Anda di halaman 1dari 34

PENGUATAN UM

FIQIH
TAHUN PELAJARAN 2021-2022
Oleh: Novie Zaelani, S.Ag.
Pemulasaraan Jenazah
◦ Kewajiban terhadap Jenazah: Memandikan, mengkafani, menshalati, dan menguburkan.

◦ Orang-orang yang memandikan: a) Orang yang memandikan harus beragama Islam dan sejenis, kecuali masih ada ikatan mahrom,
suami istri, atau jika mayat adalah seorang anak kecil yang belum menimbulkan potensi syahwat. b) Orang yang lebih utama
memandikan mayat laki-laki adalah ahli waris ashobah laki-laki (seperti ayah, kakek, anak-anak laki-laki, dan lain-lain) Dan bila
mayatnya perempuan, maka yang lebih utama adalah perempuan yang masih memiliki hubungan kerabat dan masih ada ikatan
mahrom. c) Orang yang memandikan dan orang yang membantunya adalah orang yang memiliki sifat amanah.

◦ Jenazah laki-laki dikafani dengan 3 lapis kain kafan dan perempuan 5 lapis kain kafan.

◦ Syarat-syarat shalat Jenazah: a) Jenazah telah selesai dimandikan dan suci dari najis baik tubuh, kafan, ataupun tempatnya. b) Orang
yang menshalati telah memenuhi syarat-syarat sah melakukan shalat. c) Posisi musholli berada di belakang jenazah jika jenazahnya
laki-laki, dan bagi imam atau munfarid sebaiknya berdiri tepat pada kepala. Jika jenazah-nya perempuan, maka posisinya tepat pada
perut. d) Jarak antara mayat dan musholli tidak melebihi 300 dziro’ (+ 144 m), jika shalat dilaksanakan di luar masjid. e) Tidak ada
penghalang diantara keduanya. f) Musholli hadir (berada di dekat jenazah), jika yang dishalati tidak ghoib.

◦ Ukuran liang kubur: Panjang: Sepanjang jenazah ditambah kira-kira 0,5 meter, Lebar: + 1 meter, Dalam: Setinggi postur tubuh
manusia ditambah satu hasta (+ 60 cm)
Zakat dalam Islam
◦ Kata zakat ditinjau dari sisi bahasa arab memiliki beberapa makna, di antaranya berkembang, berkah, banyaknya kebaikan, menyucikan dan
memuji. Sedangkan dalam istilah fiqih, zakat memiliki arti sejumlah harta tertentu yang diambil dari harta tertentu dan wajib diserahkan kepada
golongan tertentu (mustahiqqin).

◦ Macam-macam zakat dibagi menjadi dua macam: Pertama, zakat nafs (badan) atau yang lebih dikenal dengan zakat fitrah dan yang kedua zakat
mal atau zakat harta.

◦ Zakat Nafs menurut istilah syara' adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim yang menemui sebagian atau keseluruhan bulan
ramadan dan bulan syawal yang berupa makanan pokok sesuai kadar yang telah ditentukan oleh syara'. Baik Zakat tersebut dikeluarkan oleh
dirinya sendiri ataupun dikeluarkan oleh orang yang menanggung nafkah / fitrahnya atau oleh orang lain. zakat fitrah ditunaikan dalam bentuk
bahan makanan pokok di daerah setempat. Dalam konteks Indonesia, satu sha’ setara dengan sekitar dua setengah kilogram beras per orang (ada
yang berpendapat 2,7 kilogram).

◦ Secara umum zakat mal ini ada delapan jenis harta. Yaitu, emas, perak, hasil pertanian (bahan makanan pokok), kurma, anggur, unta, sapi,
kambing. Sedangkan aset perdagangan dikembalikan pada golongan emas dan perak karena zakatnya terkait dengan kalkulasinya dan
kalkulasinya tidak lain dengan menggunakan emas dan perak.

◦ Syarat-syarat harta yang wajib dikeluarkan zakatnya: a. Harta tersebut harus didapat dengan cara yang baik dan halal. b. Harta tersebut
berkembang dan berpotensi untuk dikembangkan, misal melalui kegiatan usaha perdagangan dan lain-lain. c. Milik penuh, harta tersebut di
bawah kontrol kekuasaan pemiliknya, dan tidak tersangkut dengan hak orang lain. d. Mencapai nisab, mencapai jumlah minimal yang
menyebabkan harta terkena kewajiban zakat, misal nisab zakat emas 93,6 gr, nisab zakat hewan ternak kambing adalah 40 ekor dan sebagainya.
e. Sudah mencapai 1 tahun kepemilikan. f. Sudah terpenuhi kebutuhan pokok. Yang dikeluarkan zakat adalah kelebihannya.
Harta Benda yang Wajib Dizakati
Harta Benda yang Wajib Dizakati
Haji dan Ketentuannya
◦ Istilah haji berasal dari kata hajja berziarah ke, bermaksud, menyengaja, menuju ke tempat tertentu yang diagungkan. Sedangkan
menurut istilah haji adalah menyengaja mengunjungi Ka’bah untuk mengerjakan ibadah yang meliputi thawaf, sa’i, wuquf dan ibadah-
ibadah lainnya untuk memenuhi perintah Allah Swt. dan mengharap keridlaan-Nya dalam waktu yang telah ditentuka.

◦ Mengerjakan ibadah haji hukumnya wajib ’ain, sekali seumur hidup bagi setiap muslim yang telah mukallaf dan mampu
melaksanakannya.

◦ Syarat wajib haji yaitu: a. Beragama Islam, b. Berakal, c. Baligh, d. Merdeka, dan e. Kuasa atau mampu.

◦ Rukun haji yaitu: a. Ihram, b. Wukuf di arafah, c. Thawaf, d. Sa’i, e. Tahallul, dan f. Tertib.

◦ Wajib haji ada tujuh, yaitu: a. Berihram sesuai miqatnya b. Bermalam di Muzdalifah c. Bermalam (mabit) di Mina d. Melontar
jumrah Aqabah e. Melontar jumrah Ula, Wustha dan Aqabah f. Menjauhkan diri dari muharramat Ihram g. Thawaf wada’.

