Anda di halaman 1dari 91

BATUK

MARTIANUS
Pokok Bahasan

 Definisi Batuk
 Etiologi Batuk
 Klasifikasi Batuk
 Patofisiologi Batuk
 Terapi Batuk
• Antitusif
• Ekspektoran
• Mukolitik
• Antihistamin
 Restriksi Obat Batuk di FORNAS
 Kesimpulan dan Saran
DEFINISI BATUK

- Batuk merupakan suatu sindrom pertahanan


paru terhadap berbagai rangsangan yang ada
sebagai refleks normal yang melindungi tubuh
- ERS Guideline memberikan 2 defnisi batuk,
yaitu:
1. Batuk meliputi tiga fase kerja motorik
ekspulsif yang ditandai dengan upaya inspirasi
(fase inspirasi), diikuti oleh upaya ekspirasi
paksa terhadap pita suara yang tertutup (fase
kompresi) dan diikuti dengan pembukaan pita
suara dan aliran udara ekspirasi cepat (fase
ekspulsi).
2. Batuk merupakan manuver ekspulsif yang
dipaksa, biasanya terhadap pita suara yang
tertutup danMorice AH etdihubungkan
biasanya al. 2007 .ERS Guideline
dengan on the Assesment of cough.
ETIOLOGI
BATUK

Kung, CF. 2003.Cough: Causes, Mechanism and Therapy. 2003


KLASIFIKASI
BATUK
Berdasarkan tanda
klinis Batuk Berdahak

Klasifikasi Batuk

Batuk Kering

Berdasarkan Batuk Kronik (> 8


durasi minggu)

Klasifikasi Batuk Batuk Sub Kronik (3-8


minggu)
Batuk Akut (< 3
minggu)
PATOFISIOLOGI BATUK

1. REFLEKS BATUK
- Batuk bermula dari suatu rangsang pada reseptor batuk
- Reseptor berupa serabut saraf non mielin halus yang
terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks.
- Reseptor yang terletak di dalam rongga toraks antara lain
terdapat di laring, trakea, bronkus dan di pleura. Reseptor
ini juga ditemui di saluran telinga, lambung, hilus, sinus
paranasalis, perikardial dan diafragma.
- Reseptor akan menerima rangsangan yang nantinya
diterima oleh efektor. Mekanismenya dapat melalui
sensory maupun saraf pusat. Rangsangan dapat berupa
senyawa kimia dan mediator penyebab batuk seperti
histamine, bradykinin, prostaglandins, 5-
hydroxytryptamine,
Kung, CF. capsaicin,
2003.Cough: Causes, Mechanismtachykinins, etc
and Therapy; McCool FD, Leith
DE. 2000. Patophysiology of cough.
PATOFISIOLOGI BATUK

Komponen refleks batuk dan lokasinya:

Kung, CF. 2003.Cough: Causes, Mechanism and Therapy. 2003


PATOFISIOLOGI BATUK

REFLEKS BATUK

McCool FD, Leith DE. 2000. Patophysiology of cough.


PATOFISIOLOGI BATUK

2. MEKANISME
BATUK

McCool FD, Leith DE. 2000. Patophysiology of cough.


Penatalaksanaan Terapi

 Tujuan Terapi :
- Menghilangkan gejala batuk
- Menghilangkan penyakit/ kondisi penyebab
batuk
 Strategi Terapi :
- Menggunakan obat-obat antitusif atau
ekspektoran
- Menggunakan obat-obat sesuai dengan
penyebabnya
- Menghentikan penggunaan obat-obat penyebab
batuk
Penggolongan Obat Batuk Berdasarkan
mekanisme kerja
Obat Batuk dalam
FORNAS
RESTRIKSI PENGGUNAAN OBAT BATUK
DI FORMULARIUM NASIONAL 2016
NAMA FORNAS FORNAS FORNAS FORNAS
GOLONGAN
OBAT 2013 2014 2015 2016
Kodein 10 mg, 15
ANTI TUSIF mg, 20 mg
v v v V

N-acetyl sistein Hanya untuk 3 ampul/hari 3 ampul/hari


inhalasi 100 Hanya untuk pasien rawat inap maksimal 10 hari maksimal 10 hari
EKSPEKTORA mg/ml pasien rawat dengan
N inap dengan eksaserbasi akut
N-acetylsistein eksaserbasi akut Maksimal 10 Maksimal 10
200 mg kapsul kapsul/kasus kapsul/kasus
Klorfeniramine 4 3 tablet/hari 3 tablet/hari
v V
mg tab maksimal 5 hari maksimal 5 hari
Loratadine 10 mg 1 tablet/hari 1 tablet/hari
ANTI V V
tablet maksimal 5 hari maksimal 5 hari
HISTAMINE Setirizine tab 10 1 tablet/hari 1 tablet/hari
V V
mg maksimal 5 hari maksimal 5 hari
Setirizine syrup V v 1 botol/kasus 1 botol/kasus

-Dekstrometorpha
n
Obat Batuk di -Ambroxol
luar Fornas -GG
-OBH
-Bromhexine
RESTRIKSI PENGGUNAAN OBAT BATUK
DI FORMULARIUM NASIONAL 2016 (Cont’)

• Berdasarkan FORNAS 2013-2016 dapat diketahui bahwa


tidak ada perubahan jenis obat batuk maupun anti histamin
dari tahun 2013-2016.
• Namun di tahun 2015 terdapat perubahan dan restriksi
penggunaan untuk Asetil sistein, CTM, Loratadin, dan
Setrizin di tahun 2015.
• Dalam FORNAS, banyak obat batuk yang tidak masuk
dalam daftar oleh karena itu diperlukan studi literatur
terkait efektifitas obat terhadap gejala batuk dan keamanan
dalam penggunaanya, sehingga dapat menjadi
pertimbangan dalam pemilihan terapi bagi pasien.
Obat Batuk Antitusif
Codein
CODEINE (3-
engan menghambattransmisi tachykinergic rangsang non - adrenergiknon - kolinergik ( eNANC ) saraf melalui blokade μ - opioidreseptor di jalan napa

METHYLMORPHINE)
PROFIL
FARMAKOKINETIK:
Absorbsi : onset 30-60’ per
oral
Durasi: 4-6 jam  untuk
kasus paliatif bisa sampai 6x
sehari
Efek samping (>10%) =
konstipasi, rasa mengantuk.
Kontraindikasi : diare karena
toxin, pseudomembranous
colitis, depresi nafas.
Penggunaan pada anak
setelah tonsilectomy dan atau
adenoidectomy sleep apneu

Medscape online
EBM CODEIN
Penelitian pada batuk
kronis, tidak diteliti pada
batuk akut pada infeksi
saluran nafas.
Hasil : Dari penelitian
terhadap 57 pasien anak
hasilnya tidak ada
perbedaan yang signifikan
antara kelompok codein
dan placebo pada frekuensi
batuk maupun tingkat
gejalanya

Goldman, Ran D,MD., Codeine for acute cough in children., 2010


Penelitian terhadap 82 pasien, rata2
penurunan suara batuk, dan frekuensinya Review Penelitian terhadap 81 pasien
dari 2,0 ke 1,0 untuk perlakuan codein dewasa
maupun placebo  tidak ada perbedaan  rata2 skor batuk = 18.8
signifikan (placebo) v 17.2 (codeine),

Schroeder, Knut ., Systematic review of randomised controlled trials of over the


counter cough medicines for acute cough in adults., 2002
EBM
Dextrometorphan
Melanie et.al,. Anti-dyskinetic mechanisms of amantadine and dextromethorphan in the 6-OHDA rat model of Parkinson’s disease: role of NMDA vs. 5-
HT1A receptors. EJN. 2012. pp 1-11
Mekanisme Kerja
Profil Farmakokinetik-Farmakodinamik
Mula Kerja (Onset) 15-30 menit

Lama Kerja 3 – 6 jam

Absorpsi Diabsorpsi dengan cepat di GI tract

Distribusi Diabsorbsi sistemik dan dapat menembus BBB


dengan rentang 33-80%.
Ikatan Protein 98%

Metabolisme Di Hepar

Waktu Paruh 2-6 jam


Cont’
Waktu mencapai 2-2,5 jam
puncak
Ekskresi Urin

t ½ eliminasi 5-6 jam

ESO Nausea, drowsiness, dizziness.

Kemanan pada Kategori C


Kehamilan
Laktasi Undetermine
Regimen Terapi

Tatro. 2003. A to Z Drug Facts


Keamanan Pada Kehamilan
Efektiftas DM sebagai Antitusif
Cont’

Penggunaan Dextromethorphan selama masa kehamilan terbukti


tidak meningkatkan laju malformasi janin sehingga dapat
digunakan pada ibu hamil.

Adrienne, et.al. The Safety of Dextromethorphan in Pregnancy. CHEST. 2001. 466-469


Cough Sound Pressure Level (CSPL Cough Frequency (CF)

Tidak ada perbedaan outcome (CSPL dan CF) yang signifikan antara DMP
vs Placebo
Dextromethorphan tidak lebih superior daripada placebo
untuk mengurangi keluhan batuk pada anak
Meta Analisa Dextromethorphan
Nama Peneliti Tahun Metode Parameter Outcome Hasil
Penelitian
Korppi 1991a RCT Daily symptom score Tidak ada perbedaan score
recorded by parents frekuensi batuk maupun
including cough keparahan batuk antara
frequency and severity DXM dan plasebo. ESO
on a kedua kelompok tidak
scale from 0 to 3 berbeda signfikan.

Lee 2000 RCT Cough frequency Tidak ada perbedaan


recordings, cough antara kelompok kontrol
sound pressure levels, dan perlakuan.
questionnaire on cough
severity
(scale from 0 to 3)
Paul 2004 RCT Cough frequency score DXM tidak lebih efektif
on a 7-point scale. Sleep untuk menurunkan
disturbance in children frekuensi batuk dan
and their parents. meningkatkan kualitas tidur
Composite 5-item oarng tua dan anak
symptom score dibandingkan dg plasebo
(10.06 vs 10.85).
Bhattacharya 2012 RCT Cough frequency score; Tidak ada perbedaan
child’s sleep score; signifikan terkait score
parental sleep score; composite symptomp
post-tussive vomiting antara DXM dg plasebo (4.6
score; composite score vs 5.0). ESO (pusing, mual,
of the above and rasa tdk nyaman di GI)
adverse effects yang ditimbulkan DXM lebih
besar daripada plasebo
(34% vs 5%)

Efektifitas DXM sebagai antitusif tidak lebih superior dibanding


plasebo . ESO yang ditimbulkan juga lebih besar dibandingkan
plasebo.
Kontraindikasi Penggunaan DXM

DXM tidak digunakan pada batuk


kronis, seperti:
1.Emfisema
2.Asma
Emfisema merupakan suatu kondisi yang
dikarakterisasi oleh kerusakan alveoli akibat
inflamasi kronis yang umumnya disebabkan
paparan asap rokok. Kondisi inflamasi ini akan
memicu produksi mukus yang dapat merangsang
reflek batuk untuk mengeluarkan mukus yang
menyumbat di saluran nafas.

Ramos, et.al. Clinical Issue of Mucus Accumulation in COPD. International Journal of COPD.
2014..Fauci et.al., 2009. Harrison’s: Principal of Internal Medicine
Paparan alergen pada penderita asma akan memicu hipersekresi mukus sehingga
merangsang refleks batuk.

Fauci et.al., 2009. Harrison’s: Principal of Internal Medicine


EFEK PENGGUNAAN DXM PADA KONDISI
EMFISEMA
Dextromethorphan Abuse
Sejak tahun 2013, BPOM secara resmi menarik sediaan
yang berisi dextromethorphan tunggal dari pasaran.
DXM merupakan obat OTC dengan harga yang murah dan
dapat dibeli dengan mudah. Hal ini menjadi faktor
pendukung terjadinya penyalahgunaan.
Pada dosis > 120 mg atau 2 mg/kgBB (5-10 x dosis
terapi), efek yang ditimbulkan menyerupai efek ketamin
(PCP) yaitu:

out-of-thebody dreamy state, disorientation,


depersonalization, confusion, somnolence or stupor,
impaired coordination, agitation, distortions of motion or
speech, and dissociative anesthesia.
Dextromethorphan Abuse
 Sejak tahun 2013, BPOM secara resmi menarik sediaan yang
berisi dextromethorphan tunggal dari pasaran karena memiliki
efek sedatif-hipnotik dan banyak disalahgunakan (BPOM RI No.
HK.04.1.35.06.13.3534. 2013)

 DXM merupakan obat OTC dengan harga yang murah dan dapat
dibeli dengan mudah. Hal ini menjadi faktor pendukung terjadinya
penyalahgunaan (Bryner, J.K, et.al., 2006).

 DXM juga tidak masuk dalam Formularium Nasional

 Pada dosis > 120 mg atau 2 mg/kgBB (5-10 x dosis terapi), efek
yang ditimbulkan menyerupai efek ketamin (PCP)  antagonis
reseptor NMDA yaitu:
out-of-thebody dreamy state, disorientation, depersonalization,
confusion, somnolence or stupor, impaired coordination, agitation,
distortions of motion or speech, and dissociative anesthesia.
Dextromethorphan Abuse (Cont’)
5 Mekanisme Kerja DXM yang menimbulkan efek
Stimulan :

1. NMDA receptor channel blocker


2. Sigma-1 receptor agonist
3. Calcium channel blocker
4. Serotonin reuptake inhibitor
5. Nicotinergic antagonist
Efek Dosis
terhadap Perubahan Perilaku
Kesimpulan
 Evidence Based Medicine DMP
sebagai antitusif masih sangat lemah,
tidak lebih superior dibanding
plasebo. Oleh karena itu, DMP tidak
masuk dalam daftar antitusif yang
ada di dalam Formularium Nasional.
 Risiko abuse lebih besar
dibandingkan dengan efektifitasnya
sebagai antitusif, sehingga DMP
tidak lagi diedarkan dalam bentuk
tunggal.
Obat Batuk
Ekspektoran
Guaifenesin/ GG
GUAIFENESIN
Glyceryl Guaiacolate; Glycerylguayacolum; Guaiacol Glycerol
Ether; Guaiacyl Glyceryl Ether; Guaifenesiini; Guaifenesina;
Guaïfénésine; Guaifénésine; Guaifenesinum; Guaiphenesin;
Guajacolum
Glycerolatum; Gvajfenezin; Gvajfenezinas. (RS)-3-(2-
Methoxyphenoxy)propane-1,2-diol.

Meningkatkan efektifitas hidrasi saluran pernapasan,


Mempertahankan lapisan sol yang diperlukan untuk
siliaris clearance
Menurunkan viskositas lendir
Sehingga lebih memudahkan penghapusan dengan proses
pembersihan alami.
 Granul: 200 hingga 400 mg setiap 4 jam sesuai kebutuhan; maksimum:
2.400 mg / 24 jam
 Extended release Tablet: 600 mg sampai 1.200 mg setiap 12 jam sesuai
kebutuhan; maksimum: 2.400 mg / 24 jam
 Immediatereleasetablet: 200 hingga 400 mg setiap 4 jam sesuai
kebutuhan; maksimum: 2.400 mg / 24 jamLiquid: 200 hingga 400 mg
setiap 4 jam sesuai kebutuhan; maksimum: 2.400 mg / 24 jam

