Imunisasi
Imunisasi
Wiwiek Setiowulan
Imunisasi: cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu antigen sehingga bila kelak ia
terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit.
Jenis Kekebalan
Kekebalan pasif: kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh,
bukan dibuat oleh individu itu sendiri. Contoh: kekebalan
pada janin yang diperoleh dari ibu atau kekebalan yang
diperoleh setelah pemberian suntikan imunoglobulin.
Kekebalan aktif: kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri
akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau
terpajan secara alamiah.
Tujuan imunisasi
Cara pemberian
Dosis vaksin
Frekuensi pemberian
Jenis vaksin
Ajuvan
Kualitas vaksin
Faktor pejamu
Jenis vaksin
Vaksin hidup dekat bagian yang paling dingin, vaksin mati jauh dari
bagian yang paling dingin. Di antara kotak vaksin diberi jarak selebar
jari tangan (sekitar 2 cm) agar udara dingin menyebar merata ke
semua kotak vaksin.
Bunga es dalam freezer bila telah mencapai tebal 2-3 cm harus segera
dilakukan pencairan (defrost).
Bagian paling bawah tidak untuk menyimpan vaksin, tetapi untuk
cool pack guna mempertahankan suhu bila listrik mati.
Pelarut vaksin dan penetes (dropper) polio jangan disimpan di lemari
es.
Tidak boleh menyimpan makanan/minuman/obat lain dalam lemari
es vaksin.
Transportasi vaksin
Polio : 2 minggu
Tekan kulit sekitar tempat suntikan dengan ibu jari dan telunjuk
saat jarum disuntikkan
Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan
Demam >38,5° C
Perhatian!
Kontraindikasi:
Reaksi uji tuberkulin >5 mm
Kondisi imunodefisiensi: menderita infeksi HIV, penyakit keganasan
sumsum tulang/sistem limfe
Menderita gizi buruk
Menderita demam tinggi
Menderita infeksi kulit yang luas
Pernah sakit TB
Kehamilan
Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI):
Limfadenitis supuratif di aksila atau leher. Akan sembuh sendiri, tidak
perlu diobati. Bila melekat pada kulit atau timbul fistula, dapat
dibersihkan (drainage) dan diberikan obat antituberkulosis oral
Apabila BCG diberikan pada umur >3 bulan sebaiknya dilakukan uji
tuberkulin terlebih dahulu. Bila hasil (+): pernah terinfeksi tidak
perlu imunisasi. Bila tidak dapat dilakukan uji tuberkulin, imunisasi
tetap diberikan sambil menjelaskan, bila timbul reaksi cepat BCG agar
dibawa berobat (tanda bahwa anak telah terinfeksi TB)
Pada bayi yang kontak erat dengan pasien TB dengan BTA (+)
sebaiknya diberikan INH profilaksis dulu. Bila pasien kontak sudah
tenang, bayi dapat diberi BCG
Hepatitis B
Difteri
Penyebab: bakteri Corynebacterium diphtheriae
Patogenesis: anak yang terinfeksi difteri pada nasofaring,
kuman tsb akan memproduksi toksin yang menyebabkan
kerusakan jaringan setempat dan terbentuk
selaput/membran yang dapat menyumbat jalan napas.
Komplikasi: miokarditis, neuritis, trombositopenia
Angka kematian sangat tinggi, terutama usia <5 tahun
Pengobatan: antitoksin, antibiotik, rawat isolasi
Difteri, Pertusis, dan Tetanus
Tetanus
Penyebab: bakteri Clostridium tetani
Patogenesis: kuman tetanus masuk ke dalam tubuh manusia
melalui luka dan dalam suasana anaerob (rendah oksigen), lalu
menghasilkan toksin yang akan menempel pada reseptor di
sistem syaraf menimbulkan kontraksi dan spastisitas otot
yang tak terkontrol, kejang, dan gangguan sistem otonom
Gejala: kaku kuduk, trismus, perut papan, kejang spontan
dan/ atau rangsang
Komplikasi: spasme laring, pneumonia, infeksi nosokomial
Tatalaksana: antispasme (diazepam), antitoksin, antibiotik
Vaksin DPT
KIPI:
Kemerahan, bengkak, nyeri pada lokasi injeksi
Demam
Gelisah dan menangis terus selama beberapa jam setelah penyuntikan
Paling berat: ensefalopati akut, reaksi anafilaksis
Vaksin DPT
Indikasi kontra
Ensefalopati dalam 7 hari pasca DPT sebelumnya
Perhatian khusus
Demam >40,5°C, kolaps dan episode hipotonik-hiporesponsif
dalam 48 jam pasca DPT sebelumnya yang tidak berhubungan
dengan penyebab lain
Kejang dalam 3 hari pasca DPT sebelumnya
Menangis terus ≥3 jam dalam 48 jam pasca DPT sebelumnya
Polio
Isi:
polio oral: virus hidup yang dilemahkan
Inactivated polio vaccine (IPV): vaksin yang dimatikan
Jadwal: imunisasi dasar 4x, yaitu saat lahir, usia 2, 3, dan 4 bulan.
Imunisasi lanjutan 1 tahun setelah dosis ketiga, interval tidak
kurang dari 4 minggu
KIPI:
Dapat terjadi polio yang berkaitan dengan vaksin (risiko 1 : 2,5 juta),
risiko makin menurun pada pemberian dosis berikutnya
Dapat timbul gejala pusing, diare ringan, nyeri otot
Vaksin Polio
KIPI:
Dapat timbul demam pada hari ke 5-6 sesudah imunisasi dan
berlangsung 2 hari, dapat disertai ruam pada hari ke 7-10 selama 2-
4 hari
Imunisasi yang dianjurkan
Hib (Haemophillus influenzae tipe b): mencegah radang otak dan pneumonia
akibat bakteri Hib, diberikan secara i.m. pada usia 2,4,6 bulan
Pneumokokus (IPD): mencegah pneumonia akibat bakteri Streptococcus
pneumoniae, diberikan secara i.m. pada usia 2,4,6 bulan
Influenza: mencegah infeksi virus influenza (H1N1, dll.), pemberian secara
i.m., pertama 2x dengan interval 4 minggu, selanjutnya diberikan tiap tahun
MMR: mencegah mumps (gondongan), campak, dan rubella, diberikan secara
s.k. pada usia 15 bulan,diulang usia 6 th
Demam tifoid: diberikan secara i.m. pada usia >2 th, diulang tiap 3 th
Hepatitis A: diberikan secara i.m. pada usia >2 th, 2x dengan interval 6-12 bl
HPV (human papilloma virus): mencegah kanker leher rahim, diberikan secara
i.m. pada umur >10 th sebanyak 3x dengan interval 0, (1-2), dan 6 bulan
Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar
Usia (bl) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 +12
Vaksin
HB 0
BCG
Polio 1
DPT/HB1
Polio 2
DPT/HB2
Polio 3
DPT/HB3
Polio 4
Campak