◦ Macam-macam Manasik Haji a. Haji Ifrad adalah mengerjakan haji dan umrah dengan cara mendahulukan haji daripada umrah dan
keduanya dilaksanakan secara terpisah b. Haji Tamattu’ adalah mengerjakan haji dan umrah dengan mendahulukan umrah daripada
haji, dan umrah dilakukan pada musim haji. c. Haji Qiran adalah mengerjakan haji dan umrah sekaligus. Jadi amalannya satu, tetapi
dengan dua niat yaitu haji dan umrah.

◦ Menurut pengertian bahasa, umrah berarti ziarah. Dalam pengertian Syar’i, umrah adalah ziarah ke Ka’bah, thawaf, sa’i, dan
memotong rambut.
Qurban dan Aqiqah
◦ Qurban menurut bahasa berasal dari kata “qoruba” berarti “dekat”, sedang menurut syariat qurban berarti hewan yang disembelih dengan niat
beribadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. dengan syarat-syarat dan waktu tertentu, disebut juga “udhiyah”.

◦ Waktu yang ditetapkan untuk menyembelih qurban yaitu sejak selesai shalat Idul Adha (10 Dzulhijjah) sampai terbenam matahari tanggal 13
Dhulhijjah (akhir dari hari tasyriq).

◦ Hewan yang dijadikan qurban adalah hewan ternak. Hewan yang dimaksud adalah unta, sapi, kerbau dan kambing atau domba. Adapun
hewan-hewan tersebut dapat dijadikan hewan qurban dengan syarat telah cukup umur dan tidak cacat, misalnya pincang, sangat kurus, atau
sakit. Ketentuan cukup umur itu adalah : a. Domba sekurang-kurangnya berumur satu tahun atau telah tanggal giginya. b. Kambing biasa
sekurang-kurangnya berumur satu tahun. c. Unta sekurang-kurangnya berumur lima tahun. d. Sapi atau kerbau sekurang-kurangnya berumur
dua tahun.

◦ Daging qurban sebaiknya dibagikan kepada fakir miskin masih daging mentah, dengan ketentuan sebagai berikut: 1/3 untuk yang berqurban
dan keluarganya, 1/3 untuk fakir miskin, 1/3 untuk hadiah kepada masyarakat sekitar atau disimpan agar sewaktu-waktu bisa dimanfaatkan.
Apabila qurban itu diniatkan sebagai nadzar maka daging wajib diberikan kepada fakir miskin, orang yang qurban tidak boleh mengambil
meskipun sedikit.

◦ Aqiqah dari segi bahasa berarti rambut yang tumbuh di kepala bayi. Sedangkan dari segi istilah adalah binatang yang disembelih pada saat
hari ketujuh atau kelipatan tujuh dari kelahiran bayi disertai mencukur rambut dan memberi nama pada anak yang baru dilahirkan.

◦ Aqiqah untuk anak laki-laki dua ekor dan untuk anak perempuan seekor. Adapun binatang yang dipotong untuk aqiqah, syarat-syaratnya
sama seperti binatang yang dipotong untuk qurban.
Kepemilikan
◦ Kepemilikan adalah hubungan secara syariat antara harta dan seseorang yang menjadikan harta terkhusus kepadanya dan
berkonsekuensi boleh ditasarufkan dengan segala bentuk tasaruf selama tidak ada pembekuan tasaruf.

◦ Sebab-sebab kepemilikan utuh ada empat: 1) Istīlā’ ‘Alā Al-Mubāḥ Yaitu kepemilikan seseorang terhadap barang yang belum pernah
berada dalam kepemilikan seseorang dan tidak ada larangan syariat untuk memilikinya. Seperti penangkapan ikan di laut, mengambil
air dari sumber dan berburu hewan. Syarat-syarat kepemilikan dengan cara istīlā’ ‘alā al-mubāḥ ada dua: a) Belum pernah berada
dalam kepemilikan seseorang. b) Kesengajaan untuk memiliki. Jika tidak ada kesengajaan maka tidak berkonsekuensi kepemilikan.
Seperti burung yang masuk ke kamar seseorang. 2) Al-‘Uqūd Yaitu kepemilikan seseorang terhadap barang dengan cara transaksi.
Seperti transaksi hibah (pemberian), bai’ (jual beli), i’ārah (pinjam meminjam), sewa-menyewa dan lain-lain. 3)
Khalafiyyah Yaitu kepemilikan seseorang terhadap barang dengan cara pergantian. Baik berupa pergantian orang yang dikenal dengan
istilah warisan, atau berupa pergantian barang yang dikenal dengan istilah ganti rugi (taḍmīn). 4) Tawallud Min Al-Mamlūk Yaitu
kepemilikan seseorang terhadap barang hasil dari apa yang dimiliki. Seperti buah dari pohon yang dimiliki, anak sapi dari sapi yang
dimiliki dan susu kambing dari kambing yang dimiliki.
Jual Beli dan Khiyar
◦ Secara bahasa, bai’ berarti tukar menukar sesuatu. Sedangkan secara istilah, bai’ atau jual beli adalah tukar menukar materi (māliyyah)
yang memberikan konsekuensi kepemilikian barang (‘ain) atau jasa (manfa’ah) secara permanen.

◦ Etika dalam transaksi jual beli: a. Tidak terlalu banyak dalam mengambil laba. b. Jujur dalam bertransaksi. c. Dermawan
dalam bertransaksi baik penjual dengan cara mengurangi harga barang atau pembeli dengan cara menambah harga barang. d. Sunnah
menjauhi sumpah walaupun jujur. e. Disunnahkan memperbanyak sedekah sebagai pelebur dosa yang terjadi ketika transaksi. f.
Sunnah mencatat transaksi yang dilakukan dan jumlah piutang.

◦ Transaksi jual beli yang dilarang: a. Ihtikar (menimbun), b. Najsy adalah menawar barang dengan cara meninggikan harga bukan
karena ingin membeli tapi untuk menipu orang lain, c. Saum ‘Alā As-Saum Yaitu menawar atas tawaran orang lain, d. Mengandung
unsur membantu kemaksiatan, e. Memisahkan antara Ibu (induk hewan) dan anaknya.

◦ Khiyār adalah hak memilih pelaku transaksi untuk memilih antara melanjutkan atau mengurungkan transaksi.

◦ Khiyār dibagi menjadi tiga macam: a. Khiyār majlis, adalah hak atau wewenang pelaku transaksi untuk menentukan pilihan antara
melangsungkan atau mengurungkan transaksi ketika kedua pelaku transaksi masih berada dalam masa khiyār majlis (di tempat
transaksi). b. Khiyār syarat adalah hak pelaku transaksi untuk memilih antara melangsungkan atau mengurungkan transaksi sesuai
kesepakatan kedua belah pihak atas waktu yang telah ditentukan. c. Khiyār ‘aib adalah hak pelaku transaksi untuk memilih antara
melangsungkan transaksi dengan menerima komoditi apa adanya atau mengurungkan transaksi dengan mengembalikan komoditi
kepada penjual setelah komoditi didapati ada aib atau cacat.
Riba’
◦ Riba berasal dari bahasa arab, yang memiliki arti tambahan (ziyadah/addition, Inggris), yang berarti: tambahan pembayaran atas uang
pokok pinjaman. Sementara menuut Istilah riba adalah pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli, maupun pinjam
meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip mua’amalat dalam Islam.

◦ Dasar hukum melakukan riba adalah haram menurut Al-Qur’an, sunnah dan ijma’ ulama.

◦ Para ulama Fikih membagi riba menjadi empat macam, yaitu: a. Riba fadl adalah tukar menukar atau jual beli antara dua buah barang
yang sama jenisnya, namun tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh orang yang menukarnya, atau jual beli yang mengandung
unsur riba pada barang yang sejenis dengan adanya tambahan pada salah satu benda tersebut, b. Riba nasi’ah yaitu mengambil
keuntungan dari pinjam meminjam atau atau tukarmenukar barang yang sejenis maupun yang tidak sejenis karena adanya
keterlambatan waktu pembayaran, c. Riba qardi adalah meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan dari orang
yang meminjam, d. Riba yad yaitu pengambilan keuntungan dari proses jual beli dimana sebelum terjadi serah terima barang antara
penjual dan pembeli sudah berpisah.
Jinayat
◦ Jinayat yaitu ilmu yang mengatur mengenai hal–hal yang dilarang oleh (syariat`) atau aturan dalam hukum pidana Islam.

◦ Pembunuhan secara bahasa adalah menghilangkan nyawa seseorang. Sedangkan secara istilah pembunuhan adalah pebuatan manusia
yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang baik dengan sengaja atau pun tidak sengaja, baik dengan alat yang mematikan atau
pun dengan alat yang tidak mematikan.

◦ Pembunuhan dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu: a. Pembunuhan sengaja (Qatlu al-‘Amdi), yaitu pembunuhan yang telah
direncanakan dengan menggunakan alat yang mematikan. b. Pembunuhan seperti sengaja (Qatlu Syibhu al-‘Amdi), pembunuhan
seperti sengaja adalah pembunuhan yang dilakukan seseorang tanpa niat membunuh dan menggunakan alat yang biasanya tidak
mematikan, namun menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. c. Pembunuhan Tersalah (Qatlu al-Khata’), yaitu pembunuhan yang
terjadi karena salah satu dari tiga kemungkinan. Pertama; perbuatan tanpa maksud melakukan kejahatan tetapi mengakibatkan
kematian seseorang., kedua; perbuatan yang mempunyai niat membunuh, namun ternyata orang tersebut tidak boleh dibunuh, ketiga;
perbuatan yang pelakunya tidak bermaksud jahat, tetapi akibat kelalaiannya dapat menyebabkan kematian seseorang.
Hukuman Pembunuhan
◦ Hukuman bagi pelaku pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja adalah qishash yaitu pelaku harus diberikan sanksi yang berat.
Dalam hal ini hakim menjadi pelaksana qishash, keluarga korban tidak diperbolehkan main hakim sendiri. Jika keluarga korban
memaafkan pelaku pembunuhan, maka hukumannya adalah membayar diyat mughalladzah (denda berat) yang diambilkan dari harta
pembunuh dan dibayarkan secara tunai kepada pihak keluarga. Selain itu pembunuh juga harus menunaikan kaffarat.

◦ Pelaku pembunuhan seperti sengaja tidak di-qishash. Ia dihukum dengan membayar diyat mugallazhah (denda berat) yang diambilkan
dari harta keluarganya dan dapat dibayarkan secara bertahap selama tiga tahun kepada keluarga korban, setiap tahunnya sepertiga. Selain
itu pembunuh juga harus melaksanakan Kaffarat.

◦ Hukuman bagi pembunuhan tersalah adalah membayar diyat mukhaffafah (denda ringan) yang diambilkan dari harta keluarga pembunuh
dan dapat dibayarkan secara bertahap selama tiga tahun kepada keluarga korban, setiap tahunnya sepertiga. Selain itu pembunuh juga
harus melaksanakan Kaffarat.

◦ Qishash berasal dari kata qashasha yang artinya memotong atau berasal dari kata iqqtsha yang artinya mengikuti, yakni mengikuti
perbuatan si penjahat sebagai pembalasan atas perbuatannya. Menurut syara’ qishash ialah hukuman balasan yang seimbang bagi pelaku
pembunuhan maupun perusakan atau penghilangan fungsi anggota tubuh orang lain yang dilakukan dengan sengaja.

◦ Syarat-syarat qishash adalah: a. Orang yang terbunuh terpelihara darahnya (orang yang benar-benar baik), b. Pembunuh
sudah baligh dan berakal, c. Pembunuh bukan bapak (orang tua) dari terbunuh, d. Orang yang dibunuh sama derajatnya dengan orang
yang membunuh, seperti muslim dengan muslim, merdeka dengan merdeka dan hamba dengan hamba, e. Qishash dilakukan dalam hal
yang sama, jiwa dengan jiwa, mata dengan mata, dan lain sebagainya.
Diyat
◦ Diyat secara bahasa yaitu denda atau ganti rugi pembunuhan. Secara istilah diyat merupakan sejumlah harta yang wajib diberikan karena tindakan
pidana (Jinayat) kepada korban kejahatan atau walinya atau kepada pihak terbunuh atau teraniaya.

◦ Diyat dibedakan menjadi dua yaitu: a. Diyat Mugallazhah atau denda berat. Diyat mugallazhah adalah membayarkan 100 ekor unta yang terdiri; 1) 30
hiqqah ( unta betina berumur 3-4 tahun ), 2) 30 jadza’ah (unta betina berumur 4-5 tahun ), 3) 40 unta khilfah ( unta yang sedang bunting ). b. Diyat
Mukhaffafah atau denda ringan. Diyat mukhaffafah yang dibayarkan kepada keluarga korban ini berupa 100 ekor unta, terdiri dari 1) 20 unta hiqqah
(unta betina berumur 3-4 tahun), 2) 20 unta jadza’ah (unta betina berumur 4-5 tahun), 3) 20 unta binta makhadh ( unta betina lebih dari 1
tahun), 4) 20 unta binta labun (unta betina umur lebih dari 2 tahun), dan 5) 20 unta ibna labun (unta jantan berumur lebih dari 2 tahun).

◦ Aturan diyat untuk kejahatan melukai atau memotong anggota badan tidak seperti aturan diyat pembunuhan. Berikut penjelasan ringkasnya: 1. Wajib
membayar satu diyat penuh berupa 100 ekor unta, apabila seseorang menghilangkan anggota badan tunggal (seperti lidah, hidung, kemaluan lakilaki)
atau sepasang anggota badan (sepasang mata, sepasang telinga, sepasang tangan, sepasang kaki).

◦ Wajib membayar setengah diyat berupa 50 ekor unta, jika seseorang memotong salah satu anggota badan yang berpasangan semisal satu tangan, satu
kaki, satu mata, satu telinga dan lain sebagainya.

◦ Wajib membayar sepertiga diyat apabila melukai anggota badan sampai organ dalam, semisal melukai kepala sampai otak.

◦ Wajib membayar 15 ekor unta jika seseorang melukai orang lain hingga menyebabkan kulit yang ada di atas tulang terkelupas.

◦ Wajib membayar 10 ekor unta bagi seseorang yang melukai orang lain hingga mengakibatkan jari-jari tangannya atau kakinya putus (setiap jari 10
ekor unta).

◦ Wajib membayar 5 ekor unta bagi seseorang yang melukai orang lain hingga menyebabkan giginya patah atau lepas (setiap gigi 5 ekor unta).
Kaffarat
◦ Dalam al-Qamus al-Fiqhiy karya Sa‟diy Abu Jayb disebutkan makna kafarat sebagai berikut, “Sesuatu yang dapat menutupi dari
perbuatan dosa seperti bersedekah, berpuasa dan lain-lain”. Wahbah Zuhailiy menyebutkan, bahwa kafarat terbagi kepada empat
bagian, yaitu: kafarat zhihar, kafarat pembunuhan tidak sengaja, kafarat berhubungan intim pada siang hari secara sengaja pada bulan
Ramadhan, dan kafarat sumpah.

◦ Sedangkan secara istilah, kaffarat adalah denda yang wajib dibayarkan oleh seseorang yang telah melanggar larangan Allah tertentu.
Kaffarat merupakan tanda taubat kepada Allah dan penebus dosa.

◦ Kaffarat bagi pembunuh adalah memerdekakan budak muslim. Jika ia tak mampu melakukannya maka pilihan selanjutnya adalah
berpuasa 2 bulan berturut-turut.

◦ Kaffarat seorang suami yang mendzihar istrinya adalah memerdekakan hamba sahaya. Jika ia tak mampu melakukannya, maka ia
beralih pada pilihan kedua yaitu berpuasa 2 bulan berturut-turut. Dan jika ia masih juga tak mampu melakukannya, maka ia
mengambil pilihan terakhir yaitu memberikan makan 60 fakir miskin.

◦ Kaffarat yang ditetapkan untuk pasangan suami istri yang melakukan hubungan biologis pada siang hari di bulan Ramadhan sama
dengan Kaffarat dzihar ditambah qadha sebanyak jumlah hari mereka melakukan hubungan biologis di siang hari bulan Ramadhan.

◦ Kaffarat bagi seorang yang bersumpah atas nama Allah kemudian ia melanggarnya adalah memberi makan 10 fakir miskin, atau
memberi pakaian kepada 10 fakir miskin, atau memerdekakan budak. Jika ketiga hal tersebut tak mampu ia lakukan, maka diwajibkan
baginya puasa 3 hari berturut-turut. Dalil naqli terkait hal ini adalah firman Allah ta’ala dalam surat al-Maidah ayat 89.
Hudud
◦ Hudud adalah bentuk jamak dari kata h}ad yang berarti pencegahan (al-man'u) atau pembatas antara dua hal. Adapun secara bahasa, arti had adalah pencegahan.

◦ Sedangkan menurut istilah, hududd adalah hukuman-hukuman pencegahan tertentu yang telah ditetapkan Allah sebagai sanksi hukum untuk mencegah manusia dari melakukan
tindak kejahatan selain pembunuhan dan penganiayaan.

◦ Dalam istilah fikih, berbagai tindak kejahatan yang diancam dengan hukuman had diistilahkan dengan jaraimul hudud. Macam-macam jaraimul hudud yaitu: 1. Zina 2. Qadzaf
(menuduh zina) 3. Mencuri 4. Meminum khamr 5. Merampok, merompak atau menyamun.

◦ Zina adalah Memasukkan zakar ke dalam farji terlarang karena zatnya tanpa ada syubhat dan disenangi menurut tabi'atnya.

◦ Zina dibagi menjadi dua macam, pertama: zina muhson yaitu praktik zina yang dilakukan oleh orang yang sudah pernah menikah. Hukumannya, dirajam hingga mati. Kedua: zina
gairu muhson, yaitu praktik zina yang dilakukan oleh seseorang yang belum menikah. Hukumannya didera 100 kali ditambah dengan hukuman pengasingan selama satu tahun
(menurut pendapat sebagian ulama).

◦ Qadzaf adalah menuduh sedang melakukan praktik zina. Penuduh yang tidak dapat mengemukakan 4 orang saksi didera 80 kali.

◦ Khamr adalah segala jenis minuman atau lainnya yang dapat memabukkan /menghilangkan kesadaran. Khamr berdampak pada sisi jasmani dan rohani. Peminum khamr didera 40
kali. Sedangkan Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa had minum khamr adalah 80 (delapan puluh) kali.

◦ Mencuri adalah perbuatan seorang mukallaf (baligh dan berakal) mengambil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi, mencapai jumlah satu nishab dari tempat simpanannya, dan
orang-orang yang mengambil tersebut tidak mempunyai andil pemilikan terhadap barang yang diambil. Hukuman bagi pelakunya adalah potong tangan dan kaki secara silang.

◦ Hirabah (menyamun, merampok dan merompak) berarti mengambil harta orang lain dengan kekerasan/ancaman senjata dan kadang-kadang disertai dengan pembunuhan. Pendapat
mayoritas ulama terkait had yang ditetapkan untuk perampok, penyamun, dan perompak: a) Jika seseorang merampas harta orang lain dan membunuhnya maka hadnya adalah
dihukum mati kemudian disalib. b) Jika seseorang tidak sempat merampas harta orang lain akan tetapi ia membunuhnya, maka hadnya adalah dihukum mati. c) Jika seseorang
merampas harta orang lain dan tidak membunuhnya maka hadnya adalah dihukum potong tangan dan kaki secara menyilang. d) Jika seseorang tidak merampas harta orang lain dan
tidak juga membunuhnya semisal kala ia hanya ingin menakut-nakuti, atau kala ia akan melancarkan aksi jahatnya ia tertangkap lebih dulu, dalam keadaan seperti ini, ia dijatuhi
hukuman had dengan dipenjarakan atau diasingkan ke luar wilayahnya.
Pernikahan
◦ Kata nikah atau pernikahan sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, sebagai padanan kata perkawinan. Nikah artinya suatu
akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang bukan mahramnya sehingga
mengakibatkan terdapatnya hak dan kewajiban diantara keduanya, dengan menggunakan lafaz inkah atau tazwij atau terjemahannya.

◦ Rukun nikah ada 5, yaitu: calon suami, calon istri, wali, dua orang saksi, dan ijab qabul.

◦ Macam-macam wali: 1. Wali Mujbir, adalah wali yang berhak menikahkan anak perempuannya yang sudah baligh, berakal, dengan
tiada meminta izin terlebih dahulu kepadanya. Hanya bapak dan kakek yang dapat menjadi wali mujbir. 2. Wali Hakim adalah kepala
negara yang beragama Islam. Dalam konteks keindonesiaan tanggung jawab ini dikuasakan kepada Menteri Agama yang selanjutnya
dikuasakan kepada para pegawai pencatat nikah. Dengan kata lain, yang bertindak sebagai wali hakim di Indonesia adalah para
pegawai pencatat nikah (Petugas KUA). 3. Wali adhal adalah wali yang tidak mau menikahkan anaknya/cucunya, karena calon suami
yang akan menikahi anak/cucunya tersebut tidak sesuai dengan kehendaknya. Padahal calon suami dan anaknya/cucunya sekufu.

◦ Mahar atau mas kawin adalah pemberian wajib dari suami kepada istri karena sebab pernikahan. Mahar bisa berupa uang, benda,
perhiasan, atau jasa seperti mengajar Al Qur’an.
Perceraian
◦ Perceraian dalam bahasa Fikih dikenal dengan Istilah Talak diambil dari kata ( itlak), secara bahasa artinya melepaskan, atau
meninggalkan. Sedangkan dalam pengertian secara istilah, Talak adalah melepaskan ikatan perkawinan, atau rusaknya hubungan
perkawinan dengan menggunakana kata-kata.

◦ Khuluk adalah permintaan perceraian yang timbul atas kemauan istri dengan mengembalikan mahar kepada suaminya. Khuluk disebut
juga dengan talak tebus.

◦ Fasakh berarti rusak atau putus. Adapun dalam pembahasan fikih fasakh adalah pemisahan pernikahan yang dilakukan hakim melalui
pengadilan dikarenakan alasan tertentu yang diajukan salah satu pihak dari suami istri yang bersangkutan.

◦ Sebab –sebab fasakh 1) Tidak terpenuhinya syarat-syarat akad nikah, semisal seseorang yang menikahi wanita yang ternyata adalah
saudara perempuannya. 2) Munculnya masalah yang dapat merusak pernikahan dan menghalangi tercapainya tujuan pernikahan,
sebagaimana beberapa hal berikut: a. Murtadnya salah satu dari pasangan suami istri b. Hilangnya suami dalam tempo waktu yang cukup
lama c. Miskinnya seorang suami hingga tidak mampu memberi nafkah keluarga d. Dipenjarakannya suami, dan beberapa hal lainnya.

◦ Iddah ialah masa tenggang atau batas waktu untuk tidak menikah bagi perempuan yang dicerai atau ditinggal mati suaminya.

◦ Macam-macam iddah : 1) Iddah Istri yang dicerai dan ia masih haid, lamanya tiga kali suci. 2) Iddah Istri yang dicerai dan ia sudah tidak
haidh, lamanya tiga bulan 3) Iddah Istri yang ditinggal mati suaminya adalah empat bulan sepuluh hari bila ia tidak hamil. 4) Iddah Istri
yang dicerai dalam keadaan hamil lamanya sampai melahirkan. 5) Iddah Istri yang ditinggal wafat suaminya dalam keadaan hamil masa
iddahnya menurut sebagian ulama adalah iddah hamil yaitu sampai melahirkan.
Waris dalam Islam
◦ Dari segi bahasa, kata mawaris artinya harta yang diwariskan. Adapun makna istilahnya adalah ilmu tentang pembagian harta
peninggalan setelah seseorang meninggal dunia.

◦ Beberapa hal yang harus ditunaikan terlebih dahulu oleh ahli waris sebelum harta warisan dibagikan adalah: 1) Zakat. Kalau
harta yang ditinggalkan sudah saatnya dikeluarkan zakatnya, maka zakat harta tersebut harus dibayarkan terlebih dahulu. 2) Belanja.
Yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pengurusan jenazah, mulai dari membeli kain kafan, upah menggali kuburan, dan lain sebagainya.
3) Hutang. Jika mayat memiliki hutang, maka hutangnya harus dibayar terlebih dahulu dengan harta warisan yang ditinggalkan. 4)
Wasiat. Jika mayat meninggalkan wasiat, agar sebagian harta peninggalannya diberikan kepada orang lain. Maka wasiat inipun harus
dilaksanakan.

◦ Cara pelaksanaan pembagian : Jika seorang mendapat bagian 1/3 dan ada yang mendapat mendapat bagian 1/2, maka pertama-tama
harus dicari KPK ( Kelipatan Persekutuan Terkecil) dari bilangan tersebut. KPK dari kedua bilangan tersebut adalah 6, yaitu bilangan
yang dapat dibagi dengan angka 3 dan 2.
Contoh Perhitungan waris
Seseorang meninggal dunia,meninggalkan harta Rp.48.000.000. Ahli warisnya terdiri dari istri,ibu dan dua anak laki-laki.