 Cair
 Anak 2 tahun untuk <4 tahun: Data yang terbatas yang tersedia: 50 sampai 100 mg
setiap 4 jam sesuai kebutuhan; Maksimum:600 mg / 24 jam (Kliegman, 2007)
 Anak 4 tahun untuk <6 tahun: 50 sampai 100 mg setiap 4 jam sesuai kebutuhan;
maksimum: 600 mg / 24 jam
 Anak-anak 6 tahun ke <12 tahun: 100 sampai 200 mg setiap 4 jam sesuai
kebutuhan; maksimum: 1.200 mg / 24 jamAnak-anak ≥12 tahun dan Remaja: 200
hingga 400 mg setiap 4 jam sesuai kebutuhan; maksimum: 2.400 mg / 24jam
 Granul:
Anak 4 tahun untuk <6 tahun: 100 mg setiap 4 jam sesuai
kebutuhan; maksimum: 600 mg / 24 jam
Anak-anak 6 tahun ke <12 tahun: 100 sampai 200 mg setiap 4
jam sesuai kebutuhan; maksimum: 1.200 mg / 24 jam
Anak-anak ≥12 tahun dan Remaja: 200 hingga 400 mg setiap 4
jam sesuai kebutuhan; maksimum: 2.400 mg /
24jamDiperpanjang rilis tablet: Anak-anak ≥12 tahun dan
Remaja: 600 mg sampai 1.200 mg setiap 12 jam sesuai
kebutuhan;maksimum: 2.400 mg / 24
jamImmediatereleaseTablet: Anak-anak ≥12 tahun dan Remaja:
200 hingga 400 mg setiap 4 jam sesuai kebutuhan; maximum:
2,400 mg/24 jam
• Ketidaknyamanan pada pencernaan, mual, dan muntah terutama
pada dosis besar
• Ditemukan batu di urine akibat penggunaan GG dalam jumlah
besar. Batu di urine juga ditemukan pad penggunaan kombinasi
GG dan Ephedrine Sweetman, 2009; www.UpToDate.Com

• Kategori pada ibu hamil : C


• Penggunaan obat pada Ibu Menyusui : Jumlah obat yang
terdistribusi dalam ASI belum diketahui sehingga
penggunaannya harus hati-hati
Dalam hasil penelitian yang menggunakan metode RCT,
dikemukakan bahwa tidak adanya perubahan viscoelasticity
karena efek ekspektoran ataupun mukolitik pada Glyceril
Guaiakolat atau guaifenesin dibandingkan dengan placebo.

(Hoffer-Schaefer. 2014. Guaifenesin Has No Effect On Spuctum Volume or


Sputum Properties in Adolescents and Adults With Acute Respiratory Tract
Infections. Respiratory Care)
OBH
 Tiap 5 ml (1 sendok teh) mengandung:
 Succus Liquiritae ekstrak tanaman akar manis (Glycyrrhiza
glabra) 166,66 mg
 Ammonium Chlorida 100 mg
 Ammonium Anisi Spir 100 mg
 Cara Kerja Obat:
 Sebagai ekspektoran (pengencer dahak) pada gangguan batuk.
 Kontraindikasi:
 Penderita dengan gangguan fungsi hati dan ginjal.
 Dosis:
 Dewasa: 1 sendok makan (15 ml) 1 – 4 x sehari
 Anak: 1 sendok teh (5 ml) 1 – 4 x sehari
 Amonium klorida digunakan sebagai ekspektoran pada obat batuk.
Aksi ekspektorannya disebabkan aksi iritatifnya pada mukosa
bronchiale. Ini akan menyebabkan produksi lendir secara berlebihan
yang lebih memudahkan batuk

Gerald G; 2011, Drugs in Pregnancy and Lactation: A Reference Guide to Fetal and Neonatal
 Nama lain                            : Akar manis, Liquiritae Radix
 Nama tanaman asal              : Glycyrrhiza glabra varietas typical, Glycyrrhiza
glabra, varietas glandulifera dan jenis Glycyrrhiza lainnya
 Keluarga                               : Papilionaceae
 Zat berkhasiat utama / isi    : Glysirisin dengan kadar 5-10 %, yaitu garam K dan
Ca dari asam glisirizat (zat ini 50 x lebih manis dari gula tebu), pati,
gula, asparagin
 Penggunaan                         : Antitusiv, Akar dalam bentuk serbuk sebagai
pengisi/pembalut pil, Ekstrak untuk pewangi tembakau dan campuran
obat batuk
 Pemerian                             : Bau khas lemah, rasa manis
 Bagian yang digunakan       : Akar dan batang dibawah tanah
 Jenis-jenisnya                      : Glycyrrhiza glabra varietas typical berasal dari
Spanyol, Glycyrrhiza glabra varietas glandulifera berasal dari Rusia
 Penyimpanan                       : Dalam wadah tertutup baik
 Keterangan lain                   : Yang belum dikupas berwarna coklat kekuningan
atau coklat tua, berkeriput memanjang kadang – kadang terdapat tunas
kecil dan daun sisik yang tersusun melingkar.
EBM
Licorice has held claim for therapeutic use for fevers, liver
ailments, dyspepsia, gastric ulcers, sore throats, asthma,
bronchitis, Addison’s disease and rheumatoid arthritis and
has been used as a laxative, antitussive and expectorant
Obat Batuk Mukolitik
Asetil Sistein
Asetil sistein
 Kelas farmakologi : Mucolytic Agent
 Mekanisme kerja :
 sebagai mukolitik : melalui gugus sulfhydril yang merusak ikatan
disulfida pada mukoprotein sehingga menurunkan kekentalan mukosa
 Bersifat sebagai oksigen scavenger terhadap radikal bebas
 FK dan FD :
 Distribusi 0.47 L/kg
 Protein binding: 83%
 Half life elimination: Adults: 5.6 hours; Newborns: 11 hours
 Waktu puncak plasma : oral: 12 jam
 Eksresi : Urine

Lacy, et al., 2016. Drug Information


Handbook
Lexicomp, 2016
Indikasi Mukolitik pada pasien dengan sekresi mukus kental/abnormal
pada penyakit bronkopulmoner akut/kronik, komplikasi pulmoner
pada operasi dan cystic fibrosis, antidotum untuk keracunan
paracetamol
Dosis Kapsul : dewasa & anak >14 th  1 kap 2-3 x sehari; 6-14 th 1
kap 2x sehari.
Granul dewasa 200 mg 2-3 x sehari. Anak  100 mg 2-4 x sehari. 
Sirup kering  10 mL 2-3 x sehari.  Anak  5 mL 2-4 x sehari
Lama terapi 5-10 hari
Efek samping gangguan gastrointestinal ringan, reaksi hipersensitivitas atau
alergi seperti urtikaria dan bronchopasme. 
Kontra indikasi Hipersensitivitas terhadap asetils sistein

Perhatian Dapat meningkatkan sekresi bronkus, pasien juga harus memiliki


kemampuan/respon batuk yang adekuat untuk mengeluarkan
sekret.
Jika tidak, lakukan suction
Interaksi obat Mukolitik dan antitusif  antitusif akan menekan batuk sehingga
sekret sulit dikeluarkan
Lacy, et al., 2016. Drug Information
Handbook
Medscape Online
www.drugs.com
Kategori Pada Ibu Hamil Menurut
FDA : B
Pada hewan tidak teratogen
Data-data yang ada menunjukkan bahwa obat tidak
mempengaruhi janin
Tidak diketahui apakah obat dieksresikan pada ASI

Lacy, et al., 2016. Drug Information Handbook


Medscape Online
www.drugs.com
EBM
N-asetil sistein dapat memperbaiki fungsi paru pada
pasien dengan penyakit paru kronis, termasuk COPD;
benefit terutama didapatkan dari aktivitas antioksidan
Penggunaan N-asetilsistein mengurangi angka re-
hospitalisasi pada pasien COPD hingga 30%,namun
tidak mengubah luaran eksaserbasi pada COPD.

Millea et al., 2009. N-Acetylcysteine: Multiple Clinical Applications. American Family


Physician Vol 80 No 3
Millea et al., 2009. N-Acetylcysteine: Multiple Clinical Applications. American Family
Physician Vol 80 No 3
Ambroxol
 Kelas terapi: Mukolitik
 Dosis: 30-120 mg terbagi 2-3 dosis
 Kontraindikasi: tidak ada, namun perhatian untuk
kehamilan hindari penggunaan pada trimester pertama
 ESO: GIT tidak nyaman namun ringan
 Farmakokinetik
Vd: 560 L dengan akumulasi di paru 17x lebih banyak
daripada di darah.
Bioavailibilitas: 79% dari dosis oral.
Absorbsi: cepat dengan Tmax 1,6 jam
Ikatan protein: 90%
Metabolisme: fase 1
Farmakologi
Ekspektoran: Meningkatkan sekresi musin dan/atau hidrasi mukus.
 Pada beberapa penelitian menggunakan hewan, ambroksol dose-
dependently me↑kan sekresi bronkial , sekresi glikoprotein
mukus. Serta menstimulasi aktivitas siliar.
 Kelebihan ambroksol adalah dapat mengaktivasi sistem
surfaktan paru-paru. Surfaktan berfungsi sebagai faktor antiglue
di alveolus dan bronkus, mencegah sekresi menempel pada
dinding bronkial, memfasilitasi transpor mukus. Ambroksol
menstimulasi produksi surfaktan tipe 2 dalam alveolar

(Malerba & Ragnoli, 2008. Ambroxol in the 21st century: pharmacological and clinical
update. Drug evaluation)
EBM
 Penelitian jangka pendek menyimpulkan ambroksol efektif untuk ekspektorasi,
melegakan tenggorokan, menurunkan volume dan kekentalan sputum, dan menurunkan
angka non-responder (Malerba & Ragnoli, 2008)
Anti Histamin
HISTAMIN
Histamin merupakan
messenger kimiawi yg memerantarai daerah respon seluler yg luas,
termasuk reaksi alergi dan peradangan, sekresi asam lambung, dan
kemungkinan neurotransmisi bagian otak
Efek Histamin
 Sistem saraf : stimulant ujung saraf sensoris yg kuat ( rasa gatal, nyeri)
 Sistem kardiovaskuler : vasodilator, edema
 Otot polos bronkioli : bronkokonstriksi
 Otot polos gastrointestinal : kontraksi otot polos usus
Kulit : Dilatasi & peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan protein &
cairan bocor ke dalam jaringan. Di kulit menyebabkan urtikaria
 Jaringan sekretorik : peningkatan produksi mucus bronkus dan nasal,
menyebabkan gejala2 pernafasan (H1) stimulant kuat sekresi asam lambung (H2)

Histamin tidak mempunyai kegunaan klinik, tetapi obat yang dapat


mempengaruhi efek histamin (Anti Histamin) penting pd penggunaan klinik

(Katzung, et al. 2015. Basic and Clinical Pharmacology 12th Edition. McGrawHill)
Subtipe Reseptor Histamin

(Katzung, et al. 2015. Basic and Clinical Pharmacology 12th Edition. McGrawHill)
Golongan Antihistamin

(Katzung, et al. 2015. Basic and Clinical Pharmacology 12th Edition. McGrawHill)
Diphenhidramin
Difenhidramin
 Kelas farmakologi : Anti histamine H1, first generation
 Mekanisme kerja : secara kompetitif memblokade histamine pada reseptor H1 di
saluran gastrointestinal, pembuluh darah dan saluran pernafasan (Lacy, 2016).
 FK dan FD :
 Onset of action : 1 – 3 jam
 Lama kerja : 4 – 7 jam
 Distribusi : Vd = 3 – 22 L/kp
 Ikatan protein : 78%
 Metabolisme : dimetabolisme di hepar , signifikan first pass effect
 Bioavailabilitas oral : ~40% to 70%
Lacy, et al., 2016. Drug
 t ½ eliminasi : 2 10 jam Information Handbook
 Ekskresi : Urin (obat utuh)
 Dosis dewasa sbg antitusif Ora l : 25 mg tiap 4 jam ; maximum 150 mg/24 jam
Kategori pregnancy and lactation
Difenhidramin

Meskipun difenhidramin aman digunakan selama kehamilan, namun tidak


disarankan digunakan pada masa menyusui karena dapat terdistribusi ke dalam ASI
(Lacy, 2016)
Chlorpheniramin
Maleat
Merupakan golongan antagonis histamin 1
generasi pertama, bekerja sebagai kompetitor
histamin pada reseptor histamin 1 pada sel
efektor di saluran gastrointestinal, pembuluh
darah dan saluran pernafasan (Lacy, 2016).

Efek samping yang umum adalah sedasi dan efek


antikolinergik seperti mulut kering, penglihatan kabur,
konstipasi, dan retensi urin.
Sumber : A del Cuvillo et
al.2006.Comparative
pharmacology of the H1
antihistamines. J Investig
Allergol Clin Immunol
Sumber : Kar, et al., 2012. Pada ibu menyusui, chlorpeniramine maleat
A review of antihistamines tidak direkomendasikan untuk digunakan
used during pregnancy.
Journal of Pharmacology karena ekskresi dalam ASI tidak
and diketahui(Lacy, 2016)
Loratadine
Loratadin
 Kelas farmakologi : Anti histamine H1, second generation
 Mekanisme kerja : secara kompetitif memblokade histamine pada
reseptor H1
 FK dan FD :
 Onset of action : 1 – 3 jam
 Lama kerja : > 24 jam
 Absorbsi : cepat
 Distribusi : dalam jumlah tertentu dapat terdistribusi di ASI
 Metabolisme : dimetabolisme di hepar oleh CYP2D6 dan
Lacy, et al.,3A4
2016. Drug
Information Handbook
 t ½ eliminasi : 12 15 jam
 Ekskresi : Urin (40%) , dan fesces (40%)
Kategori pregnancy and lactation Loratadin

 Penelitian pada hewan mengungkapkan tidak ada efek teratogenik. Namun, tidak ada
data penelitian pada kehamilan manusia. Loratadin hanya direkomendasikan untuk
digunakan selama kehamilan ketika manfaat lebih besar daripada risiko.
 Meskipun loratadin aman digunakan selama kehamilan, namun tidak disarankan
digunakan pada masa menyusui karena loratadin dapat terdistribusi ke dalam ASI (Lacy,
2016)
Cetrizine
Merupakan golongan
antihistamin 1 generasi
kedua yang memiliki
mekanisme kerja sama
dengan antihistamin
lainnya.

Antihistamin golongan
ini memiliki indeks
terapeutik dan selektifitas
yang tinggi.
A del Cuvillo et al.2006.Comparative pharmacology of the H1
antihistamines. J Investig Allergol Clin Immunol
Pada ibu menyusui, cetrizine tidak direkomendasikan
untuk digunakan karena dapat masuk ke dalam ASI
(Lacy, 2009)
Kar, et al., 2012. A review of antihistamines used during
pregnancy. Journal of Pharmacology and
Bolser, C.D. 2008. Older-Generation Antihistamines and Cough Due
to UpperAirway Cough Syndrome (UACS): Efficacy and
Mechanism.Lung.
Nama Desain dan Judul Tahun Kesimpulan Hasil
Peneliti Penelitian Penelitian Penelitian

AAFP Practice Guidelines 2007 Jika batuk yang dialami


Cough: Diagnosis and disebabkan oleh common
Management. American cold maka penggunaan
Family Physician antihistamin generasi
pertama dengan
dekongestan
direkomendasikan
Bolser, Older-Generation 2008 Antihistamin generasi awal
C.D. Antihistamines and (pertama)
Cough Due to Upper direkomendasikan sebagai
Airway Cough terapi batuk yang
Syndrome (UACS): disebabkan oleh upper
Efficacy and airway cough syndrome
Mechanism. Lung. (UAPS).
Nama Desain dan Judul Tahun Kesimpulan Hasil Penelitian
Peneliti Penelitian Penelitian

Huliraj, N. Diagnosis and 2014 ACCP merekomendasikan


Management of Dry penggunaan kombinasi
Cough: Focus on Upper antihistamin generasi
Airway Cough Syndrome pertama dengan dekongestan
and Postinfectious Cough. untuk mengatasi batuk kronis
Respiratory Infection. yang disebabkan oleh upper
airway cough syndrome
(UAPS).
Irwin, et al. The Diagnosis And 2013 Pada common cold, antagonis
Treatment Of h1 generasi pertama mungkin
berguna, namun antagonis h1
nonsedatif kemungkinan tidak
efektif.
Pada rhinitis, dapat digunakan
antagonis h1 oral.
Nama Desain dan Judul Tahun Kesimpulan Hasil Penelitian
Peneliti Penelitian Penelitian

Smith, Over-the-counter 2014 Antihistamin tidak menunjukkan


et al. (OTC) medications lebih efektif dari placebo dalam
for acute cough in megatasi gejala batuk. Berdasarkan
children and adults studi yang dilakukan pada 250
in community subjek dengan pemberian
settings (Review). terfenadine 60 mg dua kali sehari,
The Cochrane menunjukkan tidak perbedaan yang
Library.
signifikan secara statistik dengan
placebo
Kesimpulan dan Saran
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai