Anda di halaman 1dari 21

PAJAK INTERNASIONAL

Modul ke:

07 Fakultas
Treaty Provision III:
Capital gain, Dependen
Vs Independent Service,
EKONOMI DAN
BISNIS Other Income
Program Studi Letakkan foto Terbaik anda disini
AKUNTANSI Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA

Pembuka Daftar Pustaka Akhiri Presentasi


Ketentuan Pasal 13 OECD Model & UN Model

• Gains dari pengalihan harta bergerak yang dapat dikenakan pajak di negara
tempat harta tak bergerak terletak.
• Gains dari pengalihan harta bergerak yang merupakan bagian dari BUT
dapat dikenakan pajak di negara tempat BUT, Negara domisili temat
asalnya BUT juga dapat mengenakan pajak
• hanya satu negara saja yang berhak mengenakan pajak atas gains dari
pengalihan harta sebagaimana dimaksud (Pasal 13 ayat (3) OECD Modell da
UN Model).
• Gains dari pengalihan saham yang mencerminkan pengalihan harta tak
bergerak dapat dikenakan pajak di tempat harta tak bergerak terletak.
• Gains dari pengalihan saham perusahaan (selain saham sebagaimana
dimaksud dalam poin iv diatas) yang mencerminkan pengalihan
kepemilikan substansial dapat dikenakan pajak di negara sumber.
• Gains dari pengalihan hara lainnya hanya dikenakan pajak di negara
domisili. Karena itu, hanya saru negara saja yang berhak mengenakan pajak
atas gains dari pengalihan harta sebagaimana dimaksud (Pasal 13 ayat (5)
OECD Model dan ayat (6) UN Model). <
←MENU AKHIRI >

Kebijakan Pemajakan atas Capital Gains dalam
Pasal 13 OECD Model dan UN Model
Desain alokasi hak pemajakan atas capital gains
dalam Pasal 13 OECD Modell dan UN Model Juga
dipengaruhi oleh kebijakan pencegahan
penghindaran pajak. Pencegahan tersebut
dilakukan melalui penerapan “look-through”
dalam menentukan sumber ekonomi dari gains
yang terkait dengan pengalihan saham suatu
perusahaan. Factor yang mempengaruhi alokasi
hak pemajakan dalam pada pemajakan atas
capital gains adalah factor administrative.
<
← MENU AKHIRI >

Capital Gain

• OECD Model dan UN Model menganggap


pemajakan atas capital gains termasuk dalam
kategori pemajakan atas penghasilan, bukan
termasuk pemajakan atas modal.
• Pragraf 12 OECD Commentary atas pasal 13
menyarankan agar basis pemajakan atas gains
adalah netto, yaitu dengan cara mengurangi
biaya dari harga penjualan.

<
← MENU AKHIRI >

Pengertian Pengalihan

• Terminologi yang digunakan dalam Pasal 13


OECD Model dan UN Model untuk
menggambarkan peristiwa yang menyebabkan
timbulnya capital gains adalah pengalihan
harta (allenarion of property).
• Pengalihan ini meliputi: penjualan atau
penukaran harta, pengalihan sebagian harta,
pengambilalihan, pengalihan harta untuk
mendapatkan saham suatu perusahaan,
penjualan hak, pemberian hadiah, dan
warisan. <
← MENU AKHIRI >

Gains dari Pengalihan Harta Tak Bergerak

• ketentuan Pasal 13 Ayat (1) tidak membatasi hak pemajakan


negara sumber maka negara sumber berhak mengenakan
sanksi pajak sesuai dengan cara pemajakan dan tariff yang
diatur dalam ketentuan domestic negara sumber.
• Berikut ini adalah contoh mendeskripsikan pengalokasian hak
pemajakan berdasarkan ketentuan ini. Pertama, apakah Pasal
13 ayat (1) dapat diterapkan jika harta tak bergerak yang
dialihkan terletak di Negara yang sama dengan negara domisili
dari pejual (Negara R). Gambar 1 berikut ini mengilustrasikan
kasus ini.

<
← MENU AKHIRI >

Gains dari Pengalihan Harta Tak Bergerak (ii)

<
← MENU AKHIRI >

Definisi Harta Tak Bergerak dan Tempat Harta Tak
Bergerak Terletak dalam Pasal 13 ayat (1) OECD dan UN
Model
• Definisi harta tak bergerak dalam pasal 13 ayat (1) OECD
Model dan UN Model diartika sesuai dengan definisi harta tak
bergerak dalam ketentuan domestic.
• Misalnya, Mr. A subjek pajak dalam negeri R, memiliki usaha
produksi kain wol dan memiliki peternakan domba di Negara R
utuk memproduksi kain wol. Oleh karena Mr. A hendak
mengubah kain wol haril produksinya, Mr. A berniat menjual
domba miliknya untuk digantikan dengan domba jenis lain.
Untuk itu, Mr.A membawa domba milikya ke Negara S untuk
dijual di Negara S. Atas penjualan domba tersebut, Mr. A
memperoleh gains sebesar 100.

