Anda di halaman 1dari 19

HUKUM LEMBAGA PEMBIAYAAN

(SEWA GUNA USAHA)

Dr. Hj. Wieke Dewi Suryandari S.H., SP. N.


PENGERTIAN SEWA GUNA USAHA
Istilah sewa guna usaha merupakan terjemahan yang diambil dari
bahasa Inggris leasing yang berasal dari kata lease yang berarti sewa
atau lebih umum sebagai sewa-menyewa. Meskipun demikian, antara
sewa guna usaha (leasing) dan sewa-menyewa biasa tidaklah sama.
Ada beberapa persyaratan dan kriteria tersendiri yang membedakan
antara sewa guna usaha dengan sewa-menyewa, karena dalam
pengertian sewa guna usaha mengandung ciri-ciri objeknya berupa
barang modal, pembayarannya secara berkala dalam jangka waktu
tertentu, adanya hak opsi serta perhitungan nilai sisa atas objeknya.
secara umum sewa guna usaha merupakan suatu equipment
funding, yaitu suatu kegiatan pembiayaan dalam bentuk peralatan
atau barang modal pada perusahaan untuk digunakan dalam proses
produksi. Mengenai definisi sewa guna usaha ini ada banyak
pendapat,
Berikut ini adalah kutipan dari beberapa pendapat
tersebut. The Equipment Leasing Association di London,
Inggris sebagaimana disitir oleh Amin Widjaja Tunggal
dan Arif Djohan Tunggal memberikan definisi sebagai
berikut :
“Leasing adalah perjanjian (kontrak) antara lessor dan lesse
untuk menyewa suatu jenis barang modal tertentu yang
dipilih/ditentukan oleh lesse. Hak atas pemilikan barang modal
tersebut ada pada lessor, adapun lesse hanya menggunakan barang
modal tersebut berdasarkan pembayaran usang sewa yang telah
ditentukan dalam suatu jangka waktu tertentu.”.
Menurut Pasal 1 ayat (1) Surat Keputusan Bersama
Menteri Keuangan, Menteri Pendustrian, dan Menteri
Perdagangan No.122, No. 32, No 30 Tahun 1974 tentang
Perizinan Usaha Leasing, ditentukan bahwa yang dimaksud
dengan leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan
perusahaan dalam bentuk penyediaan barang modaluntuk
digunakan oleh suatu perusahaan dalam jangka waktu
tertentu, berdasarkan pembayaran secara berkala disertai
dengan hak pilih (opsi) bagi perusahaan tersebut untuk
membeli barang modal yang bersangkutan, atau
memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa
yang telah disepakati bersama.
Adapun dalam Pasal 1 angka (9) Keppres No. 61 Tahun 1988
tentang Lembaga Pembiayaan ditentukan, bahwa perusahaan sewa
guna usaha (leasing company) adalah badan usaha yang melakukan
usaha pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik
secara finance lease maupun operating lease untuk digunakan oleh
penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara berkala.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dalam pengertian
sewa guna usaha terkandung enam unsur, yaitu:
1. Pembiayaan perusahaan. Pembiayaan di sini tidak dilakukan
dalam bentuk sejumlah dana, tetapi dalam bentuk peralatan
atau barang modal yang akan digunakan dalam proses produksi.
2. Penyediaan barang modal. Peralatan atau barang modal ini
biasanya disediakan oleh pabrikan atau supplier atas biaya dari
lessor untuk dipergunakan oleh lesse.
3. Pembayaran sewa secara berkala. Lesse membayar harga
barang modal kepada lessor secara angsuran, sebagai imbalan
penggunaan barang modal berdasarkan perjanjian sewa guna
usaha.
4. Jangka waktu tertentu, yaitu lamanya waktu sewa guna usaha
yang dimulai sejak diterimanya barang modal leh Lesse sampai
dengan perjanjian sewa guna usaha berakhir.
5. Adanya hak pilih (opsi) bagi lesse. Pada akhir masa leasing,
lesse mempunyai hak untuk menentukan apakah dia ingin
membeli barang modal tersebut, memperpanjang perjanjian
sewa guna usaha ataukah mengembalikan barang modal
tersebut kepada lessor.
6. Nilai sisa (residual value) yaitu nilai barang modal pada akhir
masa sewa guna usaha yang telah disepakati oleh Lessor
dengan Lesse pada awal masa sewa guna usaha.
PENGATURAN SEWA GUNA USAHA
Sewa guna usaha merupakan salah satu bentuk lembaga
pembiayaan yang kegiatannya berupa penyediaan barang modal bagi
lesse guna mengembangkan dan meningkatkan usahanya. Di
Indonesia, lembaga ini secara formal masih relatif baru, yaitu baru
ada pada tahun1974 dengan dikeluarkannya beberapa surat
keputusan menteri yang mengatur tentang sewa guna usaha, yaitu
a. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri
Perindustruab, dan Menteri Perdagangan No. 122, No. 32, No. 30
Tahun 1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha
Leasing.
b. Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 649 Tahun 1974 tanggal
6 Mei 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing.
c. Surat Keputusan Mentersi Keuangan No. 650 Tahun 1974 tanggal
6 Mei Tahun 1974.
Ketiga surat keputusan menteri di atas merupakan titik awal
sejarah perkembangan pengaturan sewa guna usaha sebagai
lembaga bisnis pembiayaan di Indonesia.
Keberadaan dan aktivitas dari sewa guna usaha ini dilakukan
tidak hanya berdasarkan kehendak para pihak saja, yaitu antara
lessor & lesse yang dituangkan dalam bentuk perjanjian, tetapi juga
diatur oleh beberapa peraturan perundang-undangan yang bersifat
publik administratif.
Albdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati berpendapat bahwa
sewa guna usaha sebagai salah satu bentuk bisnis pembiayaan
bersumber dari berbagai ketentuan hukum,baik perjanjian maupun
perundang-undangan. Perjanjian adalah sumber hukum utama
sewa guna usaha dari segi perdata, adapun perundang-undangan
adalah sumber hukum utama sewa guna usaha dari segi publik.
 Segi Hukum Perdata
1) Asas Kebebasan Berkontrak
Hubungan hukum yang terjadi dalam kegiatan sewa guna usaha
selalu dibuat secara tertulis (kontrak) sebagai dokumen hukum
yang menjadi dasar kepastian hukum (legal certainty). Kontrak
sewa funa usaha ini dibuat berdasarkan atas asas kebebasan
berkontrak yang memuat rumusan kehendak berupa hak dan
kewajiban dari pihak lessor dan pihak lessee.
2) Undang-Undang di Bidang Hukum Perdata
sumber hukum sewa guna usaha yang berasal dari undang-
undang di bidang perdata, yaitu ketentuan sewa-menyewa dalam
Buku III KUH Perdata, dan ketentuan dari berbagai undang-undang
di luar KUH Perdata yang mengatur asepk perdata dari sewa guna
usaha.
 Segi Hukum Publik
Sebagai usaha yang bergerak di bidang jasa pembiayaan, sewa guna
usaha banyak menyangkut kepentingan publik terutama yang
bersifat administratif. Oleh karena itu, perundang-undangan yang
bersifat publik yang relevan berlaku pula pada sewa guna usaha.
Perundang-undangan tersebut terdiri atas undang-undang,
peraturan pemberintah, keputusan presiden, dan keputusan
menteri.
1) Undang-Undang di Bidang Hukum Publik
Berbagai undang-undang di bidang administrasi negara yang
manjdai sumber hukum utama sewa guna usaha adalah sebagai
berikut:
• Undang-Undang No. 3 Tahun 1983 tentang Wajib Daftar
Perusahaan dan peraturan pelaksanaanya.
• Undang-Undang NO. 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang No. 10
Tahun 1998 tentang Perbankan dan peraturan pelaksanaanya.
• Undang-Undang No. 12 Tahun 1985, Undang-Undang No. 7 Tahun 1991,
Undang-Undang No. 8 Tahun 1991 dan peraturan pelaksanaannya, semua
tentang Perpajakan.
• Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan dan
peraturannya pelaksanaanya.
• Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan
peraturan pelaksanaannya.
2) Peraturan tentang Lembaga Pembiayaan
Peraturan tentang lembaga pembiayaan yang mengatur sewa guna usaha antara
lain adalah :
• Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan.
• Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, yang kemudian diubah dan
disempurnakan dengan Keputusan Menteri Keuangan No.468 Tahun 1995
• Peraturan khusus tentang sewa guna usaha, yaitu Keputusan Menteri Keuangan
No. 1169 Tahun 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (leasing)
KEUNGGGULAN DAN KELEMAHAN SEWA GUNA
USAHA
Sewa guna usaha sebagai alternatif sumber pembiayaan memiliki
beberapa keunggulan dan kelemahan dibandingkan dengan sumber
pembiayaan lainnya terutama bank. Menurut Munir Fuady keunggulan
atau kelebihan dari sewa guna usaha adalah sebagai berikut.
1. Adanya fleksibilitas. Fleksibilitas ini terutama dalam hal
dokumentasi, jaminan, struktur kontraknya, besardan jangka
waktu pembayaran angsuran oleh lesse, nilai residu, dan hak opsi
bagi lesse.
2. Biaya relatif murah. Dalam sewa guna usaha relatif tidak
memerlukan biaya yang besar, karena prosedur dalam sewa guna
usaha relatif sederhana. Dalam praktik biasanya semua biaya
diakumulasikan ke dalam satu paket, antara lain meliputi biaya
konsultan, biaya pengadaan dan pemasangan barang, dan biaya
asuransi.
3. Penghematan pajak. Sistem perhitungan pajak untuk sewa guna
usaha yang meringankan, sehingga pembayaran pajaknya lebih
hemat.
4. Pengaturan tidak terlalu kompleks sebagaimana terhadap kredit
bank. Ini sangat menguntungkan bagi lessor, mengingat
perusahaan pembiayaan tidak perlu harus melaksanakan
banyak hal, seperti diwajibkan untuk suatu bank.
5. Kriteria lesse yang longgar. Dibandingkan dengan fasilitas kredit
bank, persyaratan dalam sewa guna usaha bagi lesse lebih
longgar.
6. Resiko pemutusan kontrak. Lesse diberi hak berupa kemudahan
untuk memutuskan kontrak, tetapi lessor juga dapat menjual
barang modal kapan saja dengan harga yang dapat menutupi
bahkan melebihi dari sisa utang lessee. Dengan demikian, tidak
banyak resiko bagi lessor maupun lessee jika terjadi pemutusan
kontrak di tengah jalan.
7. Pembukuan yang lebih mudah. Pembukuan dalam sewa guna
usaha lebih mudah dan menguntungkan bagi perusahaan lesse.
Bahkan cukup reasonable pula jika transaksi leasing ini
dimasukan sebagai pembiayaan secara off balance sheet.
8. Pembiayaan penuh. Tidak jadang pula pembiayaan sewa guna
usaha diberikan sampai dengan 100% (full pay out). Hal ini akan
sangat membantu bagi perusahaan lesse yang baru berdiri.
9. Perlindungan dampak kemajuan teknologi. Lessee dapat
terhindar dari kerugian akibat barang yang dusewa mengalami
ketinggalan model karena pesatnya kemajuan teknologi. Dalam
kontrak sewa guna usaha bisa dicantumkan klausul bahwa
barang modal dapat ditukar dengan barang modal yang sama
yang lebih canggih jika di kemudian hari ada penemuan baru
yang lebih unggul.
Di samping keunggulan di atas, sebagaiman juga pada lembaga
bisnis lain, sewa guna usaha juga mempunyai beberapa kelemahan.
Di antara kelemahan tersebut adalah sebagai berikut.
a. Biaya bunga yang tinggi. Karena perusahaan sewa guna usaha
juga memperoleh biaya dari bank, maka kedudukan lessor
hanyalah sebagai perantara saja bagi lesse. Untuk itu lessor akan
mendapatkan keuntungan margin tertentu. Konsekuensinya,
perhitungan bunga ataupun kompensasi terhadap bunga dalam
transaksi sewa guna usaha akan relatif lebih tinggi.
b. Biaya marginal tinggi. Kedudukan lessor sebagai perantara antara
penyedia dana (bank) dengan pihak lesse, menyebabkan mata
rantai distribusi dana menjadi lebih panjang. Konsekuensinya
tentu biaya akan menjadi lebih tinggi mengingat perantara juga
memerlukan fee sebagai kompensasi atas jasa-jasanya.
c. Kurangnya perlindungan hukum. Pengaturan sewa guna usaha
masih kurang memadai dibanding dengan sektor perbankan.
Perlindungan hukum bagi para pihak hanya sebatas pada iktikad
baik dari masing-masing pihak tersebut. Selanjutnya sesuai dengan
hukum pasar, maka pihak yang kedudukannya lemah akan kurang
terlindungi hak atau kepentingan. Akibat lain dari pengaturan yang
masih kurang memadai ini adalah kurang terjaminnya unsur
fairness, tidak predictable dan kurang adanya kepastian hukum.
d. Proses eksekusi yang sulit. Dalam hal pembayaran cicilan macet,
tidak ada suatu prosedur yang khusus untuk eksekusi sewa guna
usaha, sehingga jika terjadi sengketa harus diselesaikan lewat
pengadilan. Ini tentu saja akan banyak menghabiskan waktu dan
biaya serta hasilnya tidak predictable yang bagi perusahaan sewa
guna usaha sangat riskan. Selama sengketa, barang modal berada
pada status quo (setelah adanya sita revindikator), yang berarti
barang modal masih dikuasai oleh lesse dan nilai ekonomisnya akan
terus trurun sebagai akibat terjadinya proses amortisasi.
TUGAS
1. Butalah tabel klasifikasi bentuk-bentuk lembaga
pembiayaan di Indonesia.
2. Tabel berisikan jenis lembaga pembiayaan, nama
perusahaan lembaga pembiayaan, layanan
pembiayaan yang diberikan, serta keterangan
lain bila diperlukan.
Contoh
No Jenis Lembaga Nama Layanan Catatan
Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan
1 Keperasi Mekar Jaya 1. Simpan 1. Untuk
Abadi Pinjam menerima
2. Usaha layanan
UMKM hanya
3. dst kepada
anggota
koperasi
tersebut
2. dst

Anda mungkin juga menyukai