Anda di halaman 1dari 21

DASAR-DASAR

KONSELING

KARTIKA
ksdewi.pklinis@gmail.com
APA ITU KONSELING ?
 Cavanagh (1982) mendefinisikan
konseling sebagai hubungan antara
penolong yang terlatih dan seseorang
yang mencari pertolongan dimana
keterampilan penolong dan situasi yang
diciptakannya membantu klien untuk
belajar berhubungan dengan dirinya
sendiri dan orang lain dalam suatu cara
yang lebih produktif.
 Gladding (2004) menjelaskan definisi konseling sesuai
dengan ACA (American Counseling Association) adalah
sebagai aplikasi dari prinsip-prinsip kesehatan mental,
psikologi, atau perkembangan manusia melalui intervensi
kognitif, afektif, perilaku atau sistemik, strategi yang
memperhatikan kesejahteraan, pertumbuhan pribadi, atau
pengembangan karier, tetapi juga patologi.
 Profesi ≠ Karier. 

 Lesmana (2002) mengungkap bahwa konseling


merupakan proses yang terkait dengan hubungan
membantu orang lain yang berfungsi normal untuk
mencapai sasaran-sasarannya secara efektif dan mampu
berfungsi lebih efektif.
TUJUAN KONSELING

 Tujuan Konseling : mendapatkan


kondisi-kondisi yang memudahkan
perubahan secara sadar  hak-hak
individual untuk membuat pilihan dan
mandiri (Patterson, 1967)
BEDA KONSELING DENGAN BENTUK
BANTUAN PSIKOLOGIS YANG LAIN
 Menurut Bremmer dkk (1993), terdapat 3 pendekatan dalam interaksi menolong
secara psikologis, yaitu: konseling, psikoterapi, dan penyuluhan. Ketiganya memiliki
batasan-batasan tertentu dalam praktiknya.

 Penyuluhan atau lebih dikenal dengan istilah psikoedukasi lebih diperuntukkan bagi
awam sebagai upaya preventif terhadap suatu permasalahan psikologis, seperti:
psikoedukasi mengenai manajemen stres. Penyuluhan juga dapat dilakukan dengan
alat-alat bantu seperti leaflet, pamflet, alat peraga, dan film pendek. Konseling dapat
dilakukan oleh praktisi yang tidak memiliki latar pendidikan sebagai psikolog atau
psikoterapis.

 Konseling selain bersifat kekinian dan ada pada ranah kesadaran, juga lebih tepat
diberikan untuk memberikan support dan psikoedukasi pada individu atau kelompok
yang memiliki permasalahan psikologis pada taraf normal.

 Psikoterapi merupakan aktivitas menolong pada taraf lebih mendalam, terfokus, dan
memerlukan teknik-teknik khusus sehingga hanya dapat dilakukan oleh profesional
berlatar belakang psikoterapis. Psikoterapi diperuntukkan bagi individu atau
kelompok yang memiliki disfungsi psikis dan permasalahan emosional yang parah.
MODALITAS KONSELOR
Dalam melakukan proses konseling, seorang konselor haruslah memenuhi beberapa
kriteria tertentu, agar konselingnya menjadi efektif. Menurut Carl Rogers (1971), ada
3 karakteristik utama sebagai modalitas yang harus dimiliki seorang konselor, yaitu:
emphaty – empati.

memahami klien dalam kerangka berpikir klien, sehingga konselor mampu


menempatkan diri pada posisi klien dan mempersepsi seperti yang klien persepsikan.

congruency – authenticity/ genuiness.


konselor haruslah memiliki keserasian antara perasaan dan tingkah-lakunya,
sehingga memahami kelebihan dan kelemahan dirinya agar tidak salah dalam menilai
klien.

 unconditional positive regard –- penerimaan/acceptance.


menerima klien sebagai individu lain yang memiliki kebutuhannya sendiri
dan kemampuan mengembangkan dirinya sesuai kebutuhannya tersebut. Dalam hal
ini, konselor mampu mengembangkan keadaan yang kondusif untuk pertumbuhan
klien (growth) berupa: pengalaman dipahami, disayangi, dan dihargai tanpa syarat.
 Pada garis besarnya, keterampilan dasar
seorang konselor meliputi perilaku yang
terkait, yaitu memiliki:
a. sikap pelayanan (attending behaviour),
b. keterampilan mendengar,
c. keterampilan bertanya/ interviu,
d. keterampilan menolong diri sendiri.
A. Attending Behavior
 Menurut Culley (1992), perilaku yang menunjukkan sikap
melayani merupakan dasar bagi kemampuan seorang
konselor dalam melakukan pengamatan (observasi) dan
mendengarkan klien.
 Macamnya:

1. Verbal :
”Saya akan mencoba memahami pengalaman yang
anda miliki ...”
“Hmm, suara dan intonasi bicara Anda tampak berubah.
Tampaknya anda terlihat marah…”
2. Non-verbal : postur, kontak mata, ekspresi wajah,
cara duduk
Verbal …
 penggunaan kata-kata yang mudah dipahami
 merefleksikan kembali apa yang dibicarakan klien
 interpretasi yang sesuai
 menyimpulkan
 merespon pesan yang utama dari klien
 penggunaan: ”Hmm...; ya, saya paham...; ya...
 memanggil klien dengan namanya atau “anda”
 memberi informasi yang sesuai untuk klien
 menjawab pertanyaan yang disampaikan klien kepada konselor
 menggunakan humor untuk meredakan ketegangan klien
 tidak menghakimi dan penuh respek
 menunjukkan pemahaman yang besar pada pernyataan klien
Non-verbal …
 Postur
Manfaat: terbuka dan mengkomunikasikan bahwa
konselor siap dan mau mendengarkan klien. Posisikan
diri dalam posisi yang nyaman, dapat menatap klien
dengan leluasa, tegap, dan relaks.

 Kontak Mata
Usahakan adanya kontak mata. Manfaat: dapat
memahami tanda-tanda dari apa yang dipikirkan dan
dirasakan klien.
Non-verbal …
 Ekspresi wajah
Konselor seharusnya menampilkan ekspresi wajah
seorang yang memperhatikan lawan bicaranya,
calm, dan hindarilah mentertawakan klien anda.
 Cara duduk

Yakinkan bahwa sebagai konselor kita memberi


jarak duduk dengan klien kita (3-5 kaki), dengan
posisi kursi yang sama tinggi. Ketika melakukan
konseling dengan klien berpasangan, pastikan
konselor dapat melihat keduanya dengan leluasa.
B. Keterampilan Mendengar Aktif
 Yang dapat ditangkap dari keterampilan mendengar
aktif adalah :
- pengalaman yang terjadi pada klien, perilaku klien
(apa yang dikatakannya dan apa yang dilakukannya),
- perasaan klien (apa yang dirasakan klien mengenai
perilakunya dan pengalamannya),
- isi pikirannya (apa yang diyakini, dipahami,
dirasakan ketika bertindak, keyakinan orang-
orang di sekitarnya menurut klien).
Mendengar aktif …
 terampil mendengarkan apa yang diungkapkan klien
 mampu mendengarkan dan merasakan reaksi-reaksi
yang muncul pada dirinya sendiri sepanjang sesi
konseling.

 Konselor juga berpikir, merasakan, dan berintuisi


sepanjang sesi  Konselor dapat saja merasa
terganggu dengan cara bicara dan perilaku klien.
Faktor yang mempengaruhi (bahkan dapat
menjadi bias) proses mendengarkan:

 budaya
 nilai
 isu yang ada pada kehidupan pribadi konselor
 terlalu sibuk menyiapkan jawaban dari yang
diceritakan klien
 mencari konfirmasi/ pembenaran dari hipotesa
konselor dan mengabaikan informasi klien yang lain
 menjadi defensif ketika klien mencoba mengkoreksi.
C. Keterampilan Bertanya
 Keterampilan yang dibutuhkan konselor untuk
mewawancara klien dan menggali informasi dari klien
1. keterampilan merefleksi informasi dari klien 
seberapa jauh kita memahami klien
mengulang kalimat klien, Paraphrasing (inti
cerita) menyimpulkan.
2. keterampilan menggali data (probing)
 contoh: ”saya membayangkan kira-kira yang
dipikirkan pasangan anda mengenai hal ini.” (untuk
mengganti: apa yang pasangan anda pikirkan ?)
 konfrontasi informasi dari klien
dilakukan apabila klien mengungkapkan sesuatu yang
berbeda tentang 1 hal/ tanpa klien sadari telah
mengatakan sesuatu yang membuat orang lain merasa
terganggu.

Tujuan konfrontasi:
untuk crosscheck data dan meningkatkan kesadaran klien.
 Konfrontasi baru dapat dilakukan sepanjang

hubungan klien-konselor telah terjalin cukup baik.


D. Self-help Skill
Ada beberapa keterampilan yang sifatnya membantu
konselor sendiri sepanjang proses konseling:
Self-disclosure (pengungkapan diri)

Pemahaman diri

Meningkatkan kesehatan mental konselor

Sensitifitas pada masalah budaya dan hal terkait

Keterbukaan

Objektif

Kompetensi

Pengetahuan yang luas

Dapat dipercaya

Ketertarikan interpersonal  kesamaan cara pandang.


TAHAPAN KONSELING
Ada 4 tahapan dasar dalam proses konseling, yaitu:
 membangun hubungan (rapport)

 melakukan identifikasi dan penilaian masalah

 memfasilitasi perubahan teraupetik

 evaluasi dan terminasi.


(Hackney dan Cormier, dalam Murad, 2009)
REFERENSI
 Capuzzi, David; Gross, D.R (1997). Introduction to the
counselling profession. Boston: Allyn & Bacon.
 Carkhuff, Robert R (1971) Helping and Human Relations A
Brief Guide for Training Lay Helpers. New York: Holt,
Rinehart and Winston.
 Cavanagh, M.E (1982) The Counseling Experience,
Monterey: Brooks/Cole Publishing Co.
 Gladding, S.T (2004) Counseling: a Comprehensive
profession, fifth edt, Upper Saddle River: Pearson.
 Lesmana, J.M (2006) Dasar-dasar Konseling, Jakarta: UIP.
 Mappiare, Andi (2002) Pengantar Konseling dan
Psikoterapi, cetakan ke-3, Jakarta: PT. Raja Grasindo
Persada.

Anda mungkin juga menyukai