<
← MENU AKHIRI >

Gains dari Pengalihan Harta Bergerak yang Merupakan Bagian dari BUT

<
← MENU AKHIRI >

Definisi Harta Bergerak dan Harta Bergerak yang Merupakan Bagian dari BUT

• Definisi harta bergerak dalam P3B juga mengacu pada ruang


lingkup pengertian harta bergerak dalam ketentuan domestic.
Sebagai contoh, subjek pajak dalam negeri Negara D memiliki
BUT di Negara S untuk medukung bisnis penjualan barang
elektronik di Negara S tersebut. Selain itu, subjek pajak dalam
negeri Negara D juga menyewakan mesin miliknya kepada
subjek pajak dalam negeri Negara S. Jika subjek pajak dalam
negeri Negara D menjual mesin tersebut, gains dari pengalihan
mesin ini tidak termasuk dalam cakupan Pasal 13 ayat (2)
OECD Model karena bukan merupakan bagian dari harta yang
digunakan untuk kegiatan usaha BUT di Negara S. Gains dari
penjualan mesin tersebut tunduk kepada ketentuan Pasal 13
ayat (5) OECD Model atau Pasal 13 ayat (6) UN Model.
<
← MENU AKHIRI >

Gains dari Pengalihan Kapal dan Pesawat

• Alokasi Hak Pemajakan


Ketentuan dalam Pasal 13 ayat (3) OECD Model dan UN Model memebrikan
hak pemajakan secara ekslusif atas gains dari pengalihan kapal (ships) dan
pesawat yang dioperasikan di jalur internasional, boats yang dioperasikan di
perairan darat atau harta bergerak yang merupakan bagian dari
pengoperasian kapal, boats, atau pesawat tersebut kepada negara tempat
kedudukan manajemen. Dengan demikian pembagian hak pemajakan dalam
ketentuan Pasal 13 ayat (3) ini konsisten dengan pembagian hak pemajakan
dalam Pasal 8 OECD Model dan UN Model.

• Kapal atau Pesawat yang Tidak Dioperasikan Sendiri.


Jika kapal atau pesawat yang dialihkan tidak dioperasikan di jalur
internasional, ketentuan yang berlaku adalah ketentuan dalam Pasal 13 ayat
(2) atau ayat (5) OECD Model. Sementara untuk UN Model, ketentuan yang
berlaku atas transaksi ini dalah Pasal 13 ayat (2) atau ayat (6) UN Model.
<
← MENU AKHIRI >

Gains dari Pengalihan Saham Perusahan Yang Mencerminkan Harta Tak
Bergerak

<
← MENU AKHIRI >

Beberapa Isu Pemajakan atas Capital Gains dalam P3B Indonesia

• P3B Indonesia dan Singapura tidak memiliki pasal pemajakan atas vapital
gains. Dalam kasus ini, perlakuan pajak capital gains tunduk pada Pasal 21
P3B Indonesia dan Singapura tentang Income Not Expressly Mentioned.
Dalam Pasal 21 tersebut, masing-masing negara berhak untuk menerapkan
ketentuan domestiknya terhadap penghasilan yang tidak diatur dalam P3B
• Sebagai contoh, subjek pajak dalam negeri Singapura menjual kepemilikan
sahamnya di perusahaan Indnesia. Berdasarkan P3B Indoesia dan
Singapura, masing-masing negara berhak mengenakan pajak atas gains
yang diperoleh dari penjualan saham tersebut. Ketentuan domestic
Indonesia tentang pengenaan pajak atas gains yang diperoleh subjek pajak
luar negeri dari penjualan saham perusahaa Indonesia (selai saham yang
dijual di bursa efek) adalah Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan
(UU PPh). Dalam pasal 26 UU PPh, keuntungan dari penjualan saham
perusahaan Indonesia dikenakan tariff pajak sebesar 20% dari peekiraan
penghasilan neto. Sesuai dengan KMK No. 434/KMK.04/1999, besarnya
perkiraan penghasila netto adalah 25% dari hari jual. Dengan demikian,
bersarnya tariff pemotongan pajak efektid atas gains yang diperoleh subjek
pajak dalam negeri Singapura atas penjualan saham perusahaan <
← MENU
diAKHIRI >

Indonesia adalah sebesar 5%.


Independent Personal Service
• Mengingat semakin meningkatnya transaksi lintas batas
negara atas sektor jasa yang dilakukan oleh individu
profesional, perlu untuk mengetahui aspek pajak internasional
atas kegiatan usaha yang dijalankan oleh individu tersebut
(disebut juga dengan penghasilan dari pekerjaan bebas
(independent personal services). Ketentuan mengenai
pemajakan atas penghasilan dari pekerjaan bebas saat ini
hanya terdapat dalam UN Model, yaitu diatur dalam Pasal 14.
• Sedangkan dalam OECD Model, ketentuan ini telah dihapus
pada tahun 2000 dan diasimilasikan ke dalam Pasal 7 yang
mengatur tentang laba usaha (business profit). Walaupun
Pasal 14 OECD Model telah dihapus, namun menurut suatu
penelitian pada tahun 2013, diketahui bahwa 77% P3B di
seluruh dunia masih memuat ketentuan mengenai pemajakan
atas penghasilan dari pekerjaan bebas. <
← MENU AKHIRI >

Dependent Personal Service
• Isu-isu sehubungan dengan pemajakan berganda atas
penghasilan karyawan (pekerja), telah secara
sistematis ditangani oleh P3B yang mengadopsi
ketentuan OECD Model. Yaitu, melalui Pasal 15
tentang Penghasilan dari Pekerjaan yang
menggunakan istilah ‘Income from Employment’.
• Sedangkan dalam Pasal 15 UN Model, istilah yang
digunakan adalah ‘Dependent Personal Services’.
Adapun sebelum tahun 2000, istilah yang
dipergunakan oleh OECD Model untuk pemajakan
atas penghasilan dari pekerjaan adalah ‘Dependent
Personal Services’.
<
← MENU AKHIRI >

Other Income
Pasal 21 OECD Model merupakan Pasal
pamungkas untuk mengalokasikan hak
pemajakan atas penghasilan yang belum jelas
diatur dalam pasal substantive lainnya dalam
P3B. Ruang lingkup Pasal 21 OECD Model tidak
hanya mencakup:
• Penghasilan yang tidak secara tegas diatur
• Penghasilan dari sumber yang tidak secara
tegas disebutkan.

<
← MENU AKHIRI >

Other Income
• Penghasilan yang masuk dalam kategori penghasilan dari
sumber yang tidak secara tegas disebutkan, yaitu sebagai
berikut.
• Penghasilan dari negara ketiga yang diterina oleh subjek pajak
yang mempunyai status subjek pajak ganda (dual resident).
• Penghasilan dari harta tak bergerak yang terletak di negara
domisili atau di negara ketiga.
• Penghasilan yang muncul di negara domisili, yang penghasilan
tersebut memiliki hibingan efektif dengan BUT yang berada di
negara sumber.
• Penghasilan yang penerima dan pembayarannya adalah subjek
pajak dalam negeri di negara yang sama.

<
← MENU AKHIRI >

Definisi Item of Income
Menurut Hoor, jenis penghasilan yang termasuk dalam cakupan
Pasal 21 OECD Model antara lain:
• Pengahasilan yang berasal dari perjudian;
• Ganti rugi atas kerusakan (selain kompensasi);
• Imbalan yang didapat karena adanya perjanjian untuk tidak
bersaing;
• Penghasilan yang berasal dari transaksi keuangan (missal,
swap dan features), yang penghasilan tersbut tidak berasal
dari kegiatan perdagangan atau kegiatan usaha;
• Pension yang dibayarkan tanpa adanya hubungan pekerjaan di
masa lalu seperti klaim atas manfaat kecelakaan dan pensiu
penderita cacat);
• Peghasilan seperti deviden, bunga dan royalty yang diterima
dari negara ketiga. ← <MENU AKHIRI >

Pentingnya Ketentuan Penghasilan Lain dalam
P3B
• Pertama, ketiadaan Pasal 21 OECD Model dan UN
Model mengatur mengenai perlakuan pajak atas
penghasilan lain, dapat mempengaruhi penerapan
Pasal 4 OECD Model dan UN Model.
• Kedua, tanpa Pasal 21 OECD Model dan UN Model
akan menimbulkan seketa terkait dnegan penentuan
pasal mana yang berlaku atas suatu penghasilan yang
tidak diatur oleh pasal substantive lainnya yang
kemudian akan dikembalikan ke pengaturannya
kepada ketentuan domestic masing-masing negara
yang mengadakan P3B. atas kondisi ini dapat timbul
masalah pemajakan berganda.
<
← MENU AKHIRI >

Daftar Pustaka
Anang Mury Kurniawan. 2015. Pajak Internasional Edisi Kedua. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Darusasalam,John Hutagaol, Dany Sepriadi,2010.Konsep dan Aplikasi Perpajakan
Internasional,Jakarta: Danny Darussalam Tax Center
Darussalam dan Septriadi, Danny. 2017. Perjanjian penghindaran pajak berganda,
Jakarta: Dimensi Internasional Tax
Gunadi, 2007. Perpajakan Internasional, Jakarta: FEUI
Mas Rasmini dkk, 2019. Pajak Penghasilan III, Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka
Organization of Economic Cooperation and Development Model Conventions for
Avoidance of Double Taxation of Income and Capital, OECD , 2010
Timbul Hamonangan Simnajuntak, 2019. Perpajakan Internasional, Yogyakarta:
Andi
Undang-Undang Perpajakan dan aturan pelaksanaannya

<
← MENU AKHIRI
Terima Kasih
Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA

Anda mungkin juga menyukai