Maka cara pembagian untuk masing-masing ahli waris:

Bagian istri 1/8, bagian ibu 1/6 dan dua anak laki-laki adalah ashabah/sisa. Asal masalahnya KPK dari 1/6 dan 1/8 adalah 24.

Istri = 1/8 x 24 = 3

Ibu = 1/6 x 24 = 4

2 anak laki-laki = 24 – (4 + 3) = 17

Maka, langkah akhir pembagian harta warisannya :

Istri = 3/24xRp.48.000.000 = Rp. 6.000.000

Ibu = 4/24xRp.48.000.000 = Rp. 8.000.000

2 anak laki-laki = 17/24xRp.48.000.000 = Rp. 34.000.000

(masing-masing anak laki-laki = Rp. 17.000.000)


Contoh Perhitungan waris
Seseorang meninggal dunia,meninggalkan harta Rp.360.000.000. Ahli warisnya terdiri dari suami, ibu dan satu anak laki-laki.

Maka cara pembagian untuk masing-masing ahli waris:

Bagian suami 1/4, bagian ibu 1/6 dan satu anak laki-laki adalah ashabah/sisa. Asal masalahnya KPK dari 1/4 dan 1/6 adalah 12.

Suami = 1/4 x 12 = 3

Ibu = 1/6 x 12 = 2

1 anak laki-laki = 12 – (3 + 2) = 7

Maka, langkah akhir pembagian harta warisannya :

Istri = 3/12 x Rp.360.000.000 = Rp. 90.000.000

Ibu = 2/12 x Rp.360.000.000 = Rp. 60.000.000

1 anak laki-laki = 7/12 x Rp.360.000.000 = Rp. 210.000.000


Sumber hukum Islam yang Muttafaq
◦ Sumber hukum Islam yang muttafaq (disepakati), yaitu: al-Qur’an, al-Hadits, Ijma’, dan Qiyas.

◦ Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan dengan lafadz bahasa Arab dan maknanya dari Allah Swt. melalui wahyu yang disampaikan
kepada Nabi Muhammad Saw, ia merupakan dasar dan humber hukum utama bagi syari’at.

◦ Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw. baik berupa perkatan, perbuatan, ketetapan (taqrir) dan sebagainya.

◦ Fungsi al-Hadis terhadap al-Qur’an adalah: 1. Bayanut taqrir: menetapkan dan menguatkan atau menggarisbawahi suatu hukum yang
ada dalam al-Qur’an, sehingga hukum hukum itu mempunyai dua sumber, yaitu ayat yang menetapkannya dan hadis yang
menguatkannya. 2. Bayanut tafsir: menjelaskan atau memberi keterangan menafsirkan dan merinci redaksi al-Qur’an yang bersifat
global (umum). 3. Bayanut tasyri’: menetapkan hukum yang tidak dijelaskan oleh alQur’an.

◦ Ijma’ ialah kesepakatan dari para mujtahid umat Islam pada satu masa tentang hukum syara’ setelah wafatnya Nabi Saw.

◦ Qiyas ialah memberlakukan ketentuan hukum yang ada pada pokok (asal) kepada cabang (persoalan baru yang tidak disebutkan nash)
karena adanya pertautan ‘illat keduanya.
Macam-macam Qiyas
◦ Qiyas Aula yaitu apabila illat mewajibkan adanya hukum dan keadaan far’un lebih utama mendapatkan hukum (tersebut) daripada
ashl. Contoh; mengqiyaskan memukul orang tua dengan mengatakan “ah” kepada keduanya adalah haram hukumnya karena sama-
sama menyakiti.

◦ Qiyas Musawi yaitu apabila ‘illat mewajibkan adanya hukum dan keadaan far’un sama dengan ashl untuk mendapatkan hukum.
Contoh ; mengqiyaskan membakar harta anak yatim dengan memakannya tentang haram hukumnya dengan ‘illat rusak dan habis

◦ Qiyas dilalah yaitu apabila illat yang ada menunjukkan kepada hukum, tetapi tidak mewajibkannya. Contoh ; mengqiyaskan harta anak
kecil dengan harta orang yang sudah baligh dalam hal wajib membayar zakat dengan ‘illat samasama berkembang dan bertambah.

◦ Qiyas syabah yaitu qiyas yang keadaan far’un padanya bolak balik antara dua ashl lalu ia dihubungkan dengan ashl yang lebih banyak
persamaannya dengannya. Contoh ;hamba sahaya yang cacat karena kejahatan orang lain, apakah dalam masalah wajib dhaman (ganti
rugi), ia diqiyaskan dengan orang merdeka karena sama-sama anak Adam atau diqiyaskan dengan benda karena harta milik.

◦ Qiyas adwan atau adna yaitu qiyas yang far’unnya lebih rendah kedudukannya dari pada ashl untuk mendapatkan hukum (yang sama).
Contoh; mengqiyaskan perhiasan perak bagi laki-laki dengan perhiasan emas tentang haram hukumnya, dengan ‘illat berbangga-
bangga.
Istihsan
◦ Istihsan menurut bahasa mempunyai arti ”menganggap baik”. Ahli Ushul yang dimaksud dengan Istihsan ialah berpindahnya seorang
mujtahid dari hukum yang dikehendaki oleh qiyas jaly (jelas) kepada hukum yang dikehendaki oleh qiyas khafy (samar-samar) atau
dari ketentuan hukum kuliy (umum) kepada ketentuan hukum juz’i (khusus), karena ada dalil (alasan) yang lebih kuat menurut
pandangan mujtahid.

◦ Isthsan dapat dibedakan menjadi dua yaitu : 1) Menguatkan qiyas khafi atas qiyas jali. Contohnya wanita yang sedang haid boleh
membaca al-Qur’an berdasarkan istihsan dan haram menurut qiyas. Qiyas : wanita haid itu diqiyaskan kepada junub dengan illat sama-
sama tidak suci. Orang junub haram membaca al-Qur’an, maka orang haid juga haram membaca al-Qur’an. Istihsan : haid berbeda
dengan dengan junub, karena haid waktunya lama sedang junub waktunya sebentar, maka wanita haid tidak dapat melakukan ibadah
dan tidak mendapat pahala, sedangkan laki-laki dapat beribadah setiap saat. 2) Ketentuan hukum kuliy (umum) kepada ketentuan
hukum juz’i (khusus), kebolehan dokter melihat aurat wanita dalam proses pengobatan. Contohnya: menurut kaidah umum seseorang
dilarang melihat aurat orang lain. Tapi, dalam keadaan tertentu seseorang harus membuka bajunya untuk di diagnosa penyakitnya.
Maka, untuk kemaslahatan orang itu, menurut kaidah istihsan seorang dokter dibolehkan melihat aurat wanita yang berobat
kepadanya. Contoh lain dari istihsan adalah: diperbolehkannya jual beli salam.
Maslahah Mursalah
◦ Masalahah mursalah menurut bahasa mempunyai arti maslahah dapat berarti kebaikan, kebermanfaatan , kepantasan, kelayakan,
keselarasan, kepatutan. Sementara kata mursalah merupakan isim maf’ul dari kata arsala yang artinya terlepas atau bebas. Dengan
demikian, kedua kata tersebut disatukan yang mempunyai arti terlepas atau terbebas dari keterangan yang menunjukkan boleh atau
tidak bolehnya dilakukan. Menurut Abd Wahab Khalaf secara istilah maslahah mursalah adalah maslahah yang tidak ada dalil syara’
datang untuk mengajuinya dan menolaknya.

◦ Ulama memberikan syarat bagi orang yang yang berpegang pada maslahah mursalah, yaitu : 1) Maslahah itu harus jelas dan pasti,
bukan hanya berdasarkan anggapan atau perkiraan. Yang dimaksud, penetapan hukum itu benar-benar membawa manfaat atau
menolak madharat. 2) Maslahah itu bersifat umum, bukan untuk kepentingan pribadi. Penetapan hukum itu memberi manfaat kepada
manusia terbanyak atau menolak madharat dari mereka, bukan untuk kepentingan individu seseorang. 3) Hukum yang ditetapkan
berdasarkan maslahah ini tidak bertentangan dengan hukum atau prinsip yang telah ditetapkan dengan nash atau ijma’.

◦ Contoh maslahah mursalah: Pembukuan al-Qur’an, Diadakannya penjara, Membuat mata uang sebagai alat jual beli, dan lain-lain.
Konsep Ijtihad dan Bermadzhab
◦ Ijtihad adalah pengerahan kemampuan seorang faqih untuk menghasilkan dugaan kuat tentang hukum syar’i.

◦ Tingkatan mujtahid: a) Mujtahid mutlak atau mujtahid mustaqil , yaitu seorang mujtahid yang mempunyai pengetahuan lengkap untuk
beristimbath dengan al-Qur’an dan al-Hadis dengan menggunakan kaidah mereka sendiri dan diakui kekuatannya oleh orang-orang
alim. b) Mujtahid muntasib atau mujtahid ghairu mutlak, yaitu orang yang mempunyai kriteria seperti mujtahid mutlak, dia tidak
menciptakan sendiri kaidahkaidahnya, tetapi mengikuti metode salah satu imam mazhab. c) Mujtahid fil mazhab atau mujtahid takhrij,
yaitu mujtahid yang terikat oleh mazhab imamnya. d) Mujtahid Tarjih, yaitu mujtahid yang belum sampai derajatnya pada mujtahid
takhrij, tetapi menurut Imam Nawawi dalam kitab majmu’, mujtahid ini sangat faqih, hafal kaidah-kaidah imamnya, mengetahui dalil-
dalilnya,dan cara memutuskan hukumnya, dan dia tau bagaimana cara mencari dalil yang lebih kuat,dan lain-lain. e) Mujtahid Fatwa,
yaitu orang yang hafal dan paham terhadap kaidah-kaidah imam mazhab, mampu menguasai permasalahan yang sudah jelas atau yang
sulit, dia masih lemah dalam menetapkan suatu putusan berdasarkan dalil serta lemah dalam menetapkan qiyas.

◦ Mazhab menurut pengertian bahasa adalah pendapat, kelompok, aliran, yang bermula dari pemikiran .Menurut istilah ijtihad seseorang
imam dalam memahami sesuatu hukum fikih.

◦ Pada dasarnya, mazhab-mazhab itu timbul antara lain karena perbedaan dalam memahami al-Qur’an dan al-Hadis yang tidak bersifat
absolut.

◦ Sikap kita dalam bermadzhab adalah menjadikan salah satu madzhab fiqih sebagai dasar keilmuan dalam beramal, kita tidak boleh
fanatik terhadap satu madzhab ataupun beramal dengan memilih madzhab yang pendapatnya paling mudah serta tidak boleh beramal
dengan mengikuti amalan orang banyak.
Hukum Taklifi
◦ Hukum taklifi adalah hukum yang mengandung tuntutan untuk mengerjakan dengan tuntutan pasti, tuntutan untuk mengerjakan
dengan tuntutan tidak pasti, tuntutan untuk meninggalkan dengan tuntutan pasti, tuntutan untuk meninggalkan dengan tuntutan tidak
pasti, tuntutan untuk memilih mengerjakan atau meninggalkan.

Menurut jumhur ulama, hukum taklifi ada lima, yaitu:

1. Al-Ijab (wajib) yaitu hukum yang mengandung tuntutan untuk mengerjakan dengan tuntutan pasti. Contoh: sholat, puasa, zakat, dll.

2. An-Nadb (sunah) yaitu hukum yang mengandung tuntutan untuk mengerjakan dengan tuntutan tidak pasti. Contoh: puasa sunah,
sholat sunah, menuliskan hutang, dll.

3. At-Tahrim (haram) yaitu hukum yang mengandung tuntutan untuk meninggalkan dengan tuntutan pasti. Haram terbagi 2: a) Haram
lidzatihi (haram asli) contoh: zina, khamr, mencuri, dll. b). Haram karena diikuti oleh perbuatan yang dilarang. Contoh: Menjual
barang dengan cara menipu, menikah dengan tujuan menyakiti, dll.

4. Al-Karahah (makruh) yaitu hukum yang mengandung tuntutan untuk meninggalkan dengan tuntutan tidak pasti. Contoh: sikat gigi
Ketika puasa, menanyakan hal-hal yang akan menyusahkan kita, dll.

