TATALAKSANA TBC
Tatalaksana TB Sensitif Obat (SO)
• Paduan pengobatan seperti pada butir 1 di atas digunakan untuk seluruh pasien TB RO, baik dewasa
maupun anak. Penggunaan paduan pengobatan jangka pendek pada anak, harus mempertimbangkan
faktor usia dan berat badan anak.
Paduan pengobatan jangka pendek tanpa injeksi yang
digunakan adalah :
4-6 Bdq (6 bulan) - Lfx - Eto - Cfz - E - Z - HDT / 5 Lfx - Cfz - Z – E
1.Pada kondisi dimana pasien tidak dapat menggunakan paduan jangka pendek tanpa injeksi, maka pada
pasien tersebut diberikan paduan jangka panjang.
2.Pengobatan pasien TB RO dengan paduan jangka pendek tanpa injeksi diberikan pada pasien yang (baru)
akan memulai pengobatan. Untuk pasien TB RO yang sudah memulai pengobatan dengan paduan jangka
pendek dengan injeksi Kanamisin, maka paduan pengobatannya harus dilanjutkan sampai selesai.
Paduan pengobatan jangka panjang
Note: Amikasin
diberi apabila
obat oral di
grup C tidak
dapat diberikan
dan amikasin
masih terbukti
sensitive.
TB EKSTRA PARU (PDPI)
Tuberkolosis paru dan ekstra paru diobati dengan regimen pengobatan yang sama dan
lama pengobatan berbeda yaitu:
•Meningitis TB, lama pengobatan 9-12 bulan karena berisiko kecacatan dan
mortalitas. Etambutol sebaiknya digantikan streptomisin.
•TB tulang belakang, lama pengobatan 9-12 bulan.
•Kortikosteroid diberikan pada meningitis TB, TB milier berat, dan pericarditis TB.
•Limfadenitis TB lama pengobatan 6 bulan dan dapat diperpanjang hingga 12 bulan.
Perubahan ukuran kelenjar (membesar atau mengecil) tidak dapat menjadi acuan
dalam menentukan durasi pengobatan.
TB pada Keadaan Khusus
1. TB-HIV
• Penting dilakukannya deteksi dini HIV pada pasien TB
Konseling dan tes HIV perlu dilakukan untuk semua pasien dengan, atau yang
diduga TB kecuali sudah ada konfirmasi hasil tes yang negatif dalam dua bulan
terakhir.
Pemeriksaan HIV terutama penting sebagai bagian dari tata laksana rutin di daerah
dengan prevalensi HIV yang tinggi pada populasi umum, pada pasien dengan
gejala dan/atau tanda kondisi terkait HIV, dan pada pasien yang memiliki riwayat
risiko tinggi terpajan HIV.
Diagnosis TB-HIV
• Gambaran klinis
Demam dan penurunan BB pada ODHA + keluhan batuk berapapun lamanya
curigai TB paru.
• Foto thorax
Pemeriksaan foto toraks pada ODHA: rutin untuk deteksi dini TB, dilakukan sejak
awal bersamaan dengan pemeriksaan BTA dan atau TCM TB.
Pengobatan TB-HIV
• Prinsip tata laksana pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV sama seperti
pasien TB tanpa HIV
• Pada koinfeksi TB HIV sering ditemukan infeksi hepatitis mudah terjadi efek
samping obat yang bersifat hepatotoksik.
• Rekomendasi WHO untuk pengobatan TB HIV pada fase intensif dan lanjutan
diberikan setiap hari, tidak direkomendasikan terapi intermiten
Pengobatan TB-HIV
• Apabila nilai CD4 kurang dari 50 sel/mm3, maka pemberian ARV dapat dimulai
pada 2 minggu pertama pemberian OAT fase awal dengan pemantauan, sedangkan
pada TB meningitis pemberian ARV diberikan setelah fase intensif selesai.
Pengobatan TB-HIV
• Pada pengobatan ARV lini 1, Efavirenz (EFV) baik digunakan untuk paduan
ARV pada ODHA dalam terapi OAT, mempunyai interaksi dengan rifampisin
yang lebih ringan dibanding nevirapin.
•Prinsip pengobatan TB DM sama dengan TB tanpa DM, selama kadar gula darah terkontrol.
Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan dapat dilanjutkan sampai 9
bulan.
•Pada pasien hepatitis akut dan atau klinis ikterik, OAT ditunda sampai hepatitis
akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan sangat diperlukan dapat diberikan
Streptomisin dan Etambutol maksimal 3 bulan.
•Pada pasien dengan penyakit hati kronik, pemeriksaan fungsi hati harus dilakukan
sebelum pengobatan dimulai dan secara berkala selama pengobatan. Apabila kadar SGPT
>3x normal sebelum terapi dimulai maka paduan obat yang dapat diberikan adalah dapat
mengandung 2 obat hepatotoksik, 1 obat hepatotoksik atau tanpa obat hepatotoksik.
TB-kelainan hati
•Bila gejala klinis dan laboratorium kembali normal (bilirubin, SGOT, SGPT) mulai
diberikan rifampisin dosis naik perlahan sampai dosis penuh. Selama itu perhatikan klinis
dan periksa laboratorium saat rifampisin dosis penuh
•Bila gejala klinis dan laboratorium normal, tambahkan INH dengan dosis naik perlahan
sampai dengan dosis penuh (sesuai berat badan).
•Pada pasien yang mengalami ikterik, maka dianjurkan tidak memasukkan pirazinamid
kedalam paduan obat
TB-hepatitis imbas obat
•Isoniazid dan rifampisin dieliminasi melalui ekskresi bilier tidak diperlukan penyesuaian
dosis.
6. TB millier
•Manifestasi klinis TB milier tidak spesifik.
•Presentasi klinis sesuai dengan diagnosis TB: demam dengan peningkatan suhu di malam hari, penurunan berat badan,
anoreksia, takikardi, keringat malam.
•Pemeriksaan histopatologis dari biopsi jaringan, pemeriksaan biakan M. tuberculosis dari sputum, cairan tubuh dan
jaringan tubuh lain dapat menunjukkan gambaran tuberkulosis.
• Paduan OAT yang diberikan: 2 RHZE / 4 RH. Pada keadaan khusus atau
sakit berat pengobatan fase lanjutan dapat diperpanjang.
•Jika seorang pasien terjadi gatal tanpa ruam dan tidak ada penyebab yang jelas selain
OAT coba pengobatan simtomatik dengan antihistamin dan pelembab kulit, dan
pengobatan TB dapat dilanjutkan sambil dimonitor.
•Jika terjadi ruam kulit, semua obat anti-TB harus dihentikan. Dosis secara bertahap
ditingkatkan selama 3 hari
Apabila kemudian terjadi ruam, semua OAT harus dihentikan sementara.
Pengobatan TB harus dilakukan sampai selesai agar sembuh, oleh sebab itu,
dapat dilakukan upaya mengetahui OAT mana yang menyebabkan terjadinya
reaksi dikulit dengan cara ”drug challenging”
EFEK SAMPING OBAT