Anda di halaman 1dari 46

Advokasi

Kelompok 5
Nurul Amaliah, S.H
Materi Evaluasi
1. Tugas dan Fungsi Advokat
2. Surat Kuasa
3. Somasi
4. Gugatan Perdata
5. Pembuatan Eksepsi dan Jawaban Perdata
6. Pembuatan Eksepsi Pidana
7. Pembuatan Pledoi
8. Pembuatan Kesimpulan
9. Pembuatan Gugatan TUN
10. Legal Opinion
11. SPPA
12. Pembuatan Gugatan Class Action
1. Tugas dan Fungsi Advokat
Kedudukan advokat sebagai suatu profesi atau
lebih dikenal dengan istilah (Officium nobile) maka
advokat, berdasarkan Undang-Undang Nomor 18
tahun 2003 Tentang Advokat, memiliki kewajiban
dalam memberikan bantuan hukum untuk kaum
miskin dan buta huruf. Secara ideal dapat
dijelaskan bahwa bantuan hukum merupakan
tanggung jawab sosial dari advokat. Oleh sebab itu
maka advokat di tuntut agar dapat mengalokasikan
waktu dan juga sumber daya yang dimilikinya
untuk orang miskin yang membutuhkan bantuan
hukum secara cuma-cuma atau probono.
Pemberian bantuan hukum oleh advikat bukan hanya
dipandang sebagai suatu kewaiban namun harus dipandang
pula sebagai bagian dari kontribusi dan tanggung jawab sosial
dalam kaitannya dengan fungsi sosial dari profesi advokat.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
menentukan secara tegas bahwa Negara Indonesia adalah
Negara Hukum. Prinsip Negara Hukum menuntut antara lain
adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang dihadapan
hukum. Oleh karena itu, Undang-Undang dasar juga
menentukan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Syarat-Syarat Menjadi Advokat (Pasal 2-4)
Advokat diangkat oleh Organisasi Advokat dengan syarat-syarat:

1. Harus berlatarbelakang pendidikan tinggi hukum


2. Harus terlebih dahulu mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat
3. Harus lulus ujian advokat (UPA)
4. Sebelum disumpah, harus magang dikantor advokat selama 2 tahun
5. WNI, bertempat tinggal di Indonesia
6. Tidak PNS atau pejabat negara
7. Berusia min 25 tahun
8. Tidak pernah dipidana kejahatan 5 tahun
9. Berkelakuan baik,jujur,bertanggung jawab, adil, mempunyai ingritas
tinggi
10. Harsus disumpah
Kedudukan Advokat

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 telah mengangkat


derajat martabat advokat setara dan melengkapi tiga penegak
hukum yang sudah ada (Polisi, Jaksa dan Hakim). Sering
disebut dengan catur wangsa penegak hukum
2. Sebagai officium nobile, profesi yang terhormast, penegak
hukum dan keadilan, yang bebas dan mandiri, serta
dilindungi dan di jamin oleh hukum dan uu (Ps.5 ayat 1).
Hak-Hak Istimewa Advokat

1. Bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan, bebas menjalankan


profesinya dalam membela klien dengan berpegang teguh pada kode etik
(Ps.14,15)
2. Tidak bisa dituntut pidana atau perdata (hak imunitas/kebal) dalam
menjalankan tugas profesinya membela klien (Ps. 16)
3. Tidak bisa disamakan dengan kliennya (Ps.16-1)
4. Berhak mengakses informasi dan data dari pemerintah atau pihak lain
(Ps.17)
5. Wilayah kerjanya seluruh wilayah RI (Ps. 5-2)
6. Berhak menerima honorarium dari kliennya ( Ps.21)
7. Berhak atas kerahasiaan dengan kliennya, termasuk perlindungan atas
berkas dokumen terhadap penyitaan atau pemeriksaan, dan penyadapan
atas komunikasi eletronik.
Kewajiban Advokat

1. Wajib tunduk dan mematuhi kode etik (Ps 26)


2. Wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui dari
kliennya kliennya (Ps 19)
3. Wakib memberikan bantuan hukum cuma-cuma (Ps 22,
diatur lebh lanjut oleh PP)
4. Wajib menjadi anggota Organisasi Advokat (Ps 30-2)
5. Dilarang merangkap jabatan yang bertentangan dengan tugas
dan martabat profesinya, atau menghalangi kebebasannya,
seperti menjadi pejabat negara (Ps 20)
6. Wajib mengenakan atribut ketika sidang di Pengadilan (Ps 25)
Pengawasan Advokat Pasal 12

1. Pengawasan advokat dilakukan oleh organisasi advokat agar


selalu memegang teguh koetik dan peraturan
2. Pelaksanaan pengawasan dilakukan oleh Komisi pengawas
yang dibentuk oleh organisasi
3. Komisi pengawas terdiri dari unsur advokat senior, para ahli/
akademiksi dan masyarakat.
Kode Etik Advokat Pasal 26

1. Untuk menjaga martabat dan kehormatan advokat


diperlukan kodeetik yang disusun oleh organisasi advokat,
yang wajib ditaati oleh seluruh advokat
2. Kode etik tidak boleh bertentangan dengan peraturan
3. Pengawasan kode etik dilakukan oleh Dewan Kehormatan
yang dibentuk oleh organisasi
Dewan Kehormatan Pasal 27

1. Dibentuk oleh Organisasi Advokat ditingkat dan pusat


2. Tugas pokok Dewan Kehormatan : mmeriksa dan mengadili
pelanggaran kode etik
3. Dewan Kehormatan daerah mengadili padatingkat pertama,
Dewan Kehormatan pusat mengadili pada tingkat banding
dan terakhir
4. Anggota Dewan Kehormatan adalah para advokat
5. Dalam mengadili, majelis Dewan Kehormatan (ed hoc) terdiri
atas unsur : Anggota Dewan Kehormatan, Pakar hukum, dan
tokoh masyarakat.
Penindakan Pasal 6

Advokat dikenai tindakan karena :


1. Mengabaikan klien
2. Bertingkah laku tidak patut pada lawan atau rekan
seprofesinya
3. Bersikap tidak terhormat terhadap hukum, peraturan atau
pengadilan
4. Berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban,
kehormatan, dan martabat profesinya
5. Melanggar peraturan dan tindakan tercela
6. Melanggar sumpah, janji, atau kode etik
Jenis Tindakan Pasal 7
1. Teguran lisan
2. Teguran Tertulis
3. Pemberhentian semetara 3-12 bulan
4. Pemberhentian tetap

Pemberhentian Pasal 9-11


5. Berhenti karena permohonan sendiri
6. Berhenti karena diberhentikan oleh organisasi advokat, karena
melanggar kode etik
7. Dipidana 4 tahun atau lebih

Organisasi Advokat Pasal 28-30


Untuk meningkatkan kualitas profesi advokat yang bebas, mandiri dan
bertanggung jawab dalam turut serta menegakkan hukum dan keadlian,
uu advokat menyatakan dengan tegas perlunya dibentuk organisasi
advokat yang merupakan satu-satunya wadah profesi advokat di indonesi.
Surat Kuasa
1. Pengertian Umumnya (Pasal 1792 KUHPerdata)
- Suatu persetujuan
- Seseorang memberikan kekuasaan kepada orang lain
- Yang menerimanya untuk dan atas namanya
- Menyelenggarakan suatu urusan
2. Sifat Perjanjian
- Penerima Kuasa langsung berkapasitas sebagai wakil pemberi
kuasa
- Pemberian kuasa bersifat konsesual (berdasarkan
kesepakatan)
- Berkarakter Garansi-kontrak (Tanggung jawab pemberi kuasa
hanya sepanjang tindakan yang sesuai dengan mandat yang
diberikan)
3. Berakhirnya kuasa
-Pemberi kuasa menarik kembali secara sepihak (pasal 1806
KHUPerdata)
- Salah satu meninggal dunia (pasal 1813 KHUPerdata)
- Penerima kuasa melepas kuasa (Pasal 1817 KHUPerdata)

4. Jenis Kuasa
a. Kuasa Umum (Pasal 1795 KUHPerdata)
b. Kuasa Perantara (Pasal 1792 KUHPerdata)
c. Kuasa Istimewa (Pasal 1796 KUHPerdata)
d. Kuasa Khusus (Pasal 1795 KUHPerdata)
Pada umumnya pemberian kuasa di pengadilan adalah secara
khusus yang dipersyaratkan harus dalam bentuk tertulis. Surat
kuasa khusus ini diberikan kepada Advokat untuk mewakili
(dalam perkara perdata) atau mendampingi (dalam perkara
pidana). Surat kuasa ini khusus ini yang akan digunakan
sebagai alat bukti dimuka pengadilan, harus dibubuhi materai
untuk memenuhi ketentuan UU. No.13 Tahun 1985tentang bea
Materai dan PP No.24 Tahun 2000.

