Anda di halaman 1dari 32

ARGUMENTASI HUKUM

Mata Kuliah “KLINIK HUKUM”


Ade Darmawan Basri, S.H.,M.H.
Pengertian
Argumentasi berasal dari istilah argumenteren (Belanda ), atau
argumentation (Inggris), yang selanjutnya diterjemahkan ke dalam
istilah baku “ARGUMENTASI HUKUM” yg memuat makna “Penalaran
tentang Hukum”.
a. Argument’ diartikan sebagai berusaha mempercayakan orang lain dengan mengajukan alasan alasan.
((Rahuhandoko, 1996: 67)
b. Dalam Kamus Filasafat (Rakhmad, 1995: 22-23), ‘argument’ dari bahasa Latin ‘arguere’ yang berarti
menjelaskan. Alasan-alasan (bukti) yang ditawarkan untuk mendukung atau menyangkal sesuatu.
Dalam logika, diartikan sebagai serangkaian pernyataan yang disebut premis-premis yang secara logis
berkaitan dengan pernyataan berikutnya yang disebut konklusi. Argumen-argumen dibagi menjadi dua
kategori umum, yaitu deduktif dan induktif;
c. Dalam Kamus Hukum (Sudarsono, 1992: 36), istilah ‘argumen’ diberikan arti sebagai alasan yang
dapat dipakai untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau gagasan. Berargumen,
berarti berdebat dengan saling mempertahankan atau menolak alasan masing-masing;
d. Dalam Kamus Belanda-Indonesia (Wojowasito, 2001: 45), istilah ‘argument’ diartikan bukti
sanggahan, alasan, perbantahan, dan ‘argumentatie’ diartikan sebagai hal memberikan alasan dengan
cara tertentu, debat, pembahasan;
e. Dalam ‘Kamus Inggris-Indonesia’ ditemukan istilah ‘argument’ yang diberikan arti alasan,
perdebatan, bukti, perbantahan, dan ‘argumentation’ diberikan arti sebagai pemberian alasan dengan
cara tertentu, debat, pembahasan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, argumen diartikan sebagai alasan
berupa uraian penjelasan, dan argumentasi diartikan sebagai pemberian alasan yang diuraikan secara
jelas untuk memperkuat suatu pendapat.
Dalam Blak’s Law Dictionary:

‘argument’ diartikan “a statement that attempts to persuase; esp., the


remarks of counsel in alalyzing and pointing out or repudiating a desired
inference, for the assistance of decision-maker. The act or process of
attempting to persuade”. Sedangkan ‘argumentative’,

diartikan sebagai “of or relating to argument or persuasion, stating not


only facts, but also inferances and conclusions drawn from facts (the judge
sustained the prosecutor’s objection to the argumentative question)”.
Argumentasi hukum yang disebut juga dengan legal reasoning
merupakan suatu proses berpikir yang terikat dengan jenis hukum,
sumber hukum, jenjang hukum.

Dalam hal ini berarti selalu berkaitan dengan pemahaman konsep hukum
yang terdapat di dalam norma – norma hukum, dan asas-asas hukum.

Legal Reasoning disebut juga sebagai legal Method, Argumentasi


Yuridik, Metode Berpikir Yuridis, Element of Argument of Law atau
Penalaran Hukum;
Teori argumentasi mengkaji bagaimana menganalisis, merumuskan suatu
argumentasi secara cepat. Teori argumentasi mengembangkan kriteria yang
dijadikan dasar untuk suatu argurnentasi yang jelas dan rasional. Isu utama adalah
kriteria universal dan kriteria yuridis yang spesifik yang menjadikan dasar
rasionalitas argumentasi hukum.
(Feteris, 1994: 2)

Untuk memahami logika, orang harus mempunyai pengertian yang jelas


mengenai penalaran. Penalaran adalah satu bentuk pemikiran. Bentuk-­bentuk
pemikiran yang lain, mulai yang paling sederhana ialah pengertian atau konsep
(concept), proposisi atau pernya­taan (proposition, statement) dan penalaran
(reasoning). Tidak ada proposisi tanpa pengertian (konsep) dan tidak ada
penalaran tanpa proposisi. Untuk rnemahami penalaran, maka ketiga bentuk
pemikiran harus dipahami bersama-sama. (Soekadijo, 1985: 3)

Satu argumentasi bermakna hanya dibangun atas dasar logika. Dengan kata lain
adalah suatu "conditio sine qua non" agar suatu keputusan dapat diterima, adalah
apabila didasarkan pada proses nalar, sesuai dengan sistem logika formal yang
merupakan syarat mutlak dalam berargumentasi. (Brouwer, 1982: 32)
Penalaran (Logika)

 Konstruksi Penalaran disebut SILOGISME


 Silogisme terdiri dari kalimat-kalimat pernyataan, yang disebut PROPOSISI
atau PREMIS;
 Unsur setiap proposisi adalah TERM (kata atau kumpulan kata)
Penalaran meliputi: Deduksi/Deduktif dan Induksi/Induktif;
Ada yg menyebut Penalaran Induksi sbg penelaran Generalisasi, sedangkan
penalaran deduksi sbg Silogisme;
Penalaran sbg proses dan metode termasuk dalam kajian epistemologi dalam
filsafat.
SILOGISME tersusun dari tiga proposisi

Propisisi pertama, disebut Premis Mayor - Aturan Hukum


Proposisi kedua, disebut premis minor - Fakta (yuridis)
Proposisi ketiga, disebut konklusi - Putusan Hukum

Contoh :
• Premis Mayor : Semua Koruptor dihukum - Aturan hukum
• Premis Minor : Suharto Koruptor- Fakta Yuridis
• Konklusi : Suharto dihukum – Putusan hukum

Contoh Salah :
• Premis Mayor : Semua malaikat benda fisik
• Premis Minor : Batu itu malaikat
• Konklusi : Batu itu benda fisik.
MACAM LOGIKA ATAU PENALARAN HUKUM

• Logika Deduksi/Deduktif
 Penalaran bertolak dari aturan hukum yang bersifat umum- abstrak
untuk kemudian ditarik kesimpulan bersifat khusus – konkret.

 Penarikan kesimpulan secara deduktif, lazimnya menggunakan


pola berfikir yang dinamakan SILOGISME atau silogismus.

 Silogisme adalah suatu bentuk proses penalaran yang berusaha


menghubungkan dua proposisi yang berlainan untuk menurunkan
suatu kesimpulan yang merupakan proposisi ketiga.
Contoh Logika Deduksi/Deduktif:

Barang siapa mengambil barang milik orang lain secara melawan hak
akan dipidana penjara karena pencurian setinggi-tingginya 5 tahun;
(Proposisi Pertama = Premis Mayor = menerangkan suatu keadaan
umum “Siapapupun yg mencuri akan dipenjara”)
Si A adalah maling mengambil barang milik orang lain secara
melawan hak;
(Proposisi Kedua = Premis Minor = menerangkan suatu keadaan
khusus “Si A mencuri (maling)”)
Maka si A maling akan dipidana penjara karena pencurian setinggi-
tingginya 5 tahun
Cara Berpikir Induktif
• 1. Generalisasi : Proses Penalaran Yang Bertitik Tolak Dari Beberapa
Peristiwa Individual Menjadi Kesimpulan Bersifat Umum Yang
Mengikat Seluruh Peristiwa Sejenis Yang Sedang Diteliti.

• 2. Analogi :Proses Penalaran Dari Satu Peristiwa Menuju Peristiwa


Lain Yang Sejenis (Sama Pada Prinsipnya). Kemudian Disimpulkan
Bahwa Apa Yang Terjadi Pada Peristiwa Yang Pertama, Terjadi Pula
Pada Peristiwa Yang Lain.

• 3. Kausalitas : Proses Penalaran Yang Bertitik-Tolak Dari Suatu


Peristiwa Yang Dianggap Sebab , Menuju Kepada Kesimpulan Sebagai
Akibat. Hubungan Sebab-Akibat.
Pentingnya LOGIKA INDUKSI dalam Praktik Hukum

Pananganan perkara sejak penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan perkara di


pengadilan selalu berawal dari proses berfikir induksi berupa generalisasi.
Langkah/proses pertama adalah merumuskan fakta, kemudian identifikasi hukum,
mencari hubungan sebab-akibat, mereka-reka probabilitas, baru melakukan
penerapan hukum.
Salah satu model penalaran induksi adalah kausalitas (sebab-akibat). Hubungan
kausalitas memainkan peranan penting dalam penanganan perkara atau
penyelesaian masalah hukum. Kausalitas mempunyai makna penting dalam bidang
hukum, baik dalam hukum bidang pidana, perdata, atau hukum administrasi
Kausalitas Memainkan Peranan Penting dalam penanganan
perkara hukum.
 Salah satu model penalaran induksi adalah kausalitas (sebab-akibat). Hubungan kausalitas
memainkan peranan penting dalam penanganan perkara atau penyelesaian masalah hukum.
 Kausalitas mempunyai makna penting dalam bidang hukum, baik dalam hukum bidang
pidana, perdata, atau hukum administrasi.
 Akan tetapi, penalaran kausalitas dalam kaitan dengan bidang hukum berbeda antara
jenis/macam/aspek hukum yang satu dengan hukum yang lain.
 Hubungan kausalitas dalam hukum pidana belum tentu cocok/sesuai untuk hukum perdata
atau hukum administrasi untuk sengketa Tata Usaha negara
Contoh Logika Induksi/Induktif:
Si A mencuri sepeda motor dipidana penjara 4 tahun;
Si B mencuri sepeda motor dipidana penjara 4 tahun;
Pencuri sepeda motor akan dipidana penjara 4 tahun.

Logika Indukktif-lah yang menjadi nalar dalam penciptaan


asas hukum peradilan the binding of precedent sebagai stare
decisis dalam Common Law System.
Berpikir Yuridik
Berpikir Yuridik adalah suatu cara berpikir tertentu, yakni terpola dalam konteks
sistem hukum positif dan kenyataan kemasyarakatan, untuk menyelesaikan kasus
konkret secara imparsial- objektif-adil manusiawi, untuk memelihara stabilitas
dan predikbilitas demi menjamin ketertiban, dan kepastian hukum;

Berfikir yuridik adalah metode berpikir yang digunakan untuk memperoleh,


menata, memahami dan mengaplikasikan pengetahuan hukum.

Model berpikirnya adalah model berpikir problematik-tersistematisasi mengacu


tujuan hukum, fungsi hukum, dan cita hukum.
Kegiatan Berpikir Yuridik

Dipandang dari sudut cara bekerjanya, berpikir yuridik adalah berpikir secara
analitik-sistematik-logikal-rasional yg terorganisasi dalam kerangka tertib
kaidah-kaidah hukum positif secara kontekstual.

Penalaran hukum adalah proses menalar dalam kerangka dan berdasarkan tata
hukum positif mengidentifikasi hak-hak dan kewajiban-kewajiban yuridik dari
subyek-subyek hukum tertentu. Penalaran hukum adalah pproses penggunaan
alasan-alasan hukum (legal reasons) dalam menetapkan pendirian hukum
yang dirumuskan dalam putusan hukum.

Penalaran adalah suatu proses, suatu kegiatan dalam akal budi manusia yang
didalamnya berlangsung gerakan/alur dari suatu premis ke premis-premis
lainnya untuk mencapai suatu kesimpulan.
Asas-Asas Hukum Berfikir
( the laws of thought )
1. Asas identitas (principle of identity) yang dapat dirumuskan : A adalah A
(A = A), setiap hal adalah apa dia itu adanya, setiap hal adalah sama (identik) dengan
dirinya sendiri, setiap subyek adalah predikatnya sendiri.
2. Asas kontradiksi (principle of contradiction) yang dapat dirumuskan A adalah tidak sama
dengan bukan A (non-A) atau A adalah bukan non-A; keputusan-keputusan yang saling
berkontradiksi tidak dapat dua-duanya benar, dan sebaliknya tidak dapat dua-duanya salah.
3. Asas pengecualian kemungkinan ketiga (principle of excluded middle) dapat dirumuskan;
setiap hal adalah A atau bukan-A; Keputusan-keputusan yang saling berkontradiksi tidak
dapat dua-duanya salah. Juga keputusan-keputusan itu tidak dapat menerima kebenaran
dari sebuah keputusan ketiga atau diantara keduanya; salah satu dari dua keputusan
tersebut haruS benar, dan kebenaran yang satu bersumber pada kesalahan yang lain.
4. Asas alasan yang cukup (principle of sufficient reason) dapat dirumuskan : tiap kejadian
harus mempunyai alasan yang cukup.
5. Asas bahwa kesimpulan tidak boleh melampaui daya dukung dari premis-premisnya atau
pembuktiannya (do not go beyond the evidence).
Tiga Lapisan dalam Argumenasi Hukum:
1. Lapisan Logika:
• Alur premis menuju pada konklusi dari suatu argumentasi harus logis.
• Penalaran yg digunakan bisa berupa penalaran deduksi atau induksi

2. Lapisan Dialektika:
• Lapisan ini membandingkan, baik yang pro maupun yang kontra (Pro-kontra) .
• Agar argumentasi tidak monoton, maka hrs diberikan sentuhan dialektika dan di
dalam dialektika itu suatu argumentasi diuji, terutama pada argumentasi pro-
kontra ( Wanprestasi atau Onrechtmatigdaad)

3. Lapisan Prosedural:
• Dalam pemeriksaan di pengadilan diatur oleh hukum formal yg sekaligus
merupakan aturan main dalam proses penyelesaian sengketa.
Argumentasi Hukum
Merupakan Model Argumentasi Khusus:

1. Tidak ada Hakim atau pun Pengacara, yang mulai berargumentasi dari suatu
keadaan hampa. Argumentasi hukum selalu dimulai dari hukum positif. Hukum
positif bukan merupakan suatu keadaan yang tertutup ataupun statis, akan tetapi
merupakan satu perkem­bangan yang berlanjut. Dari suatu ketentuan hukum
positif, yurisprudensi akan menen­tukan norma-norma baru. Orang dapat bernalar
dari ketentuan hukum positif dari asas yang terdapat dalam hukum positif untuk
mengambil keputusan-keputusan baru.

2. Kekhususan yang kedua dalam argumentasi hukum atau penalaran hukum,


berkaitan dengan kerangka prosedural, yang di dalamnya berlangsung
argumentasi rasional (drie niveaous van rationele juridische argumentatie) dan
diskusi rasional.
The Power of Solving Legal Problems (Kemampuan
Menyelesaikan Perkara2 Yuridis)
Meliputi 3 (tiga) tahapan, yaitu: Tahapan Merumuskan Masalah Hukum
(legal problems identification), Memecahkan Masalah (legal problems
solving), dan Pengambilan Keputusan (decision making).
MODAL UTAMANYA ADALAH:
1. Norma hukum, asas hukum, konsep-konsep hukum, sistem hukum dan
penemuan hukum, merupakan bekal yang digunakan dalam memecahkan
masalah hukum;
2. Mempunyai sikap ilmiah, jujur, berani mencari dan mempertahankan
kebenaran serta berani mengakui kesalahan dan memperbaikinya, terbuka
untuk pendapat atau kritik orang lain dan tidak merasa dirinyalah yang
selalu benar, objektif tidak memihak, tidak bersikap emosional dan a priori
terhadap pendapat orang lain, kritis dan kreatif yang konstruktif. 
Merumuskan Masalah Hukum
(Legal Problem Identification):

Sebagai contoh konkret dapat dikemukakan kegiatan Hakim dalam memeriksa


perkara. Setelah peristiwa konkretnya diseleksi melalui proses tanya-jawab
dengan argumentasi masing-masing pihak, maka kemudian peristiwa konkret itu
dibuktikan untuk dikonstatasi dan sekaligus dirumuskan dan diidentifikasi bahwa
benar-benar telah terjadi peristiwa hukum;
Kalau masalah hukumnya telah diketemukan dan dirumuskan, masih perlu
diketahui masalah hukum itu masalah hukum bidang apa, hukum perdata, hukum
dagang, hukum agraria, hukum pidana dan sabagainya. Antara masalah hukum
perdata dengan masalah hukum pidana sering tidak tajam batasnya, antara ingkar
janji, perbuatan melawan hukum dan perbuatan pidana, antara penggelapan dan
pen­curian.
Pemecahan Masalah Hukum
(Legal Problem Solving):

Kalau misalnya sudah diketahui bahwa masalah itu merupakan utang-


piutang, harus dipecahkan siapakah yang bersalah atau bertanggungjawab
dan dicari hukumnya untuk diterapkan. Kalau terjadi pembunuhan harus
dicari siapa pelakunya dan hukumnya untuk diterapkan. Sehingga dalam
mempelajari hukum, dihadapkan pada peristiwa konkret, kasus atau
konflik yang memerlukan pemecahan dengan mencari hukumnya. Bekal
untuk memecahkan konfik itu adalah pengetahuan tentang norma hukum,
sistem hukum dan penemuan hukum. Setelah pemecahan masalah hukum
perlu diberi hukumnya, hak­nya atau hukumannya. Dengan kata lain, harus
diambil keputusan (decision making).
Langkah Analisis Hukum

Menggunakan Formula "IRAC" :


(I) IDENTIFY (INDENTIFIKASI MASALAH)
(R) RULE (ATURAN HUKUM/DASAR HUKUM)
(A) ANALYSIS (ANALISIS MASALAH MASALAH
(C) CONCLUSI (KESIMPULAN )
Langkah Pemecahan Problem Hukum

A. Pengumpulan Fakta
Fakta hukum bisa berupa perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Pembunuhan adalah
perbuatan hukum, kelahiran adalah peristiwa hukum, di bawah umur adalah suatu
keadaan. Pengumpulan fakta hukum didasarkan pada ketentuan tentang alat bukti.
Seorang lawyer pertama kali berhadapan dengan klien harus mendengar paparan klien
menyangkut fakta hukum. Sikap lawyer terhadap klien adalah sikap skeptik dalam
rangka mengorek kebenaran fakta hukum yang dipaparkan klien. Dengan berhati-hati
lawyer mengajukan pertanyaan untuk menguji sekaligus menggali fakta hukum
secara lengkap. Untuk dapat mengajukan pertanyaan tentunya harus didasarkan pada
ketentuan-ketentuan dan asas hukum yang relevan.
Misalnya, fakta hukum berkaitan dengan perbuatan melanggar hukum, tentunya
lawyer dalam mengajukan pertanyaan beranjak dari ketentuan Pasal 1365 BW.
PENERAPAN LOGIKA INDUKTIF DLM KEGIATAN IDENTIFIKASI FAKTA:

 Fakta Menurut X = X menyerahkan rumahnya utk ditempati Y dgn imbalan sejumlah uang
 Fakta Menurut Y = Y menempati rumah X dgn memberi imbalan sejumlah Uang
Identifikasi Fakta-nya adalah:
a. X adalah pemilik rumah
b. Y adalah pihak yg menempati rumah
c. Y memberikan sejumlah uang kpd X
d. X menerima sejumlah uang dari Y
 Fakta Menurut X = X menyerahkan hak kepemilikan rumahx kpd Z
 Fakta Menurut Z = Z membayar lunas sejumlah uang kpd X
Identifikasi Fakta-nya adalah:
a. X adalah penjual rumah kpd Z
b. Z adalah pembeli rumah milik Z
Kualifikasi Fakta-nya adalah:
a. X dan Y terlibat hubungan sewa-menyewa rumah
b. X dan Z terlibat hubungan jual-beli rumah
Dari pengumpulan fakta dan analisis fakta tersebut diatas
dapat diselesaikan melalui cara sebagai berikut:

-Struktur Aturan = Jual-beli tdk memutuskan hubungan sewa-


menyewa (Pasal 1576 KUHPerdata)
- Struktur Kasus = X dan Y terlibat hubungan sewa-menyewa

X dan Z terlibat hubunan jual-beli


-KONKLUSI = Jual-beli antara X dan Z tdk memutuskan
hubungan sewa-menyewa antara X dan Y
B. Klasifikasi Hakekat Permasalahan Hukum:

Pertama-tama ber­kaitan dengan pembagian hukum positif. Hukum positif diklasifi­


kasikan atas hukum publik dan hukum privat yang masing-masing terdiri atas
berbagai disiplin. Misalnya, hukum publik terdiri atas Hukum Tata Negara, Hukum
Administrasi Negara, dan Hukum Internasional Publik, sedangkan hukum privat
terdiri atas Hukum Dagang, Hukum Perdata, di samping ada disiplin fungsional
yang memiliki karakter campuran (misalnya, hukum perburuhan).
C. Identifikasi dan Pemilihan Isu Hukum yang Relevan

Isu hukum berisi pertanyaan tentang fakta dan pertanyaan tentang hukum. Pertanyaan
tentang fakta pada akhirnya menyim­pulkan fakta hukum yang sebenarnya yang
didukung oleh alat-alat bukti. Isu tentang hukum dalam civil law system, diawali
dengan statute approach, yang kemudian diikuti dengan conseptual approach. Dengan
demikian identifikasi isu hukum berkaitan dengan konsep hukum. Dari konsep hukum
yang menjadi dasar, dipilah-pilah elemen-elemen pokok.
Misalkan: malpraktik dokter, apakah permasalahannya merupakan tindakan
wanprestasi (Psl.1243 KUHPer) ataukah perbuatan melawan hukum (Psl.1365
KUHPer ?)
D. Penemuan Hukum yang Berkaitan Dengan Isu Hukum:

Dalam pola civil law system, hukum utamanya adalah legislasi. Oleh karena itu
langkah dasar pola nalar yang dikenal sebagai reasoning based on rules adalah
penelusuran peraturan perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan UU No. 12
Tahun 2011 Pasal 1 angka 2, bahwa: “Peraturan Perundang-undangan adalah
peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang
melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan”.
Misalnya
Norma Pasal 1365 BW: “Setiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan
kerugian, mewajibkan yang menimbulkan kerugian itu untuk membayar ganti
kerugian”. Dalam norma tersebut, konsep-konsep utama yang harus dijelaskan.
E. Penerapan Hukum:
Setelah rnenemukan norma konkret, langkah berikutnya adalah penerapan pada fakta
hukum. Seperti contoh di atas setelah menemukan norma konkret dari perbuatan
dalam konteks Pasal 1365 BW dapat dijadikan parameter untuk menjawab pertanyaan
hukum, “apakah gempa bumi merupakan perbuatan?”
Contoh lain, berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat.
Unsur pertama adalah penyalahgunaan wewenang. Tanpa kejelasan konsep
penyalahgunaan wewenang, dengan sendirinya sulit dijadikan parameter untuk
mengukur apakah suatu perbuatan atau tindakan merupakan tindakan penyalahgunaan
wewenang. Salah konsep mengakibatkan kesalahan mengambil kesimpulan.
Kesesatan Penalaran (fallacy)
= “Berpikir Ngawur”
Tujuannya adalah mengubah opini publik, pembodohan publik,
pemutarbalikan fakta, provokasi sektarian, pembunuhan karakter,
memecah belah, menghiondari jerat hukum dan meraih kekuasaan dgn
janji palsu.
Kesesatan Relevansi (Materiil), diantaranya:
1. Argumentum ad ignorantium:
2. Argumentum ad verecundiam:
3. Argumentum ad hominem
4. Argumentum ad misericordiam:
5. Argumentum ad baculum
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai