Anda di halaman 1dari 54

PAJAK BUMI DAN

BANGUNAN
(PBB)
DASAR HUKUM
UU No. 12 Tahun 1985
sebagaiman telah diubah dengan

UU No. 12 Tahun 1994

Peraturan Pemerintah

Keputusan Presiden

Peratuan & Keputusan Menkeu

Peratuan & Keputusan Dirjen


Pajak
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN ( PBB )

ADALAH

PAJAK KEBENDAAN ATAS


BUMI DAN/ATAU BANGUNAN

DIKENAKAN TERHADAP SUBJEK PAJAK

ORANG PRIBADI ATAU BADAN SECARA NYATA:


 MEMPUNYAI HAK DAN/ATAU MEMPEROLEH MANFAAT ATAS
BUMI, DAN/ATAU
 MEMILIKI, MENGUASAI, DAN/ATAU MEMPEROLEH MANFAAT
ATAS BANGUNAN
DASAR PEMIKIRAN PEMUNGUTAN PBB

BUMI & BANGUNAN

Memberikan
Keuntungan Kedudukan Sosial
yang Lebih baik

Memiliki Memanfaatkan
Bumi/Bangunan Orang / Badan
Bumi/Bangunan
WAJAR

Diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau


kenikmatan yang diperolehnya kepada negara
Melalui

Pembayaran PBB
OBJEK PAJAK
Pasal 2 ayat (1)

BUMI BANGUNAN

ADALAH : ADALAH :
PERMUKAAN BUMI YG MELIPUTI KONSTRUKSI TEHNIK YANG
TANAH DAN PERAIRAN DITANAM ATAU
PEDALAMAN SERTA LAUT DILEKATKAN SECARA
WILAYAH INDONESIA, DAN TUBUH TETAP PADA TANAH
BUMI YANG ADA DIBAWAHNYA DAN/ATAU PERAIRAN
Pasal 1 angka 1 Pasal 1 angka 2
OBJEK PAJAK
Pasal 2 ayat (1)

BANGUNAN

TERMASUK DALAM PENGERTIAN BANGUNAN ADALAH (Penjelasan


Pasal 1 angka 2) :
Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti
hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu
kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;
Jalan tol;
Kolam renang;
Pagar mewah;
Tempat olah raga;
Galangan kapal, dermaga;
Taman mewah;
Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;
Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
OBJEK PAJAK
YANG TIDAK DIKENAKAN PBB
Pasal 3 ayat (1)
ADALAH OBJEK PAJAK YANG

Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah,


sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang nyata-nyata tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani
suatu pihak;
Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan
timbal balik;
Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan
oleh Menteri Keuangan.
OBJEK PAJAK
YANG DIGUNAKAN UNTUK
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Pasal 3 ayat (2)

PENGENAAN PAJAKNYA DIATUR


LEBIH LANJUT DENGAN
PERATURAN PEMERINTAH
SUBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (1)

ORANG ATAU BADAN


Memperoleh Memperoleh
Manfaat atas Manfaat atas
bangunan bumi

Memiliki, Mempunyai
menguasai suatu hak
bangunan atas bumi

Pasal 4 ayat ( 2 )

Dikenakan
SUBJEK kewajiban WAJIB
membayar pajak
PAJAK PAJAK
SUBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (3)

Dirjen Pajak menetapkan


Subjek Pajak

Objek Pajak yang belum


jelas Wajib Pajaknya
PENETAPAN

PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN
DASAR PENGENAAN
Pasal 6 ayat (1), (2)

NJOP
(Nilai Jual Objek Pajak)

Adalah : Bilamana tidak terdapat transaksi jual beli,


Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui :
harga rata-rata yang
diperoleh dari - perbandingan harga dg OP lain yang sejenis; atau
transaksi jual beli yang
- nilai perolehan baru; atau
terjadi secara wajar
- Nilai Jual Objek Pajak pengganti.

NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk
daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya
PENENTUAN
NJOP PENDEKATAN PENILAIAN :
1. Pendekatan Data Pasar
2. Pendekatan Biaya

PENILAIAN 3. Pendekatan Pendapatan

OBJEK PBB
CARA PENILAIAN :
1. Penilaian Massal
2. Penilaian Individual
PENDEKATAN PENILAIAN

• Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach)


– NJOP dihitung dengan cara membandingkan Objek pajak yang sejenis
dengan Objek lain yang telah diketahui harga pasarnya.
– Pendekatan ini pada umumnya digunakan untuk menentukan NJOP tanah,
namun dapat juga dipakai untuk menentukan NJOP bangunan.

• Pendekatan Biaya (Cost Approach)


– Pendekatan ini digunakan untuk menentukan nilai tanah atau bangunan
terutama untuk menentukan NJOP bangunan dengan menghitung seluruh
biaya yang dikeluarkan untuk membuat bangunan baru yang sejenis
dikurangi dengan penyusutan fisiknya.

• Pendekatan Pendapatan (Income Approach)


– Pendekatan ini digunakan untuk menentukan NJOP yang tidak dapat
dilakukan berdasarkan pendekatan data pasar atau pendekatan biaya, tetapi
ditentukan berdasarkan hasil bersih objek pajak tersebut
– Pendekatan ini terutama digunakan untuk menentukan NJOP galian
tambang atau objek perairan
CARA PENILAIAN

• Penilaian Massal (Mass Appraissal)


– NJOP bumi dihitung berdasarkan Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) yang terdapat pada setiap Zona Nilai
Tanah (ZNT).
– NJOP bangunan dihitung berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) dikurangi
penyusutan phisik.
– Perhitungan penilaian massal dilakukan dengan menggunakan program komputer (Computer
Assisted Valuation / CAV).
• Penilaian Individual (Individual
(Individual Appraissal)
Appraissal)
– Diterapkan untuk Objek tertentu yang bernilai tinggi atau keberadaannya mempunyai sifat khusus,
antara lain :
• Jalan tol
• Pelabuhan laut/sungai/udara
• Lapangan golf
• Industri semen/pupuk
• PLTA, PLTU, PLTG
• Pertambangan
• Tempat rekreasi
• Objek pajak tertentu, seperti rumah mewah, pompa bensin, jalan tol, Objek rekreasi, usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
Lampiran IA Keputusan Menteri Keuangan
Nomor : 523 / KMK 04 / 1998
Tanggal : 18 Desember 1998

Klasifikasi Penggolongan dan Ketetapan Nilai Jual Permukaan Bumi Kelompok A

Klas Penggolongan Nilai Jual Permukaan Bumi(Tanah)


Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah) (Rp/m2)
(Rp/m2)
1 > 3.000.000 s/d 3.200.000 3.100.000
2 > 2.850.000 s/d 3.000.000 2.925.000
3 > 2.708.000 s/d 2.850.000 2.779.000
4 > 2.573.000 s/d 2.708.000 2.640.000
5 > 2.444.000 s/d 2.573.000 2.508.000
6 > 2.261.000 s/d 2.444.000 2.352.000
7 > 2.091.000 s/d 2.261.000 2.176.000
8 > 1.934.000 s/d 2.091.000 2.013.000
9 > 1.780.000 s/d 1.934.000 1.865.000
10 > 1.655.000 s/d 1.789.000 1.722.000
11 > 1.490.000 s/d 1.655.000 1.573.000
12 > 1341.000 s/d 1.490.000 1.416.000
13 > 1.207.000 s/d 1.341.000 1.274.000
14 > 1.086.000 s/d 1.207.000 1.147.000
15 > 977.000 s/d 1.086.000 1.032.000
16 > 855.000 s/d 977.000 916.000
17 > 748.000 s/d 855.000 802.000
18 > 655.000 s/d 748.000 702.000
19 > 573.000 s/d 655.000 614.000
20 > 501.000 s/d 573.000 537.000
21 > 426.000 s/d 501.000 464.000
22 > 362.000 s/d 426.000 394.000
23 > 308.000 s/d 362.000 335.000
24 > 262.000 s/d 308.000 285.000
25 > 223.000 s/d 262.000 243.000
26 > 178.000 s/d 223.000 200.000
27 > 142.000 s/d 178.000 160.000
28 > 114.000 s/d 142.000 128.000
29 > 91.000 s/d 114.000 103.000
30 > 73.000 s/d 91.000 82.000
31 > 55.000 s/d 73.000 64.000
32 > 41.000 s/d 55.000 48.000
33 > 31.000 s/d 41.000 36.000
34 > 23.000 s/d 31.000 27.000
35 > 17.000 s/d 23.000 20.000
36 > 12.000 s/d 17.000 14.000
37 > 8.400 s/d 12.000 10.000
38 > 5.900 s/d 8.400 7.150
39 > 4.100 s/d 5.900 5.000
40 > 2.900 s/d 4.100 3.500
41 > 2.000 s/d 2.900 2.450
42 > 1.400 s/d 2.000 1.700
43 > 1.050 s/d 1.400 1.200
44 > 760 s/d 1.050 910
45 > 550 s/d 760 660
46 > 410 s/d 550 480
47 > 310 s/d 410 350
48 > 240 s/d 310 270
49 > 170 s/d 240 200
50 < 170 s/d 140
Lampiran IB Keputusan Menteri Keuangan
Nomor : 523 / KMK 04 / 1998
Tanggal : 18 Desember 1998
MENTERI KEUANGAN

Klasifikasi Penggolongan dan Ketetapan Nilai Jual Permukaan Bumi Kelompok B


Klas Penggolongan Nilai Jual
Nilai Jual Permukaan Bumi ( Tanah) Permukaan Bumi ( Tanah )
( Rp / M2 ) ( Rp / M2 )

1 > 67.390.000 s/d 69.700.000 68.545.000

2 > 65.120.000 s/d 67.390.000 66.225.000

3 > 62.890.000 s/d 65.120.000 64.000.000

4 > 60.700.000 s/d 62.890.000 61.795.000

5 > 58.550.000 s/d 60.700.000 59.625.000

6 > 56.440.000 s/d 58.550.000 57.495.000

7 > 54.370.000 s/d 56.440.000 55.405.000

8 > 52.340.000 s/d 54.370.000 53.355.000

9 > 50.350.000 s/d 52.340.000 51.345.000

10 > 48.400.000 s/d 50.350.000 49.375.000

11 > 46.490.000 s/d 48.400.000 47.445.000

12 > 44.620.000 s/d 46.490.000 45.555.000

13 > 42.790.000 s/d 44.620.000 43.705.000

14 > 41.000.000 s/d 42.790.000 41.895.000

15 > 39.250.000 s/d 41.000.000 40.125.000

16 > 37.540.000 s/d 39.250.000 38.395.000

17 > 35.870.000 s/d 37.540.000 36.705.000

18 > 34.240.000 s/d 35.870.000 35.055.000

19 > 32.650.000 s/d 34.240.000 33.445.000

20 > 31.100.000 s/d 32.650.000 31.875.000


21 > 29.590.000 s/d 31.100.000 30.345.000
22 > 28.120.000 s/d 29.590.000 28.855.000
23 > 26.690.000 s/d 28.120.000 27.405.000
24 > 25.300.000 s/d 26.690.000 25.995.000
25 > 23.950.000 s/d 25.300.000 24.625.000
26 > 22.640.000 s/d 23.950.000 23.925.000
27 > 21.370.000 s/d 22.640.000 22.005.000
28 > 20.140.000 s/d 21.370.000 20.755.000
29 > 18.950.000 s/d 20.140.000 19.545.000
30 > 17.800.000 s/d 18.950.000 18.375.000
31 > 16.690.000 s/d 17.800.000 17.245.000
32 > 15.620.000 s/d 16.690.000 16.155.000
33 > 14.590.000 s/d 15.620.000 15.105.000
34 > 13.600.000 s/d 14.590.000 14.095.000
35 > 12.650.000 s/d 13.600.000 13.125.000
36 > 11.740.000 s/d 12.650.000 12.195.000
37 > 10.870.000 s/d 11.740.000 11.305.000
38 > 10.040.000 s/d 10.870.000 10.455.000
39 > 9.250.000 s/d 10.040.000 9.645.000
40 > 8.500.000 s/d 9.250.000 8.875.000
41 > 7.790.000 s/d 8.500.000 8.145.000
42 > 7.120.000 s/d 7.790.000 7.455.000
43 > 6.490.000 s/d 7.120.000 6.805.000
44 > 5.900.000 s/d 6.490.000 6.195.000
45 > 5.350.000 s/d 5.900.000 5.625.000
46 > 4.840.000 s/d 5.350.000 5.095.000
47 > 4.370.000 s/d 4.840.000 4.605.000
48 > 3.940.000 s/d 4.370.000 4.155.000
49 > 3.550.000 s/d 3.940.000 3.745.000
50 > 3.200.000 s/d 3.550.000 3.375.000
Lampiran IIA Keputusan Menteri Keuangan
Nomor : 523 / KMK 04 / 1998
Tanggal : 18 Desember 1998
MENTERI KEUANGAN

Klasifikasi Penggolongan dan Ketetapan Nilai Jual Bangunan


Kelompok A

Penggolongan Niali Jual


Klas A Nilai Jual Bangunan Bangunan
(Rp/m2) (Rp/m2)
1 > 1.034.000 s/d 1.366.000 1.200.000
2 > 902.000 s/d 1.034.000 968.000
3 > 744.000 s/d 902.000 823.000
4 > 656.000 s/d 744.000 700.000
5 > 534.000 s/d 656.000 595.000
6 > 476.000 s/d 534.000 505.000
7 > 382.000 s/d 476.000 429.000
8 > 348.000 s/d 382.000 365.000
9 > 272.000 s/d 348.000 310.000
10 > 256.000 s/d 272.000 264.000
11 > 194.000 s/d 256.000 225.000
12 > 188.000 s/d 194.000 191.000
13 > 136.000 s/d 188.000 162.000
14 > 128.000 s/d 136.000 132.000
15 > 104.000 s/d 128.000 116.000
16 > 92.000 s/d 104.000 98.000
17 > 74.000 s/d 92.000 83.000
18 > 68.000 s/d 74.000 71.000
19 > 52.000 s/d 68.000 60.000
20 < 52.000 50.000
Lampiran IIB Keputusan Menteri Keuangan
Nomor : 523 / KMK 04 / 1998
Tanggal : 18 Desember 1998
MENTERI KEUANGAN

Klasifikasi Penggolongan dan Ketetapan Nilai Jual Bangunan


Kelompok B
Klas B Penggolongan Nilai Jual
Nilai Jual Bangunan Bangunan
( Rp/ M2 ) ( Rp/ M2 )
1 > 14.700.000 s/d 15.800.000 15.250.000
2 > 13.600.000 s/d 14.700.000 14.150.000
3 > 12.550.000 s/d 13.600.000 13.075.000
4 > 11.550.000 s/d 12.550.000 12.050.000
5 > 10.600.000 s/d 11.550.000 11.075.000
6 > 9.700.000 s/d 10.600.000 10.150.000
7 > 8.850.000 s/d 9.700.000 9.275.000
8 > 8.050.000 s/d 8.850.000 8.450.000
9 > 7.300.000 s/d 8.050.000 7.675.000
10 > 6.600.000 s/d 7.300.000 6.950.000
11 > 5.850.000 s/d 6.600.000 6.225.000
12 > 5.150.000 s/d 5.850.000 5.500.000
13 > 4.500.000 s/d 5.150.000 4.825.000
14 > 3.900.000 s/d 4.500.000 4.200.000
15 > 3.350.000 s/d 3.900.000 3.625.000
16 > 2.850.000 s/d 3.350.000 3.100.000
17 > 2.400.000 s/d 2.850.000 2.625.000
18 > 2.000.000 s/d 2.400.000 2.200.000
19 > 1.666.000 s/d 2.000.000 1.833.000
20 > 1.366.000 s/d 1.666.000 1.516.000
Kapan kabupaten/kota dapat
mulai mengelola PBB sektor
perdesaan dan perkotaan (PBB-
P2)?
Paling lambat tanggal 1 Januari 2014 PBB-P2 akan
dikelola oleh kabupaten/kota dan dalam hal
sebelum tahun 2014 terdapat kabupaten/kota sudah
siap untuk mengelola PBB-P2, yang dibuktikan
dengan telah disahkannya Perda, maka
kabupaten/kota dimaksud dapat mengelola PBB-
P2 mulai tahun tersebut.
Apa tujuan dari pengalihan PBB-
P2 menjadi Pajak daerah sesuai
UU Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (PDRD)?

Untuk meningkatkan local taxing power pada


kabupaten/kota, seperti:
Memperluas objek pajak daerah dan retribusi daerah
Menambah jenis pajak daerah dan retribusi
daerah (termasuk pengalihan PBB Perdesaan dan
Perkotaan dan BPHTB menjadi Pajak Daerah)
Memberikan diskresi penetapan tarif pajak kepada daerah
Menyerahkan fungsi pajak sebagai instrumen penganggaran
dan pengaturan pada daerah
Terkait PBB-P2, kewenangan
apa saja yang akan dialihkan
oleh pemerintah pusat
kepada kabupaten/kota?

Pemerintah pusat akan mengalihkan semua


kewenangan terkait pengelolaan PBB-P2
kepada kabupaten/kota. Kewenangan tersebut
antara lain: proses pendataan, penilaian,
penetapan, pengadministrasian,
pemungutan/penagihan dan pelayanan.
Apakah sama antara subjek
pajak PBB-P2 saat dikelola oleh
pemerintah pusat (Ditjen Pajak)
dan saat dikelola oleh
kabupaten/kota?

Subjek pajaknya sama, yaitu Orang atau


Badan yang secara nyata mempunyai suatu
hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat
atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai
dan/atau memperoleh manfaat atas
bangunan. (Pasal 4 Ayat 1 UU PBB sama
dengan Pasal 78 ayat (1) dan (2) UU PDRD)
Untuk objek pajak PBB-P2
sesuai UU PDRD apakah ada
perbedaan dengan saat dikelola
oleh Pusat?

Objek PBB sesuai: 


UU PBB : bumi dan/atau bangunan
UU PDRD : bumi dan/atau bangunan,
kecuali kawasan yang digunakan untuk
kegiatan usaha perkebunan, perhutanan,
dan pertambangan
Bagaimana dengan tarif PBB-
nya?

Ketika dikelola oleh pemda, maka


tarifnya paling tinggi 0,3%
(sesuai dengan UU PDRD)
Bagaimana formula
penghitungan besarnya PBB-P2?

UU PDRD : Tarif x (NJOP-NJOPTKP)


: Maks. 0,3% x (NJOP-NJOPTKP)
Apa keuntungan bagi
pemerintah
kabupaten/kota dengan
pengelolaan PBB-P2?

Penerimaan dari PBB 100% akan


masuk ke
pemerintah kabupaten/kota. Saat
dikelola oleh Pemerintah Pusat
(DJP) pemerintah kabupaten/kota
hanya mendapatkan bagian sebesar
64,8%.
Apa saja tugas dan tanggung
jawab kabupaten/kota dalam
rangka persiapan pengalihan
PBB-P2?

Pemda harus menyiapkan:


Perda, Perkepda, dan SOP
Sumber Daya Manusia
Struktur organisasi dan tata kerja
Sarana dan prasarana
Pembukaan rekening penerimaan
Kerja sama dengan pihak-pihak
terkait (notaris/PPAT, BPN, dll)
NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK
( NJOPTKP )
Pasal 3 ayat (3)

NJOPTKP

Batas NJOP di mana WP tidak terutang pajak

NJOPTKP ditetapkan paling


rendah Rp10 juta

Per Wajib Pajak;


Diberikan untuk bumi dan/atau bangunan;
Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa
objek pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah
satu objek pajak yang nilainya terbesar.
Penentuan NJOPTKP
 Sejak tahun 2001 besaran NJOPTKP ditetapkan secara regional (untuk
setiap kabupaten/kota) oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat
pemerintah daerah setempat.

Dasar Hukum:
 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1994, Pasal 3 ayat (4).
 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 201/KMK.04/2000 tentang tentang
Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai
Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan, Pasal 3.
Proses Penetapan
NJOPTKP Rekomendasi dari
Bupati/Walikota tentang
NJOPTKP

Kepala Kantor Pelayanan


Pajak Pratama

Kepala Kantor Wilayah


Direktorat Jenderal Pajak

Surat Keputusan
Menteri Keuangan
tentang NJOPTKP
(ditandatangani oleh
Kakanwil DJP)
NJOPTKP yg berlaku di wilayah Kanwil DJP D.I. Yogyakarta
Tahun 2008-2010

NJOPTKP
NO KOTA/KAB
2008 2009 & 2010

1. KOTA YOGYAKARTA Rp 8.000.000 Rp 12.000.000

2. KAB. BANTUL Rp 8.000.000 Rp 8.000.000

3. KAB. SLEMAN Rp 12.000.000 Rp 12.000.000

4. KAB. KULONPROGO Rp 8.000.000 Rp 8.000.000

5. KAB. GUNUNG KIDUL Rp 8.000.000 Rp 8.000.000


DASAR PERHITUNGAN
Pasal 6 ayat (3) dan (4)

NILAI JUAL KENA PAJAK

SERENDAH-RENDAHNYA 20%
DAN
SETINGGI-TINGGINYA 100%

PRESENTASE NJKP
DITETAPKAN DENGAN
PERATURAN PEMERINTAH
TAHUN PAJAK, SAAT, DAN
TEMPAT YANG MENENTUKAN
PAJAK TERUTANG
Pasal 8 ayat (1), (2), (3)

Tahun Pajak
Adalah jangka waktu satu tahun takwim, yaitu
dari tanggal 1 Januari s/d 31 Desember

Saat yang menentukan pajak terutang


Adalah menurut keadaan objek pajak pada
tanggal 1 Januari

Tempat Pajak Terutang


Untuk daerah Jakarta, di wilayah DKI Jakarta;
Untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten
atau Kotamadya yang meliputi objek pajak.
PENERBITAN KETETAPAN
Pasal 10

SPOP

Tidak disampaikan Disampaikan


dalam waktu 30 hari dalam waktu 30 hari

Setelah ditegor secara SPPT


tertulis

BERDASARKAN
SKP PEMERIKSAAN/DATA LAIN
SPOP TIDAK BENAR
PEMBAYARAN DAN PEMBAGIAN
HASIL PENERIMAAN

PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN
TATA CARA PEMBAYARAN
DAN PENAGIHAN
Pasal 11, 12, 13, dan 14,

DASAR PENAGIHAN

SEJAK
SPPT 6 bulan
D TEMPAT
I PEMBAYARAN
T Bank
SKP 1 bulan Tempat lain yg
E
R ditunjuk
I
M
STP 1 bulan A

MENTERI KEUANGAN DAPAT MELIMPAHKAN


KEWENANGAN PENAGIHAN PAJAK KEPADA:
•GUBERNUR DAN/ATAU
BUPATI/WALIKOTAMADYA
Pembayaran PBB
Online Nasional

 ATM BCA;
 ATM BII;
 counter teller Bank BP;
 counter teller Bank BNP;
 counter teller Bank Bukopin;
 ATM Bank Mandiri, Internet Banking, SMS
Banking dan Call Mandiri (Phone Banking)
PENDAFTARAN, PENAGIHAN, DAN SANKSI
ADMINISTRASI
Pasal 9 dan 10

DIKEM- SKP
30 Hari BALIKA TIDAK +Denda 25%
SPOP
N Dari pokok
pajak

YA

SPPT SKP
Ternyata SPOP tdk + denda 25 %
benar (ketetapan dari selisih pajak
kurang) terutang
6 bulan

JATUH
1 bulan
TEMPO
7
hr
STP 1
bln TEGORAN 21 SURAT
+ bunga 2 % JATUH hr PAKSA
sebulan TEMPO
(maks 24 bln)
Paling 2X24 JAM
cepat
PERMINTAAN 10 hari
KLN SURAT PERINTAH
JADWAL & WAKTU
MELAKUKAN
PELELANGAN PENYITAAN
ALUR PENERIMAAN PBB
BANK
TEMPAT Pelimpahan PERSEPSI/
PEMBAYARAN On line BCA

Pembayaran
Pelimpahan
WAJIB
PAJAK

Pembayaran

BANK
PETUGAS OPERASIONAL III
PEMUNGUT
Pembagian

10 % 9%
PEM. BIAYA 16,2 % 64,8 %
PUSAT PEMU- PROPINSI KABUPATEN
NGUTAN
PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PBB

Penerimaan PBB bagian pemerintah Pusat sebesar


10% dari total penerimaan didistribusikan kembali ke
masing-masing Kab/Kota. Dengan rincian
-65% dari 10% dibagi secara merata ke 412 Kab/Kota.
-35% dari 10% dibagi terhadap kab/kota yang berhasil
meraih SKB 100% atau lebih.
KEBERATAN DAN PENGURANGAN

PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN
KEBERATAN
Pasal 15
 Keberatan diajukan atas:
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
Surat Ketetapan Pajak (SKP)
 Jangka waktu pengajuan keberatan adalah 3 bulan setelah SPPT atau
SKP diterima oleh WP kecuali WP dalam keadaan diluar kekuasaannya.
 Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan atas keberatan WP
paling lama 12 bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima.
 Atas Keberatan yang diajukan, Direktorat Jenderal Pajak dapat menerima
seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah jumlah pajak
terutang.
 Keberatan dapat diajukan dalam hal terjadi perbedaan persepsi antara
Wajib Pajak dengan Fiskus.
 Pengajuan keberatan tidak menunda pembayaran pajak. Mulai tahun 2009
boleh menunda pembayran pajak sampai dengan keputusan keberatan
diterima.
BANDING
Pasal 16
 Ketentuan Banding dihapus
PENGURANGAN
Pasal 19 dan 20

Menteri Keuangan
Dalam hal :
 Kondisi tertentu objek pajak
PAJAK yang ada hubungannya dengan
TERUTANG subjek pajak/sebab-sebab
tertentu lainnya
 Objek pajak terkena bencana
alam atau sebab lain ynag luar
biasa

Dirjen Pajak
DENDA
atas permintaan
ADMINISTRASI
WAJIB PAJAK
Karena hal-hal tertentu
KETENTUAN PIDANA
Pasal 24

KARENA ALPA

SPOP TIDAK BENAR/


TIDAK MENGEMBALIKAN SPOP TIDAK LENGKAP
KEPADA DITJEN DAN/ATAU MELAMPIRKAN
PAJAK KETERANGAN YANG TIDAK BENAR

MENIMBULKAN KERUGIAN PADA NEGARA

PIDANA KURUNGAN SELAM-LAMANYA 6 (ENAM) BULAN, ATAU


DENDA SETINGGI-TINGGINYA 2 (DUA) KALI PAJAK TERUTANG
SANKSI

PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN
KETENTUAN PIDANA
Pasal 25 ayat (1)

DENGAN SENGAJA
TIDAK SPOP TDK MEMPER TIDAK TIDAK
MENGEM- BENAR/ LIHAT MEMPERL MENUN
BALIKAN/ TDK LENG- KAN LIHATKAN, JUKKAN/
MENYAM KAP DAN / SURAT/ MEMIN MENYAM
PAIKAN ATAU DOKU- JAMKAN PAIKAN
SPOP MELAMPIR MEN SURAT/ DATA/
KEPADA KAN KETE- PALSU DOKUMEN KETERA
DITJEN RANGAN ATAU LAINNYA NGAN
PAJAK YG TDK DIPALSU YANG
BENAR KAN DIPERLU
KAN

MENIMBULKAN KERUGIAN PADA NEGARA

 PIDANA PENJARA SELAMA-LAMANYA 2 (DUA) TAHUN,


ATAU
 DENDA SETINGGI-TINGGINYA 5 (LIMA) KALI PAJAK
TERUTANG
KETENTUAN PIDANA
Pasal 25 ayat (2), (3), dan Pasal 26

 Terhadap bukan wajib pajak yang bersangkutan, yang


dengan sengaja melakukan tindakan :
 Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen
lainnya;
 Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang
diperlukan;
Dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 tahun
atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,00 (dua juta
rupiah).

 Ancama pidana dilipatkan dua, apabila seorang melakukan


lagi tindak pidana dibidang perpajakan sebelum lewat 1
(satu) tahun terhitung sejak selesai menjalani pidana
penjara/sejak dibayarnya denda.

 Tindak pidana tidak dapat dituntut setelah lampu waktu 10


(sepuluh) tahun sejak berakhirnya tahun pajak yang
bersangkutan.
KEWAJIBAN PEJABAT YANG DALAM JABATAN/TUGAS
PEKERJAANNYA BERKAITAN LANGSUNG DENGAN OBJEK PAJAK
Pasal 21 dan 22

• MENYAMPAIKAN LAPORAN BULANAN MENGENAI SEMUA MUTASI


DAN PERUBAHAN OBJEK PAJAK KEPADA DJP
• MEMBERIKAN KETERANGAN YANG DIPERLUKAN ATAS
PERMINTAAN DJP

KEWAJIBAN TERSEBUT BERLAKU


JUGA BAGI PEJABAT LAIN YANG ADA
HUBUNGANNYA DENGAN OBJEK PAJAK

KEWAJIBAN UNTUK MERAHASIAKAN DITIADAKAN


SEPANJANG MENYANGKUT
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PBB

TIDAK MEMENUHI KEWAJIBAN DIKENAKAN


SANKSI MENURUT PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN YANG YANG BERLAKU
HAL-HAL YANG TIDAK DIATUR SECARA
KHUSUS DALAM UU PBB
Pasal 23

TIDAK DIATUR DALAM


UU PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

BERLAKU KETENTUAN :
 UU KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA
PERPAJAKAN
 PERUNDANG-UNDANGAN LAINNYA

Anda mungkin juga menyukai