FILSAFAT ISLAM
DAN FILSAFAT
LAIN
KELOMPOK 3
ANGGOTA KELOMPOK
• Geraldi Fikri Putra Pradita (12020220140130)
• Muria Rahma (12020220140140)
• Devana Febrianti (12020220120021)
• Felicia Zalfa Naradhista (12020220140166)
• Barra Awwal Ramadhan (12020220140071)
• Sarah Permata Panji Agus (12020220130122)
• Ahmad Khafash Sonifan Nor (12020220120033)
Table of contents
M e m a n d a n g A l l a h s e b a g a i al- Khaliq. B e l i a u
menyebut A l l a h s e b a g a i “al-Wahidu I- H aq ”
Al Kindi
( S a t u y a n g h a k i k i ) A r ti ny a s u at u menurut
s u bstans i nya y a n g ti d a k a k a n m e n ja di
b a n y a k d i s e b a b k a n oleh a p a p u n j u ga , ti d a k
a k a n t e r b a g i - b a g i d a l a m bentuk a p a p u n
j u ga , ti d a k b e r te m p at d a n ti d a k berwaktu,
ti d a k me mb awa d a n ti d a k dibawa, b u k a n
s uat u keseluruhan d a n b u k a n p u l a s uat u
bahagian.
A l - K i n d i me nye but ka n h u b u n g a n a n t a r a
Allah d e n g a n A l a m a d a l a h hubun gan
“inda`”
Al-Farabi
Menurut al-Farabi Allah adalah “ al-Mau-juduI
Awwal” Artinya al-Awwal (yang Pertama)
adalah “sumber pertama” bagi seluruh alam
wujud dan sebeb pertama bagi eksistensinya.
Bagi seluruh alam maksudnya adalah bersifat
“mumkinu i-wujud” dengan kata lain adanya
disebabkan karana adanya yang lain. Adanya
yang mumkin itu mengharuskan adanya yang
“Wajibul I-Wujud” yang ada dengan sendirinya
, artinya yang pertama yang merupakan sumber
wujud alam semesta.
Al-Farabi memberikan sifat kepada Wujud yang
pertama itu sebagaimana yang lazim diketahui,
tetapi sifat Allah itu sebagaimana yang lazim
diketahui, tetapi sifat Allah itu tidak lain dari
zat- Nya sendiri.
Al-Kindi sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, tidak dapat menerima kedua
pendapat itu. Ia secara tegas menyatakan tentang kebaharuan alam, yang diciptakan dari
tiada. Pendapatnya itu didasarkan pada teori matematik yang memastikan bahwa alam ini
berakhir (mutanahim), sebab alam ini mempunyai jenis dan macam yang menunjukkan
keterbatasannya. Dengan demikian, pendapatnya ini sejalan dengan apa yang telah
dikemukakan sebelumnya mengenai kedudukan Allah sebagai pencipta
Lain halnya dengan al-Farabi. Ia mengikuti teori emanasi Plotinus. Dikemukakannya
bahwa alam ini berasal dari “al-awwal”. Al-Awwal itu dipandangnya sebagai akal yang
berpikir tentang diri-Nya dan dari pemikiran ini timbullah maujud lain yang disebut
Akal Pertama. Akal Pertama ini berpikir tentang al-awwal dan daripadanya timbullah
akal kedua dan begitulah seterusnya hingga sampai pada akal kesepuluh yang disebutnya
“Akal Fa’al“ yang mengatur alam bumi dan yang berhubungan dengan manusia.
Menurut Aristo, jiwa adalah kesempurnaan pertama dari suatu badan organik (the first entelechy
of a natural organic body), disebut “kesempurnaan pertama,” karena merupakan kehormatan dan
kesempurnaan bagi badan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Sejalan dengan teori metafisika yang realistik , maka Aristo mengandalikan jiwa sebagai form
bagi badan. Oleh karena jiwa dan badan bersatu secara esensial, maka jiwa akan hancur dengan
hancurnya badan, namun Aristoteles mengecualikan jiwa manusia dari segi kehancurannya
sebagaimana yang diungkapkan dalam “de Anima“.
Al-Farabi mengartikan form ( jiwa ) sebagai jauhar hakiki yang jauh berbeda dengan badan.
