Anda di halaman 1dari 20

REAKSI

HIPERSENSITIVITAS
LXII B
Reaksi Hipersensitivitas
menurut Coombs dan Gell
Pada tahun 1963, Coombs dan Gell
mengelompokkan reaksi hipersensitivitas
menjadi 4 kelompok
Reaksi Hipersensitivitas Tipe
1 / Cepat/ Humoral/
Anafilaktik
Reaksi Hipersensitivitas Tipe I
Disebut juga reaksi Humoral,Cepat dan Anafilaktik karena:
Humoral  Melibatkan Limfosit B
Cepat  Terjadi kurang dari 24 jam
Anafilaktik  Terjadi syok karna adanya reaksi hipersensitivitas (tidak melindungi)

Terdiri dari 3 tahapan utama, yaitu:


• Fase sensitisasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk limfosit B menghasilkan antibodi IgE sampai
diikat silang (cross-link) oleh reseptor spesifik (Fc-R) pada permukaan sel mast
• Fase aktivasi merupakan waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen spesifik dan sel
mast/basofil melepaskan isinya (degranulasi) yang berisikan granul akan menimbulkan reaksi alergi
• Fase efektor merupakan waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaktik) sebagai efek mediator-
mediator yang dilepas oleh sel mast/basofil
Reaksi Hipersensitivitas Tipe I
REAKSI PRIMER (5 menit-30 menit)
• Antigen yang bertindak sebagai alergen ditangkap oleh APC dan disajikan ke sel naive T helper 2 yang berubah
menjadi sel T helper 2 melalui sel T reseptor
• Th 2 yang teraktivasi akan menghasilkan sitokin yang akan berdeferensiasi menjadi beragam interleukin.
• IL-4 yang menstimulasi sel B (switch class dengan sel plasma yang masih turunan dari sel B karna sel B tidak
bisa berdegranulasi).
• Dilain pihak, IL-13 akan menstimulasi pengeluaran mucus di mukosa sehingga terjadi hipersekresi mucus.
• Sel B menghasilkan IgE lalu IgE menempel pada Fc reseptor sel mast.
• IgE yang terikat pada reseptor sel mast akan mengikat antigen sehingga terbentuk cross-link.
• Proses cross-link menyebabkan degranulasi sel mast.
• Degranulasi sel mast akan mengeluarkan mediator salah satunya yang paling berperan adalah aminovasoaktif
( histamine) dan faktor kemotaktik
• Histamin sangat berperan dalam terjadinya vasodilatasi. Vasodilatasi mengakibatkan terjadinya peningkatan
permeabilitas pada pembuluh darah.
• Histamin juga akan berikatan dengan H1-Reseptor yang mengakibatkan kontraksi pada otot polos di bronkus,
maka terjadilah bronkospasme.
REAKSI PRIMER (5 menit-30 menit)
• Reaksi anafilaktik dapat terjadi ringan, sedang, berat.
• Kondisi reaksi yang berat adalah syok anafilaktik. Ditandai hipotensi, bronkospasme,
dan penurunan kesadaran yang terjadi segera setelah pasien disuntikkan obat yang
berpotensi menimbulkan alergi.
• Terapi pilihan pada syok anafilaktik adalah noradrenalin (1:1000/ 1 mg/ml) injeksi sub
kutan.

REAKSI SEKUNDER (2-7 jam)


• Setelah terjadinya paparan allergen berulang akan memicu infiltrasi leukosit dan
pengeluaran mediator histamin membuat pembuluh darah yang meningkat
permeabilitasnya akan terjadi ekstravasasi cairan
• Ekstravasasi cairan akan menimbulkan manifestasi seperti edema mukosa, hipersekresi
mucus dan bronkospasme.
• Setelah itu baru masuk ke fase kemudian/late.
Reaksi Hipersensitivitas Tipe II/ Sitotoksik
Reaksi Hipersensitivitas Tipe II

• Inflamasi yang diperantarai oleh sistem komplemen dan reseptor Fc


Ikatan antigen dengan antibodi akan berikatan di sel target yang
kemudian akan mengaktivasi sist komplemen C5a dan C3a. Komplemen
C5a dan C3a akan mengaktifkan neutrophil dan memberikan efek
inflamasi pada jaringan. Inflamasi ini terjadi karena adanya enzim
neutrophil dan ROS yang menyebabkan oksigen bereaksi sehingga
terjadi stress oksidatif.
Reaksi Hipersensitivitas Tipe II

• Opsonisasi dan fagositosis


Adanya ikatan antibodi dengan antigen jaringan/sel, maka antibodi
secara langsung melalui bagian Fc atau dengan perantaraan C3b, terikat
dengan molekul reseptor pada fagosit. Penempelan pada permukaan
tersebut akan berlanjut dengan fagositosis (opsonisasi), atau lisis oleh
enzim metabolit oksigen seperti hydrogen peroksidase, proteinase
sitolitik, atau factor nekrosis tumor (TNF) yang dihasilkan oleh sel
makforag.
Reaksi Hipersensitivitas Tipe III/
Kompleks Antigen-Antibodi
Reaksi Hipersensitivitas Tipe III/
Kompleks Antigen-Antibodi

• Alergen masuk sebagai hapten, berikatan dengan protein carrier membentuk antigen. Antigen
ditangkap oleh APC dan disajikan ke sel T helper naif. Thelper naif berdiferensiasi menjadi
Thelper 2 yang menstimulasi sel B untuk memproduksi antibodi.
• Antigen memiliki kemampuan untuk berikatan langsung dengan antibody membetuk rantai
kompleks antigen dan antibody yang kuat, sehingga bisa diendapkan di seluruh jaringan dan
endotel.
• Kompleks Antigen dan Antibodi kemudian mengaktivasi jalur Complement yaitu, jalur klasik C1
yang akan mengaktivasi komplemen C3b dan mengaktivasi komplemen C5a. Complement C3b
yang teraktivasi memiliki kemampuan melekat pada reseptor yang terdapat pada neutrophil.
• Kemudian, C3b dan C5a menstimulasi Gerakan chemotaktik terhadap neutrophil untuk
berikatan dengan kompleks imun pada Fc Reseptor.
• Selanjutnya, neutrophil yang sudah teraktivasi dan berikatan dengan kompleks imun melalu Fc
reseptor akan berikatan juga dengan reseptor Complement C3b pada permukaan neutrophil,
yang menyebabkan neutrophil beradhesi dengan jaringan atau sel endotel dan berdegranulasi
mengeluarkan enzim lisozim dan reactive oxygen species yang dapat mendestruksi jaringan
atau sel endotel sehingga menyebabkan vasculitis.
Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV/Lambat/
Seluler
Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV
Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV
• Hipersensitivitas yang diperantarai sel atau tipe lambat (delayed type)
• Karena aktivitas perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag
• Sel TCD4+ bereaksi terhadap antigen pada sel atau jaringan lalu sel T memori
terbentuk dan terjadi sensitisasi yang berulang. Sekresi sitokin yang menginduksi
inflamasi dan menstimulasi makrofag sehingga menyebabkan kerusakan jaringan

• Contoh penyakit dengan reaksi Hipersensitivitas Tipe IV:


Dermatitis kontak alergika

Anda mungkin juga menyukai