Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BERIBADAH
BAGI ORANG
YANG SAKIT
OLEH : LESTYANI
S.KEP.,NS.,M.KEP
HAL – HAL YANG HARUS DIPENUHI
SEBELUM MENJALANKAN SHOLAT
Sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda kepada Umran bin al-
Hushain: “Apabila engkau tidak mampu maka shalatlah dalam keadaan miring.”
Ini adalah posisi yang ditentukan oleh syar’i, posisi ini memiliki kelebihan dibanding
terlentang: Wajah orang yang sakit menghadap kiblat, adapun posisi terlentang maka
wajah si orang sakit menghadap ke langit. (Asy-Syarh al-Mumti’ ala Zad al-Mustaqni’
4/329-330)
Sebab bagaimanapun dan separah apapun sakit itu, seorang
muslim tetap diwajibkan shalat selagi berakal.
Artinya, kewajiban shalat tidak gugur atas diri pasien, baik
itu yang baru menjalani operasi bedah, selagi dia berakal,
meski dia tidak mampu beranjak dari ranjangnya.
Dia wajib menunaikan rukun shalat semampunya.
Firman Allah, “Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan
dimana saja kamu berada, Palingkanlah wajahmu ke arahnya.” (QS.
Al-Baqarah: 144)
Maka menghadap kiblat adalah syarat sah shalat jika mampu
dilakukan, baik bagi orang sakit maupun yang lainnya.
DALAM KAJIAN FIQIH
Orang sakit yang terbaring di ranjang, dia tetap wajib menghadap
kiblat. Dia lakukan sendiri jika mampu atau dibantu orang lain. Jika
dia tidak mampu menghadap kiblat, dan tidak ada yang bisa
membantunya untuk menghadapkannya ke arah kiblat, sementara dia
khawatir waktu shalat akan habis, maka dia boleh shalat sesuai
keadaannya (tidak menghadap kiblat),” jelasnya.
Waktu Sholat
Sholat lima waktu ada jangka waktunya. Setiap kita pun
diperintahkan agar melaksanakan sembahyang pada jangka
waktu tersebut. Tidak mencuri start. Atau kedaluwarsa.
Bagusnya sembahyang di awal waktu setelah azan dan iqomah.
Semua itu berlaku bagi orang dalam keadaan sehat dan lapang
tanpa halangan.
WAKTU SHOLAT
1. SHOLAT SUBUH
2. SHOLAT DZUHUR
3. SHOLAT ASHAR
4. SHOLAT MAGHRIBH
5. SHOLAT ISYA
Pembagian waktu mengerjakan sholat
jamak
1. Jamak taqdim
Jamak taqdim adalah melakukan dua sholat fardhu pada waktu sholat yang pertama.
Bentuknya ada dua, pertama sholat Dzuhur dilakukan secara berurutan dengan sholat Ashar,
yang dilakukan pada waktu Dzuhur.
Dan kedua, sholat Maghrib dan sholat Isya dilakukan secara berurutan pada waktu Maghrib.
2. Jamak takhir
Jamak takhir adalah kebalikan dari jamak taqdim yaitu melakukan dua sholat fardhu pada
waktu sholat yang kedua.
Bentuknya juga ada dua. Pertama sholat Dzuhur dilakukan langsung berurutan dengan
sholat Ashar yang dilakukan pada waktu Ashar. Dan kedua, sholat Maghrib dan Isya
dilakukan secara berurutan di waktu Isya.
Sebab-sebab diperbolehkannya jamak sholat
Dilansir dalam "Panduan Sholat Rasulullah 2" oleh Imam Abu Wafa, ada
beberapa sebab yang memperbolehkannya sholat jamak.
1. Karena hujan dan takut
Berdasarkan riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu, ia berkata:
"Rasulullah SAW pernah sholat Dzuhur bersama Ashar dan Maghrib bersama
Isya di Madinah sebab ketakutan atau sebab hujan." (HR. Muslim no. 705, Abu
Dawud no. 1211 dan Tirmidzi no. 128).
2. Safar (bepergian)
Berdasarkan riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu, ia berkata:
"Rasulullah SAW pernah sholat Dzuhur bersama Ashar dan Maghrib bersama
Isya sebab ketakutan atau sebab safar." (HR. an-Nasai No. 601, hadits sahih).
3. Karena sakit, lemah atau kesulitan
Ada beberapa pendapat yang menyebutkan sakit sebagai salah satu
penyebab kita boleh melakukan jamak sholat.
Dalam buku 'Sholat Qashar Jama'" oleh Ahmad Sarwat, Lc., MA,
Imam Ahmad bin Hanbal membolehkan Jamak karena disebabkan
sakit. Begitu juga Imam Malik dan sebagian pengikut Asy-Syafi'iyah.
SYARAT SHOLAT JAMA’
1. Mendahulukan sholat yang pertama daripada yang kedua seperti mendahulukan sholat Dzuhur
daripada Ashar atau mendahulukan Maghrib daripada Isya.
3. Dilakukan berurutan. Antara dua sholat pisahnya tidak lama sehingga seelah melaksanakan
sholat pertama harus segera takbiratul ihram untuk langsung melaksanakan sholat kedua.
4. Saat mengerjakan sholat jamak yang kedua masih dalam perjalanan, meskipun perjalanan
tidak harus mencapai masafatul qashr atau batas minimal perjalanan, sebagaimana sholat qashar.
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, “Rasulullah saw biasa menjamak
shalat Zuhur dan Ashar jika sedang dalam perjalanan. Beliau juga
menjamak antara Maghrib dan Isya.” (HR Bukhari).
SEKIAN DAN TERIMA KASIH