BELANDA (INDONESIA) NAMA KELOMPOK: 1. Arrafi Pratama Karunia M. (06) 2. M. Rafly Firmansyah P. (21) 3. M. Raqa zjaedidha (25) 4. M. Iqbal Prasetyo (26) 5. M. Wafa A. (27) 6. Nabila Esa Raissafitri (28) 7. Nadine Baitsal Amel (29) 8. Sang Suranggana (31) Masa pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942 atau tepatnya pada 8 maret usai menggulingkan pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Meskipun hanya 3,5 tahun masa kependudukan
Jepang ke Hindi-Belanda, beberapa tindakan yang membuat masyarakat menderita Kedatangan Jepang di Indonesia mula-mula diterima dengan baik karena berjanji akan membebaskan dan memberi kemerdekaan. Jepang menyebutkan dirinya sebagai saudara tua.
Namun sikap kekejaman pun diberlakukan oleh
pemerintah militer Jepang kepada masyarakat. Seperti halnya pemerintah Jepang saat itu mencetuskan kebijakan tenaga kerja romusha. Romusha adalah sistem kerja yang paling kejam selama bangsa Indonesia dijajah. Awalnya pembentuka romusha ini mendapat sambutan baik rakyat indonesia dan justru banyak bersedia untuk jadi sukarelawan.
Namun semua itu berubah ketika kebutuhan
Jepang untuk berperang meningkat. Pengerahan romusha menjadi sebuah keharusan, bahkan paksaan. Hal tersebut membuat rakyat kita menjadi sengsara Rakyat dipaksa membangun semua sarana perang yang ada di Indonesia. Selain di Indonesia, rakyat kita juga dikerjapaksakan sampai keluar negeri. Ada yang dikirim ke Vietnam, Burma (sekarang Myanmar), Muangthai (Thailand), dan Malaysia.
Semua dipaksa bekerja sepanjang har, tanpa
diimbangi upah dan fasilitas yang layak. Akibatnya, banyak dari mereka yang tidak kembali ke kampung halaman karena sudah meninggal dunia. Tak hanya romusha, pemerintah Jepang turut membangun Jugun lanfu. Dima Jugun lanfu adalah tenaga kerja perempuan yang direkrut dari berbagai Negara Asia seperti Indonesia, Cina dan Korea.
Para perempuan ini dijadikan perempuan
penghibur bagi tentara Jepang. Sekitar 200.000 perempuan Asia dipaksa menjadi Jugun lanfu Dari aspek budaya, pemerintah Jepang pernah mencoba menerapkan budaya memberi hormat kearah matahari kepada masyarakat Indonesia. Namun ditolak.
Budaya ini dilakukan karena mmasyarakat
Jepang, kaisar memiliki tempat tertinggi, karena diyakini sebagai keturunan dewa matahari. Oleh sebab itu Jepang berusaha menerapkan nilai nialai kebudayaannya kepada bangsa Indonesia. Namun demikian, budaya itu langsung mendapat pertentangan dan perlawanan dari masyarakat di Indonesia. Disebabkan bangsa Indonesia hanya menyembah sang pencipta, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Sementara waktu Indonesia masih dibawah
penjajahan Jepang berusaha untuk tetap mempertahankan nilai gulden Belanda. Hal itu dilakukan agr harga barang barang dapat dipertahankan sebelum perang. Akan tetapi masalah pendidikan yang dibangun oleh Jepang itu memfokuskan pada kebutuhan perang. Meskipun akhirnya pendidikan dapat diakses oleh semua kalangan, tetapi secara jumlah sekolahnya menurun sangat drastis, dari semulanya 21. 500 menjadi 13.500 Pembantaian Nanking, juga dikenal sebagai Pemerkosaan Nanking, adalah sebuah episode dari pembunuhan massal dan perkosaan massal yang dilakukan oleh tentara Jepang terhadap penduduk Nanking selama Perang Tiongkok-Jepang Kedua. Pembantaian terjadi selama periode enam minggu mulai sejak tanggal 13 Desember 1937, hari itu Jepang menguasai Nanking, yang kemudian menjadi ibu kota Tiongkok .Selama periode ini, antara 40.000 hingga lebih 300.000 (perkiraan bervariasi) warga sipil Tiongkok dan melucuti kombatan dibunuh oleh tentara dari Tentara Kekaisaran Jepang.Perkosaan meluas dan penjarahan juga terjadi.Beberapa pelaku kunci dari kekejaman, pada saat dicap sebagai kejahatan perang, kemudian diadili dan dinyatakan bersalah di Pengadilan Militer Internasional Timur Jauh dan pengadilan Kejahatan Perang Nanjing, dan dieksekusi. Pelaku utama lainnya, Pangeran Asaka, anggota dari Keluarga Imperial, lolos dari penuntutan dengan memiliki kekebalan sebelumnya yang telah diberikan oleh Sekutu. Peristiwa ini tetap menjadi isu politik kontroversial dan menjadi batu sandungan dalam hubungan Tiongkok-Jepang serta hubungan Jepang dengan negara-negara Asia-Pasifik lainnya seperti Korea Selatan dan Filipina. Pemerintah Tiongkok dituduh membesar-besarkan aspek pembantaian seperti korban tewas, sementara revisionis sejarah dan nasionalis Jepang mengklaim pembantaian itu dibuat untuk tujuan propaganda. Meskipun pemerintah Jepang telah mengakui tindakan pembunuhan sejumlah besar non- kombatan, penjarahan, dan kekerasan lainnya yang dilakukan oleh Tentara Kekaisaran Jepang setelah jatuhnya Nanking, dan veteran Jepang yang bertugas di Nanking pada waktu itu telah menegaskan bahwa pembantaian terjadi, sekelompok kecil minoritas namun vokal dalam kedua pemerintah dan masyarakat Jepang berpendapat bahwa korban tewas adalah militer dan bahwa tidak ada kejahatan seperti yang pernah terjadi. Bantahan dari pembantaian (dan susunan yang berbeda dari laporan revisionis pembunuhan) telah menjadi pokok dari nasionalisme Jepang. Di Jepang, pendapat publik tentang pembantaian bervariasi, dan beberapa menyangkal terjadinya pembantaian langsung.[ Meskipun demikian, berulang upaya oleh para penegosiasi untuk mempromosikan sebuah sejarah revisionis dari insiden yang telah menciptakan kontroversi yang secara berkala bergema di media internasional, terutama di Tiongkok, Korea selatan, dan negara-negara Asia Timur lainnya SEKIAN DAN TERIMAKASIH