5. Al-Ibahah (mubah) yaitu hukum yang mengandung tuntutan memilih antara mengerjakan dan meninggalkan. Contoh: Tidur di kasur,
makan di piring, dll.
Hukum Wadh’i
◦ Hukum Wadh’i yaitu hukum yang menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat, mani’, azimah, rukhsah, sah dan batal bagi sesuatu. Jadi yang
menyebabkan ada atau tidak adanya hukum taklifi disebut hukum wadh’i.

Pembagian hukum wadh’i ada lima yaitu :

1. Sebab. Ulama ushul mendefinisikan sebab adalah sifat zahir, tetap dan menetapkan suatu hukum karena syari’at mengaitkan sebab dengan sifat.
Contoh: Allah Swt. menjadikan tergelincirnya matahari sebagai sebab, yaitu tanda untuk menetapkan wajibnya shalat dhuhur.

2. Syarat, yaitu sesuatu yang tiadanya mengharuskan ketiadaan, dan keberadaannya tidak mengharuskan keberadaan ataupun ketiadaan rukun juga
mengharuskan ketiadaan hukum ketika rukun tidak ada. Contoh: Bersuci dari hadats besar dan kecil (thaharah) merupakan syarat sah shalat, maka
keadaan tidak suci dari hadats besar dan kecil (thaharah) menjadikan tidak sahnya shalat.

3. Mani’ (penghalang), yaitu sifat zahir yang pasti, yang menghalangi tetapnya hukum, atau dengan istilah lain sesuatu yang mengharuskan tidak
adanya hukum atau batalnya sebab. Contoh: Haid bagi wanita yang menjadi mani’ (penghalang) untuk melaksanakan shalat, membunuh menjadi
penghalang dari mendapatkan waris dari yang dibunuhnya, Adanya hubungan nasab mengharamkan akad pernikahan.

4. Azimah dan rukhshah. Azimah adalah hukum yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf tanpa adanya uzur. Contohnya kewajiban sholat 5 waktu
sejak semula dan berlaku untuk setiap mukallaf dalam berbagai keadaan, kewajiban meninggalkan (haram) makan bangkai dan darah sebagai yang
disyari’atkan sejak semula dan berlaku untuk setiap mukallaf dalam berbagai keadaan. Rukhshah adalah hukum yang berkaitan dengan suatu
perbuatan karena adanya uzur sebagai pengecualian dari azimah, contoh shalat bagi seorang musafir, memakan daging binatang buas dalam
keadaan terpaksa.

5. Sah dan batal, yaitu sesuatu yang dituntut oleh Allah dari para mukallaf berupa perbuatan dan apa yang ditetapkan-Nya untuk mereka berupa syarat
dan sebab, apabila mukallaf melaksanakannya terkadang menghukuminya sah dan terkadang menghukuminya tidak sah, sebab dan syarat tersebut.
Al-Qawaidul Khamsah
◦ Ilmu yang berhubungan dengan ilmu fikih adalah: ushul fikih, qawaidul fiqhiyah, muqaranatu al-mazahib, falsafah hukum Islam.
Kaidah-kaidah fiqhiyah sangat dibutuhkan dalam melakukan istimbath hukum (pengambilan dan penetapan hukum) karena kaidah-
kaidah hukum itu merupakan instrumen dalam menetapkan hukum.

◦ Ada 5 kaidah fiqhiyah:


Kaidah Amar
◦ Amar adalah tuntutan melakukan pekerjaan dari yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah (kedudukannya).

◦ Yang lebih tinggi kedudukannya dalam hal ini adalah Allah Swt. dan yang lebih rendah kedudukannya adalah manusia (mukallaf). Jadi
amar itu adalah perintah Allah Swt. yang harus dilakukan oleh mukallaf untuk mengerjakannya. Perintah-perintah Allah Swt. itu
terdapat dalam al-Qur’an dan al-Hadits.

Bentuk Sighat Amar (Lafadz Amar):


Kaidah Nahi
◦ Nahi adalah tuntutan meninggalkan perbuatan dari yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah (kedudukannya).

◦ Yang lebih tinggi kedudukannya dalam hal ini adalah Allah Swt. dan yang lebih rendah adalah manusia (mukallaf). Jadi nahi itu adalah
larangan Allah Swt. yang harus ditinggalkan oleh mukallaf. Larangan-larangan Allah Swt. itu terdapat dalam Al-Qur’an dan al-Hadis.

Bentuk Sighat Nahi (Lafadz Nahi):


Kaidah ‘Am
◦ Menurut bahasa ‘am artinya umum, merata, dan menyeluruh.

◦ Menurut istilah, ‘am adalah lafadz yang menunjukkan pengertian umum yang mencakup satuan-satuan (afrad) yang terdapat dalam
lafadz tanpa pembatasan jumlah tertentu.

◦ Contoh lafadz ‘am:


Takhsis

◦ Takhsis adalah pengkhususan terhadap lafadz yang ‘am atau umum.


◦ Takhsish (pengkhususan) dalam ilmu ushul fikih dibagi menjadi dua: Takhsish muttasil dan takhsish
munfasil.
◦ Takhsish muttasil (bersambung) adalah takhsish yang tidak dapat berdiri sendiri; tetapi pengertiannya
bersambung, dari potongan ayat awal disambung oleh potongan ayat berikutnya dalam satu ayat.
◦ Takhsish munfasil (terpisah) yaitu takhsis yang dapat berdiri sendiri. Pengertiannya ayat atau hadis satu
akan ditakhsish oleh ayat atau hadis yang lain dalam kondisi terpisah, artinya bukan pada satu potongan
ayat ataupun satu potongan hadist.
Kaidah Mubayyan
◦ Menurut bahasa mubayyan artinya penjelasan.

◦ Sedangkan menurut istilah bayan adalah mengeluarkan sesuatu dari tempat yang sulit ke tempat yang jelas.

◦ Dengan demikian arti mubayyan menurut istilah adalah suatu lafadz yang jelas maksudnya tanpa memerlukan penjelasan.

Macam-macam Bayan:
SELAMAT DAN SEMANGAT MENGHAFAL…

INGAT!!!
DENGAN IKHTIAR DAN BERDO’A, IN SYAA ALLAH AKAN
MEMBUAHKAN HASIL YANG BAIK… AAMIIN…
BAARAKALLAH FIIKUM…

Anda mungkin juga menyukai