0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
14 tayangan38 halaman
1. Dokumen tersebut membahas tentang definisi dan metode-metode yang digunakan dalam filsafat, mulai dari metode kritis, intuitif, skolastik, matematis, empiris-eksperimental, transendental, dialektis, fenomenologis, eksistensialisme, hingga analitika bahasa.
2. Tokoh-tokoh penting dalam setiap metode dijelaskan seperti Sokrates, Plato, Plotinus, Thomas Aquinas, Descartes, Hume, Kant, Hegel, Husser
1. Dokumen tersebut membahas tentang definisi dan metode-metode yang digunakan dalam filsafat, mulai dari metode kritis, intuitif, skolastik, matematis, empiris-eksperimental, transendental, dialektis, fenomenologis, eksistensialisme, hingga analitika bahasa.
2. Tokoh-tokoh penting dalam setiap metode dijelaskan seperti Sokrates, Plato, Plotinus, Thomas Aquinas, Descartes, Hume, Kant, Hegel, Husser
1. Dokumen tersebut membahas tentang definisi dan metode-metode yang digunakan dalam filsafat, mulai dari metode kritis, intuitif, skolastik, matematis, empiris-eksperimental, transendental, dialektis, fenomenologis, eksistensialisme, hingga analitika bahasa.
2. Tokoh-tokoh penting dalam setiap metode dijelaskan seperti Sokrates, Plato, Plotinus, Thomas Aquinas, Descartes, Hume, Kant, Hegel, Husser
belajar filsafat. Tetapi dapat dipastikan bahwa saudara sudah pernah mendengar kata “fisafat,”baik disebutkan orang lain di depan saudara, membacanya dalam buku, atau barang kali saudara sendiri pernah mempergunakannya untuk memperkuat pernyataan saudara. Nama- nama filosof besar dan ucapan-ucapan-nya yang laksana ‘kata-kata mutiara’ tentu pernah saudara dengar, walau-pun terkadang apa maksud ucapan mereka tersebut sulit dipastikan. ANGGAPAN UMUM • Banyak orang memahami istilah ‘filsafat’ sebagai suatu teori umum tentang sesuatu, khususnya tentang bagaimana mendekati suatu masalah yang besar dan penting. Dalam media massa, contohnya, dinyatakan bahwa kelompok ini liberal, sementara kelompok itu konservatif. Keduanya mempunyai perbedaan pendapat tentang filsafat politik, dan dinyatakan bahwa para pendiri negara kita telah sepakat tentang suatu filsafat negara. Sistem pendidikan yang diterapkan di tanah air juga didasarkan atas suatu filsafat. • Istilah ‘filsafat’ juga menunjuk kepada arti pandangan hidup (view of life) seseorang atau sekelompok orang, atau teori umum tentang bagaimana kita harus mengatur hidup dan kehidupan kita. Di sini kelihatan bahwa bahwa filsafat dipahami sebagai sesuatu yang mempunyai orientasi praktis. Bahwa ‘hidup untuk makan’ atau ‘makan untuk hidup’ dikatakan suatu filsafat, karena secara praktis mempengaruhi orang yang meyakininya. Dalam konteks ini, ‘mumpungisme’ juga termasuk ‘filsafat, dan sekarang banyak pengikutnya. • B. Definisi • Filsafat (dalam bahasa Arab adalah falsafah, dan dalam bahasa Inggris adalah philosophy) Dalam bahasa Yunani, terdiri dari kata ‘philein’ yang berarti cinta (love) dan ‘sophia’ kebijaksanaan (wisdom). Secara etimologis, filsafat berarti berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam artinya sedalam-dalamnya. Seorang filosof (philosopher) adalah pencinta, pendamba dan pencari kebijaksanaan. • Metode Filsafat • Seperti halnya dalam pengetahuan ilmiah, metode dan obyek formal bidang filsafat tidak dapat dipisahkan. Setiap cabang filsafat menentukan obyek formalnya, memiliki metode dan logikanya sendiri, sesuai dengan obyek formal itu dan uraian teorinya. Ini berarti bahwa aliran Realisme, Idealisme, Positivisme, Materialisme, Eksistensialisme, atau aliran-aliran yang lain mempunyai metode, obyek dan logikanya sendiri. Meskipun demikian, filsafat sebagai upaya manusia juga dengan sendirinya masih memakai, menghayati dan mendasarkan penjelajahan refleksinya diatas dasar materi yang dihimpun oleh metode-metode umum seperti yang berlaku bagi semua penalaran dan pemahaman manusia, yang juga dipakai oleh disiplin keilmuan, seperti: pencerapan, rasio, induksi, deduksi dan sebagainya • 1. Metode Kritis • Awalnya, metode ini digunakan oleh Sokrates dan Plato. Para filosof sebelum Sokrates lebih tertarik meneliti dan memikirkan kosmos. Sokrateslah yang mengarahkannya kepada manusia, terutama tentang aspek etis. Metode ini bertitik tolak atas kenyataan bahwa betapa banyak pengetahuan dan pendapat manusia bersifat semu. Pengetahuan semua ini malah lebih banyak pada masalah-masalah penting kehidupan, seperti tentang kebahagiaan dan kebajikan. Ternyata, banyak kekaburan dan pertentangan dalam pengetahuan mereka dan kebanyakan mereka hanya pura-pura tahu. • 2. Metode Intuitif • Plotinus dan Bergson dicatat sebagai filosof yang mengamalkan dan menganjurkan metode ini. Plotinus dikenal mengembangkan lebih lanjut pokok-pikiran Plato, hingga dikenal sebagai pendiri Neo-Platonisme dan sekaligus tokoh terkemuka. Plotinus bukan hanya meng-ambil dari Plato, tetapi menguasai berbagai aliran filsafat, bahkan juga kelompok keagamaan. Metode intuitif Plotinus memang sangat dipengaruhi aliran agama yang memakai cara mistik dan kontemplatif. • Sikap kontemplatif ini meresapi seluruh metode berpikir Plotinus, hingga filsafat bukan hanya sekedar cara berpikir, tetapi lebih merupakan way of life. Bagi Plotinus, metode lebih terkait dengan eksplisitasi intuisinya. Sesuai dengan pemikiran Sokrates bahwa pada diri manusia sudah ada potensi untuk mencapai kebenaran yang hakiki dan intisari permasalahan. Dengan pensucian diri dan perenungan, maka hal ini akan tercapai. Intuisi seseorang akan memandunya mengungkapkan kembali kebenaran itu. • 3. Metode Skolastik • Metode ini banyak berkembang pada Abad Pertengahan. Thomas Aquinas (1225-1247) merupakan salah satu penganjurnya. Pada masa Klasik, Aristoteles juga dikatakan sebagai pengguna metode sintetis-deduktif ini.Pada Abad Pertengahan, filsafat dikuasai oleh pemikiran teologi dan suasana keagamaan Kristen. Filsafat skolastik dikembangkan dalam sekolah-sekolah biara dan keuskupan. Para pastor dan biarawan merangkap jadi filosof, hingga filsafat dan teologi (Kristiani) tidak terpisahkan. Menurut de Wulf (Scholastic Philosophy), pada periode ini filsafat menjadi bagian integral dari teologi. Meskipun begitu, Thomas menunjukkan penghargaan yang tinggi terhadap filsafat yang dikatakannya ‘puncak kemampuan akal-budi manusia’. menurut Thomas sendiri, dalam filsafat itu argumen yang paling lemah ialah argumen kewibawaan (yang meru-pakan ciri berpikir keagamaan). • 4. Metode Matematis • Descartes (1596-1650)? Filosof, ilmuwan dan matematikawan ini menjadi tokoh utama metode matematis. Bidang ilmu yang dikuasainya memang sangat luas. Ia menguasai ilmu pasti,ilmu alam, astronomi dan arsitektur, dan metafisika. Disiplin ilmu eksakta ini membawanya ke alam filsafat.Dibekali berbagai bidang ilmu, Descartes merasa tidak puas dengan filsafat yang diterimanya. Ia menyadari jurang antara filsafat dan ilmu (eksakta). Menurutnya, ilmu alam tidak dapat dibangun dan dikembangkan tanpa menyusun terlebih dahulu satu kerangka metafisika dan epistemologi, yang akan memberinya fondamen yang kokoh dan dasar prinsipil yang kuat. Logika Aristoteles dikritiknya sebagai tidak membawa kepada pengertian baru. Sebab, dalam bentuk silogisme itu, kesimpulan bukanlah penemuan baru, tetapi sudah termuat dalam premis umum • 5. Metode Empiris-Eksperimental • Para penganut empiris sangat dipengaruhi oleh sistem dan metode Descartes, terutama dalam menekankan data kesadaran individual yang tidak dapat diragukan lagi. Bagi mereka, pengalaman (empeiria) adalah sumber pengetahuan yang lebih dipercaya ketimbang rasio. David Hume(1711-1776) adalah penyusun filsafat Empirisme ini dan menjadi antitesa terhadap Rasionalisme. Menurut Hume bahwa semua ilmu berhubungan dengan hakikat manusia. Ilmu tentang manusia merupakan satu-satunya dasar kokoh bagi ilmu-ilmu lain. Karenanya, ilmu tentang manusia perlu disusun paling awal. Inilah yang dilakukan dalam karyanya Treatise yang setelah menerangkan hakikat manusia, ia menyusun sistem keilmuan yang lengkap • 6. Metode Transendental • Metode ini juga sering dijuluki ‘neo-skolastik.’ Immanuel Kant (1724-1804) merupakan pelopor metode ini. Pemikiran Kant merupakan titik- tolak periode barubagi filsafat Barat. Ia mendamaikan dua aliran yang berseberangan: rasionalisme dan empirisme. Dari satu segi, ia mempertahankan obyektivitas, univesalitas dan keniscayaan pengertian. Dari segi lain, ia menerima pendapat bahwa pengertian berasal dari fenomena yang tidak dapat melampaui batas-batasnya. • 7. Metode Dialektis • Tokoh terkenal metode ini adalah Hegel, hingga sering disebut ‘Hegelian Method’. Nama lengkapnya adalah George Willhelm Friedrich Hegel (1770- 1831). Ia bertugas sebagai guru besar di Universitas Heidelberg dan Universitas Berlin, Jerman. Filsafat Hegel termasuk aliran idealisme yang menekankan pada subyektifitas. Subyektifitas itu meliputi seluruh kenyataan yang self-sufficient (cukup dengan dirinya sendiri/swasembada), hingga dikenal kata-katanya “Yang nyata adalah sama dengan yang dipikirkan”, jadi “Pikiran adalah Kenyataan”. • 8. Metode Fenomenologis • Edmund Husserl (1859-1938) adalah salah seorang eksponen pendukung metode ini. Awalnya Husserl mendalami ilmu pasti, belakangan ia tertarik pada filsafat. Sejalan dengan makin digandrunginya ilmu alami (natural sciences) pada abad 19 dan 20. Husserl ingin menjadikan filsafat sebagai suatu sistem ilmu pengetahuan yang terbebas dari prasangka metafisik. Sistim seperti ini tentu memerlukan pemahaman-pemahaman dasar yang jelas dan sistematika yang ketat. • 9. Eksistensialisme • Tokoh-tokoh terkemuka Eksistensialisme adalah Heidegger, Sartre, Jaspers, Marcel dan Merleau-Point. Para tokoh eksistensialis, meskipun mengembangkan filsafat yang berbeda, namun mereka tidak menyetujui tekanan Husserl pada sikap obyektif. Terutama mereka tidak setuju dengan reduksi pokok yang pertama yang menyisihkan eksistensi. Bagi kalangan eksistensialis, manusialah yang pertama-tama dianalisa. • Beberapa sifat eksistensialis ialah: • a. subyektivitas individualis yang unik, bukan obyek dan bukan umum. • b. keterbukaan terhadap manusia dan dunia lain: internasionalitas dan praksis bukan teori saja. • c. pengalaman afektif dalam hubungan dengan dunia, bukan observasi. • d. kesejarahan dan kebebasan, bukan essensi yang tetap. • e. segi tragis dan kegagalan • 10. Metode Analitika Bahasa • Tokoh terkemuka dari aliran ini adalah Ludwig Wittgenstein (1889-1951). Perkenalan pertama Wittgenstein dengan filsafat barangkali sama dengan kebanyakan orang, karena ia penasaran dengan filsafat yang begitu membingungkan. Setelah ditelitinya, ia menemukan bahwa kebingungan ini banyak disebabkan oleh bahasa filosofis yang rancu dan kacau. Bagaimana seseorang bisa mengetahui benar salahnya suatu pendapat, sebelum ia bisa pastikan bahwa bahasa yang dipakai untuk menyampaikan per-tanyaan, pernyataan dan perbincangan itu adalah benar? DIMENSI ONTOLOGIS ILMU • 1. Beberapa Tafsiran Metafisika Ontologi merupakan cabang dari metafisika yang membicarakan eksistensi dan ragam-ragam dari suatu kenyataan. Ada beberapa tafsiran tentang kenyataan diantaranya adalah supernaturalisme dan naturalisme. Menurut supernaturalisme, bahwa terdapat wujud-wujud yang bersifat gaib (supernatural) dan wujud ini bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa dibanding wujud alam yang nyata. Animisme, pandangan yang menyatakan bahwa terdapat roh-roh yang bersifat gaib, yang terdapat dalam benda- benda tertentu, seperti batu, gua, keris, dst., merupakan kepercayaan yang didasarkan supernaturalisme. • Ada pandangan yang bertolak belakang dengan supernaturalisme. Pandangan ini dikenal dengan naturalisme. Materialisme, merupakan paham yang berdasarkan naturalisme, mengganggap bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan gaib tetapi oleh kekuatan yang terdapat dalam itu sendiri, yang dapat dipelajari dan dengan demikian dapat diketahui. Tokoh yang dipandang sebagai pioner materialisme adalah Democritos (460- 370 SM). • 2. Hakikat Ilmu • Berbicara tentang ilmu tidak bisa terlepas dari pembicaraan tentang pengetahuan karena keduanya berhubungan erat. • Imu Pengetahuan, yang dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan knowledge, menurut Jujun S. (2005 : 104), pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu, jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia di samping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama. • Ilmu, menurut pendapat di atas, menunjuk pada terminologi yang bersifat khusus, yang merupakan bagian dari pengetahuan. Pengertian ilmu dan perbedaannya dengan pengetahuan nampak lebih jelas sebagaimana dinyatakan oleh Ketut Rinjin. Menurut Rinjin (1997 : 57-58), ilmu merupakan keseluruhan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan logis dan bukanlah sekadar kumpulan fakta, tetapi pengetahuan yang mempersyaratkan objek, metoda, teori, hukum, atau prinsip. • 3. Objek Ilmu • Apakah batas yang merupakan lingkup penjelajahan ilmu ? Dari manakah ilmu mulai ? Dan di mana ilmu berhenti ? Ilmu mempelajari alam sebagaimana adanya dan terbatas pada lingkup pengalaman manusia (Jujun S., 2005 : 105). • Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Ilmu tidak berbicara tentang sesuatu yang berada di luar lingkup pengalaman manusia, seperti surga, neraka, roh, dan seterusnya. Mengapa ilmu hanya mempelajari hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia ? Jawaban dapat diberikan berdasarkan fungsi ilmu, yaitu deskriptif, prediktif, dan pengendalian. Fungsi dekriptif adalah fungsi ilmu dalam menggambarkan objeknya secara jelas, lengkap, dan terperinci. Fungsi prediktif merupakan fungsi ilmu dalam membuat perkiraan tentang apa yang akan terjadi berkenaan dengan objek telaahannya. Dan fungsi Pengendalian merupakan fungsi ilmu dalam menjauhkan atau menghindar dari hal-hal yang tidak diharapkan serta mengarahkan pada hal-hal yang diharapkan. Fungsi- fungsi tersebut hanya bisa dilakukan bila yang dipelajari berupa ilmu dunia nyata atau dunia yang dapat dijangkau oleh pengalaman manusia. Objek setiap ilmu dibedakan menjadi dua : objek material dan objek formal. Objek material adalah fenomena di dunia ini yang ditelaah ilmu. Sedangkan objek formal adalah pusat perhatian ilmuwan dalam penelaahan objek material. Atau dengan kata lain, objek formal merupakan kajian terhadap objek material atas dasar tinjauan atau sudut pandang tertentu. • 4. Struktur Ilmu Ilmu sebagai produk merupakan suatu sistem pengetahuan yang di dalamnya berisi penjelasan-penjelasan tentang berbagai fenomena yang menjadi objek kajiannya. • Dengan demikian ilmu terdiri dari komponen- komponen yang saling berhubungan. Saling hubungan di antara berbagai komponen tersebut merupakan struktur dari pengetahuan ilmiah. Menurut The Liang Gie (1991 : 139) sistem pengetahuan ilmiah mencakup lima kelompok unsur, yaitu : a. jenis-jenis sasaran, b. bentuk-bentuk pernyataan, c. ragam-ragam proposisi, d. ciri-ciri pokok, dan e. pembagian sistematis • 4. Struktur Ilmu • Ilmu sebagai produk merupakan suatu sistem pengetahuan yang di dalamnya berisi penjelasan tentang berbagai fenomena yang menjadi objek kajiannya. Dengan demikian ilmu terdiri dari komponen- komponen yang saling berhubungan. Saling hubungan di antara berbagai komponen tersebut merupakan struktur dari pengetahuan ilmiah. Menurut The Liang Gie (1991 : 139) sistem pengetahuan ilmiah mencakup lima kelompok unsur, yaitu : a. jenis-jenis sasaran, b. bentuk- bentuk pernyataan, c. ragam-ragam proposisi, d. ciri-ciri pokok, dan e. pembagian sistematis. • a. Jenis-jenis sasaran Setiap ilmu memiliki objek yang terdiri dari dua macam, yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah fenomena di dunia ini yang menjadi bahan kajian ilmu, sedangkan objek formal adalah pusat perhatian ilmuwan dalam mengkaji objek material. • Ada bermacam-macam fenomena yang ditelaah ilmu. Dari bermacam-macam fenomena tersebut The Liang Gie (1991 : 141) telah mengidentifikasi 6 macam fenomena yang menjadi objek material ilmu, yaitu : 1) ide abstrak 2) benda fisik 3) jasad hidup 4) gejala rohani 5) peristiwa sosial 6) proses tanda • b. Bentuk-bentuk pernyataan • 1) Deskripsi • Deskripsi adalah pernyataan yang bersifat menggambarkan tentang bentuk, susunan, peranan, dan hal-hal rinci lainnya dari fenomena yang dipelajari ilmu. • 2) Preskripsi • Preskripsi merupakan bentuk pernyataan yang berupa petunjuk-petunjuk atau ketentuan-ketentuan mengenai apa yang perlu berlangsung atau sebaiknya dilakukan berkenaan dengan ojkek formal ilmu. Preskripsi dapat dijumpai antara lain dalam ilmu pendidikan dan psikologi pendidikan. • 3) Eksposisi Pola Bentuk ini merangkum pernyataan-pernyataan yang memaparkan pola- pola dalam sekumpulan sifat, ciri, kecenderungan, atau proses lainnya dari fenomena yang ditelaah. Pernyataan semacam ini dapat dijumpai antara lain pada antropolog • 4) Rekonstruksi Historis Rekonstruksi historis merupakan pernyataan yang berusaha menggambarkan atau menceritakan sesuatu secara kronologis. Pernyataan semacam ini terdapat pada historiografi dan paleontologi • d. Ciri-ciri pokok ilmu • . Adapun ciri-ciri pokok ilmu adalah sebagi berikut. • 1) Sistematisasi Sistematisasi memiliki arti bahwa pengetahuan ilmiah tersusun sebagai suatu sistem yang di dalamnya terdapat pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara fungsional. • 2) Keumuman (generality) Ciri keumuman menunjuk pada kualitas pengetahuan ilmiah untuk merangkum berbagai fenomena yang senantiasa makin luas dengan penentuan konsep-konsep yang paling umum dalam pembahasannya. • 3) Rasionalitas berarti bahwa ilmu sebagai pengetahuan ilmiah bersumber pada pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah logika. • 4) Objektivitas Ciri objektivitas ilmu menunjuk pada keharusan untuk bersikap objektif dalam mengkaji suatu kebenaran ilmiah tanpa melibatkan unsur emosi dan kesukaan atau kepentingan pribadi. • 5) Verifiabilitas Verifiabilitas berarti bahwa pengetahuan ilmiah harus dapat diperiksa kebenarannya, diteliti kembali, atau diuji ulang oleh masyarakat ilmuwan. • 6) Komunalitas Ciri komunalitas ilmu mengandung arti bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang menjadi milik umum (public knowledge) DIMENSI EPISTEMOLOGIS ILMU • Telah dibicarakan bahwa pengetahuan berkembang antara lain karena manusia memiliki rasa ingin tahu (curiousity is beginning of knowledge). Hasrat ingin tahu manusia terpuaskan bila dirinya memperoleh pengetahuan yang benar (kebenaran) mengenai apa yang dipertanyakan • Berbagai tindakan untuk memperoleh pengetahuan secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu secara nonilmiah, yang mencakup : a) akal sehat, b) prasangka, c) intuisi, d) penemuan kebetulan dan coba-coba, dan e) pendapat otoritas dan pikiran kritis, serta tindakan secara ilmiah (Sumadi Suryabrata, 2000: 3). Usaha yang dilakukan secara nonilmiah menghasilkan pengetahuan (knowledge), dan bukan science. Sedangkan melalui usaha yang bersifat ilmiah menghasilkan pengetahuan ilmiah atau ilmu. • W. Huitt (1998), dalam artikelnya yang berjudul “Measurement, Evaluation, and Research : Ways of Knowing”, menyatakan bahwa ada lima macam cara untuk mendapatkan pengetahuan yang benar (kebenaran) yaitu : pengalaman, intuisi, agama, filsafat, dan ilmu. Dengan cara- cara tersebut dapat diperoleh diperoleh kebenaran pengalaman atau kebenaran indera, kebenaran intuitif, kebenaran religius, kebenaran filosofis, dan kebenaran ilmiah • c. Macam-macam Metoda ilmiah • Johson (2005) dalam arkelnya yang berjudul ”Educational Research : Quantitative and Qualitative”, yang termuat dalam situs internet (http://www.south.edu/coe/bset/johnson) membedakan metoda ilmiah menjadi dua metoda deduktif dan metoda induktif. • 1) Metoda Deduktif Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik (1996 : 6) menyatakan bahwa pada dasarnya metoda ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuannya berdasarkan : a) kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang bersifat konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun; • b) menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran tersebut; dan • c) melakukan verifikasi terhadap hipotesis termaksud untuk menguji kebenaran pernyataannya secara faktual. • 2) Metoda Induktif Metoda induktif merupakan metoda ilmiah yang diterapkan dalam penelitian kualitatif. Metoda ini memiliki dua macam tahapan : tahapan penelitian secara umum dan secara siklikal (Moleong, 2005 : 126). • a) Tahapan penelitian secara umum Tahapan enelitian secara umum secara garis besar terdiri dari tiga tahap utama, yaitu (1) tahap pralapangan, (2) tahap pekerjaan lapangan, dan (3) tahap analisis data. Masing-masing tahap tersebut terdiri dari beberapa langkah • b) Tahapan penelitian secara siklikal Menurut Spradley (Moleong, 2005 : 148), tahap penelitian kualitatif, khususnya dalam etnografi merupakan proses yang berbentuk lingkaran yang lebih dikenal dengan proses penelitian siklikal, yang terdiridari langkah- langkah : (1) pengamatan deskriptif, (2) analisis demein, (3) pengamatan terfokus, (4) analisis taksonomi, (5) pengamatan terpilih, (6) analisis komponen, dan (7) analisis tema. DIMENSI AKSIOLOGIS ILMU • 1. Pengertian Aksiologi • Tinjauan ilmu secara filosofis menyangkut perenungan ilmu secara aksiologis. Apakah yang dimaksud dengan aksiologi ? Berikut beberapa pendapat tentang pengertian aksiologi. • Aksiologi merupakan cabang filsafat yang berhubungan macam-macam dan kriteria nilai serta keputusan atau pertimbangan dalam menilai, terutama dalam etika atau nilai-nilai moral. • • Aksiologi merupakan paradigma yang berpengaruh penting dalam penelitian ilmiah. • Ilmu dan Azas Moral • Kaitan ilmu dan moral telah lama menjadi bahan pembahasan para pemikir antara lain Merton, Popper, Russel, Wilardjo, Slamet Iman Santoso, dan Jujun Suriasumantri (Jujun S., 1996 : 2). Pertanyaan umum yang sering muncul berkenaan dengan hal tersebut adalah : apakah itu itu bebas dari sistem nilai ? Atakah sebaliknya, apakah itu itu terikat pada sistem nilai ? • Ada dua kelompok ilmuwan yang masing- masing punya pendirian terhadap masalah tersebut • Kelompok pertama menghendai ilmu harus bersifat netral terhadap sistem nilai. Menurut mereka tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan ilmiah. Ilmu ini selanjutnya dipergunakan untuk apa, terserah pada yang menggunakannya, ilmuwan tidak ikut campur • Kelompok kedua sebaliknya berpendapat bahwa netralitas ilmu hanya terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan objek penelitian, maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan azas-azas moral (Jujun S., 2005 : 235) • Ternyata keterkaitan ilmu dengan sistem nilai khususnya moral tidak cukup bila hanya dibahas dari tinjauan aksilogi semata. Tinjauan ontologis dan epistemologi diperlukan juga karena azas moral juga mewarnai perilaku ilmuwan dalam pemilihan objek telaah ilmu maupun dalam menemukan kebenaran ilmiah