Anda di halaman 1dari 21

Audit Hukum Eksekutif

DR. YOVITA ARIE MANGESTI, SH. MH, CLA


GAGASAN DASAR
• Kepatuhan hukum terhadap peraturan perundang-undangan sebagai
dasar pelaksanaan tugas dan fungsi dapat menjadi dasar bagi
terwujudnya prinsip good governance, yang telah menjadi komitmen
penyelenggaraan pemerintahan

• Audit Hukum dapat diberikan pengertian sebagai kegiatan


pemeriksaan atas kepatuhan hukum suatu instituisi publik
(pemerintah), baik yang akan dilakukan maupun yang sudah
dilakukan.
• Audit Hukum institusi pemerintah merupakan uji kepatuhan hukum
terhadap pelaksanaan/penggunaan kewenangan oleh badan/pejabat
pemerintah yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan kewenangan inilah yang selanjutnya disebut sebagai
perbuatan hukum pejabat pemerintahan atau perbuatan pemerintah.
FUNGSI PEMERINTAHAN
a) fungsi pemerintahan (kegiatan memerintah),
b) sebagai “organisasi pemerintahan”, yaitu kumpulan dari satuan-
satuan organisasi pemerintahan. Fungsi pemerintahan dapat dijelaskan
setidak-tidaknya merupakan kekuasaan yang berda di luar kekuasaan
perundang-undangan dan fungsi peradilan.

Pengertian ini sedasar dengan pengertian bestur di Belanda, yaitu


merupakan kekuasaan yang berada diantara kekuasaan regel geving
(pembentukan undang-undang) dan kekuasaan rechtspraak (kekuasaan
mengadili).
PRINSIP AUDIT EKSEKUTIF
• Audit Hukum sektor publik seringkali tidak fair, sebab eksekutif
menilai dirinya sendiri dan dipertanggungjawabkan pada dirinya
sendiri juga.
• Audit Hukum dilakukan oleh institusi atau pihak eksternal netral, dan
yang memiliki sertifikasi sebagai auditor yang memiliki kapasitas dan
kapabilitas untuk melakukan audit.
• Pertanggungjawaban hasil Audit Hukum terhadap masyarakat setidak-
tidaknya dilakukan terhadap lembaga perwakilan rakyat, dalam hal ini
DPR
• Audit Hukum pemerintahan mencakup audit keuangan dan audit
operasional.
• Audit Hukum terhadap keuangan terkait dengan penggunaan dana
oleh pemerintah, dan audit keuangan
• Selama ini laporan audit oleh auditor BPKP belum dilengkapi dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan ataupun Standar Akuntansi Sektor
Publik yang sesuai.
Audit Hukum Terhadap Presiden dan
Wakil Presiden
• Dalam system ketatanegaraan Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden
merupakan satu paket. Presiden memiliki 2 (dua) kedudukan, yaitu
sebagai kepala pemerintahan dan sebagai kepala negara. Dalam
kedudukannya sebagai kepala pemerintahan diatur di dalam
ketentuan Pasal 4 UUD NRI Tahun 1945, yang dirumuskan:
• Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
• Dalam melaksanakan kewajibannya Presiden dibantu satu
orang wakil Presiden.

• Presiden tidak hanya sebagai kepala pemerintahan, tetapi juga
sebagai kepala negara. Kedudukan Presiden sebagai kepala negara ini
dapat dilihat pada ketentuan Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13,
Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 UUD NRI Tahun 1945.
• Audit Hukum terhadap eksekutif di tingkat pusat meliputi uji
kepatuhan hukum Presiden dan Wakil Presiden, dan Menteri.
Sedangkan uji kepatuhan hukum eksekutif di daerah merupakan uji
kepatuhan hukum terhadap pejabat eksekutif di daerah, khususnya
terhadap Gubernur, Bupati/Walikota
uji kepatuhan eksekutif meliputi:
1. Penyelenggara Negara, meliputi:
• a. Jenis dan status hukum kekayaan Negara, termasuk hutang dan
piutang;
• b. Asal perolehan harta kekayaan negara; dan
• c. Dasar perolehan dan penghapusannya.
2. Swasta (korporasi), meliputi:
• a. Neraca;
• b. Perhitungan laba rugi;
Audit Hukum Presiden dan wapres meliputi
kewenangan dan hak yang terdiri atas :
• 

•“…kewenangan kekuasaan pemerintahan menurut UUD “[Pasal 4 (1) UUD


•“…memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertim-bangan DPR” [Pasal
NRI Tahun 1945];
14 (2) UUD NRI Tahun 1945];
•“…hak mengajukan RUU kepada DPR” Pasal 5 (1) UUD NRI Tahun 1945];
•“…memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan
•“…menetapkan peraturan pemerintah” [Pasal 5 (2) UUD NRI Tahun 1945]; UU” [ Pasal 15) UUD NRI Tahun 1945];
•“…memegang teguh UUD dan menjalankan segala UU dan peraturannya •“…membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas mem-berikan nasihat dan
dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa ”[Pasal 9 pertimbangan kepada Presiden” [Pasal 16 UUD NRI Tahun 1945];
(1) UUD NRI Tahun 1945]; •Tentang pengangkatan dan pemberhentian menteri-menteri [Pasal 17 (2) UUD NRI
•“…memegang kekuasaan yang tertinggi atas AD, AL, dan AU” ”[Pasal 10 (1) Tahun 1945];
UUD NRI Tahun 1945]; •Tentang pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR [Pasal 20
•“…dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian (2) UUD NRI Tahun 1945] serta pengesahan RUU [Pasal 20 (4) UUD NRI Tahun 1945];
dan perjanjian dengan negara lain” [Pasal 11 (1) UUD NRI Tahun 1945]; •Tentang hak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti UU dalam
•“…membuat perjanjian internasional lainnya… dengan persetujuan DPR” kegentingan yang memaksa [Pasal 22 (1) UUD NRI Tahun 1945];
[Pasal 11 (2) UUD NRI Tahun 1945]; •Tentang pengajuan RUU APBN untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan
•“…menyatakan keadaan bahaya” (Pasal 12 UUD NRI Tahun 1945); pertimbangan DPD [Pasal 23 (2) UUD NRI Tahun 1945];
•“…mengangkat duta dan konsul” [Pasal 13 (1) UUD NRI Tahun 1945]. •Tentang peresmian keanggotaan BPK yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan
Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR pertimbangan DPD [Pasal 23F (1) UUD NRI Tahun 1945];
[Pasal 13 (2) UUD NRI Tahun 1945]; •Tentang penetapan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan
•“…menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan disetujui DPR [Pasal 24A (3) UUD NRI Tahun 1945];
pertimbangan DPR”[Pasal 13 (3) UUD NRI Tahun 1945]; •Tentang pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial dengan
•“…memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertim-bangan persetujuan DPR [Pasal 24B (3) UUD NRI Tahun 1945];
MA” [Pasal 14 (1) UUD NRI Tahun 1945]; •Tentang pengajuan tiga orang calon hakim konstitusi dan pene-tapan sembilan orang
anggota hakim konstitusi [Pasal 24C (3) UUD NRI Tahun 1945].
Audit Hukum Kepala Daerah

• Undang-Undang Otonomi Daerah (Undang-Undang Nomor 22 Tahun


1999, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan terakhir diganti
dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan daerah, dengan perubahannya)
• Keluasan wewenang penyelenggaraan fungsi pemerintahan di daerah
ini tentunya tidak dimaknai sebagai keluasan tanpa batas, sebab
kewenangan tersebut diberikan berdasarkan undang-undang

• Audit hukum kepala daerah, meliputi: pelaksanaan kompetensi atau
kewenangan, baik wewenang atributif, wewenang delegatif, maupun
wewenang mandat.
• Audit Hukum terhadap penggunaan wewenang akan menggambarkan
kepatuhan terhadap syarat formal sebagai pribadi yang ditunjuk
menjadi pelaksana fungsi pemerintahan yang menjalankan tugas dan
fungsi pemerintahan
Wewenang Pemerintahan Sebagai Objek
Audit Hukum
• Uji kepatuhan hukum terhadap penggunaan wewenang
pemerintahan dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya indikasi
pelanggaran yang dilakukan kepala daerah.
• mengenai larangan penyalahgunaan wewenang ini diatur di dalam
Pasal 17 UU No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan
Pasal 17 UU No. 30 Tahun 2014 Tentang
Administrasi Pemerintahan
• Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilarang menyalahgunakan
Wewenang.
• Larangan penyalahgunaan wewenang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
•larangan melampaui wewenang;
•larangan mencampuradukkan wewenang; dan/atau
•larangan bertindak sewenang-wenang
Pasal 18
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan melampaui
Wewe-nang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf (a)
apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan:
a. melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya Wewe nang;
b. melampaui batas wilayah berlakunya wewenang; dan/atau
c. bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undang an.
Pelampauan waktu penggunaan wewenang
(onbevogdheid ration temporis)
Merupakan tindakan pejabat pemegang/pemilik wewenang yang
menggunakan wewenangnya telah melam paui batas waktu atau masa
berlakunya wewenang telah berakhir.
Contoh: seorang Bupati/Walikota membuat keputusan pada tanggal 20
Desember 2020 pukul 01.00 WIB, namun masa jabatan Bupati/Walikota
tersebut sebenarnya sudah berkhir pada tanggan 19 Desember 2020
tengah malam pukul 00.00 WIB. Jadi, pembentukan keputusan tersebut
dapat dinyatakan tidak berlaku, karena dibuat setelah Bupati/Walikota
tersebut sudah tidak memiliki kewenangan untuk itu.
Melampaui wilayah hukum(onbevogdheid
ration loci)
• penggunaan wewenang pemerintahan oleh pejabat yang berwenang
telah melampaui batas yuridiksi atau batas wilayah yang menjadi
wewenangnya.
• Contoh: pengangkatan seorang juru parkir merupakan kewenangan
kepala daerah, namun jika seorang bupati mengangkat juru parker
untuk ditempatkan di wilayah kabupaten/kota lain di luar
wilayah/yurisdiksi yang menjadi wewenangnya.
larangan mencampuradukkan kewenangan
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan
mencampuradukkan wewenang apabila keputusan dan/atau tindakan
yang dilakukan::
• a. di luar cakupan bidang atau materi wewenang yang diberikan;
dan/atau
• b. bertentangan dengan tujuan wewenang yang diberikan.
• Mengingat yang diuji adalah tindakan atau perbuatan pemerintah,
maka pengujiannya dilakukan selain melalui upaya administratif juga
dapat dilakukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, sebagai
peradilan khusus yang menangani sengketa antara rakyat/masyarakat
dengan penguasa.
• Jika berdasarkan hasil pengujian tersebut terbukti terjadi
kesewenang-wenangan, atau pelampauan batas kewenangan, maka
segala akibat hukum yang timbul dari penggunaan wewenang
tersebut tidak berdampak hukum apapun
sanksi
• Sanksi perdata mewujud dalam bentuk ganti rugi, sanksi administratif
mewujud dalam bentuk peringatan sampai pemberhentian tidak dengan
hormat.
• Sanksi pidana dapat berupa sanksi pidana denda, sanksi pidana kurungan,
sampai sanksi pidana penjara. Namun dalam kasus-kasus tertentu sanksi
pidana pada umumnya diterapkan belakangan atau sebagai ultimum
remedium
• sanksi yang pertama dijatuhkan adalah sanksi administrasi. Namun jika
perbuatan pejabat pemerintahan tersebut terindikasikan ada unsur
pidana, biasanya sanksi pidana diupayakan lebih dulu, baru kemudian
sanksi-sanksi yang lainnya.
Alasan penghentian kepala daerah
• Kepala Daerah dapat diberhentikan oleh karena meninggal dunia,
permintaan sendiri, dan diberhentikan.
• Namun kenyataannya Kepala Daerah dapat diberhentikan sementara
oleh Presiden tanpa usul DPRD dengan alasan:
• melakukan tindak pidana dengan ancaman minimal 5 tahun atau lebih;
• melakukan tindak pidana korupsi, terorisme, makar, tindak pida na keamanan
terhadap negara;

Anda mungkin juga menyukai