Menurutnya nafsu n-nathiqah adalah hakekat manusia yang sesungguhnya.
Manusia sendiri terdiri dari dua unsur yakni: unsur jasmani yang berasal dari “alam khalq“ dan
unsur rohani yang berasal dari “alam amar“.
Ibnu Sina dan al-Ghazali mentransfer definisi jiwa dan pembagian,
serta penjelasan yang terperinci. Menurut al-Ghazali bahwa:
jiwa nabati merupakan kesempurnaan awal bagi benda alami yang
organik dari segi makan, bertumbuh den reproduksi yang sejenis. jiwa
hewani dilihatnya dari segi mengetahui hal-hal yang kecil dan
bergerak dengan iradah.
1. Kata nafs mempunyai arti, yakni arti khusus yaitu sumber akhlak atau sifat-
sifat yang tercela yang harus dijauhi. Sedangkan arti umum
dimasudkan sebagai suatu jauhar yang merupakan hakekat manusia dan oleh
filosof disebut nafsu n-nathiqah.
2. Kata qalb mempunyai arti; pertama adalah daging sanubari yang terletak di
lambung manusia sebelah kiri serta terdapat juga pada semua hewan, dan inilah
yang disebut ruh hewani; kedua berarti ruh
insani yang memikul amanah Allah yang tersimpan dalam dirinya ilmu fitri dan
yang mula-mula mengakui keesaan Allah dengan menjawab “balaa“ terhadap
pertanyaan Allah.
3. Kata ruh, mempunyai arti: pertama, ruh hewani yakni jisim yang halus yang
terdapat pada rongga hati jasmani dan merupakan sumber hidup, rasa,
gerak, penglihatan dan penciuman dengan melimpahkan ke seluruh anggota
tubuh; kedua, nafsu n-nathiqah, yakni sesuatu yang halus, yang memungkinkan
manusia mengetahui sesuatu.
Dengan teori itu, al-Farabi maupun Ibnu Sina menyatakan bahwa jiwa
manusia ialah substansi rohani yang berlawanan dengan substansi
jasmani, ia terlimpah ke dalam badan, sebagai wadah untuk berpikir
mengenal Allah, mengenal semua hakekat yang menunjukkan
kakuasaan- Nya, dan pada akhirnya siap untuk kembali kepada-Nya.
Mengenai etika, para filosof Islam kecuali al-Ghazali sepakat bahwa
sumber akhlak paling murni adalah akal yang merdeka. Berbeda
dengan itu, al-Ghazali mengakui adanya dimensi lain yang lebih
kompeten yaitu perasaan intuisi, walaupun ia tidak mengecilkan arti
dan kedudukan akal. Al-Ghazali maupun filosof lain mengakui bahwa
terkadang manusia terbelenggu oleh hawa nafsu, sehingga
menyebabkan kaburnya fitrah yang sesungguhnya.
Kurang lebih 1000 tahun lamanya masa kegelapan menyelimuti pemikiran manusia,
terhitung sejak masa Aristo sampai Plotinus, kemudian dari masa Plotinus hingga
munculnya pemikir-pemikir Islam, khususnya mereka yang bergelar sebagai filosof
Islam.
Pada masa jayanya kebudayaan Islam, sejak masa pemerintahan Khalifah al- Ma’mum
di kawasan Masyriqi hingga masa Khalifah Abu Ya’qub Yusuf al- Muwahhidy (wafat
579), tepatnya setelah masa Ibnu Rusyd di kawasan Magribi (Andalusia), orang-orang
Kristen Eropa pada umumnya juga masih tetap dalam masa kegelapan ilmu
pengetahuan dan pemikiran. Oleh karena itu tidak dapat diingkari bahwa tumbuh dan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan filsafat di kalangan mereka adalah atas berkat
usaha maksimal yang telah dikembangkan oleh pemikir-pemikir Islam.
Menurut Gustave Lebone, bahwa orang-orang Islam telah mengajar orang-orang Eropa
selama enam abad lamanya sehingga mereka mempunyai peradaban. Lebih lanjut Rom
Landau menjelaskan bahwa pikiran-pikiran Islam telah mengisi kekosongan Eropa pada
abad-abad pertengahan dan itulah kemudian yang memotori renaissance. H.A.R. Gibb
dalam bukunya “Mohammedanism” mencatat bahwa jasa filosof Islam adalah sebuah
karya gemilang dari kebudayaan Islam. Selain ketiga tokoh sejarah tersebut di atas,
masih banyak penulis-penulis Barat lainnya yang mengakui peranan pemikir-pemikir
Islam dalam perwujudan filsafat Barat Masehi.
Kiranya cukuplah bagi penulis dengan menambahkan suatu pernyataan dari Philip K.
Hitti dalam, bukunya “Islam and the West” sebagai berikut:
“Spanyol dan Sisilia berjasa sebagai jembatan, unsur-unsur kultur Arab diteruskan ke
Eropa untuk menghidupkan kulturnya dan menggugah bangun dari apa yang
dinamakan abad- abad gelap. Dari salah satu jembatan itu, jembatan Spanyol-lah
tentunya yang terlebih luas, giat dan tahan lama. Pada periode gerakan Salib, Siria akan
diterangkan di bagian berikutnya adalah jembatan ketiga. Turki yang mempersiapkan
jembatan keempat, hanya sedikit berjasa.”
Sinar ilmu pengetahuan dan filsafat itu selanjutnya memencar ke berbagai
pelosok Eropa, membangunkan mereka yang sedang terlena dalam
kegelapan yang cukup panjang, membangkitkan gairah orang-orang
Eropa yang telah sadar dari tidurnya. Begitu hebatnya pengaruh
pemikiran Islam terhadap pemikir-pemikir Eropa sehingga mereka di
antaranya ada yang membangun aliran filsafat atas nama filosof Islam,
Averroisme dan Avicennaisme.
Ibnu Baja (Avenvace) dan Ibnu Tufail (Abu Basar), dua orang filosof Islam Andalusia
yang juga berpengaruh pada filsafat Masehi. Terutama Ibnu Tufail, karyanya yang
berjudul “Hayyi Ibnu Yagdzan” dianggap sebagai salah satu buku yang paling
mengagumkan di Barat pada abad pertengahan. Buku itu bahkan nampak pula
pengaruhnya pada pemikir--pemikir moderen.
Dari semua filosof Islam yang telah disebutkan, maka pengaruh Ibnu Rusyd menempati
rangking pertama di Barat. Pikiran-pikirannya menjadi titik tolak pergolakan pikiran-
pikiran Barat, baik di kalangan filosof Kristen abad pertengahan maupun di kalangan
pemikir- pemikir modern
Pada abad pertengahan muncul aliran Averroisme Latin. Aliran ini
mendesarkan pandangannya pada pokokpokok pikiran Ibnu Rusyd. Tokoh
utama aliran ini adalah Siger van Brabant. Selain itu juga dikenal pula
Boethius de Dacia, Berner van Nijvel don Antonius van Parma. Pandangan
aliran ini mengenai manusia, sependapat dengan aliran Avicennisme
(Thomisme). Adapun soal pembuktian tentang adanya Tuhan mengikuti
sepenuhnya teori Aristo dan Ibnu Rusyd yakni memandang Tuhan sebagai
penggerak yang tidak bergerak.
Pada tahun 1270, ajaran-ajaran Ibnu Rusyd yang dikembangkan oleh Siger
itu dianggap sebagai ajaran ekstrim dan berbahaya, sehingga dinyatakan
sebagai aliran terlarang oleh Gereja. Dalam pada itu Thomas Aquinas
menyerang pikiran- pikiran Ibnu Rusyd dan mengkafirkan pengikut-
pengikutnya. Namun demikian, jika melihat ajaran-ajarannya yang selaras
dengan pandangan Aristo, dengan sendirinya pengaruh Ibnu Rusyd tetap
juga nampak adanya.
C
FILSAFAT ISLAM
DAN FILSAFAT
MODERN
Filsafat skolastik Masehi berakhir setelah munculnya zaman “renaissance,”
kelahiran kembali, yaitu sekitar abad ke-15 dan 16 Masehi. Pada zaman ini
orang- orang Barat merasa dilahirkan kembali dari suatu masa yang gelap, di
mana dogmatisme Kristen tidak lagi mengkungkung alam pikiran mereka,
justru manusia dijadikan sebagai patokan dalam menentukan segala sesuatu.