• 1. Tanpa gejala
Kondisi ini merupakan kondisi paling ringan. Pasien tidak ditemukan gejala.
• 2. Ringan
Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia. Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas pendek,
mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, penghidu (anosmia) atau hilang
pengecapan (ageusia) yang muncul sebelum onset gejala pernapasan juga sering dilaporkan. Pasien usia tua dan immunocompromised gejala atipikal
seperti fatigue, penurunan kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan tidak ada demam.
• 3. Sedang
Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda pneumonia berat
termasuk SpO2 > 93% dengan udara ruangan ATAU Anak-anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia tidak berat (batuk atau sulit bernapas + napas
cepat dan/atau tarikan dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia berat). Kriteria napas cepat : usia < 2 bulan, ≥ 60menit, usia 2-11 bulan ≥
50x/menit, usia 1-5 tahun ≥ 40x/menit , usia > 5 tahun ≥30x/menit.
• 5. Kritis
Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok sepsis.
• b. Menggunakan alat pelindung diri berupa masker yang menutupi hidung dan mulut jika harus keluar rumah atau berinteraksi
dengan orang lain yang tidak diketahui status kesehatannya (yang mungkin dapat menularkan COVID-19).
• c. Menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain untuk menghindari terkena droplet dari orang yang yang batuk atau bersin.
Jika tidak memungkin melakukan jaga jarak maka dapat dilakukan dengan berbagai rekayasa administrasi dan teknis lainnya.
• d. Membatasi diri terhadap interaksi / kontak dengan orang lain yang tidak diketahui status kesehatannya.
• e. Saat tiba di rumah setelah bepergian, segera mandi dan berganti pakaian sebelum kontak dengan anggota keluarga di rumah.
• f. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) seperti konsumsi gizi seimbang,
aktivitas fisik minimal 30 menit sehari, istirahat yang cukup termasuk pemanfaatan kesehatan tradisional.
• Kemenkes, 2020
Kondisi yang diperberat oleh penyakit Covid
19
• Komorbid
• a. Diabetes Mellitus
1) Diabetes Mellitus Tipe 1
2) Diabetes Mellitus Tipe 2
3) Glucocorticoid-associated diabetes
Progresivitas Covid-19 dapat dipercepat dan diperburuk dengan adanya hiperglikemia. Pasien dengan komorbid diabetes direkomendasikan untuk
meningkatkan frekuensi pengukuran kadar glukosa (pemantauan glukosa darah mandiri), dan berkonsultasi dengan dokter untuk penyesuaian dosis bila
target glukosa tidak tercapai.
d. Penyakit Ginjal
Infeksi COVID-19 yang berat dapat mengakibatkan kerusakan ginjal dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Pasien Penyakit Ginjal Kronis (PGK)
terutama yang menjalani dialisis atau transplantasi ginjal merupakan kelompok dengan daya tahan tubuh yang rendah oleh karena itu rentan terkena
COVID-19.
g. Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu komorbid yang paling sering ditemui pada pasien COVID-19. Hipertensi juga banyak terdapat pada
pasien COVID-19 yang mengalami ARDS.
i.Tuberculosis
Secara umum pasien TB tetap harus patuh menjalani pengobatan TB sampai sembuh. Pasien tetap harus menerapkan protokol kesehatan
seperti etiket batuk, praktik hidup sehat dan bersih, rajin mencuci tangan, menjaga jarak dan memakai masker. Pasien tetap diberikan
pengobatan anti-TB (OAT) sesuai standar untuk suspek, probable dan pasien terkonfirmasi COVID-19.
j. Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal ternyata bisa menjadi gejala pertama pasien dengan COVID-19. Pasien COVID-19 bisa datang dengan nyeri perut
disertai diare sehingga lebih mengarah ke suatu infeksi usus. Ternyata kalau kita lihat lagi patofisiologi penyakit ini bahwa virus ini bisa
mengenai berbagai organ yang mengandung reseptor angiotensin converting enzyme 2 (ACE-2). Virus akan masuk ke organ melalui
reseptor ini. Kita ketahui bahwa ACE2 merupakan regulator penting dalam peradangan usus.
Kemenkes 2020