Anda di halaman 1dari 44

Desy Natalia Elma Sisika Dwi Andikaratih Molantika Rita Rahim Ardian Novareza Elsy Selvia Rahma Putri

Wedelia Sadina Putri M. Septian Saad Rosnida Zentiya Agustriani M.Algi Shougi

G1A109022 G1A109050 G1A109051 G1A109060 G1A109104 G1A109012 G1A109013 G1A109053 G1A109097 G1A108026 G1A107083

Ny. G (60 tahun) memiliki kebiasaan duduk bersilang kaki. Beberapa hari ini ia mengalami keterbatasan ROM sehingga sulit untuk melakukan eversi pada kaki, merasakan rasa nyeri di daerah lateral tibia anterior tungkai kiri, parestesi pada dorsum kaki kiri dan juga mengalami drop foot kaki kiri. Ny. G berjalan secara high steppage gait. Selain itu semenjak menopause Ny. G juga sering mengeluh nyeri pada tulang punggungnya terutama jika berdiri atau berjalan. Ny. G mendapat informasi bahwa hal itu merupakan gejala dari pengeroposan tulang. Ny.G memerlukan pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan yang adekuat.

ROM Eversi Paresthesi

Drop Foot

: Latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot : Pembalikan daerah dalam keluar, berputar keluar : Perasaan sakit atau perasaan yang menyimpang, rasa abnormal, seperti kesemutan,rasa terbakar,berkeringat dll. : Suatu keadaan tidak dapat mendorso fleksikan kaki

High steppge gait : Gaya berjalan pada kelumpuhan kaki (dropfoot dimana tungkai yang diangkat tinggi agar jari kaki tidak tersentuh tanah Latera tibia anterior : Bagian depan os. Tibia yang menjauhi garis tengah tubuh

1. Ny. G (60 tahun) memiliki kebiasaan duduk bersilang kaki 2. Beberapa hari ini ia mengalami keterbatasan ROM sehingga sulit untuk melakukan eversi pada kaki, merasakan rasa nyeri di daerah lateral tibia anterior tungkai kiri, parestesi pada dorsum kaki kiri dan juga mengalami drop foot kaki kiri 3. Ny. G berjalan secara high steppage gait 4. Selain itu semenjak menopause Ny. G juga sering mengeluh nyeri pada tulang punggungnya terutama jika berdiri atau berjalan.

4. Ny. G mendapat informasi bahwa hal itu merupakan gejala dari pengeroposan tulang 5. Ny. G memerlukan pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan yang adekuat

A. 1. Saraf apa saja yang mempersarafi ekstremitas bawah? 2. Bagaimana akibat dari memiliki kebiasaan duduk bersilang kaki? B. 1. Apa saja jenis-jenis ROM? 2. Bagaimana hubungan antara kebiasaan duduk menyilang kaki dengan Ny. G mengalami keterbatasan ROM, sulit eversi kaki kiri, merasa nyeri, parestesi dan berjalan secara drop foot? 3. Mengapa keterbatasan ROM menyebabkan sulit melakukan eversi pada kaki kiri Tn. G? 4. Mengapa Ny. G merasakan nyeri di daerah lateral tibia anterior tungkai kiri?

6. Bagaimana mekanisme nyeri? 7. Mengapa parestesi hanya dirasakan pada daerah dorsum kaki kiri? 8. Apa penyebab drop foot? 9. Bagaimana mekanisme terjadinya drop foot pada kaki kiri? 10.Bagaimana cara pemeriksaan ROM pada tungkai dan interpretasinya? C. 1. Bagaimana cara berjalan high steppage gait? 2. Apa yang menyebabkan Ny. G berjalan secara high steppage gait? D. 1. Bagaimana anatomi dari tulang belakang? 2. Apa saja akibat menopause?

3. Bagaimana hubungan antara menopause dengan kelainan pada Ny. G berupa nyeri pada tulang punggung terutama ketika berdiri atau berjalan? 4. Mengapa Ny. G hanya mengalami nyeri pada tulang punggung saja? E.1. Adakah hubungan antara menopause dengan keluhan utama Ny. G? jika ada bagaimana hubungannya? 2. Apa yang dimaksud dengan pengeroposan tulang? 3. Bagaimana proses dari pengeroposan tulang?

4. Apa penyebab dari pengeroposan tulang? 5. Apa tulang yang biasanya mengalami pengeroposan tulang? 6. Penyakit apa yang di manifestasi dengan pengeroposan tulang? F. 1. Apa saja Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnose penyakit pada Ny. G? 2. Bagaimana penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada kasus Ny. G? 3. Apa yang terjadi jika penetalaksanaan pada Ny. G tidak adekuat? 4. Apa diagnosis banding dari penyakit Ny. G? 5. Apa diagnosis dari penyakit Ny. G?

Ny. G ( 60 tahun )

Anamnesis : y y y Nyeri pada kaki dan tulang punggung Kesemutan/parastesi Menopouse

Pemeriksaan fisik : y y y Keterbatasan ROM High steppage Gait Drop foot

Diagnosis Banding : y y y Peroneal palsy Tarsal tunnel syndrom Osteoporosis

Pemeriksaan penunjang

Penatalaksanaan dan pemeriksaan yang adekuat

Anatomi saraf pada tungkai

Gejala klinis dari peroneus neuropati ini dibedakan atas level menurut lesinya . Gejala dari lesi ini salah satunya adalah: Lesi bisa pada kaput fibula atau lebih distal

Jenis-jenis ROM: ROM pasif ROM aktif

Menimbulkan

parese

dan

atropi

pada

M.Peronei dan gangguan eversi kaki Gangguan sensoris pada kulit bagian lateral distal tungkai bawah dan dorsum kaki, sedangkan kulit di sela jari-jari antara jari kaki 1 dan 2 masih baik

ROM Pergelangan kaki: - Dorsoflexi: 00-200 - Plantarflexi: 00-500 Lutut : - Fleksi 00 1300 - Ekstensi 1200 00 Panggul: - Fleksi: 1100-00 - Ektensi: 00-300

Interpretasi

Terdapat keterbatasan ROM

Terdapat keterbatasan ROM

Terdapat keterbatasan ROM

Mekanisme nyeri secara umum, adalah: Transduksi Stimulus ditransformasikan menjadi impuls berupa suatu aktivitas elektrik pada ujung bebas saraf sensorik. Transmisi Perambatan dari impuls tersebut pada sistem saraf sensoris. Modulasi Proses interaksi antara sistem inhibisi dari transmisi. Persepsi Adanya interaksi antara transduksi, transmisi, dan modulasi yang membentuk suatu pengalaman emosional subjektif.

Anatomi dari tulang belakang

Osteoporosis
 Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Menurut NIH (National Institute of Health) osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang mudah patah.

Etiologi
Pada Laki-laki
 Bertambahnya usia, maka tulang kortikal akan makin menipis ,penipisan ini tidak secepat pada wanita karena pada laki-laki tidak mengalami menopouse.  Pada laki-laki kehilangan massa tulang lebih bersifat penipisan.  Pertumbuhan masa tulang lebih besar dari pada wanita  Korteks trabekulanya lebih tebal  Ukuran kolum femoris akan makin besar dengan bertambahnya umur, sehingga resiko fraktur akan lebih kecil.

Pada Wanita
 Bertambahnya usia, maka tulang kortikal akan terjadi penipisan yang lebih cepat karena pada wanita mengalami menopouse.  Pada wanita lebih diakibatkan oleh kehilangan elemen trabekula dari tulang yang bersangkutan.  Pertumbuhan masa tulang lebih kecil dari pada laki-laki  Korteks trabekulanya lebih tipis  Ukuran kolum femoris tidak makin besar walaupun bertambah umur

Epidemiologi

 Diperkirakan 1 dari 3 wanita di atas usia 50 tahun di seluruh dunia mengidap osteoporosis  1 dari 12 pria di atas usia 50 tahun di seluruh dunia mengidap osteoporosis.  Ini menambah kejadian jutaan fraktur lainnya pertahunnya yang sebagian besar melibatkan lumbar vertebra, panggul dan pergelangan tangan (wrist).

Faktor Risiko
Umur Genetik Tiap peningkatan 1 dekade,risiko meningkat 1,4-1,8
y y y

Etnis : Kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia Seks : Perempuan > Laki-laki Riwayat keluarga Defisinsi kalsium Aktivitas fisik berkurang Obat-obatan (kortikosteroid,anti konvulsan, heparin ,siklosporin) Merokok dan alkohol

Lingkungan

y y y y

Hormonal dan penyakit kronik

y y y

Defisiensi estrogen dan androgen Tirotoksokosis,hiperparratidisme primer dan hiperkortisolisme Penyakit kronik (sirosis hepatis,gagal ginjal, dan gastrektomi)

Sifat fisik Tulang

y y y y

Densitas (massa) Ukuran dan geometri Mikroarsitektur Komposisi

Pathogenesis
Tipe I
Bone marrow stromal cell + sel mononuklear Menopause Estrogen osteoblas Sel endotel Osteoklas Absorpsi Ca Reabsorpsi Ca di ginjal

IL-1, IL 6, TNF , MCSF

TGF-

NO

Hipokalsemia

Diferensiasi dan maturasi osteoklas

PTH

Resorpsi tulang

Osteoporosis

Klasifikasi Osteoporosis
Osteoporosis dibagi menjadi 2 kelompok :
 Osteoporosis primer (involusional) adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyabnya.  Osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui penyebanya.

Karakteristik Osteoporosis Tipe I dan Tipe II :


Tipe I Umur (tahun) Perempuan : Laki-laki Tipe kerusakan tulang Bone turnover Lokasi fraktur terbanyak Fungsi paratiroid Efek estrogen Etiologi utama 50-75 6:1 Terutama trabekular Tinggi Vertebra, radius distal Menurun Terutama skeletal Defisiensi estrogen >70 2:1 Trabekular dan Kortikal Rendah Vertebra, kolum femoris Meningkat Terutama ekstraskeletal Penuaan dan defiseinsi estrogen Tipe II

Manifestasi klinis
 Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala.  Pada tahap lanjut, jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk  Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun.  Tulang belakang yang rapuh ,akan mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera

 Nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan.  Jika disentuh, akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.  Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit.

Penegakkan Diagnosis Anamesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang :


Pemeriksaan biokimia tulang Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan Densitas Masa Tulang (densitometri) Sonodensitometri Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pengobatan
Edukasi dan Pencegahan Latihan dan Program Rehabilitasi Esterogen Kalsitonin Metabolit vitamin D Strontium ranelate Pembedahan Osteoporosis

Nama obat osteoporosis di Indonesia :


Kelompok Bisfosfonatbat Risedronat Alendronat Ibandronat Zoledronat Nama Generik Dosis 35 mg, seminggu sekali atau 5 mg/hari 70 mg, seminggu sekali atau 10 mg/hari 150 mg, sebulan sekali 5 mg per drip selama 15 menit, diberikan setahun sekali SERMs (Selective esterogen Raloksifen 60 mg/hari, setiap hari

receptor modulators) Kalsitonin Strontium renalat Kalsitonin 200 IU/hari Nasal spray 2 gram/hari, dilarutkan dalam air, diminum pada malam hari, atau 2 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan Vitamin D Kalsitriol 0,25 g, 1-2 kali perhari

Prognosis
Pada penderita osteoporosis, sebaiknya sedini mungkin melakukan pemeriksaan dan pengobatan. Bila sudah melakukan pengobatan selama 1-2 tahun dapat dilakukan pemeriksaan densitometri untuk menilai peningkatan densitas tulangnya. Pemeriksaan biokimia tulang juga perlu dilakukan untuk evaluasi pengobatan tersebut. Biasanya pemeriksaan biokimia tulang dilakukan 3-4 bulan setelah pengobatan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lebih baik sedini mungkin

PERONEAL PALSY
Anatomi  N. Peroneus communis dibentuk oleh gabungan 4 divisi postereor bagian atas pleksus sakral yaitu dari L4 5 dan S1-2.  Pada paha, saraf ini merupakan komponen N.sciatic sampai bagian atas daerah popliteal, dimana N.Peroneus communis mulai berjalan sendiri.

Etiologi
Akibat tekanan dari luar seperti penekanan pada saraf selama jongkok atau duduk bersilang kaki, trauma, diabetes dan lepra. Duduk bersilang kaki yang mana menyebabkan saraf peroneal terjepit antara caput fibula dan condylus femur externa serta patella pada tungkai yang berlawanan. Pada mereka dengan penurunan berat badan yang sangat drastis Hilangnya lemak (fat) yang sangat akan mengurangi proteksi terhadap saraf tersebut, sedangkan penurunan berat badan memungkinkan pasien merasa enak (comfortable) dengan duduk bersilang kaki. Beberapa pekerjaan yang memerlukan berjongkok atau bersujud, seperti bertani, penambang akan meningkatkan tekanan pada saraf terhadap collum fibula sehingga menyebabkan terjadinya occupational peroneal palsy.

Patogenesis
Gangguan fungsi saraf peroneal dapat terjadi setelah mengalami keseleo atau terkilir pada pergelangan kaki. Hal lain yang dapat menyebakkan peroneal palsy bisa seperti trauma langsung,dislokasi lutut,fraktur tibia dan fibula, dimana trauma tersebut akan menyebakakn nervus peroneus tertekan, secara anatomis N. peroneus comunis mudah terkena cidera karena nervus tersebut berjalan melingkari colum fibula dekat periosteum yang hanya ditutupi oleh kulit dan jaringan subkutaneus.

Gejala Klinis
Gejala klinis peroneus neuropati dapat dibedakan menurut level lesinya antara lain: Lesi pada kaput fibula Anterior tibial (deep peroneal) Superficial peroneal nerve syndrome

Selain menurut level lesinya, gejala klinis peroneus neuropati juga dapat dibedakan menurut penyebabnya, yaitu: Anterior tibial sindrom Penyakit Oklusi arteriosklerotik Penyakit lepra Diabetes

Diagnosis Banding
DD Peroneal Palsy Menifestasi Klinis

Saraf ini bisa terkena cedera pada kaput fibula atau lebih distal Kelainan ini menimbulkan parese/paralisis jari kaki dan dorsofleksi kaki Gangguan sensoris terbatas pada kulit di sela jari-jari antara jari kaki 1 dan 2. Saraf ini dapat juga tertekan pada pergelangan kaki, sehingga menyebabkan anterior tarsal tunnel syndrome yang menimbulkan gejala parese dan atropi pada M.Extensor digitorum brevis, sedangkan gangguan sensoris bisa terdapat atau tidak pada kulit di sela jari-jari antara kaki 1 dan 2.

Radikulopaty L5

nyeri yang sifatnya menjalar sepanjang serabut saraf yang tertekan disertai parestesia atau hipestesia. Dapat mengakibatkan foot drop dan kesukaran melakukan dorsofleksi kaki dan/atau ibu jari kaki Kesukaran berjalan pada tumit Lateral tungkai bagian distal kaki dan antara ibu jari dengan jari tengah kaki (lihat peta dermatom) Tidak jelas Biasanya tidak nyata

Tarsal Tunnel Syndrome

Refleks lutut atau pergelangan kaki dapat menghilang Sensasipanas (sepertiterbakar) /dingin,tersetrumpada kaki Nyeripadatelapakkaki,terkadanghinggakemata kaki Telapak kaki terasasepertiditusuk-tusuk Nyeripadaposisi kaki menggantung(misalnya pas laginyetir) Pembengkakan Nyeriakansemakindiperparahdengantingkataktivitas (ex: lama berdiri) danakanmeredasetelahistirahat

Diagnosis
Diagnosa peroneus neuropati ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Penunjang :
Elektromiografi Pemeriksaan Ct-Scan dan MRI Tes Tinel s Sign

Tatalaksana
1. Non-medikamentosa R : Rest/istirahat I : Ice C : Compressi E : Elevation 2. Medikamentosa 3. Physical therapy

Pencegahan
Menghindari terjadinya penekanan pada daerah yang dipersarafi oleh nervus Peroneus. Menghindari terjadinya dislokasi pada daerah yang dipersarafi oleh nervus Peroneus (terutama pada lutut), misalnya dengan menggunakan pelindung pada lutut saat melakukan aktivitas olahraga.

Referensi
Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku saku patofisiologi. Edisi revisi ke-3 hal 414-428. Jakarta:EGC. Gunawan, Sulitia Gan. 2008. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI Guyton, A.C & Hall, J.E. Textbook of Medical Physiology. 2006. The 11th edition. Philadelphia: Elsevier-Saunders Katzung. Betram G. 2003. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika. Price Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi. Ed. 6. Jakara : EGC. Putz R, Pabst, 2007. Atlas anatomi manusia sobotta.Jakarta:EGC Sherwood, Laurale. Fisiologi manusia Edisi 2, 2001. Jakarta: EGC Sudoyo Aru , Setyohadi Bambang,Dkk. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi IV. 2007. Jakarta : depaetemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai