Anda di halaman 1dari 8

YESUS DAN

PEREMPUAN
SAMARIA
PEREMPUAN SAMARIA

Perempuan Samaria di sumur Yakub


adalah salah satu figur dalam Injil
Yohanes, yaitu pada kitab Yohanes 4:4–
26. Dalam tradisi Gereja Ortodoks Timur,
ia dianggap sebagai seorang yang
dinamai Photine/ Photini/Photina yang
bila diterjemahkan dari kata Yunani
berarti terang
PERTEMUAN
PEREMPUAN SAMARIA
DENGAN YESUS
Dalam Kitab Yohanes 4:7 diceritakan bahwa Yesus letih
karena perjalanan dari Yudea Ke Galilea. Ia beristirahat di
sebuah sumur di daerah Samaria pada tengah hari.

Di situ, Ia bertemu dengan perempuan Samaria yang


hendak menimba air. Pada pertemuan itu, terjadilah
dialog antara Yesus dan perempuan Samaria. Perlu
diperhatikan bahwa saat itu orang Yahudi tidak
“berbicara” dengan orang Samaria.

Perlu diketahui bahwa yang berbicara Yesus dalam kisah


ini adalah perempuan. Perempuan yang pergi ke sumur di
tengah hari dipandang sebagai perempuan yang memiliki
moralitas kurang baik. Di sinilah tampak sikap ketulusan
Yesus. Ia mau bergaul dengan orang yang diasingkan dari
tatanan masyarakat karena penilaian moralitas. Tampak
bahwa kehadiran Yesus menggempur tembok pemisah.
KONFLIK SAMARIA DAN
YAHUDI
Di masa pemerintahan Salomo, Kerajaan Israel semakin kuat. Ia berhasil menghilangkan pengaruh
kesukuan dengan cara mendirikan propinsi sebagai pengganti wilayah suku. Dengan menerapkan pajak
yang tinggi, Salomo berhasil mendirikan Bait Allah. Pendirian Bait Suci itu semakin memperkuat
kedudukan Yerusalem sebagai pusat religiusitas bangsa Israel.

Bibit perpecahan antarsuku mulai timbul setelah Salomo wafat. Suku-suku di utara menghendaki agar
beban pajak yang diterapkan Salomo dikurangi. Rehabeam, pengganti Salomo, tidak meluluskan
permintaan itu. Bahkan ia meningkatkan beban pajak dan menerapkan kerja paksa yang lebih berat dari
pada sebelumnya.

Akibatnya, suku-suku di utara memberontak dan menolak pemerintahan Rehabeam. Suku-suku di utara
menunjuk Yerobeam sebagai raja mereka. Pengangkatan Yerobeam menandai pecahnya kerajaan
menjadi dua, Kerajaan Utara (Israel) dengan Samaria sebagai ibukotanya dan Kerajaan Selatan (Yehuda)
dengan Yerusalem sebagai ibukotanya. Perpecahan itu membawa pengaruh pada praktek religiusitas
orang-orang Yahudi di Kerajaan Utara. Karena perpecahan itu, akses menuju Yerusalem mengalami
hambatan. Untuk mengakomodir keperluan peribadatan, Yerobeam membangun dua tempat ibadah di
Betel dan di Dan.
KONFLIK SAMARIA DAN
YAHUDI
Dengan dua tempat ibadah itu, diharapkan rakyat tidak pergi ke Yerusalem. Yerobeam mendirikan
patung lembu emas sebagai ganti tahta YHWH (sebutan untuk menyebut Allah bagi orang Yahudi,
dibaca Adonai). Tahta YHWH selama ini diyakini adalah tabut perjanjian yang ada di Yerusalem.

Permasalahan baru muncul dalam praktek peribadatan baru Kerajaan Utara itu. Patung lembu emas di
masyarakat Kanaan dipahami sebagai tunggangan dewa-dewi. Bahkan, patung lembu emas seringkali
dimaknai sebagai Dewa Baal. Penggunaan patung lembu emas dalam peribadatan sangat berpotensi
menimbulkan sinkretisme dan pembelokkan ajaran agama Yahudi kuno.

Sekitar tahun 722 SM, Kerajaan Utara dihancurkan oleh Asyur. Penduduk Samaria dibuang ke
Mesopotamia. Untuk mengisi kekosongan wilayah, Samaria diisi oleh penduduk Mesopotamia.
Pertukaran penduduk itu menghasilkan percampuran kebudayaan. Bahkan penduduk asli yang tertinggal
mengalami kawin campur dengan para pendatang. Keturunan hasil kawin campur itu di kemudian hari
dianggap bukan lagi orang Israel murni. Mereka itulah yang disebut sebagai orang Samaria. Itulah
sebabnya orang-orang Samaria dipandang sebelah mata oleh orang-orang Yahudi yang ada di Kerajaan
Selatan.
PEMAHAMAN PEREMPUAN SAMARIA
Ketika Yesus meminta air kepada perempuan Samaria, ia menolaknya karena ia
pun menyadari bahwa orang Yahudi tidak berbicara dengan orang Samaria.
Penolakan memberi air oleh perempuan itu merupakan wujud penggambaran
perempuan Samaria akan konflik berkepanjangan yang sangat sulit didamaikan
di antara kelompok Yahudi dan orang Samaria.
TELADAN SIKAP YESUS
TERKAIT HAM
Sikap Yesus menghadapi situasi ini berbeda dengan sikap orang kebanyakan. Alih-alih terlibat di
dalam perpecahan, Tuhan Yesus justru tidak menolak perempuan yang memiliki penghayatan iman
berbeda dengan orang Yahudi. Sikap ini benar-benar ditunjukkan-Nya dengan membalik keadaan
dari meminta air menjadi menawarkan air hidup (Yoh 4:14). Bahkan tidak hanya air, tetapi juga
mata air yang membawa kepada hidup kekal. Air hidup yang dimaksud Yesus adalah Roh dan
perkataan-Nya sendiri.

Sikap Tuhan Yesus mencerminkan perilaku-Nya yang menghargai Hak Asasi Manusia dimana ia
tidak memandang asal, suku, gender, maupun pandangan-pandangan orang lain terhadap suatu hal.
Ia dengan tulus mengasihi seseorang tanpa pandang bulu. Itulah salah satu contoh sikap yang harus
kita pelajari dan ambil dari Tuhan Yesus. Ditengah-tengah keberagaman di lingkungan sekitar kita
dan banyaknya pandangan-pandangan sosial ditengah masyarakat, kita harus sadar bahwa itu
bukan alasan untuk kita berbuat tidak sesuai kepada sesama kita
Terima
Kasih!

Anda mungkin juga menyukai