Dalam hal ini berarti selalu berkaitan dengan pemahaman konsep hukum
yang terdapat di dalam norma – norma hukum, dan asas-asas hukum.
Satu argumentasi bermakna hanya dibangun atas dasar logika. Dengan kata lain
adalah suatu "conditio sine qua non" agar suatu keputusan dapat diterima, adalah
apabila didasarkan pada proses nalar, sesuai dengan sistem logika formal yang
merupakan syarat mutlak dalam berargumentasi. (Brouwer, 1982: 32)
Penalaran (Logika)
Contoh :
• Premis Mayor : Semua Koruptor dihukum - Aturan hukum
• Premis Minor : Suharto Koruptor- Fakta Yuridis
• Konklusi : Suharto dihukum – Putusan hukum
Contoh Salah :
• Premis Mayor : Semua malaikat benda fisik
• Premis Minor : Batu itu malaikat
• Konklusi : Batu itu benda fisik.
MACAM LOGIKA ATAU PENALARAN HUKUM
• Logika Deduksi/Deduktif
Penalaran bertolak dari aturan hukum yang bersifat umum- abstrak
untuk kemudian ditarik kesimpulan bersifat khusus – konkret.
Barang siapa mengambil barang milik orang lain secara melawan hak
akan dipidana penjara karena pencurian setinggi-tingginya 5 tahun;
(Proposisi Pertama = Premis Mayor = menerangkan suatu keadaan
umum “Siapapupun yg mencuri akan dipenjara”)
Si A adalah maling mengambil barang milik orang lain secara
melawan hak;
(Proposisi Kedua = Premis Minor = menerangkan suatu keadaan
khusus “Si A mencuri (maling)”)
Maka si A maling akan dipidana penjara karena pencurian setinggi-
tingginya 5 tahun
Cara Berpikir Induktif
• 1. Generalisasi : Proses Penalaran Yang Bertitik Tolak Dari Beberapa
Peristiwa Individual Menjadi Kesimpulan Bersifat Umum Yang
Mengikat Seluruh Peristiwa Sejenis Yang Sedang Diteliti.
Dipandang dari sudut cara bekerjanya, berpikir yuridik adalah berpikir secara
analitik-sistematik-logikal-rasional yg terorganisasi dalam kerangka tertib
kaidah-kaidah hukum positif secara kontekstual.
Penalaran hukum adalah proses menalar dalam kerangka dan berdasarkan tata
hukum positif mengidentifikasi hak-hak dan kewajiban-kewajiban yuridik dari
subyek-subyek hukum tertentu. Penalaran hukum adalah pproses penggunaan
alasan-alasan hukum (legal reasons) dalam menetapkan pendirian hukum
yang dirumuskan dalam putusan hukum.
Penalaran adalah suatu proses, suatu kegiatan dalam akal budi manusia yang
didalamnya berlangsung gerakan/alur dari suatu premis ke premis-premis
lainnya untuk mencapai suatu kesimpulan.
Asas-Asas Hukum Berfikir
( the laws of thought )
1. Asas identitas (principle of identity) yang dapat dirumuskan : A adalah A
(A = A), setiap hal adalah apa dia itu adanya, setiap hal adalah sama (identik) dengan
dirinya sendiri, setiap subyek adalah predikatnya sendiri.
2. Asas kontradiksi (principle of contradiction) yang dapat dirumuskan A adalah tidak sama
dengan bukan A (non-A) atau A adalah bukan non-A; keputusan-keputusan yang saling
berkontradiksi tidak dapat dua-duanya benar, dan sebaliknya tidak dapat dua-duanya salah.
3. Asas pengecualian kemungkinan ketiga (principle of excluded middle) dapat dirumuskan;
setiap hal adalah A atau bukan-A; Keputusan-keputusan yang saling berkontradiksi tidak
dapat dua-duanya salah. Juga keputusan-keputusan itu tidak dapat menerima kebenaran
dari sebuah keputusan ketiga atau diantara keduanya; salah satu dari dua keputusan
tersebut haruS benar, dan kebenaran yang satu bersumber pada kesalahan yang lain.
4. Asas alasan yang cukup (principle of sufficient reason) dapat dirumuskan : tiap kejadian
harus mempunyai alasan yang cukup.
5. Asas bahwa kesimpulan tidak boleh melampaui daya dukung dari premis-premisnya atau
pembuktiannya (do not go beyond the evidence).
Tiga Lapisan dalam Argumenasi Hukum:
1. Lapisan Logika:
• Alur premis menuju pada konklusi dari suatu argumentasi harus logis.
• Penalaran yg digunakan bisa berupa penalaran deduksi atau induksi
2. Lapisan Dialektika:
• Lapisan ini membandingkan, baik yang pro maupun yang kontra (Pro-kontra) .
• Agar argumentasi tidak monoton, maka hrs diberikan sentuhan dialektika dan di
dalam dialektika itu suatu argumentasi diuji, terutama pada argumentasi pro-
kontra ( Wanprestasi atau Onrechtmatigdaad)
3. Lapisan Prosedural:
• Dalam pemeriksaan di pengadilan diatur oleh hukum formal yg sekaligus
merupakan aturan main dalam proses penyelesaian sengketa.
Argumentasi Hukum
Merupakan Model Argumentasi Khusus:
1. Tidak ada Hakim atau pun Pengacara, yang mulai berargumentasi dari suatu
keadaan hampa. Argumentasi hukum selalu dimulai dari hukum positif. Hukum
positif bukan merupakan suatu keadaan yang tertutup ataupun statis, akan tetapi
merupakan satu perkembangan yang berlanjut. Dari suatu ketentuan hukum
positif, yurisprudensi akan menentukan norma-norma baru. Orang dapat bernalar
dari ketentuan hukum positif dari asas yang terdapat dalam hukum positif untuk
mengambil keputusan-keputusan baru.
A. Pengumpulan Fakta
Fakta hukum bisa berupa perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Pembunuhan adalah
perbuatan hukum, kelahiran adalah peristiwa hukum, di bawah umur adalah suatu
keadaan. Pengumpulan fakta hukum didasarkan pada ketentuan tentang alat bukti.
Seorang lawyer pertama kali berhadapan dengan klien harus mendengar paparan klien
menyangkut fakta hukum. Sikap lawyer terhadap klien adalah sikap skeptik dalam
rangka mengorek kebenaran fakta hukum yang dipaparkan klien. Dengan berhati-hati
lawyer mengajukan pertanyaan untuk menguji sekaligus menggali fakta hukum
secara lengkap. Untuk dapat mengajukan pertanyaan tentunya harus didasarkan pada
ketentuan-ketentuan dan asas hukum yang relevan.
Misalnya, fakta hukum berkaitan dengan perbuatan melanggar hukum, tentunya
lawyer dalam mengajukan pertanyaan beranjak dari ketentuan Pasal 1365 BW.
PENERAPAN LOGIKA INDUKTIF DLM KEGIATAN IDENTIFIKASI FAKTA:
Fakta Menurut X = X menyerahkan rumahnya utk ditempati Y dgn imbalan sejumlah uang
Fakta Menurut Y = Y menempati rumah X dgn memberi imbalan sejumlah Uang
Identifikasi Fakta-nya adalah:
a. X adalah pemilik rumah
b. Y adalah pihak yg menempati rumah
c. Y memberikan sejumlah uang kpd X
d. X menerima sejumlah uang dari Y
Fakta Menurut X = X menyerahkan hak kepemilikan rumahx kpd Z
Fakta Menurut Z = Z membayar lunas sejumlah uang kpd X
Identifikasi Fakta-nya adalah:
a. X adalah penjual rumah kpd Z
b. Z adalah pembeli rumah milik Z
Kualifikasi Fakta-nya adalah:
a. X dan Y terlibat hubungan sewa-menyewa rumah
b. X dan Z terlibat hubungan jual-beli rumah
Dari pengumpulan fakta dan analisis fakta tersebut diatas
dapat diselesaikan melalui cara sebagai berikut:
Isu hukum berisi pertanyaan tentang fakta dan pertanyaan tentang hukum. Pertanyaan
tentang fakta pada akhirnya menyimpulkan fakta hukum yang sebenarnya yang
didukung oleh alat-alat bukti. Isu tentang hukum dalam civil law system, diawali
dengan statute approach, yang kemudian diikuti dengan conseptual approach. Dengan
demikian identifikasi isu hukum berkaitan dengan konsep hukum. Dari konsep hukum
yang menjadi dasar, dipilah-pilah elemen-elemen pokok.
Misalkan: malpraktik dokter, apakah permasalahannya merupakan tindakan
wanprestasi (Psl.1243 KUHPer) ataukah perbuatan melawan hukum (Psl.1365
KUHPer ?)
D. Penemuan Hukum yang Berkaitan Dengan Isu Hukum:
Dalam pola civil law system, hukum utamanya adalah legislasi. Oleh karena itu
langkah dasar pola nalar yang dikenal sebagai reasoning based on rules adalah
penelusuran peraturan perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan UU No. 12
Tahun 2011 Pasal 1 angka 2, bahwa: “Peraturan Perundang-undangan adalah
peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang
melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan”.
Misalnya
Norma Pasal 1365 BW: “Setiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan
kerugian, mewajibkan yang menimbulkan kerugian itu untuk membayar ganti
kerugian”. Dalam norma tersebut, konsep-konsep utama yang harus dijelaskan.
E. Penerapan Hukum:
Setelah rnenemukan norma konkret, langkah berikutnya adalah penerapan pada fakta
hukum. Seperti contoh di atas setelah menemukan norma konkret dari perbuatan
dalam konteks Pasal 1365 BW dapat dijadikan parameter untuk menjawab pertanyaan
hukum, “apakah gempa bumi merupakan perbuatan?”
Contoh lain, berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat.
Unsur pertama adalah penyalahgunaan wewenang. Tanpa kejelasan konsep
penyalahgunaan wewenang, dengan sendirinya sulit dijadikan parameter untuk
mengukur apakah suatu perbuatan atau tindakan merupakan tindakan penyalahgunaan
wewenang. Salah konsep mengakibatkan kesalahan mengambil kesimpulan.
Kesesatan Penalaran (fallacy)
= “Berpikir Ngawur”
Tujuannya adalah mengubah opini publik, pembodohan publik,
pemutarbalikan fakta, provokasi sektarian, pembunuhan karakter,
memecah belah, menghiondari jerat hukum dan meraih kekuasaan dgn
janji palsu.
Kesesatan Relevansi (Materiil), diantaranya:
1. Argumentum ad ignorantium:
2. Argumentum ad verecundiam:
3. Argumentum ad hominem
4. Argumentum ad misericordiam:
5. Argumentum ad baculum
TERIMA KASIH