Anda di halaman 1dari 11

TUGAS KELOMPOK PENDIDIKAN PANCASILA

Nama/Nim:
-Kazu Rafael Adrey(2101155)
-Wahyu Wahli Walef(2101154)
-Willdeleps Takentje(2101158)
-Wulan Sari Ayu(2101161)
.
-Muhammad Ronaldo(2101169)
Dinamika Dan Tantangan Identitas
Nasional Dalam Bidang
Pekerjaan(Perminyakan)
Pengertian dinamika adalah sebuah pergerakan atau perubahan yang terjadi pada suatu hal yang
menyebabkan sebuah dampak tertentu. Tantangan adalah suatu hal yang tanpa diadakan akan ada dengan
sendirinya yang harus disikapi.
Secara historis, khususnya pada masa embrionik, identitas nasional Indonesia ditandai ketika munculnya
kesadaran rakyat Indonesia sebagai bangsa yang sedang dijajah oleh asing pada tahun 1908 yang dikenal
dengan masa kebangkitan nasional (bangsa). Ini lah permulaan terbentuknya identitas nasional dalam bentuk
kesadaran.

Kemudian, tergerak dari berdirinya Boedi Oetomo, 20 Mei 1908, banyak kelompok- kelompok
masyarakat merasakan hal yang sama dan mulai mendirikan perkumpulan-perkumpulan yang secara tidak
langsung menonjolkan identitas nasional, seperti kongres kebudayaan 1 di Solo pada tahun 1918, namun
terbatas hanya mengenalkan budaya Jawa saja. Namun, kongres kebudayaan pertama itu menggerakkan
kelompok-kelompok penggiat suku budaya dari daerahnya masing-masing membentuk kongres-kongres serupa,
misalnya kongres bahasa Sunda yang digelar di Bandung tahun 1924, Kongres Bahasa Indonesia yang digelar
di Solo tahun1938. Peristiwa-peristiwa yang menyebut “dirinya” kongres dan kebahasaan telah memberikan
dampak positif dalam menyebarluaskan identitas nasional ke seluruh penjuru.
Secara hukum internasional
identitas nasional bangsa Indonesia
dikukuhkan dengan Soekarno-Hatta
memproklamirkan kemerdekaan
Bangsa Indonesia. Diawali dengan
pengakuan oleh Mesir sampai saat ini
semua Negara mengakui adanya
NKRI.
Sebelum masuk ke pembahasan, identitas
nasional yang akan dibahas pada poin
“tantangan identitas nasional” ini adalah
Pancasila. Pancasila merupakan konsensus
pemimpin-pemimpin yang mewakili suku,
agama, ras, dan adat istiadat yang ada di
Indonesia dan merupakan identitas nasional
yang sudah tidak bisa ditolak dengan cara
apapun. Tantangan yang dihadapi terkait
dengan Pancasila telah banyak mendapat
tanggapan dari sejumlah pakar. Kami setuju
dengan pendapat Azyumardi Azra (Tilaar,
2007), menyatakan bahwa saat ini Pancasila
sulit dan dimarginalkan di dalam semua
kehidupan masyarakat Indonesia karena: (1)
Pancasila dijadikan kendaraan politik; (2)
adanya liberalisme politik; dan (3) lahirnya
desentralisasi atau otonomi daerah. Ketiga
poin diatas, saat ini sudah sangat terlihat,
bahkan secara terang-terangan. Hanya saja
pemikiran masyarakat sudah “mulai
beradaptasi” dengan hal-hal tersebut.
Sehingga, mereka mewajarkan hal itu dan
hanya mementingkan diri sendiri.
Tantangan selanjutnya adalah Pancasila sudah luntur dari jati diri setiap individu masyarakat Indonesia, terutama
kalangan muda/i. Sebagian besarnya, secara tidak langsung, muda/i Indonesia telah dijajah oleh handphone di
genggamannya sendiri. Dari sana, terdapat banyak sekali video, foto, atau teks yang berdampak bagi pemikiran
seseorang, tergantung kepada bagaimana orang tersebut menyikapinya. “yah, sudah biasa”. Nah, kalimat inilah yang
menjadi bukti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sudah luntur dari jati diri individu-individu
Indonesia.
Dalam sila ke-4 sudah jelas bahwa “kerakyatan yang dipimpin dalam hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan” maksudnya adalah masyarakat harus memiliki pemikiran kritis untuk dijadikan
bahan diskusi agar mencapai mufakat bukan kemudian pasrah, terima apa adanya, dan hanya mengikuti
sebuah penyimpangan yang sudah berjalan sejak lama. Perjuangan mempertahankan, memperkokoh, dan
menyebarluaskan identitas nasional yang dibangun sejak 1908, belakangan ini mulai pudar. Masyarakat lebih
bangga berbelanja produk asing, menyanyikan lagu-lagu asing, berbicara menggunakan bahasa asing, dan lain
sebagainya.
Pasti sebagian dari kalian sekarang bergumam “apa sih? Itu hak masing-masing orang kali”. Betul,
semua itu adalah hak masing-masing orang, tapi bukankah kita memiliki kewajiban yang diatur
dalam pasal 27 ayat (3)? “Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan
Negara”. Usaha pembelaan Negara menurut Dirjen Potensi Pertahanan, Kemhan RI, dalam
kemhan.go.id- bukan hanya melalui peperangan, akan tetapi dapat ditunjukkan melalui perilaku-
perilaku dan sikap yang sesuai dengan kerangka ideologis dan konstitusional bangsa Indonesia untuk
mengisi kemerdekaan. Mengisi kemerdekaan, juga merupakan salah satu bentuk usaha pembelaan
Negara. Banyak sekali perilaku yang dapat mencerminkan tafsir bela Negara menurut Dirjen Potensi
Pertahanan, Kemhan RI, dalam kemhan.go.id, salah satunya adalah mencintai karya bangsa
Indonesia, seperti produk-produk pakaian, suku dan budaya lokal, dan masih banyak lagi. Itu semua
sepertinya bukan hal-hal yang memalukan untuk digunakan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari dalam bermasyarakat, bergaul, berbangsa, dan bernegara.
Permasalahan-permasalahan terkait identitas nasional di atas adalah hal-hal yang menjadi tanggung jawab
kita sebagai warga Negara. Belakangan ini, sudah banyak orang yang angkat bicara terkait tantangan
identitas nasional. Hal ini disebabkan karena globalisasi di bidang teknologi, informasi dan komunikasi.
Masyarakat sangat mudah mengangkat sebuah masalah dan “melaporkan”-nya di sosial media. Nah, ini lah
“asing” yang seharusnya kita banggakan, berupa teknologi, informasi, dan komunikasi tadi untuk kita
berdayakan mempertahankan, memperkokoh, dan menyebarluaskan identitas nasional bangsa Indonesia .
Hal-hal yang bisa dilakukan di sosial media untuk mempertahankan, memperkokoh, dan menyebarluaskan identitas nasional
dalam pekerjaan (Perminyakan).

1.Mengunggah sebuah permasalahan yang berkaitan dengan dunia pekerjaan(Perminyakan) untuk dijadikan pemantik dan
bahan diskusi dengan warga dunia maya.

2.Mengajak teman sosial media untuk membuat projek tentang pekerjaan(Perminyakan), seperti memvideokan tentang dunia
pekerjaan di bidang perminyakan, menggelar siaran tentang kebahasaan, dan lain sebagainya.

3.Menjadi influencer dalam hal mempertahankan, memperkokoh, dan menyebarluaskan identitas dalam dunia
pekerjaan(Perminyakan)
TERIMA
KASIH
Jika ada pertanyaan dari teman-teman
Dipersilahkan.

Anda mungkin juga menyukai