Anda di halaman 1dari 54

Anaesthesia

Pembimbing: drg. Teuku Ahmad Arbi, Sp.BM Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Syiah Kuala

19 Juni 2019
Head Innervation
Pembimbing: drg. Teuku Ahmad Arbi, Sp.BM Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Syiah Kuala

19 Juni 2019
Paulsen F, Waschke J. Sobotta: Atlas of Human Anatomy Vol 3. !5 th ed. Munich: Elsevier. 2011. p. 55.
Anastesi N. Alveolaris Superior Posterior

Scheid RC. Weiss G. Woelfel’s Dental Anatomy. 8 th ed.Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2012. p. 445-60.
Anastesi N. ASM dan ASA

Scheid RC. Weiss G. Woelfel’s Dental Anatomy. 8 th ed.Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2012. p. 445-60.
N. Nasopalatinus

Scheid RC. Weiss G. Woelfel’s Dental Anatomy. 8 th ed.Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2012. p. 445-60.
N. Palatinus Mayor

Scheid RC. Weiss G. Woelfel’s Dental Anatomy. 8 th ed.Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2012. p. 445-60.
N. Buccalis Longus

Scheid RC. Weiss G. Woelfel’s Dental Anatomy. 8 th ed.Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2012. p. 445-60.
N. Alveolaris Inferior

Scheid RC. Weiss G. Woelfel’s Dental Anatomy. 8 th ed.Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2012. p. 445-60.
Scheid RC. Weiss G. Woelfel’s Dental Anatomy. 8 th ed.Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2012. p. 445-60.
N. Lingualis

Scheid RC. Weiss G. Woelfel’s Dental Anatomy. 8 th ed.Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2012. p. 445-60.
N. Mentalis

Scheid RC. Weiss G. Woelfel’s Dental Anatomy. 8 th ed.Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2012. p. 445-60.
Indikasi & Kontraindikasi
Pembimbing: drg. Teuku Ahmad Arbi, Sp.BM Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Syiah Kuala

19 Juni 2019
Anestesi Lokal

Suatu anestesi yang dimaksudkan untuk melumpuhkan syaraf sensibel setempat dimana kesadaran
pasien masih ada

INDIKASI (H Hadogo, 1979)

• Penumpatan/penambalan gigi
• Pencabutan gigi
• Insisi abses
• Operasi pengambilan impaksi
• Pembetulan rahang baik untuk estetika maupun karena kecelakaan
Anestesi Lokal

KONTRAINSIKASI Laura Mitchell (2009) KONTRAINSIKASI Haryono (1981)

• Pasien tidak kooperatif (dengan berbagai Daerah yang mengalami infeksi akan mengakibatkan:
penjelasan) • Organisme pada jaringan → infeksi
• Infeksi di sekitar tempat suntikan. • Anestetikum bekerja tidak sempurna
• Pasien dengan kelainan perdarahan. Tidak digunakan pd pasien cemas
Multiple extraction → lebih baik general anestesi
• Sebagian besar bedah mayor Pasien abnormal
Anak kecil yang rewel
Komplikasi
Pembimbing: drg. Teuku Ahmad Arbi, Sp.BM Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Syiah Kuala

Komplikasi Lokal Komplikasi Sistemik

19 Juni 2019
Komplikasi Lokal

Jarum Patah - Kesalahan teknik injeksi, kelainan anatomi dari pasien, jarum yang
disterilkan beberapa kali.
Rasa Sakit - Jarum bengkok/tumpul, anastesi yang terlalu cepat dideposit, iritasi jaringan,
tempat penyuntikan yang tidak steril.
Infeksi - Peralatan tidak steril.
Gangguan visual sementara - Injeksi N. ASP yang menyebabkan larutan anestesi
mengenai N. Optikus.
Trismus - Penyuntikan pada M. pterygoideus Medialis → terjadi kerusakan pembuluh
darah → otot sekitarnya menegang.
Ulkus - Mengigit bagian yang teranestesi → ulser.

Sitinaya, Irmayanti R. 2016. Dasar-dasar ilmu pencabutan gigi. Hal; 45-52.


Komplikasi Lokal (cont)

Anestesi yang berkepanjangan - Kerusakan saraf terjadi akibat trauma langsung dari bevel jarum.
Oedema - Gejala dari adanya trauma/infeksi/alergi terhadap anestesi lokal.
Hematoma - Jarum suntik mengenai pembuluh darah → darah memasuki jaringan.
Xerostomia - Anestesi mengenai N. Lingualis yg menjalar ke khorda timpani → sekresi saliva
terhenti.
Kegagalan efek anestesi - Teknik salah/jumlah larutan anestesi lokal yg di depositkan dekat saraf
terlalu sedikit/larutan anestesi terdeposit ke pembuluh darah.
Paralisa wajah - Jarum diinsersikan terlalu jauh kebelakang & dekat dg ramus ascendens → Pasien
tidak bisa menutup mata & pergerakan setengah bagian wajah berubah, garis senyum, & sudut mulut
jatuh.

Sitinaya, Irmayanti R. 2016. Dasar-dasar ilmu pencabutan gigi. Hal; 45-52.


Komplikasi Sistemik
Reaksi dari dalam tubuh akibat pemberian obat anestesi

Reaksi toksin - Pemberian obat anestesi yang berlebihan yang melebihi dosis maksimum.
Syok anafilaktik - Reaksi alergi yang timbul setelah pemberian obat-obatan termasuk obat
anetesi lokal.
Gejala : Lemah, gelisah, pusing, nafas sesak, berkeringat, nadi cepat atau lemah, TD
rendah.
Penanganan : Pertahankan jalur nafasnya dan pemberian adrenalin atau epinephrine

Sitinaya, Irmayanti R. 2016. Dasar-dasar ilmu pencabutan gigi. Hal; 45-52.


Komplikasi Sistemik
Reaksi dari dalam tubuh akibat pemberian obat anestesi

Sinkop - Hilang kesadaran karena beberapa gangguan kardiovaskular sehingga


berkurangnya aliran darah kurang ke otak
Gejala : Lemah, mual, kulit pucat, dingin dan berkeringat.
Penanganan :
• Kepala pasien harus direndahkan & memperhatikan jalan udara pada pasien, jangan
berikan carian sampai pasien benar benar sadar.
• Apabila belum sadar dalam beberapa menit pasien harus diberikan oksigen.

Sitinaya, Irmayanti R. 2016. Dasar-dasar ilmu pencabutan gigi. Hal; 45-52.


How to Prevent?

1. Mengerti dan memahami teknik anestesi


2. Memberikan dosis anestesi yang sesuai
3. Menggunakan alat yang steril
4. Melakukan skin test bila perlu
5. Melakukan aspirasi sebelum menyuntik
6. Mengetahui tindakan resusitasi bila diperlukan

Sitinaya, Irmayanti R. 2016. Dasar-dasar ilmu pencabutan gigi. Hal; 45-52.


Jenis-jenis Anestesi
Pembimbing: drg. Teuku Ahmad Arbi, Sp.BM Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Syiah Kuala

19 Juni 2019
Jenis Anastesi Lokal

TURUNAN ESTER TURUNAN AMIDA

Turunan Ester Asam Durasi Turunan Ester Asam Durasi o Lidokain Durasi
Benzoat Amino-Benzoat
o Mevipakain Hidroklorid
- Kokain - Benzokain
- Meprilkain - Prokain - o Prilokain

- Isobukain - Klorprokain 50m o Bupivakain HCI


- Siklometilkain - Tetrakain 15m o Etidokain HCI
- Piperokain 175m
o Artikain
Jenis Anastesi Lokal

TURUNAN ESTER TURUNAN AMIDA


• Sebagai ester obat-obat ini mudah • Senyawa-senyawa turunan di atas
terhidrolisis. Anastesi ester mula-mula lebih poten, menunjukkan insiden
cenderung menimbulkan kegelisahan dan reaksi samping lebih rendah, dan
eksitasi pada penderita. menyebabkan efek iritasi lokal lebih
• Metabolisme oleh enzim pseudo- kecil dari pada turunan ester.
kolinesterase di plasma. • Metabolisme melalui enzimatis di
hati.
Turunan Ester Asam Benzoat

KOKAIN

• Kokain merupakan alkaloida yang diperoleh dari daun Erythroxylon coca dan spesies
Erythrorylon lainnya (Erythroxylaceae)
• Karena toksisitas kokain hanya dapat digunakan untuk anestesi topikal, untuk anestesi
topikal penggunaannya dibatasi karena dikhawatirkan menyebabkan reaksi sistemik dan
adiksi.
• Kokain tidak menembus kulit yang utuh tapi mudah diabsorpsi oleh membran mukosa
seperti mata hidung dan teggorokan dalam larutan 2-5%.
• Durasinya berlangsung sekitar setengah jam.
Turunan Ester Asam Benzoat

MEPRILKAIN

• Digunakan pada kedokteran gigi, untuk infiltrasi dan pemblok saraf (larutan 2%, yang
mengandung epinefrin 1:50.000).
• Meprilkain lebih poten dan terhidrolisis lebih cepat dalam serum dibanding prokain

ISOBUKAIN

• Masa kerja lebih pendek daripada prokain.


• Digunakan untuk infiltrasi dan pemblok saraf (larutan 2%, yang mengandung epinefrin
1:65.000)
Turunan Ester Asam Benzoat

SIKLOMETIKAIN

• Digunakan sebagai salep atau krim 0,25-1%


• Efektif pada kulit yang rusak seperti luka bakar, abrasi, & pada membran mukosa rektal serta
urogenital
• Tidak boleh untuk penggunaan pada membran mukosa sistem pernafasan bagian atas atau mata

PIPEROKAIN

Digunakan terutama untuk anesthesia mata (larutan 2-4 %), hidung dan tenggorokan (2-10 %),
untuk infiltrasi dan pemblok saraf (0,5-2 %).
Turunan Ester Asam Eminobenzoat

BENZOKAIN

• Digunakan dalam hentuk krim dan salep pada kadar 1-20%, bersifat tidak mengiritasi serta tidak
toksik
• Benzokain dapat diabsorsi melalui permukaan luka dan membran mukosa untak meredakan nyeri
yang berhubungan dengan luka nanah, luka tergores, dan permukaan mukosa yang meradang
• Kerjanya berlangsung hanya selama kontak dengan kulit atau permukaan mukosa

PROKAIN HCL / NOVOCAINE


• Tidak efektif pada kulit utuh atau membran mukosa, tetap: cepat bekerja jika digunakan secara
infiltrasi
• Dosis: 1-2 % untuk anestesi setempat, dan 5-20% untuk anestesi spinal
Turunan Ester Asam Eminobenzoat

KLORPROKAIN (NESACAINE)

• Terhidrolisis dalam plasma > 4 kali lebih cepat drpd prokain → masa kerjanya ↓

TERTRAKAIN (PONTOCAINE)

• Paling mudah diabsorpsi di antara prokain analog


• Sifat vasodilator
• Tidak boleh untuk anestesia infiltrasi, saraf perifer, & lumbar epidural
• Indikasi klinik: lebih sering digunakan untuk anastesi spinal, penggunaan topikal pada mata &
nasofaring
• Dosis bervariasi tergantung jalur & tempat pemakaian;  pada umumnya untuk penggunaan lokal
digunakan kadar 0,5%.
• Toksisitas : mirip prokain, memengaruhi sulfonamida
TURUNAN AMIDA

LIDOKAIN
lignokain, lidonest, elocaine, xylocain

• Reaksi samping sistemik dan efek iritasi lokalnya kecil


• Bentuk basa dan garam HCI sebagai anestesi lokal topikal
• Digunakan untuk anestesi infiltrasi, pemblokan saraf perifer, dan anestesi epidural
• Dalam penggunaan yang sering dikombinasi dengan adrenalin (Extracaine, Pehacain)
• Dosis untuk penggunaan lokal: 3-5%
• Lidokain dapat menyebabkan vasodilatasi dan jarang menyebabkan reaksi alergi
TURUNAN AMIDA

LIDOKAIN
lignokain, lidonest, elocaine, xylocain
Cont-
• Lidokain dimetabolisme dalam hepar melalui jalur metabolisme yang kompleks dengan
memanfaatkan enzim dalam hepar.
• Dosis lidokain harus dikurangi untuk pasien dengan disfungsis hepar dan pada pasien yang
mengonsumsi obat-obatan yang dapat menghalangi metabolisme lidokain pada enzim dalam
hepar.
• Penggunaan klinik: anastesi topical, injeksi local untuk anastesi local, IV digunakan untuk aritmia
jantung.
• Toksisitas dapat berupa sedasi, amnesia, dan konvulsi.
TURUNAN AMIDA

MEPIVAKAIN HIDROKLORID
• Memiliki derivat yang sama dengan lidokain yaitu derivat xylidine.
• Mepivakain memiliki kesamaan dengan lidokain dalam hal mula kerja, durasi kerja,
potensi dan toksisitasnya.

Mepivakain terbagi 2:
• Mepivakain murni 3 % : untuk perawatan yang singkat, 20 menit untuk infiltrasi dan 40
menit untuk anastesi blok, serta 2-3 jam pada anastesi jar lunak
• Mepivakain 2% dengan levonordefrin : menghasilkan durasi anastesi yang lebih lama,
tidak memiliki efek hemostatis, metabolism pada hepar
TURUNAN AMIDA

PRILOKAIN HIDROKLORIDA

• Prilokain murni memiliki durasi yang sedikit lebih lama dibandingkan dengan
mepivakain murni
• Durasi kerja dari prilokain 4% pada anestesi pulpa 40-60 menit dan anestesi jar lunak 2-4
jam
• Ketika dosis prilokain yang diberikan berlebihan, terjadi methemoglobinemia yang dapat
menganggu sistem pernafasan dan sirkulasi darah
• Dosis prilokain yang berlebih dikontraindikasikan pada ps gangguan pernapasan
TURUNAN AMIDA

BUPIVAKAIN HCL (MARCAIN)

• Bupivakain → Paling efektif (durasi kerja panjang) dan paling toksik di golongan amida
• Potensi toksik > 4x drpd lidokain, mepivakain, artikain, dan toksik > 6x drpd prilokain
• Durasi kerja anestesi pulpa 1,5-3 jam dan 4-9 jam anestesi jaringan lunak
• Dosis ↑ → ↑ resiko toksisitas dalam darah
• Indikasi untuk pengerjaan implan
• Bupivakain tidak direkomendasikan untuk pasien dengan kebiasaan mengigit lidah atau bibir, pasien
dengan kebutuhan khusus, dan pasien anak-anak dan tidak direkomendasikan pada pasien disfungsi
hepar
TURUNAN AMIDA

ETIDOKAIN HCL

• Strukturnya berhubungan erat dengan lidokain. 


• Memiliki potensi anestetik lebih besar dan masa kerja lebih panjang

ARTIKAIN

• Efektifitas artikain ⅓ hampir sama dengan lidokain dan toksisitasnya relatif sama dengan
lidokain dan mepivakain
• Durasi kerjanya 60-75 menit pada anestesi pulpa dan 3-6 jam untuk anestesi jaringan
lunak
Cedera Saraf
Pembimbing: drg. Teuku Ahmad Arbi, Sp.BM Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Syiah Kuala

TRAUMA LANGSUNG JARUM

PEMBENTUKAN HEMATOMA

NEUROTOKSISITAS ANESTESI
LOKAL 19 Juni 2019
BAGIAN NEURON

Luar
N. Trigeminal

Mesoneurium

Epineurium

Perineurium Fasikula

Endoneurium Axon
dalam
CEDERA SARAF

TRAUMA LANGSUNG JARUM

Bevel jarum → ↓ kerusakan jaringan dan saraf pada saat


insersi → ujung jarum lebih rentan bengkok saat
mengenai tulang →
• Merusak perineurium
• Herniasi endoneurium
• Transeksi serat saraf/fasikula, terutama saat
penarikan jarum

N. Lingualis ⌀ ± 1,86 mm
N. Alveolaris Inferior ⌀ ± 2 dan 3 mm
Jarum ⌀ terbesar (25-gauge/0,45 mm) yang digunakan
dalam kedokteran gigi
Klasifikasi Seddon (1942)
Klasifikasi Sunderland (1951)
Klasifikasi Klasifikasi
Patologi Prognosis
Seddon Sunderland
Neurapraxia First degree • Injuri myelin dan gangguan pada axon Prognosis baik
• Hambatan konduksi karena berhentinya aliran
axoplasmik
Axonotmesis Second degree • Axon terganggu Full recovery
• Degenerasi wallerian muncul pada bagian distal
dari injuri
• Endoneural tube masih intak
• Epinerium dan perinerium intak
Third degree • Tabung neural terganggu • Prognosis buruk
• Kontuinuitas dari endoneural hilang • Bedah mungkin dibutuhkan
• Destruksi axon karena degenerasi wallerian • Jika regenerasi terjadi besar kemungkinan
synkinesis
Fourth Degree • Epinerium intak • Hasil fungsionalnya ↓ dan besar
• Perinerium, endonerium dan axon terganggu kemungkinan synkinesis
• Biasanya dibutuhkan bedah
Neurotmesis Fifth Degree • Gangguan pada axon, endoneural tube, • Dibutuhkan bedah
perinerium dan epinerium • Sedikit kemungkinan regenerasi
• Sedikit kemungkinan terbentuknya
neuroma
CEDERA SARAF

PEMBENTUKAN HEMATOMA

Jarum → trauma pada pembuluh darah intraneural → hematoma intraneural → menekan serat saraf
→ menghambat penyembuhan alami saraf.

NEUROTOKSISITAS ANESTESI
LOKAL
Alkohol pada anestesi / jarum yang ter alkohol → cedera saraf → demielinasi, degenerasi akson, &
radang serabut saraf di sekitarnya di dalam fasikula → edema endoneurial → iskemia ( ↓ suplai darah
ke jaringan)
PROSES PENYEMBUHAN SARAF

• Injuri pada saraf akan diikuti dengan degenerasi


• Edema dan debris akan terbentuk di area tesebut yang
kemudian difagosit oleh makrofag membersihkan area tsb
• Terjadi poliferasi dan aktivitas sell schwan yang tinggi
• Muncul axonal sprout di area tsb
• Mulai terbentuk axon dengan myeilin yang baru
• Jika regenerasi yang terjadi banyak gagal maka akan
terbentuk neuroma
TES SENSORIS
PENILAIAN SUBJEKTIF

VISUAL ANALOG SCALE

• Paling sederhana
• Skala lima derajat 10 cm, dengan derajat yang ditandai setiap 2,5 cm.
PENILAIAN OBJEKTIF
Level A

Mekanoseptif
Directional Mendeteksi sensasi (akson A-β dan A-α)
movement dan arah gerakan. (kiri ke
kanan/sebaliknya)
Two-point Mata tertutup → kemampuan membedakan
discrimination jarak yang bervariasi (serat A-α myelinasi)
antara dua titik ditentukan menggunakan
kaliper
PENILAIAN OBJEKTIF
Level B

Mekanoseptif
Static light Menguji stimulasi sentuhan dengan
touch menyentuh kulit secara lembut dgn
aplikator ujung kapas → mata pasien
tertutup (akson A-β aferen.)
PENILAIAN OBJEKTIF
Level C

Nosiseptif
Pin pressure (A-δ, Sensasi nyeri dg explorer tumpul
C-Fiber) Normal = sensasi + ; sisi lain –
Hipoalgesia = sensasi - ; sisi lain –
Hiperalgesia = sensai ++ ; sisi lain –
Thermal Potongan es / semprotan etil klorida (rasa
discrimination dingin) & handle kaca mulut yd dipanaskan
(warm: A-δ: cold: (43°C) (rasa panas)
C-Fibers)
Tatalaksana Cedera Saraf
Pembimbing: drg. Teuku Ahmad Arbi, Sp.BM Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Syiah Kuala

19 Juni 2019
Tata Laksana Cedera Saraf

Sebelum dilakukan perawatan terhadap cedera saraf, perlu dilakukan


pemeriksaan dan observasi. Pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan:
• Electrodiagnostic test
• Radiografi
• MRI
• Ultrasound
Perawatan Cedera Saraf

• Terapi Farmakologi
Perawatan Cedera Saraf

• Terapi Farmakologi
Perawatan Cedera Saraf

• Terapi Bedah
• Neurolysis
Tujuan : Menghilangkan jaringan rusak dari sekitar saraf
• Perbaikan langsung (end to end)
Pada cedera saraf perifer dimana diantara kedua ujung dari saraf dapat diperbaiki.
• Perbaikan dengan graft
Bila tidak mungkin dilakukannya teknik perbaikan langsung karena jarak yang terlalu besar
antara kedua segmen saraf yang tidak berfungsi (rusak)
• Transfer saraf atau neurotization
Adaptasi saraf sehat dari pemberi donor kepada penerima donor.
TERIMA KASIH Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Syiah Kuala

19 Juni 2019

Anda mungkin juga menyukai