Apabila dalam surat kuasa khusus disebutkan bahwa kuasa


tersebut mencakup pula pemeriksaan pada tingkat banding dan
kasasi maka surat kuasa khusus tersebut tetap sah berlaku
hingga pemeriksaan pada tingkat kasasi tanpa diperlukan surat
kuasa khusus yang baru.
Surat kuasa khusus ini pada pokoknya harus memenuhi syarat
formil sebagai berikut :
1. Menyebutkan identitas para pihak yakni Pihak Pemberi
Kuasa dan Pihak Penerima Kuasa yang harus disebutkan
dengan jelas.
2. Menyebutkan obyek masalah yang harus ditangani oleh
penerima kuasa yang disebutkan secara jelas dan benar.
Tidak disebutkannya atau terdapatnya kekeliruan
penyebabnya obyek gugatan menyebabkan surat kuasa
khusus tersebut menjadi tidak sah. Hal ini terlihat dalam
salah satu putusan MA bernomor 288 K/Pdt/1986
3. Menyebutkan kompetensi absolut dan kompetensi relatif
dimana surat kuasa khusus tersebut akan digunakan.
Tidak Terpenuhinya Syarat Formil surat kuasa khusus tersebut,
khususnya dalam perkara perdata, dapat menyebabkan perkara tidak
dapat diterima. Sehingga walaupun tidak ada bentuk tertentu surat kuasa
yang dianggap terbaik dan sempurna namun surat kuasa pada pokoknya
terdiri dari :
a. Identitas pemberi kuasa
b. Identitas penerima kuasa
c. Hal yang dikuasakan, disebutkan secara khusus dan rinci tidak boleh
mempunyai arti ganda
d. Waktu pemberian kuasa
e. Tanda tangan pemberi dan penerima kuasa
Dan untuk penggunaan surat kuasa dalam peraktek hukum pidana, perlu
juga dicantumkan tempat dan tanggal dibuatknya surat kuasa guna
menghindari kerancuan waktu sejak kapan penasehat hukum dapat
melakukan pembelaan atau pendampingannya.
Somasi/Teguran Pasal 1238 KUHPerdata
- Somasi adalah teguran terhadap pihak calon tergugat.
- Perlu diingat bahwa pengirim somasi wajib membuat suatu berita acara
penerimaan somasi kepada pihak calon tergugat, hal ini untuk
membuktikan bahwa penggugat telah beritikad baik menyelesaikan
perkaranya secara damai sebelum akhirnya berperkara di pengadilan (hal
ini memberikan penilaian permulaan kepada hakim bahwa tergugat
beritikad buruk).
- ada 2 cara menyampaikan somasi :
1. Disampaikan tertulis,
2. Disampaikan terbuka, dengan cara publikasi di media masa.

Surat somasi dalam perakteknya dapat dipakai baik dalam perkara perdata
maupun pidana, namun dalam perkara pidana somasi hanya merupakan
suatu niat baik agar pihak lain dapat memahami posisi dan pandangan/
analisis hukum dari si pengirim somasi.
Gugatan Perdata

Setiap orang yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan


terhadap pihak yang dianggap merugikan lewat pengadilan.
Gugatan tersebut dapat diajukan secara tertulis (Pasal 120 HIR
dan Pasal 144 ayat 1 Rbg). Sebelum kita membuat dan
mengajukan gugatan maka salah satu tugas kita adalah
menentukan siapa-siapa yang berkualitas untuk digugat.

Gugatan itu harus diajukan oleh yang berkepentingan, tuntutan


hak di dalam gugatan harus merupakan tuntutan hak yang ada
kepentingan hukumnya, yang dapat dikabulkan apabila
kebenarannya dapat dibuktikan dalam sidang pemeriksaan.
Mengenai persyaratan tentang isi dari pada gugatan tidak ada
ketentuannya, tetapi kit dapat melihat dalam pasal 8 No.Rv yang
mengharuskan adanya pokok gugatan yang melipui :
1. Identitas para pihak
2. Dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang
merupakan dasar serta alasan-alasan dari pada tuntutan.
Dalil-dalil ini lebih dikenal dengan istilah fundamentum
petendi
3. Tuntutan atau petitum adalah apa yang dimintakan atau
diharapkan penggugat agar diputuskan oleh hakim.
EKSPEKSI DAN JAWABAN PERDATA
JAWABAN
• Jawaban tergugat, rekonvensi dan eksepsi merupakan persoalan yang harus dibahas secara bersama dan
sekaligus, oleh karena ketiga persoalan tersebut erat sekali hubungannya dan pada umumnya diajukan
secara bersamaan dengan jawaban tergugat.
• Jawaban diajukan setelah upaya perdamaian yang dilakukan hakim tidak berhasil.
• Pasal 121 ayat (2) HIR jo. Pasal 145 ayat (2) RBg menentukan bahwa pihak tergugat dapat menjawab
gugatan penggugat baik secara tertulis maupun lisan.
• Namun dalam perkembangannya, jawaban diajukan oleh pihak tergugat secara tertulis.
• Bila dikehendaki jawaban yang diajukan tergugat secara tertulis itu dijawab kembali oleh penggugat secara
tertulis juga, yang disebut replik.
• Selanjutnya replik ini dapat dijawab kembali oleh pihak tergugat, yang disebut duplik.
• Jawaban tergugat dapat terdiri dari 2 macam, yaitu:
1. Jawaban yang tidak langsung mengenai pokok perkara, yang disebut dengan tangkisan atau eksepsi.
2. Jawaban yang langsung mengenai pokok perkara (verweer ten principaleI) atau biasa disebut dalam
konvensi.
• Jawaban mengenai pokok perkara dapat dibagi lagi atas dua kategori, yaitu:
a. Jawaban tergugat berupa pengakuan
Pengakuan berarti membenarkan isi gugatan penggugat, baik sebagian maupun seluruhnya. Pengakuan
merupakan jawaban yang membenarkan isi gugatan.
b. Jawaban tergugat berupa bantahan
Bila tergugat membantah, maka pihak penggugat harus membuktikannya. Bantahan (verweer) pada
dasarnya bertujuan agar gugatan penggugat ditolak.
EKSEPSI
• Eksepsi merupakan suatu tangkisan atau bantahan dari pihak tergugat terhadap
gugatan penggugat yang tidak langsung menyentuh pokok perkara.
• Eksepsi ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut syarat-syarat atau formalitas
gugatan; yaitu jika gugatan yang diajukan mengandung cacat atau pelanggaran formil
yang mengakibatkan gugatan tidak sah yang karenanya gugatan tidak dapat diterima
(inadmissible).
• Tujuan pokok pengajuan eksepsi yaitu agar pengadilan mengakhiri proses
pemeriksaan tanpa lebih lanjut memeriksa materi pokok perkara. Pengakhiran yang
diminta melalui eksepsi bertujuan agar pengadilan menyatakan gugatan tidak dapat
diterima (niet ontvankelijk).
Jenis Eksepsi
• Pasal 125 ayat (2), 132 dan 133 HIR hanya memperkenalkan eksepsi kompetensi
absolut dan relatif. Namun, Pasal 136 HIR mengindikasikan adanya beberapa jenis
eksepsi.
• Dilihat dari ilmu Hukum, jenis Eksepsi terbagi atas:
1. Eksepsi Prosesual (Processuele Exceptie)
2. Eksepsi Prosesual di Luar Eksepsi Kompetensi
3. Eksepsi Hukum Materiil (Materiele Exceptie)
Rekonvensi
• Rekonvensi adalah gugatan yang diajukan tergugat sebagai gugat balasan (gugat balik) terhadap
gugatan yang diajukan penggugat kepadanya (Pasal 132a ayat (1) HIR).
• Pada dasarnya gugatan rekonvensi harus diajukan bersama-sama dengan jawaban tergugat
(Pasal 132b HIR jo 158 RBg).
• Tujuan rekonvensi antara lain:
1. Menegakkan Asas Peradilan Sederhana
2. Menghemat biaya perkara
3. Mempercepat penyelesaian sengketa
4. Mempermudah pemeriksaan
5. Menghindari putusan yang saling bertentangan
• Komposisi para pihak dihubungkan dengan Gugatan Rekonvensi
a. Komposisi Gugatan
Gugatan penggugat disebut gugatan konvensi (gugatan asal), sedangkan Gugatan tergugat
disebut gugatan rekonvensi (gugatan balik)
b. Komposisi Para Pihak
Penggugat asal atau penggugat konvensi pada saat yang bersamaan berkedudukan menjadi
tergugat rekonvensi. Sedangkan Tergugat asal atau tergugat dalam konvensi pada saat yang
bersamaan berkedudukan sebagai penggugat dalam rekonvensi.
• Baik gugatan konvensi (Gugat Asal) maupun Gugatan Rekonvensi (Gugat Balasan) pada
umumnya diperiksa bersama-sama dan diputus dalam satu putusan hakim. Pertimbangan
hukumnya memuat dua hal, yaitu pertimbangan hukum dalam konvensi dan pertimbangan
hukum dalam rekonvensi.
• Jawaban dalam konpensi dan gugatan dalam rekonpensi.
Pembuatan Eksepsi Pidana

Klasifikasi Eksepsi Berdasarkan Pasal 156 KUHAP


1. Eksepsi Kewenangan Mengadili
2. Kewenangan atau Hak Untuk Menuntut Hapus atau Gugur
3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Tidak Dapat Diterima
4. Eksepsi Lepas dari Segala Tuntutan Hukum
5. Dakwaan JPU Tidak Dapat Diterima (Psl. 156 (1) KUHAP)
6. Surat Dakwaan Batal atau Batal Demi Hukum (Psl 156 (1)
KUHAP)
Pembuatan Pledoi
Salah satu lawyers skills yang harus dikuasai oleh seorang advokat dalam
membela perkara pidana. Kata ‘pledoi’ itu berasal dari bahas Belanda, yaitu
Pleidooi yang artinya pembelaan (Subekti, Kamus Hukum, 1973).

Pledoi merupakan upaya terakhir dari seorang terdakwa atau pembela dalam
rangka mempertahankan hak-haknya dari kliennya, membela kebenaran yang
diyakininya, sesuai bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan, sebelum
dijatuhkannya putusan oleh Pengadilan Negeri.

Pembelaan harus berdasarkan bukti-bukti, baik berupa keterangan saksi,


keterangan ahli, maupun bukti tertulis lainnya, pembelaan juga harus berisi
pandangan atau tinjauan hukum dari seorang pembela terhadap perkara.

Substansi dari sebuah pledoi yang baik itu adalah menyangkut


sistematikanya atau alur berpikirnya harus jelas, logikanya baik. Bahasa
Indonesianya baik dan benar, dasar hukumnya ada, obyektifitasnya jelas,
tergambar dengan jelas adanya distinctive thinking.
Pembuatan Kesimpulan
Kesimpulan Perkara Perdata
Dalam hukum Perdata siapa yang meneguhkan suatu hak maka ia harus membuktikan bahwa ia memang berhak. Untuk
meneguhkan hak ini didalam Negara kita maka harus melalui pengadilan, seseorang yang merasa dirugikan atau terlanggar
haknya oleh orang lain tidak bisa mengambil hak atau barangnya yang berada ditangan orang lain tersebut dengan cara main
hakim sendiri (eigen richting), disinilah peranan dari pengadilan memutuskan para pihak yang berperkara.
Didalam praktek perkara terbagi dua yaitu:
a. Sengketa
b. Permohonan
Sengketa diputus dengan vonis hakim sedangkan permohonan diputus dengan penetapan hakim/pengadilan. Setelah melalui
tahapan gugatan, jawaban, replik, duplik, pemeriksaan alat bukti, maka sebelum sampai kepada putusan hakim/vonis maka
para pihak yang bersengketa diharapkan membuat KESIMPULAN selama proses perkara berlangsung. Dalam membuat
kesimpulan harus dijelaskan secara rinci dan transparan fakta-fakta selama persidangan terutama hal yang menguntungkan
para pihak sendiri. Isi kesimpulan antara lain :
1. Cover kesimpulan, berisi :
a. alamat, tanggal, bulan, tahun yang terletak dipojok atas kiri/kanan
b. Hal : Kesimpulan penggugat/tergugat dalam perkara perdata No……
c. Ditujukan kepada : YTH. Ketua dan Majelis Hakim Perkara No…… di……
2. Sama dengan diatas, ditambah :
a. Kedudukan para pihak, pihak penggugat dan tergugat
b. Kesimpulan jawab-menjawab, disini diuraikan seluruh proses jawab menjawab
c. Kesimpulan bukti-bukti, jelaskan satu persatu dari mulai bukti tulisan, saksi-saksi, dsb
d. Kesimpulan akhir, yaitu berisi pendapat penggugat terhadap dalil gugatannya atau tergugat berisi bantahan
tergugat telah terbukti, dan sebagainya
e. Penutup, yaitu berisi permintaan penggugat supaya gugatan dikabulkan atau tergugat meminta gugatan
penggugat dibatalkan atau setidak-tidaknya tidak diterima hakim,kemudian tanda tangan dari pihak yang
membuat kesimpulan.
Pembuatan Gugatan TUN
Setiap orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan
oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang diterbitkan oleh Pejabat Tata
Usaha Negara dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
agar keputusan tata usaha negara tersebut dinyatakan batal atau tidak syah oleh
PTUN.

Para Pihak Yang Berperkara di PTUN


-Penggugat :
yang dapat menjadi pihak Penggugat di PTUN adalah sebagaimana dijelaskan
dalam ketentuan Pasal 53 ayat (1) YY No.9 tahun 2004 Tentang Perubahan atas UU
No. 5 Tahun 1986.
-Tergugat :
-Menurut ketentuan Pasal 1 angka 11 UU No.51 Tahun .

Obyek Sengketa Tata Usaha Negara :


yang dapat menjadi obyek sengketa TUN adalah :
a. Keputusan tata Usaha Negara (KTUN)
b. Yang dipersamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara
Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan
Pengajuan gugatan di PTUN dibatasi oleh adanya tenggang
waktu :

a. Obyek sengketa berupa keputusan Tata Usaha Negara


(KTUN), Pasal 55 UU. No. 5 Tahun 1986
b. Obyek sengkta berupa yang dipersamakan dengan Keputusan
Tata Usaha Negara (vide. Pasa; 3 UU. No.5 Tahun 1986)

Syarat-syarat Gugatan TUN


Sesuai ketentuan Pasal 56 UU. NO. 5 Tahun 1986, Suatu
gugatan harus memenuhi syarat formil dan syarat materil.

Pengajuan Gugatan
Ketentuan Pasal 54 UU. No 5 tahun 1986
Prisnip Prisnsip dalam pembuatan Legal Opinion
a) Legal Opinion dibuat dengan mendasarkan pada hukum yang berlaku.
b) Legal Opinion disamapiakan secara lugas, jelas dan sistematis.
c) Legal Opinion tidak memberikan jaminan suatu keadaan. Advokat tidak dibenarkan menjamin
kepada klinnya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang” terdapat dalam Pasal 4 butir c
Kode Etik Advokat
d) Legal Opinion harus diberikan secara jujur, lengkap dan berisi saran.
e) Legal Opinion tidak mengikat bagi pembuat (advokat) dan bagi korban
Format Penyusunan Legal Opinion secara lengkap
I. Pendahuluan
berisi penjelesan atas dasar apa Advokat membuat Legal Opinion.
II. Permasalahan yang dimintakan Legal Opinion
Masalah Pokok yang dihadapi oleh klien.
III. Bahan-bahan yang berkaitan dengan permasalahan yang ada seperti
informasi, data-data dan dokumen-dokumen.
informasi tambahan yang terkait dengan pokok permasalahan.
IV. Dasar hukum dan perundang-undangan yang terkait dengan
permasalahan.
Ketentuan perundang-undangan dan peraturan .
V. Uraian fakta-fakta dan kronologis
Uraian fakta-fakta yang relevan dengan permasalahan klien.
VI. Analis hukum
Menguraikan analis dan pertimbangan hukum advokat.
VII. Pendapat hukum
Uraian pendapat Advokat
VIII. Kesimpulan dan saran-saran atau solusi permasalahan.
Uraian tentang kesimpulan yang didapatkan berdasarkan
hasil analisa setelah melakukan seluruh tahapan.
Advokat memberikan saran/solusi terhadap masalah
dimintakan legal opinion.
Sistem Peradilan Pidana Anak
Pelayanan penegakan hukum SPPA
1. Polisi (khususnya UPPA/Unit Pelayanan Perempuan dan
Anak): melaksanakan proses penyelidikan, penyidikan,
koordinasi dan kerjasama, penyelesaian dan penyerahan
berkas perkara kekerasan terhadap perempuan dan anak ke
kejaksaan;
2. Kejaksaan: melakukan proses penuntutan;
3. Hakim: memimpin pemeriksaan dan pembuatan keputusan di
sidang pengadilan;
4. LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi/Korban);
5. Jajaran Kementrian Hukum dan HAM: BAPAS, Lembaga
Pemasyarakatan (LAPAS);
6. Advokat atau Pengacara yang berasal dari kantor-kantor
advokat atau lembaga bantuan hukum.
Peran pada LPKA
PIDANA PENJARA
TERHADAP ANAK
SESUAI
KEPUTUSAN LITMA
HAKIM Menyelenggarakan S
pendidikan, pelatihan
ketrampilan,
pembinaan, dan PROGRA BAPA
pemenuhan hak lain M S
LPK sesuai dengan
A ketentuan peraturan
perundang- undangan.
PENGAWASA
Lembaga atau
N
tempat Anak
menjalani
masa
pidananya
Pembuatan Gugatan Class Action

Gugatan Class Action atau gugatan perwakilan kelompok adalah


suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang
atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk
mereka sendiri atau dan sekaligus mewakili kelompok orang
yang jumlanya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau
dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok .

Wakil kelompok adalah satu orang atau lebih yang menderita


kerugian yang mengajukan gugatan dan sekaligus mewakili
kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya.
Gugatan dengan Prosedur Gugatan Perwakilan harus memenuh
persyaratan sebagai berikut :

1. Numerosity : Gugatan tersebut menyangkut kepentingan


kepentingan orang banyak.
2. Commonality : adanya kesamaan fakta dan kesamaan dasar
hukum kelompok.
3. Tipicality : adanya kesamaan jensi tuntutan antara
perwakilan kelompok dan anggota kelompok .
4. Adequacy of Representation : perwakilan kelompok
merupakan perwakilan yang layak dengan memiliki bukti-
bukti yang kuat, jujur, melindungi kepentingan dari anggota
kelompok, sanggup untuk menanggulangi biaya perkara di
pengadilan.
Prosedur Gugatan Class Action

a. Permohonan pengajuan gugatan secara class action


b. Proses sertifikasi atau pemberian ijin
c. Pemberitahuan
d. Pemeriksaan dan pembuktian dalam Class Action
e. Pelaksaan putusan
f. Perdamaian
SiStem Peradilan Pidana
Anak
LPAS REINTEGRASI
M
A
S

Y
A POLISI JAKSA HAKIM LPKA A

R
B A
DIVERSI TINDAKAN
K
A
H T

ADVOKAT, BAPAS, PEKERJA SOSIAL


Pihak-pihak yang terlibat
dalam proses Peradilan
Pidana Anak
Penyidik Penuntut Umum
Penyidik adalah penyidik Penuntut Umum adalah
Anak Penuntut Umum Anak

Hakim
Hakim adalah Hakim
Anak

Pekerja Sosial
Pembimbing
Kemasyarakatan
SiStem Peradilan Pidana
Anak
Keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang
berhadapan dengan h u ku m , mulai tahap
penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan
setelah menjalani pidana.
Data Anak Berkonflik dengan
Hukum
J u m la h anak berkonflik dengan 1.898 Anak terdiri dari:
a. LPKA 33 provinsi berjumlah 1.103
hukum adalah 1.898 anak yang
b. Rutan LP dewasa berjumlah 795
ada di UPT PAS . anak berkonflik dengan hukum

795 ABH yang berada di Rutan


1.103 ABH di LPKA terdiri dari:
dan LP Dewasa , terdiri dari:
a. 1.045 anak pidana, yang terdiri
a. 466 anak pidana, yang terdiri dari 446
dari 1.037 laki laki dan 8
laki dan 20 wanita.
wanita.
b. 329 tahanan anak, yang terdiri dari
b. 58 tahanan Anak, yang terdiri
324 laki dan 5 wanita.
Sumber: Data dari 57 laki dan 1 wanita
Ditjenpas Pertanggal 30
Juni 2021
Anak Berhadapan dengan
Hukum
 Anak yang Berhadapan dengan H u k u m adalah anak yang
berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak
pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.
Anak yang Berkonflik dengan H u k u m yang selanjutnya
disebut Anak adalah a nak yang telah berumur 12 (dua belas)
tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang
diduga melakuk an tindak pidana.

Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya


disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18
(delapan belas) tahun yang me ngalami penderitaan fisik,
mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh
tindak pidana.

Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya


disebut Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18
(delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan
guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan
di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang
didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.
Jaga Kesehatan, Ingat Sholat, Jangan Kecewakan Orang tua
Tetap semangat
Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat untuk kelompok 5

TERIMAKASIH !

Anda mungkin juga menyukai