lokasi lainnya.
mm),
- SFR SWL 25-95%.
● 4. Infudibulum yang sempit (<5 mm),
● 5. Jarak kulit dengan batu yang jauh
(skin-to-stone distance) (>10 cm).
● Jika terdapat prediktor negatif untuk
SWL, maka PNL atau RIRS dapat
menjadi alternatif tindakan, walaupun
9

ESWL (extracorporeal shock


wave lithotripsy)
0

PENGERTIAN
ESWL (extracorporeal shock wave lithotripsy) adalah prosedur untuk mengatasi penyakit batu ginjal dengan
menggunakan gelombang kejut. Melalui ESWL, batu ginjal dapat dibuang tanpa melalui tindakan pembedahan
(noninvasif). ESWL menggunakan alat yang dapat memancarkan gelombang kejut. Gelombang kejut ini
dikonsentrasikan di sekitar ginjal untuk menghancurkan batu ginjal menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil,
sehingga dapat dikeluarkan bersama urine. ESWL efektif dalam menghancurkan batu ginjal yang berdiameter
kurang dari 2 cm. Jika batu ginjal berdiameter lebih dari 2 cm, pasien akan disarankan untuk menjalani prosedur
lain. 

Indikasi ESWL
Prosedur ESWL digunakan untuk mengobati penyakit batu ginjal. Batu ginjal terbentuk dari senyawa mineral
yang menumpuk di ginjal dalam jangka panjang. Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terserang
batu ginjal, yaitu:
 Memiliki berat badan berlebih atau obesitas
 Memiliki riwayat batu ginjal pada keluarga
 Mengalami dehidrasi akibat jarang minum air putih
 Mengonsumsi makanan dengan kadar protein, garam, dan gula secara berlebihan
 Memiliki gangguan penyerapan air dan kalsium yang dapat disebabkan oleh penyakit radang usus, diare kronis,
dan riwayat operasi lambung
 Menderita hiperparatiroidisme atau infeksi saluran kemih berulang
1
Peringatan ESWL
Sebelum menjalani prosedur ESWL, ada beberapa hal yang harus diketahui, yaitu:
 ESWL tidak disarankan pada ibu hamil, penderita infeksi saluran kemih, kelainan bentuk ginjal, kanker ginjal, 
aneurisma aorta perut, gangguan pembekuan darah, dan hipertensi yang tidak terkontrol.
 ESWL tidak efektif pada pasien yang menderita obesitas.
 ESWL juga tidak efektif untuk mengatasi batu ginjal yang berukuran lebih besar dari 2 cm.
 ESWL tidak dianjurkan pada pasien yang sedang mengonsumsi obat pengencer darah, seperti aspirin atau  
warfarin.
 ESWL tidak direkomendasikan pada pasien yang menggunakan alat pacu jantung, karena dapat merusak implan
yang ditanam di dalam organ.

Sebelum ESWL
Sebelum menjalani ESWL, pasien disarankan untuk berkonsultasi terlebih dulu dengan dokter. Pada sesi
konsultasi, dokter akan bertanya tentang riwayat penyakit pasien dan hasil pemeriksaan batu ginjal sebelumnya.
Oleh karena itu, pasien harus membawa hasil pemindaian yang telah dilakukan, baik itu foto Rontgen, CT scan,
maupun MRI. Dokter juga akan bertanya tentang obat-obatan, suplemen, dan produk herbal yang sedang
dikonsumsi. Jika pasien sedang mengonsumsi obat pengencer darah, dokter akan menyarankan pasien untuk
menghentikan konsumsi obat tersebut seminggu sebelum menjalani ESWL. Sekitar 2–3 jam sebelum pemeriksaan
ESWL, dokter akan memeriksa sampel urine pasien untuk memastikan bahwa pasien tidak menderita infeksi
saluran kemih. Jika hasil pemeriksaan menunjukkan pasien menderita infeksi saluran kemih, dokter akan menunda
ESWL sampai pasien sembuh.
2

PROSEDUR ESWL
Sebelum prosedur ESWL dilakukan, dokter akan meminta pasien mengganti baju dengan jubah medis. Dokter juga akan memberikan obat
pereda nyeri dan obat penenang. Setelah itu, prosedur ESWL akan dilakukan dengan tahapan-tahapan seperti berikut:
 Dokter akan meminta pasien berbaring di atas ranjang, kemudian bantal berisi air akan diletakkan di bagian belakang ginjal yang
terdapat batu. Pasien akan diposisikan sedemikian rupa, agar gelombang kejut tepat mengenai batu ginjal.
 Dokter dapat memberikan bius lokal, regional, ataupun total agar pasien tidak merasakan sakit selama prosedur ESWL berlangsung.
Setelah bius bekerja, dokter akan menentukan lokasi batu ginjal dengan menggunakan USG atau foto Rontgen.
 Setelah lokasi batu ginjal dipastikan, mesin ESWL akan mengirimkan 1.000–2.000 gelombang kejut. Tujuannya adalah untuk memecah
batu ginjal menjadi pecahan yang lebih kecil, sehingga dapat dikeluarkan bersama urine.
 Pada beberapa kasus, dokter akan melakukan teknik stenting, yaitu memasukkan selang khusus (DJ stent) dari lubang kencing sampai
ke ginjal sebelum ESWL dimulai. Teknik ini digunakan bila pasien mengalami nyeri hebat karena penyumbatan batu di saluran urine
(ureter) dan adanya risiko terkena infeksi saluran kemih.
Keseluruhan prosedur ESWL umumnya berlangsung selama 45–60 menit.
3

Setelah Prosedur ESWL


Pasien biasanya akan diminta untuk beristirahat selama 2 jam di ruang pemulihan sebelum pulang. Namun, pada
kondisi tertentu, dokter akan menyarankan pasien menginap di rumah sakit sampai kondisinya benar-benar pulih.
Pasien yang diperbolehkan pulang ke rumah dianjurkan untuk beristirahat selama 1–2 hari dan memperbanyak
minum air putih. Dengan banyak minum air putih, buang air kecil akan lebih sering, sehingga membantu
pembuangan pecahan batu ginjal melalui urine.
Komplikasi ESWL
ESWL merupakan prosedur yang aman. Akan tetapi, pada beberapa kasus, ESWL bisa menyebabkan komplikasi
berupa:
 Memar dan rasa tidak nyaman di daerah tempat dilakukan ESWL
 Perdarahan di ginjal yang membutuhkan transfusi darah
 Gangguan fungsi ginjal
 Nyeri saat buang air kecil
 Urine mengandung darah
 Pecahan batu ginjal tertinggal, sehingga harus menjalani ESWL ulang
ALAT ESWL

Video slide
POSISI PASIEN SAAT ESWL
5
Tabel. PENANGANAN MEDIS UNTUK RENAL ATAU URETERAL CALCULI
A
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan gangguan
batu saluran kemih dapat bervariasi mulai dari
tanpa kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat
tergantung pada letak batu dan penyulit yang
ditimbulkan.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan vital sign

Pemeriksaan fisik Khusus


urologi
Pemeriksaan vital sign

Tekanan darah
Hipertensi

nyeri

Nadi Suhu
Takikardi Demam

Respon nyeri dan infeksi infeksi


Pemeriksaan fisik khusus urologi

inspeksi Perkusi
Terlihat pembesaran pada Nyeri ketok pada Sudut kosto
daerah pinggang atau vertebre (CVA) yaitu sudut yang
abdomen sebelah atas dibentuk oleh kosta terakhir dengan
tulang vertebra.

Palpasi Auskultasi
Abdomen sebelah atas Pada Sudut kosto vertebre (CVA), jika
kiri/kanan atau Sudut terdengar bunyi bruit (bising) pada area
kosto vertebre (CVA) aorta abdomen dan arteri renalis, maka
didapatkan nyeri tekan, indikasi adanya gangguan aliran darah
Test Ballotement positif
keginjal (stenosis arteri ginjal).
B
Pemeriksaan Penunjang dan
Diagnostik
Pemeriksaan penunjang pada batu saluran kemih ada 2 jenis
yaitu pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi.
Pada pemeriksaan laboratorium berprinsip mengetahui
tingkatan faktor resiko pasien dengan melihat kadar zat dan
keadaan yang potensial membentuk batu saluran kemih. Pada
radiologi pemeriksaan bertujuan untuk melihat apakah ada
batu atau tidaknya pada saluran kemih.
Menurut Bunner & Suddart, (2015) diagnosis urolitiasis
dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan
Laboratorium
●1. PEMERIKSAAN DARAH

• Darah lengkap

• Faal ginjal : BUN, Ureum dan kreatinin

• Elektrolit

• LED
2. PEMERIKSAAN URINALISA

• Urin lengkap

• Kultur urin
RADIOLOGI
a. Foto polos abdomen BNO
b. Intra Vena Pielografi (IVP)
c. Ultrasonografi (USG)
d. Ct scan
e. Sistoureteroskopi
f. Magnetic Resonance Urography (MRU)
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN
UROLITHIASIS PASCA
ESWL
Kasus4
Tn. Dedi, 78 thn, dirawat dengan keluhan berkemih. Keluhan nyeri di pinggang kiri sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul dan menjalar ke paha, dan
perut bagian kiri atas. Pasien memiliki kebiasaan minum-minuman bersoda dan jarang
meminum air putih serta tidak diimbangi dengan kegiatan olah raga rutin. Pasien mengaku
tidak pernah mengonsumsi minuman beralkohol. Pemeriksaan fisik yang didapatkan pada
pasien yaitu kesadaran compos mentis, penampilan tampak obesitas, tekanan darah 110/80
mmHg, frekuensi nadi 90x/menit, frekuensi nafas 24 kali/menit, suhu 36,20C, dan Indeks
Massa Tubuh (IMT) 29 kg/m . Pada pemeriksaan palpasi regio flank sinistra didapatkan tanda
ballotement (+) dan pada perkusi nyeri ketok costovertebrae angle sinistra (+). Pada kasus ini
dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap, kimia darah (ureum,
kreatinin, asam urat), dan urin lengkap. Hasilnya ditemukan peningkatan kadar leukosit
11.700/μl (normalnya: 5000- 10.000/μl); kimia darah tidak ditemukan peningkatan kadar
ureum, kreatinin, maupun asam urat; urin lengkap ditemukan warna keruh, epitel (+), sedimen
(+), peningkatan kadar eritrosit 5-7/LPB (normalnya: 0-1/LPB), leukosit 10-11/LPB (0-
5/LPB). Klien disiapkan untuk ESWL. Paska ESWL warna urine di bag klien merah, dipasang
irigasi kateter dengan NaCl 0,9%. Klien mengeluh kesakitan. Hasil Analisa batu oksalat.
A. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
Nama : Tn Dedi
Umur : 78 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pensiunan
Tanggal : 7 Maret 2022
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengeluh kesakitan paska ESWL
c. Riwayat penyakit sebelumnya
Klien dirawat dengan keluhan berkemih. Keluhan nyeri dipinggang kiri sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri dirasakan hilang timbul dan menjalar ke paha dan perut bagian kiri atas.
d. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada riwayat penyakit dalam keluarga.
e. Pola aktifitas dan istirahat
Pasien jarang melakukan kegiatan olagraga rutin
A. PENGKAJIAN
f. Sirkulasi
Nyeri dipinggang kiri sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul dan menjalar ke paha
dan perut bagian kiri atas. TD 110/80 mmHg, frekuensi nadi 90x/menit
g. Pola eliminasi
Keluhan berkemih, adanya hematuria.
h. Pola makanan dan cairan
Pasien memiliki kebiasaan minum-minuman bersoda dan jarang meminum air putih. Tetapi pasien mengaku tidak
pernah mengkonsumsi minuman beralkohol.
i. Nyeri atau ketidaknyamanan
Nyeri dipinggang kiri sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul dan menjalar ke paha
dan perut bagian kiri atas.
j. Keamanan
Pasien memiliki kebiasaan minum-minuman bersoda, tetapi mengaku tidak pernah mengkonsumsi minuman beralkohol.
k. Pemeriksaan fisik
A. PENGKAJIAN
1) Kesadaran : Composmentis
2) Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Frekuensi nadi : 90 x/menit
Frekuensi pernafasan: 24 x/menit
Suhu : 36,2 oC
3) Indeks Massa Tubuh ( IMT ): 29 kg/m.
4)Inspeksi:
Pasien tampak meringis menahan nyeri, skala nyeri 7, Warna urine di bag klien tampak merah. Pasien tampak obesitas.
5) Palpasi:
Palpasi pada regio flank sinistra didapatkan tanda Ballotement (+).
6) Perkusi
Perkusi nyeri ketok costovertebrae angle sinistra (+).
7) Auskultasi:
Bising usus terdengar normal, tidak ada bruit (biding) di aorta abdomen dan arterirenal
A. PENGKAJIAN
l. Pemeriksaan diagnostik
1) Urin lengkap:
Urine ditemukan warna keruh, epitel (+), sedimen (+),, peningkatan kadar eritrosit 5-7/LBP ( normalnya 0-1/LBP),
Leukosit 10-11/LBP ( normalnya 0-5/LBP).
2) Pemeriksaan darah:
Leukosit: 11.700 /ꭎl ( normalnya 5000-10.000 ꭎl )
Ur Cr Normal
Asam urat Normal
3) Analisa batu oksalat
b. Analisa data
No Data Masalah  

1. Nyeri akut b.d kontraksi uretra Nyeri


Data Subyektif:
-Pasien mengeluh kesakitan
-keluhan berkemih
Data Obyektif:  
-Terpasang kateter,urine dalam bag berwarna merah
-Analisa batu oksalat
-Palpasi regio plank ballottement (+)
-Perkusi nyeri ketok costovertebrata
 
2. Perubahan eliminasi Perubahan eliminasi
Data subyektif:
Pasien keluhan berkemih
 
Data obyektif:
-Terpasang kateter, warna urin merah
-Analisa batu oksalat
-Sedimen urine (+)
-Epitel urine (-)
-Palpasi regio flank sisistra b didapatkan tanda ballotemen (+)
b. Analisa data
3. Resiko deficit volume cairan b.d gangguan mekanisme pengaturan Resiko deficit volume cairan
Data subyektif:
Pasien keluhan berkemih
 
Data obyektif:
-Terpasang kateter urin warna merah
-Analisa batu oksalat
-Pasien tampak obesitas
-IMT 29 kg/m
 
4. Resiko infeksi b.d tindakan invasive Resiko infeksi
Data subyektif:
 
Data Obyektif:
 
-Terpasang kateter, warna urin merah
-Leukosit darah11.700 ꭎL (Normal 5000-10.000 ꭎL
-Leukosit urine 10-11/LBP (normal 0-1/LBP)
-Peningkatan kadar eritrosit urine 5-7/LBP (Normal 5-7/LBP)
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uretra dibuktikan adanya batu oksalat
(00132)

2. Perubahan eliminasi dikaitkan dengan obstruksi anatomi dibuktikan adanya


hematuria(00016)

3. Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme pengaturan


dibuktikan adanya hematuria (00028)

4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive ditandai adanya pemasangan


kateter urine (00004)
D. Intervensi

1. Nyeri akut b.d kontraksi uretra dibuktikan dengan mengeluh kesakitan


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Keperawatan Tingkat Nyeri berkurang/hilang (NOC)

Kriteria hasil:
• Melaporkan nyeri hilang/berkurang dengan spasme terkontrol
• Tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat
Intervensi: Managemen nyeri (NIC )
• Catat lokasi, durasi, intensitas (Skala 0-10 ), radiasi. Catat tanda-tanda nonverbal peningkatan denyut nadi
dan pernafasan
• Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya memberitahu perawat tentang karakteristik nyeri
• Beri tindakan kenyamanan seperti menggosok punggang.Beri lingkungan yang tenang
• Berikan kompres hangat ke punggung.Bantu dan dorong menggunakan nafas tetfokus, terpandu,imginasi
dan aktivitas pengalihan
• Dorong ambulasi sesuai indikasi, meningkatkan asupan cairan 3-4 L/hari dalam toleransi jantung
• Catat laporan nyeri perut yang meningkat atau menetap
d. Intervensi
Kolaboratif
• Berikan obat-obatan sesuai indikasi seperti analgesik, termasuk narkotika ( morfin sulfat), butorphanol
(Stadoll), NSAID seperti ketorolac ,diklopenak, voltaren)
• Antispasmodik seperti flavoxate (Urispas) dan oxybutynin Dieropani,Calsium channel blocker seperti
nipedipin,Adalat dan alpha adregenik blocker seperti tamsulosin (Flomax)
• Pertahankan kateter yang digunakan
d. Intervensi
. 2. Perubahan eliminasi b.d obstruksi anatomi dibuktikan hematuria pada kateter
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan ada peningkatan eliminasi urin (NOC)
Kriteria hasil:
• Secara verbal mengungkapkan berkemih baik
• Warna urine kuning jernih
• Dapat berkemih spontan bila kateter dilepas setelah 7 hari
Intervensi:
Peningkatan eliminasi urine (NIC)
• Catat haluran urine dan karakteristik urine
• Tentukan pola berkemih normal klien dan catat variasinya
• Dorong peningkatan asupan cairan
• Saring semua urine. Catat setiap batu yang keluar dan kirim analisis ke laboratorium
• Palpasi adanya distensi suprarubik, kandung kemih penuh, edema periorbital.
• Amati perubahan status mental, perilaku, tingkat kesadaran
d. Intervensi
Kolaboratif:
• Pertahankan patensi pemasangan kateter-ureteral
 Acetazolamide ( Diamox) dan Allopurinol (Zyloprim)
 Alpha-adrenergik blocker seperti tamsulosin ( Flomax), terazosin (Hytrin)
 Kortikosteroid
 Penicillamine ( Cuprimine), tiopranin ( Thicla) dan Pottasium Citrate ( Polycitra-K)
 Amonium klorida atau kalium atau natrium fosfat. Antibiotik
• Pantau pemeriksaan laboratorium seperti BUN, Ur Cr, elektrolit
• Kultur dan sensitivitas urin
• Persiapkan pasien untuk prosedur endoskopi lain:
 Lithotripsy ultrasonic perkutan dan pemasangan stent
 Nefrolitotomi percutan atau pengangkatan batu sayatan terbuka
3.Resiko deficit volume cairan b.d gangguan mekanisme pengaturan dibuktikan adanya hematuria
Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan dapat mempertahankan keseimbangan cairan yang adekuat (NOC)
Kriteria hasil:
• Tanda-tanda vital dan berat badan dalam batas normal
• Membran mukosa lembab, turgor kulit
• Teraba nadi perifer
• Tidak ada perdarahan di selang
Intervensi:
Managemen cairan dan elektrolit (NIC)
Mandiri:
• Kaji kantong selang kateter terhadap perdarahan setiap jam dan laporkan ke dokter
• Pantau intake dan output tiap 4 jam dan laporkan ketidakseimbangan
• Pantau tanda-tanda vital.Evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit. Timbang berat badan setiap hari
• Tingkatkan asupan cairan hingga 3-4L/hari dalam toleransi jantung
Kolborasi:
• Monitor Hb,Ht dan elektrolit
• Berikan cairan intravena
d. Intervensi
4. Resiko infeksi b.d prosedur invasif dibuktikan dengan pemasangan kateter
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi dapat dikendalikan (NOC)
Kriteria Hasil:
• Tidak ada tanda-tanda infeksi
• Jumlah leukosit dalam batas normal
• Drainase dan kateter bersih
Intervensi:

Kontrol Infeksi (NIC)


Mandiri
• Observasi tanda-tanda umum dan tanda-tanda vital
• Kaji tanda-tanda infeksi pada area pemasangan alat invasive
• Pertahankan teknik aseptic. Mencuci tangan sebelum dan setelah tindakan
Kolaborasi
• Pantau hasil laboratorium: WBC, RBC, Urine lengkap
• Berikan antibiotik
Referensi
 Antonelli, J.A., Maalouf, N.M., Pearle, M.S., & Lotan, Y. (2014). Use of the National Health and Nutrition
Examination Survey to Calculate the Impact of Obesity and Diabetes on Cost and Prevalence of Urolithiasis in
2030. Eur Urol; 66(4). 724-729

 Badlani, GH. (2002). Champell’s urology. In : Walsh PC.,eds. Sauders.


 Baradeo, Mary, MN, SPC, Dkk. (2015). Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC

 Barclay L and Lie D.2005. Obesity and weight gain may increase the risk of kidney stone. 293 : 455-462. JAMA
 Brunner & Suddarth. (2003). Buku ajar keperawaan medical bedah. Jakarta : EGC
 Colella, J., Kochis, E., Galli, B., & Maneuver, R. (2005). Urolithiasis/ Nephrolithiasis: What’s It Alla About?.
Urology Nursing. Vol. 24. No. 6: 427-449
Next
 Doenges, M.E, Moorhouse, M.F, & Murr, A.C (2014). Nursing Care Plans, Guidelines for Individualizing
Client Care Across the Life Span (9th ed.). Philadelpia: F.A. Davis Company.
 Grace, Pierce A. dan Neil R. Borley. At a Glance Ilmu Bedah. Ahli Bahasa dr. Vidia Umami. Editor Amalia S.
Edisi 3. Jakarta : Erlangga
 Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing
13. Diagnoses: Definitions & Classification, 2015–2017. Oxford: Wiley Blackwell
 Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.
Alih Bahasa, Budi, A.K., Henny, S.M & Teuku Tahlil. Jakarta: EGC

 Ignatavicius, D. (2018). Medical-Surgical Nursing: Concepts for Interprofessional Collaborative Care, 9th
Edition. Canada: Elsevier
Next
 Ikatan Ahli Urologi Indonesia. (2007). Guidelines Penatalaksanaan Penyakit Batu Saluran Kemih.
 Lewis, Sharon L. (2014). Medical Surgical Nursing 9th Edition. St. Louis : Elsevier
 National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse. Kidney Stone in Adult. National Institutes
of Health.2013;13-2495.
 Noegroho B.S., Daryanto B., Soebhali B., dkk. 2018. Buku Panduan Penatalaksanaan Penyakit Batu Saluran
Kemih. Editor: Rasyid N., Duarsa G.W.K., Atmoko W. Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI).
 Obligado, S.H., & Goldfarb, D.S. (2008). The association of nephrolithiasis with Hypertension and obesity: a
review. Am J Hypertens. 21(3):257-64

 Pemeriksaan Ballotement Test, https://geekymedics.com/renal-system-examination-osce-guide/ di akses


tanggal 11/03/2022
Next
 Prabowo, E., & Pranata, A.E. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan Pendekatan
NANDA, NIC dan NOC. Yogyakarta: Nuha Medika.
 Purnomo, B.B. (2012). Dasar-Dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto.
 Ratkalkar,V. N , and Kleinman, J. G. 2019. Mechanisms of Stone Formation. Clin Rev Bone Miner Metab.
 Sakhaee K, Maalouf NM, Sinnott B. Kidney Stone 2012: Pathogenesis, Diagnosis, and Management.J Clin
Endocrinol Metab.2012;97(6):1847- 1860.
 Shamsuddeen, S.B., Bano, R., & Shammari, E.A. (2013). Risk Factors of Renal Calculi. IOSR Journal of
Dental and Medical Science (IOSR-JDMS). Volume 11, Issue 6, 90-95
 Sherwood, L. (2016). Human Physiology: From Cells to Systems, Ninth Edition. USA: Cengage Learning
Next
 Sudut Kosto Vertebre. Sumber,
https://epomedicine.com/clinical-medicine/costovertebral-or-renal-angle-tenderness/ di akses
tanggal 11/03/2022
 Türk .C., A. Skolarikos, Neisius. A., et al. 2019. EAU Guidelines on Urolithiasis. European
Association of Urology (EAU).
 Wong, Y.V., Cook, P., & Somani, B.K. (2015). The association of metabolic syndrome and
urolithiasis. International Journal of Endocrinology. Vol 2015: 1-9. ID.570674:
 (DOC) ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN | Hani Hani - Academia.edu
Next
1. Antonelli, J.A., Maalouf, N.M., Pearle, M.S., & Lotan, Y. (2014). Use of the National Health and
Nutrition Examination Survey to Calculate the Impact of Obesity and Diabetes on Cost and Prevalence
of Urolithiasis in 2030. Eur Urol; 66(4). 724-729
2. Colella, J., Kochis, E., Galli, B., & Maneuver, R. (2005). Urolithiasis/ Nephrolithiasis: What’s It Alla
About?. Urology Nursing. Vol. 24. No. 6: 427-449
3. Prabowo, E., & Pranata, A.E. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan Pendekatan
NANDA, NIC dan NOC. Yogyakarta: Nuha Medika.
4. Purnomo, B.B. (2012). Dasar-Dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto.
5. Shamsuddeen, S.B., Bano, R., & Shammari, E.A. (2013). Risk Factors of Renal Calculi. IOSR Journal of
Dental and Medical Science (IOSR-JDMS). Volume 11, Issue 6, 90-95
6. Obligado, S.H., & Goldfarb, D.S. (2008). The association of nephrolithiasis with Hypertension and
obesity: a review. Am J Hypertens. 21(3):257-64
7. Wong, Y.V., Cook, P., & Somani, B.K. (2015). The association of metabolic syndrome and urolithiasis.
International Journal of Endocrinology. Vol 2015: 1-9. ID.570674:
THANK
S!
Do you have any questions?
Do you have any questions?

CREDITS: This presentation template was created by


Slidesgo, including icons by Flaticon, and infographics
& images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai